Hari berlalu dengan cepat. Persidangan kini akan dimulai. Pandu sudah siap mengenakan kemeja putih yang sudah disiapkan oleh pengacaranya. Dia segera mengenakan kemeja itu saat akan menuju ke pengadilan. Hatinya benar-benar gundah. Memikirkan bagaimana kelanjutannya nanti."Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mempunyai bukti apa pun untuk membela diriku. Bahkan, para pengacara itu pun tidak pernah mengatakan sesuatu hal apa pun kepadaku," batinnya sambil menarik napas panjang. Sebelum akhirnya dia keluar dari ruangan saat beberapa polisi sudah memanggilnya."Hei, Bung. Kau sudah harus keluar dari sana. Kami akan membawamu ke persidangan. Jangan terlalu lamban. Apa kau wanita? Nanti kita terlambat untuk pergi ke sana. Itu bisa menambah hukumanmu!" ucap Polisi dengan tegas.Mereka segera berjalan keluar dari ruangan dan masuk ke dalam sebuah mobil khusus yang ditumpangi oleh Pandu. Di dalam mobil itu, Pandu masih saja tidak berkata apa pun. Hatinya benar-benar tidak tenang. Hingga akh
"Sumpah. Demi nyawaku. Aku tidak pernah melakukan hal itu. Kau sudah melakukan kebohongan yang sangat luar biasa. Jangan pernah melakukan hal itu. Karena hatimu akan dipenuhi dosa Sabrina!" teriak Pandu. Dia spontan berdiri dari duduknya. Polisi yang berjaga di sebelahnya, menarik dengan sangat kuat. Agar Pandu terduduk kembali."Aku sudah mengatakan kepadamu, bahwa aku hamil. Tapi kau sangat marah!" Pandu semakin menggelengkan kepalanya. Dia tidak mengerti. Kenapa Sabrina melakukan ini. "Sudah jelas-jelas aku tidak pernah melakukan itu, Sabrina. Kenapa kau melakukan ini? Kau bisa mencari lelaki yang lebih baik dariku. Banyak sekali di luar sana. Hentikan ini sekarang juga, Sabrina!" "Aku tidak akan pernah menghentikannya, sebelum kau bertanggung jawab!" teriak Sabrina semakin kencang. Membuat Hakim mengetukkan palu dengan sangat kencang!"Jangan pernah membuat keributan saat persidangan dimulai!" teriak sang hakim dengan keras. Kedua matanya mengedar dengan tatapan tajam ke semua o
Arum masih tercengang ketika melihat para pesuruh Wojo yang kembali datang dengan ekspresi sangat menegangkan. Perasaan Arum semakin tidak enak. Dia segera beranjak dari duduknya, lalu menatap dengan perasaan cemas. "Apa yang terjadi? Kenapa kalian datang seperti ini?" tanya Arum. Spontan Wojo menepuk pundak kanan Arum, lalu menganggukkan kepala."Tidak ada yang perlu dicemaskan. Lebih baik kau sekarang pergi bersama dengan Selena kembali ke rumah. Tenangkan hatimu. Akan aku atasi semua masalah ini. Kau tidak perlu kawatir.""Tidak bisa Wojo. Ini menyangkut suamiku. Dan ... aku harus mengetahuinya. Pasti ada suatu hal yang sangat penting. Aku harus tahu itu." Arum menampis tangan Wojo dan kembali menatap pesuruhnya."Kalian semua harus mengerti. Jangan ada yang disembunyikan dariku. Aku hanya ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Kalian harus menceritakan semuanya," ucap Arum sekali lagi. Wojo akhirnya melambaikan tangan kepada para pesuruhnya yang menganggukkan kepala. Lela
Arum semakin menderita. Perasaannya sakit bagaikan tertusuk pisau yang sangat tajam.. Ujungnya yang tajam, semakin merobek ke dalam. Membelah semua urat dan nadinya berkeping-keping. Hancur dalam sekejap.Perkataan Romo tidak pernah berubah. Lelaki tua yang sangat kaya raya itu selalu saja membuat Arum sangat terhina. Semakin ... menghinanya. Hanya karena kasta yang tidak dimiliki Arum. "Romo. Kenapa mengetahui kebohongan, namun membuat anak Romo satu-satunya merasakan malu yang sangat luar biasa?""Aku sudah sangat malu dengan perbuatan kalian!" bentak Romo kencang. Arum semakin menarik napas. Jantungnya berdetak hebat."Arum. Apakah kamu tidak sadar sudah mempengaruhi Pandu seperti itu? Berani membantah perkataan orang tua dan menjadi anak durhaka!" "Cukup, Romo! Mas Pandu tidak pernah seperti itu. Dia bersamaku karena hanya ingin bahagia. Kami tidak memerlukan yang lain. Kami Hanya ingin bersama. Aku ... hanya ingin bersamanya."Arum masih saja menatap Romo yang kemudian berdiri
Joko tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Kedatangan Ardi akan membuat Sabrina mengalami bahaya yang sangat luar biasa. Semua rencana yang berjalan dengan sempurna pasti akan gagal. Ardi adalah satu-satunya orang yang sudah melihat Sabrina dengan semua rencananya. Ardi pasti akan membela Pandu. Membuat Pandu bersama Arum kembali bersama."Aku tidak akan membuat mereka bersama."Joko tidak akan pernah membuat hal itu terjadi. Dia akan mencegahnya. Dengan sangat cepat Joko kembali menatap semua pesuruh yang masih terpaku menatap ekspresi Joko. "Jangan beritahukan ini kepada Nona sabrina. Aku akan mengatasi sendiri. Aku akan menemui Raden Ardi agar dia tidak merusak rencana semuanya. Akan aku atasi sendiri," ucap Joko sembari menarik napas. "Berjanjilah kalian tidak akan pernah membicarakan ini kepada mereka."Kedua pesuruh itu semakin menatap Joko. Mereka menggelengkan kepala dan tidak ingin Joko melakukan hal itu sendirian. Semua yang terjadi harus dilaporkan kepada Sabrina. Kare
Pandu masih menatap tegang narapidana itu. Dia terpaksa menyetujui semua saran gila yang sebenarnya sangat takut dia lakukan. Hanya saja itu adalah salah satu cara yang bisa digunakan untuk segera menemui Arum."Aku menyetujuinya. Segeralah kau atur semuanya. Aku malam ini ingin sekali menemui Arum. Kondisinya sangat tidak sehat. Dia membutuhkan seseorang untuk memeriksanya. Kebetulan aku bekerja sebagai dokter. Aku sangat paham dengan Arum. Dia tidak akan pernah mau ke rumah sakit kalau tidak aku yang memaksanya.""Semua akan aku atur. Tapi, berjanjilah. Kau akan menyiapkan uang itu untuk membayarnya. Ini resiko terbesar yang harus dia lakukan. Dan ... jabatanku adalah taruhannya." "Aku mengerti," jawab Pandu singkat.Waktu berjalan cukup singkat. Matahari yang semula menerangi bumi, kini perlahan menghilang. Polisi wanita yang sudah ditunggu narapidana itu kini masuk ke dalam ruangan. Seperti biasanya. Polisi itu membawa baki yang diatasnya ada beberapa cangkir kopi untuk semua pol
Sabrina berjalan cepat menuju pintu keluar kamar. Diq mengejutkan kedua orang tuanya yang masih bergeming kaku saat melihatnya."Apa yang akan kau lakukan, Sabrina? Jangan melakukan tindakan yang bodoh. Semuanya harus dipikirkan dengan secara matang. Kau tahu sendiri semua skenario ini adalah perbuatanmu. Ayah tidak akan pernah membiarkan dirimu menanggung dengan semua rahasia yang tidak sengaja kau buka sendiri. Kami sangat paham dengan sikapmu. Jika kau panik, maka mulutmu itu tidak bisa kau kendalikan. Sekarang Kembalilah dan duduk di sini. Karena, kali ini kami akan mendampingimu. Kau tidak akan kami biarkan sendirian mengatasi semuanya," ucap Ayah Sabrina dengan tegas. Menatap putrinya dengan tatapan yang sangat tajam. Bahkan Sabrina pun tidak pernah melihat sebelumnya."Sudahlah. Jangan bertengkar. Lebih baik kamu menuruti apa yang ayahmu katakan. Kita akan menunggu Joko. Aku sangat yakin. Dia pasti melakukan ini karena menurut dia, itu adalah yang terbaik untukmu. Sekarang diam
Suasana semakin memanas. Di dalam kamar, mereka meluapkan hasrat masing-masing. Napas yang saling menderu bersahut-sahutan. Keduanya cukup berkeringat menerima hasrat yang kini terlampiaskan. Pandu semakin menghentakkan miliknya dengan cukup kencang. Bahkan mereka melakukan dengan berbagai gaya. Arum tersenyum dengan suara desahan yang membuat Pandu semakin bergairah. Dia menikmati semua tubuh Arum tanpa ada yang tersisa sedikitpun."Arum, aku mencintaimu ....""Mas Pandu, kau benar-benar luar biasa. Ah, sangat nikmat sentuhan itu. Membuatku melayang. Jangan pernah kau lepaskan, karena waktu kita masih cukup banyak," ucap Arum dengan desahan saat Pandu memainkan miliknya dengan bibirnya."Mas ...."Pandu terus melakukannya. Hingga Arum mencapai puncak birahinya. "Mas! Ah ...." Kemudian Pandu kembali memasukkan miliknya dan menghentakkannya sekali lagi.Senyuman yang disertai dengan desahan, terdengar cukup keras di dalam kamar itu. Mereka saling memandang dengan memperlihatkan hasra