Malam itu, setelah api berhasil dipadamkan dan kepanikan mereda, Agatha mengajak semua orang untuk sementara tinggal di rumahnya. Rumah Agatha yang besar dan mewah, namun sudah lama tidak ditempati sejak Pak Jinwoo kabur dan Bu Shinta dipenjara, menjadi tempat perlindungan sementara."Semua bisa tinggal di sini malam ini," kata Agatha, mencoba menenangkan para tamu yang masih terkejut. "Kita akan mencari solusi besok."Bintang membawa Gio yang masih gemetar ke dalam rumah. "Terima kasih, Agatha. Ini sangat berarti bagi kami," katanya, suaranya penuh rasa syukur.Agatha memanggil para pembantunya dan segera memerintahkan mereka untuk menyiapkan kamar dan segala kebutuhan para tamu. "Pastikan semua nyaman dan mendapatkan yang mereka butuhkan," tambahnya dengan tegas namun lembut.Niko, yang sudah memastikan bahwa api benar-benar padam, mengangguk setuju. "Mereka butuh tempat aman untuk beristirahat malam ini. Terima kasih, Agatha."Di dalam rumah Agatha yang megah, suasana mulai tenang
Niko dan Rocky berdiri di bandara, menatap papan keberangkatan yang penuh dengan penerbangan internasional. Mereka merasa tegang namun bertekad. Dengan paspor baru dan identitas yang telah disiapkan oleh Detektif Arif, mereka siap berangkat ke New York untuk mencari Pak Jinwoo.Perjalanan ke New York berlangsung tanpa hambatan. Ketika mereka tiba, udara dingin Manhattan menyambut mereka. Gedung-gedung tinggi dan keramaian kota tidak mengurangi rasa waspada mereka. Mereka segera menuju ke apartemen yang disebutkan Agatha sebagai tempat yang sering dikunjungi keluarganya dulu.Di apartemen, mereka bertemu dengan manajer gedung yang memberi mereka informasi terbatas. “Kami tidak bisa memberikan detail penghuni kami begitu saja,” kata manajer dengan nada tegas.Niko mencoba pendekatan berbeda. “Kami mencari seorang pria bernama Jinwoo. Dia mungkin menggunakan nama lain sekarang. Kami hanya ingin memastikan dia aman.”Manajer tampak ragu, tetapi akhirnya mengalah. “Ada seorang pria Asia ya
Aera duduk di ruang tamu apartemennya yang mewah, merasa puas dengan keberhasilan rencana mereka sejauh ini. Dengan satu tangan memegang segelas anggur, dia menatap keluar jendela, melihat pemandangan kota yang gemerlap. Namun, meskipun dia merasa menang, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.Semakin hari, kebencian Aera terhadap Airin semakin tumbuh. Setiap kali dia melihat wajah putrinya, dia melihat bayangan Rocky yang terus menghantui pikirannya. Airin semakin mirip dengan ayahnya, dan hal itu membuat Aera merasa semakin tertekan dan marah."Kenapa kamu harus mirip dia?" gumam Aera pada dirinya sendiri, sambil melihat Airin yang sedang bermain di sudut ruangan.Airin tersenyum lebar, menunjukkan kebahagiaan polosnya, tetapi bagi Aera, senyum itu adalah pengingat akan kesalahan masa lalunya.Aera duduk di kursi dengan tatapan kosong. Dulu, dia berpikir bahwa kehadiran Airin bisa membuatnya semakin terikat dengan Bintang, bahwa dengan memiliki anak, dia bisa mengamankan posisinya
Niko dan Rocky kembali ke Indonesia dengan perasaan kecewa dan tangan kosong. Setelah berminggu-minggu mencari di Amerika, mereka tidak berhasil menemukan jejak Pak Jinwoo. Setibanya di rumah, wajah mereka tampak lelah dan penuh kekhawatiran.Di ruang tamu rumah besar Agatha, Bintang, Agatha, dan Detektif Arif sudah menunggu mereka. Melihat wajah Niko dan Rocky, mereka tahu bahwa misi itu tidak berhasil."Bintang, Agatha, kami sudah mencari di berbagai tempat di Amerika, termasuk Kanada dan Paris. Tapi Pak Jinwoo sepertinya menggunakan identitas palsu dan berhasil mengelabui kami," kata Niko, menundukkan kepalanya.Rocky menghela napas panjang. "Kami tidak menemukan apa-apa, hanya jejak yang hilang."Agatha yang duduk di sebelah Bintang mencoba tetap tenang. "Yang penting kalian sudah berusaha keras. Kita harus mencari cara lain untuk menemukannya."Bintang menggenggam tangan Agatha erat, memberikan kekuatan pada istrinya. "Kita akan terus mencari, tidak akan berhenti sampai kita mene
Gio tahu bahwa ibunya tidak benar-benar fokus saat bermain dengannya. Meskipun dia masih kecil, dia bisa merasakan kesedihan yang terselubung di balik senyum ibunya. Dengan cepat, dia mencari cara untuk membuat Agatha tertawa."Mama, lihat ini!" serunya dengan antusias.Gio berlari ke kamarnya dan kembali dengan memakai topi besar dan kacamata hitam yang terlalu besar untuk wajahnya. Dia mulai berakting seperti detektif, berkeliling ruang main dengan gaya lucu sambil berbicara dengan suara dalam, "Hmm, sepertinya ada kasus besar di sini! Siapa yang mencuri senyuman Mama?"Agatha tidak bisa menahan tawa melihat aksi Gio yang menggemaskan. Gelak tawanya akhirnya pecah, membebaskan sebagian beban di hatinya.Dia meraih Gio dan memeluknya erat. "Kamu memang detektif yang hebat, Gio. Terima kasih sudah membuat Mama tertawa."Gio tersenyum lebar, senang melihat ibunya bahagia. "Apa pun buat Mama. Aku cinta Mama."Agatha mencium pipi Gio dan berkata dengan lembut, "Mama juga cinta kamu, saya
Aera menutup pintu rumahnya dengan keras, membiarkan suara gemuruh menggema di seluruh rumah. Dia merasa seolah-olah dunia telah menamparnya keras-keras. Di ruang tamu, dia melempar tasnya ke sofa, lalu duduk dengan mata terpejam, mencoba meredakan badai emosi yang berputar di dalam dirinya.Dalam keheningan yang menyelimuti ruangan, kenangan-kenangan bersama Rocky mulai berkelebat di benaknya. Mereka dulunya adalah sahabat baik. Mereka berbagi segala hal—dari rahasia terdalam hingga mimpi-mimpi terbesar. Namun, segalanya berubah ketika Aera mengenal Bintang di kampusnya. Persahabatan mereka terasa semakin jauh seiring dengan berkembangnya perasaan Aera terhadap Bintang.Aera mengingat saat-saat bahagia di masa lalu ketika mereka pertama kali bertemu. Senyuman hangat Rocky, sentuhan lembutnya, dan canda tawa yang mereka bagi. Semua itu terasa seperti mimpi yang jauh, hilang di balik awan kelabu masalah yang kini mereka hadapi.Dia mengingat saat mereka berjalan di taman, tangan mereka
Saat sore hari yang tenang, Gio dan Airin bermain di halaman depan rumah Agatha. Tawa mereka menggema di udara, sementara sinar matahari sore memberikan cahaya hangat. Agatha berada di dapur, dengan hati-hati menyiapkan susu untuk anak-anaknya. Sesekali, ia melirik keluar jendela, memastikan mereka masih bermain dengan aman.Di halaman, pengasuh yang biasanya mengawasi Gio dan Airin pergi ke kamar mandi sebentar. Agatha merasa tenang karena yakin bahwa anak-anaknya berada di tempat yang aman. Namun, ketika ia keluar dari dapur dengan dua botol susu hangat di tangannya, ia merasakan ada yang tidak beres.Agatha melihat Airin berdiri sendirian di dekat gerbang dengan wajah bingung. Hatinya berdegup kencang saat ia bergegas mendekati putrinya. "Airin, ada apa? Di mana Gio?"Airin menatap Agatha dengan mata penuh kebingungan dan sedikit ketakutan. "Gio dibawa pergi seseorang, Tante."Jantung Agatha seakan berhenti mendengar jawaban itu. Cangkir susu di tangannya hampir terjatuh. "Apa maks
Di sebuah sudut kota yang sepi, mobil yang mencurigakan di rekaman CCTV ditemukan oleh tim investigasi. Detektif Arif berhasil melacak nomor plat mobil tersebut dan menemukan bahwa itu adalah kendaraan yang pernah dipakai oleh seseorang dengan hubungan langsung dengan Bu Shinta. Arif dan Niko segera menindaklanjuti petunjuk ini dengan memeriksa alamat yang terdaftar. Ketika mereka sampai di rumah kecil di pinggiran kota yang dikelilingi taman, mereka melihat tanda-tanda kehidupan. Tanpa membuang waktu, mereka memasuki rumah tersebut dengan hati-hati."Ini rumah yang sama," kata Niko, memeriksa sekeliling dengan seksama. "Kita harus sangat hati-hati."Di dalam rumah, Gio terlihat bermain dengan mainan di ruang tamu. Bu Shinta, meski terlihat cemas, mencoba tetap tenang di samping cucunya. Ketika mendengar suara pintu terbuka, wajah Bu Shinta memucat dan dia tahu bahwa waktu untuk melarikan diri semakin singkat."Jangan takut, Gio," kata Bu Shinta dengan lembut, sambil mengajak Gio ber