Maya menyampaikan dengan terpatah-patah. Pandu semakin menatapnya. Dia … dia sudah menduga. Ini pasti ada hubungannya dengan Arum. Pandu menarik napas, bersiap untuk mendengar perkataan Maya.
“Maya, jangan memotongnya. Kenapa kau malah menghentikan ucapanmu. Aku benar-benar ingin mengetahuinya. Aku--”
“Nyai Utama koma. Dia tertabrak mobil. Sekarang dia berada di rumah sakit.”
Tulang rusuk Pandu seakan retak. Jiwanya merana, sangat … hancur!
“Tidak! Ini … tidak mungkin terjadi. Aku tidak percaya,” ucapnya sembari mengepalkan kedua tangan. “Ini salahku. Jika aku tidak memberi pesan itu, dia tidak akan datang. Aku yang bersalah. Aku yang membuat dia seperti ini. Arum … kau …”
Pandu beranjak dari duduknya. Dia berjalan gontai menuju pintu balkon kamar. Membukanya lebar-lebar. Kini langkahnya semakin cepat hingga sampai di ujung pagar. Pandu mencengkeram permukaan pagar d
Suara serak, pelan, terdengar mengejutkan semua orang. Pandu menatap ranjang dengan terpaku. Perlahan dia akan melangkah, namun tangan Wojo menghadang. Wojo mengernyit dalam, menggelengkan kepalanya. Dia tidak akan pernah membiarkan Pandu untuk mendekati Arum.“Kau tidak berhak atas dirinya. Kau … bukan siapa-siapa. Aku adalah suaminya. Jangan membuat keributan di sini,” ucap Wojo pelan namun menekan.Pandu tidak menatapnya. Dia hanya mendengarkan perkataan Wojo. Pandangannya masih sangat serius tertuju ke ranjang. Apalagi air mata Arum terlihat menetes. Ingin rasanya Pandu berjalan, mendekati sang pujaan. Ingin rasanya dia memeluk, dan menenangkan jiwanya. Namun, apalah daya. Perkataan Wojo memang benar. Dia tidak berhak untuk melakukannya.“Pandu, kita harus pergi dari sini,” ucap Ardi sembari menekan pundak Pandu. “Hei, paling tidak dia sudah sadar. Arum pasti akan sembuh,” lanjutnya berusaha membuat Pandu mengerti.
Sabrina berkemas untuk pergi ke Jakarta. Dia tidak sabar untuk menemui Pandu. Dia akan merahasiakan hal ini dengan semua orang. Dia berniat akan membawa Pandu ke Yogyakarta. Sabrina menemui Joko yang sebenarnya tidak setuju dengan keinginan Sabrina.“Nona, apakah Anda tidak berpikir dahulu? Bagaimana jika Raden tidak berkenan Anda ke sana. Hati Anda akan semakin sakit.”“Jangan ikut campur. Mana mungkin aku akan membiarkan tunanganku pergi begitu saja. Aku … akan tetap mengejarnya,” balas Sabrina tegas.Joko menundukkan kepala. Menurut perkataan Sabrina. Dia tidak mungkin membantah perintah majikannya.**Pandu semakin memendam amarah. Dia ingin sekali membawa Arum pergi dari sana. Namun, dia sudah bersalah! Benar kata Wojo. Dirinya tidak sepatutnya untuk menemui Arum. Dia miliknya. Wojo milik Arum. Walaupun keajaiban sudah berada di depan mata, itu hanya sesaat. Walaupun kehadirannya membuat Arum terbangun, dia tetap
Wojo tidak percaya Pandu kembali datang menemuinya. Mereka saling bertatapan. Wojo harus bersiap menghadapi kekasih Arum. Dia sangat membencinya. Dia sudah menghancurkan Kasoemo dalam sekejap. Namun … kenapa Pandu malah menemuinya?“Apa yang kau inginkan?” tanya Wojo tegang. Tatapannya masih saja dingin.“Aku menyerah,” balas Pandu pelan.Setelah Pandu bermimpi indah, dia terbangun dengan terkejut. Seorang wanita yang sangat dibencinya, ada di hadapannya. Sabrina segera menyusul Pandu ke Jakarta malam petang. Kereta terbaik yang dia tumpangi, bisa membawanya dengan cepat. Pagi sekali, Sabrina sudah berada di ibu kota. Pesuruhnya yang sudah mengetahui keberadaan Pandu, membawanya ke Monas. Sabrina terkejut melihat lelaki yang dicintainya tergeletak di taman, namun tersenyum.“Pandu, bangunlah.”Sabrina sangat panik. Tubuh Pandu sangat panas, dan tidak sadarkan diri. Dia segera membawanya ke rumah sakit.
Jantung Romo berdetak kencang. Dia tidak percaya melihat anak kesayangannya bangkit dari kematian. Hatinya bercampur aduk. Antara percaya atau tidak. Namun, di dalam genggamannya, dia melihat dengan jelas, bahwa itu adalah Pandu.Romo terus mengatur napasnya. Hatinya bagai tertusuk. Sangat sakit. Perasaannya sangat kecewa. Dia tidak menyangka, Pandu sudah melakukan kebohongan terbesar dalam hidupnya hanya karena mengejar restunya.“Aku ingin sendirian. Kau sebaiknya keluar dulu dari ruangan ini. Aku akan memikirkan langkah selanjutnya untuk perusahaan.”“Aku tidak ingin kau bersedih. Sebaiknya, kabar ini kita rahasiakan dulu. Aku sangat kecewa. Sebenarnya Pandu sudah membuat aku sangat malu. Sabrina pergi dengan mendadak. Pasti dia menuju ke Jakarta untuk menemui Pandu.”Sarman menarik napas. Dia mendeka
Hendra semakin menegang. Dia benar-benar terkejut saat mendengar Arum mengatakan sesuatu tentang dirinya. Jantungnya berdebar kencang. Dia tidak ingin Arum berkata sesuatu yang bisa membuatnya celaka, atas perbuatan yang dilakukannya saat itu kepada Arum.Apa yang akan kau katakan, Nyai?" tanya Wojo tiba-tiba. Dia mengernyit, menatap sang istri yang masih terdiam hanya memandang Hendra yang segera memalingkan wajahnya."Aku memang keluar dari rumah itu. Aku hanya ingin membeli sebuah keperluan dan aku meminta pelayan untuk mengantarkan. Aku meminta maaf tidak meminta izin darimu terlebih dahulu. Tapi, hujan sangat deras, hingga seseorang menarikku dan membawaku pergi. Tapi aku tidak ingat karena aku pingsan," katanya sekali lagi sambil melirik Hendra yang masih saja berdetak kencang."Apakah ini ada hubungannya dengan adikku?" tanya Wojo kini menatap Hendra yang ketika menundukan kepalanya."Tentu saja dia tidak mungkin melakukan s
Nyai Ani bergeming kaku. Dia tidak menyangka Pandu kini berada di hadapannya. Hatinya berdebar kencang. Sosok kesayangan yang semula telah hilang, kini hadir kembali.“Anakku? Apakah ini dirimu? Kau … kini hadir?” ucapnya sangat pelan. Tangisan mulai menghiasi wajahnya.Pandu perlahan menganggukkan kepalanya. Dia melangkah, mendekati Nyai Ani dan bersujud. “Maafkan Pandu, Ibu. Pandu sudah menjadi anak durhaka,” ucapnya dengan menarik napas.Nyai yang masih menangis, segera mendekati Pandu. Dia menarik tubuh Pandu untuk berdiri. Nyai memeluknya erat. Hatinya sangat bahagia. Pandu tidak menyangka malah mendapatkan perlakuan ini. Sebelumnya, dia menyangka akan mendapatkan kemarahan. Bahkan, Romo yang mulai mendekati mereka, hanya diam sembari menatapnya datar. Tidak ada ekspresi sama sekali di sana.Pandu melerai pelukannya. Dia kini mendekati Romo dan menundukkan kepala.“Selamat datang kembali,” ucap Romo s
Wojo masih saja menatap Arum. Tdak bisa dia pungkiri. Memang cinta Arum hanya untuk Pandu. Kejar restu itu sampai di alam mimpi Arum. Hingga nama Pandu selalu saja dipanggilnya.Saras di sebelah Arum selalu saja menangis. Dia sebenarnya ingin membuat Arum bahagia. Namun, bagaimana caranya? Keputusan untuk membuat Arum terjun ke dalam jurang kasta sudah dia lakukan. Pemaksaan kepada hati anaknya sendiri tidak bisa dia cegah sekarang. Membuat Wojo bercerai dengan Arum, itu tidak mungkin terjadi.Wojo menarik napas panjang sebelum akhirnya keluar dari kamar Arum. Dia berjalan menuju ruangan kerjanya. Dia ingin menyendiri, memikirkan hatinya.“Bolehkah Nyai masuk?”Suara Nyai Niye mengejutkan dirinya. Wojo spontan mengangkat wajahnya. Sang ibu perlahan mendekatinya.“Kau mencintainya?” tanya Nyai tiba-tiba. Wojo spontan mengernyit.“Apa yang Ibu katakan? Aku tidak mengerti,” balas Wojo.“Kau memik
Sabrina tidak menyangka Pandu melakukan itu kepadanya. Dia benar-benar sangat terkejut. Dia sama sekali tidak ingin melepaskannya. Namun, Pandu ternyata segera melerai bibirnya."Haruskah aku terjebak dalam permainan yang ditawarkan oleh dirimu? Kau mendadak melakukan ini kepadaku. Pasti ada sesuatu hal yang kau sembunyikan, dan itu ada hubungannya dengan keluargamu."Sabrina tidak hentinya menatap Pandu. Dalam hatinya, dia merasa sangat bahagia."Apakah ini tidak cukup untuk membuktikan jika aku sangat serius menikahimu? Jika kau tidak percaya, aku tidak masalah. Yang penting, aku sudah membuktikan rasa serius itu."Sejenak Pandu menatap Sabrina hingga akhirnya dia membalikkan tubuhnya dan akan pergi dari sana. Dengan cepat Sabrina menahan langkah Pandu. Dia menariknya kembali. Kini wanita itu semakin menatap wajah Pandu sangat tajam."Apa yang kau lakukan barusan sangat merubah kehidupanku. Hatiku benar-benar ... san
Nyai Ani dan Saras saling berpandangan. Mereka tidak percaya dengan kejadian yang sama terulang kembali. Mereka saling berpandangan, kemudian menatap tegang sang pelayan yang masih mendudukkan kepala. Hingga Ibu Arumi pun berlari datang bersujud di hadapan Nyai Ani dan Saras."Maafkan saya, Nyai. Anak saya bersalah. Tolong jangan marah dengan anak saya. Nyai ... saya yang bertanggung jawab. Saya sudah mengatakan kepada Arumi agar tidak mendekati Raden Putra. maafkan saya. Tolong jangan pecat saya karena saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Sekali lagi maafkan saya."Nyai Ani tersenyum. Saras pun juga ikut tersenyum. Mereka segera mendekati pelayan itu dan menariknya hingga berdiri."Tunjukkan aku di mana mereka. Tidak aku sangka, ternyata Putra menyukai wanita yang memiliki nama persis dengan nama anakku, Arum. Aku sangat terharu mendengarnya," balas Saras masih saja tersenyum haru."Ini sudah takdir kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Cinta kembali hadir di dalam rumah i
"Paman?" Putra terkejut melihat Ardi berada di belakangnya. Dia segera tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal. Wajahnya masih bersemu ketika melihat gadis itu. Ardi tersenyum dan menggelengkan kepalanya, mengingat sosok Pandu saat pertama kali bertemu dengan Arum. Ardi sudah bercerita semua kisah Pandu dan Arum kepada Putra. Kejadian barusan, sama persis dengan sosok Putra."Kau menyukainya?" tanya Ardi sekali lagi sambil mengangkat salah satu alisnya."Entahlah, Paman. Ketika aku melihatnya. Jantungku tiba-tiba bergetar. Dia seperti bidadari. Wajahnya secerah awan. Senyumannya membuatku tidak bisa mengalihkan pandangan darinya. Bahkan, sampai sekarang pun aku memikirkannya. Bayangan wajahnya itu selalu ada di dalam pikiranku. Padahal aku baru menemuinya hanya beberapa menit saja. Hmm, siapa dia, Paman? Aku ingin sekali bertemu dengannya.""Hahaha. Itu adalah namanya cinta. Yah ... kau mencintainya. Cinta pandangan pertama. Ibunya baru bisa aja bekerja menj
"Romo datang?" Sunarsih seketika terpaku. Apalagi Romo dan Nyai Ani membawa beberapa kain dan perhiasan. "Maafkan kami datang dengan mendadak. Kami mendengar dari pelayan jika kalian akan menikah. Aku ada beberapa kain kebaya. Sebenarnya aku ingin memberikannya kepada Arum. Ini adalah kain dari ibuku. Aku berniat untuk memberikannya kepada Arum saat dia sudah melahirkan. Tapi ternyata takdir berkata lain dan aku berpikir ingin memberikannya kepada kalian, karena kalian adalah dua wanita yang sangat hebat."Mawar dan Sunarsih saling berpandangan. Mereka tidak menyangka, seseorang yang sangat mereka takuti sekaligus benci datang dengan pandangan lain. Senyuman terpampang di wajah angkernya selama ini.Nyai Ani menyodorkan kain itu dengan tersenyum. Mawar dan Sunarsih akhirnya tersenyum dan menerima. Mereka tidak percaya dengan semua ini."Aku tidak bisa berkata apa pun. Yang jelas, aku sangat bahagia," ucap Sunarsih. Dengan mendadak, dia mendekati Romo dan memeluknya. Semua orang terk
"Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa seseorang yang sangat gagah seperti dirinya bisa menjadi seperti ini? Aku benar-benar tidak percaya, Hendra. Apakah kakakmu bisa sembuh? Aku harus bagaimana menghadapi kakakmu yang seperti ini?" ucap Saras kemudian meneteskan air matanya."Ibu hanya perlu mendekatinya saja. Katakan apa pun yang bisa membuat kakakku mengerti jika dia harus menjalin kehidupan ini. Kematian Pandu sudah dilupakan oleh pihak hukum, karena kondisi Kakak yang seperti ini. Mereka berharap Kakak bisa menjadi sosok seperti semula kembali. Tapi ... sepertinya itu susah, Ibu. Bahkan sekarang ibuku, Mustika, dan semua adiknya pun sangat bersedih. Tidak ada kebahagiaan lagi yang berada di rumah." Hendra menatap sang kakak dengan sangat sendu. Tubuhnya yang semakin kurus, membuatnya tidak memiliki tenaga yang cukup. Dia resah bagaimana jika dia nanti pergi dari dunia ini. Siapa yang akan menjaga keluarganya?"Baiklah, aku akan mencoba mendekatinya." Sarah mendekati Wojo yang masih
Mereka semua terkejut saat Joko tiba-tiba masuk dan mengatakan hal seperti itu. Sunarsih seketika menganga, menatap Joko dengan sangat tampan menggunakan kemeja putih, berjalan menghampirinya. Dia menatap Sunarsih dan menutup mulutnya. Sunarsih terpaku seketika."Apa ..."Joko saat itu selalu memandang Sunarsih. Sifatnya yang sangat lucu dan tomboy, mengingatkan dia kepada Sabrina. Namun, Joko harus menutup hatinya untuk Sabrina yang sudah pergi. Joko perlahan-lahan sering menemui Sunarsih dan berusaha membuka hatinya. Hingga dia paham hatinya sedikit bergetar. Ketika mendekati Sunarsih yang selalu paham dengan dirinya.Joko selalu bercerita apa pun kepada Sunarsih. Dia sangat kesepian, tidak sengaja bertemu Sunarsih di taman. Sejak saat itu mereka selalu mengobrol dan akrab. Joko terus berpikir sepanjang hari, hingga dia akhirnya memutuskan untuk melamar Sunarsih."Walah, masa aku mendapatkan lamaran dengan cara seperti ini? Hah, tiba-tiba saja datang lalu ngomong, mungkin aku. Hah,
Bagai tersambar petir. Perasaan Saras seketika hancur. Dia tidak menyangka perasaannya selama ini akhirnya terjawab. Beberapa hari sebelumnya dia selalu memandang Arum, dan sudah merasakan akan kehilangan anaknya untuk selamanya. Ternyata sekarang dia akan menghadapi hal itu. Sebuah pertanda yang selalu dia lihat, dari perkataan Arum dan Pandu. Seolah-olah mengetahui mereka tidak akan hidup lama lagi. Tanpa sadar mereka ungkapkan selama ini. Saras selalu menepis semua yang ada di pikirannya. Namun, ternyata benar. Dan terlebih lagi, dia teringat sumpahnya dan sumpah Nyai Ani, yang kini terjawab sudah."Tidak! Tolonglah dokter. Lakukan apa pun untuk menyelamatkannya. Aku mohon kepadamu dokter. Biarkan anakku hidup, karena aku belum bisa membahagiakannya. Aku mohon dokter," ucap Saras dengan lemas. Nyai Ani yang terus menangis memeluknya. Begitu juga dengan Wati dan Sunarsih yang tidak kuasa mendengar. Tidak bisa menumpu tubuhnya yang mendadak lemas, Sunarsih hampir tumbang. Joko yang b
Suara letusan peluru tiba-tiba terdengar cukup keras. Arum menatap Pandu yang tersenyum ke arahnya, membelai pipinya dengan perlahan, lalu memeluknya."Kau sangat cantik, Arum," ucap Pandu pelan.Arum mengernyitkan kedua alisnya semakin dalam. Menatap Pandu yang tiba-tiba pucat. Hingga dia merasakan basah di kedua tangannya. Perlahan, Arum bergetar saat melihat jemarinya tiba-tiba dipenuhi dengan cairan darah segar yang keluar dari punggung Pandu. "A-pa ...," ucap Arum pelan. Dia tidak bisa berkata. Mulutnya tercekat, bahkan napasnya terhenti seketika, seakan dia tidak bisa bergerak. Tubuhnya kaku. "Mas ..." Arum kembali menatap kedua mata Pandu yang masih memperlihatkan senyuman dan cinta tulusnya kepada Arum."Tidak ada hal di dunia ini yang lebih indah selain dirimu. Wanita yang tidak akan pernah tergantikan sampai kapanpun. Wanita yang selalu ada di hatiku. Wanita yang selalu aku cintai. Aku sangat ... mencintaimu. Kau tidak tergantikan," bisik Pandu masih dengan tersenyum. Arum
Wojo terdiam, menunggu Arum untuk mengatakan jawaban yang sudah ditunggunya. Arum tersenyum menganggukkan kepala dan berkata, "Aku akan menjadi istrimu dan mendampingimu sampai kapanpun. Tapi aku mohon kita pergi dari sini dan melupakan semuanya," balas Arum masih dengan tersenyum, namun meneteskan air matanya. Menahan hatinya yang terasa sesak. Padahal dia sama sekali tidak ingin berkata seperti itu. Namun, apa boleh buat. Tindakannya itu benar-benar meluluhkan lelaki yang semula memendam amarah."Ini tidak benar! Hah, benar benar sangat menyakitkan. Aku tidak akan pernah melepaskan istriku untuk lelaki lain. Bisakah aku hidup bahagia jika aku berpisah dengannya? Lebih baik aku kehilangan nyawa, dari pada aku melihat dia bersama dengan lelaki lain. Aku tidak akan pernah membiarkannya," batin Pandu. Dia berjalan mendekati Arum. Menariknya, kemudian menggelengkan kepalanya dengan perlahan."Tidak adakah cara lain yang bisa aku lakukan selain memohon untuk berada di sisimu. Tidak adakah
Pandu terkejut. Dia segera menghampiri Hendra yang masih terengah-engah mengatur napasnya. Apa yang dikatakan Hendra barusan membuatnya ketakutan. Pasti keluarganya dan keluarga Wojo sudah melakukan perdebatan sengit, dan tentu saja keluarga Wojo pasti akan memenangkan perdebatan itu."Hendra. Tenangkan dulu dirimu. Berbicaralah dengan baik. Kenapa kau ini? Ada apa sebenarnya?" balas Pandu dengan sangat panik. Hendra masih menekan dadanya yang terasa sesak. Tenaganya benar-benar terkuras. Saat itu, Hendra segera mengendarai mobilnya dan mencari Pandu ke rumah Ardi saat mengetahui sesuatu terjadi dengan sangat mengerikan. Ardi segera mengatakan di mana keberadaan Pandu. Sementara Ardi segera menuju ke kediaman Kasoemo untuk menangani masalah itu."Kakakku marah besar, Pandu. Dia berada di kantor wartawan itu, memporak-porandakan kantor itu. Lalu, mengancam semua wartawan yang berada di sana termasuk pemilik kantor itu. Dia sangat marah. Hah, setelah berhasil membuat semua orang takut,