Ardi semakin emosi. Dia menarik Joko, menahannya untuk melangkah. Sementara Pandu berusaha untuk mencegah mereka.
"Sudahlah. Jangan menunjukkan emosi. Kalian jangan membuat kafe ini berantakan dengan pertengkaran kalian. Joko, jika kau tidak mau memberitahukan semua, baiklah. Itu hakmu. Ardi, lepaskan dia," ucap Pandu. Dia menarik Ardi dengan keras. Sahabatnya itu masih saja memasang tatapan tajam."Akan aku pastikan, kau mengalami celaka dalam kehidupanmu. Kau ... tidak akan pernah bertemu dengan Nona yang kau bela itu," ancam Ardi. Tangannya menampis cengkeraman kuat Pandu.Ardi meninggalkan Pandu dan Joko begitu saja. Pandu hanya menarik napas panjang melihat sahabatnya sangat emosi dan pergi begitu saja. Dia kini menatap Joko yang masih saja bergeming kaku di hadapannya."Joko. Aku tahu. Kau tidak mau memberitahukan apa pun tentang Sabrina. Sebenarnya wajar saja jika aku melakukan itu. Kau mencintai dia bukan? Mungkin jika aku mencintai seoranPernyataan Wojo semakin mengejutkan Arum. Bahkan, Sabrina ikut terkejut melihatnya. Entah kenapa perasaan Sabrina semakin kesal. Semua laki-laki menyukai Arum. Bahkan, terang-terangan mengakui hati mereka. Pandu yang selalu saja menyatakan cinta kepada Arum. Sekarang, lelaki terkaya pun juga tiba-tiba menyatakan cinta dengan tegas di hadapannya.Arum spontan memalingkan wajahnya. Wojo masih saja menatap Arum. Kini dia dengan terang menunjukkan hatinya."Aku mengizinkannya. Aku akan menunggumu. Sekarang lebih baik kau pergi, Nona," kata Wojo dengan tegas."Baiklah. Aku akan pergi," balas Sabrina. Dia sedikit tersenyum ke arah Arum, sebelum benar-benar berlalu."Sebenarnya dia tidak menyukaimu. Tapi ... aku kali ini mempercayainya."Arum masih tidak mengerti dengan pernyataan Wojo. Dia masih tidak mengucap apa pun. "Kita akan pergi ke sana. Aku akan masuk ke dalam. Jangan lupa kabari aku jika wanita itu menemuimu kembali."
Pagi menjelang dengan sangat cepat. Pandu tidak bisa bersabar untuk menunggu datangnya malam. Sabrina sudah berjanji untuk menemukan dirinya dengan Arum. Sebenarnya Pandu sangat meragukan hal itu. Namun, ketika Sabrina mengatakan jika Arum mendapatkan pernyataan cinta dari Wojo, dia seketika kebingungan dan panik. Pandu sangat paham jika Arum pasti akan menjadi milik lelaki dengan kasta tertinggi itu. Namun, bayangan dan impiannya untuk tetap memiliki Arum, masih aja melekat dalam pikirannya. Paling tidak dia akan menemuinya satu kali lagi sebelum akhirnya mereka benar-benar akan berpisah untuk selamanya dan menjalani kehidupan dengan pasangannya masing-masing. "Kenapa aku menjadi seperti ini? Padahal aku seharusnya tidak memikirkan dia lagi," batin Pandu dengan resah.Pintu kamarnya mendadak terbuka dengan cepat. Pandu tidak menyangka sang sahabat sudah masuk ke dalam kamarnya. Ardi menjadi tidak tenang sepanjang malam. Dia tidak ingin Pandu menemui Aru
Kedua mata Arum tidak percaya melihat sesuatu di hadapannya. Pandu dan Sabrina berpelukan dengan sangat erat."Apakah ini kenyataan? Aku melihat seseorang yang yang ingin aku temui, ternyata melakukan sebuah kejahatan secara nyata? Dia menyentuh seorang wanita seperti itu, ketika waktu yang sangat berharga ini telah kita dapatkan," batin Arum dengan tatapannya yang sangat sedih.Sementara Wojo hanya berdiam kaku menatap Pandu seperti itu."Sebaiknya kita pulang saja. Tidak ada yang perlu kita lakukan di sini," ucap Wajo dengan tegas. Dia menarik Arum, kemudian mengajaknya kembali masuk ke dalam mobil mewahnya. Arum hanya terdiam tidak berkata apa pun di dalam mobil. Wojo juga tidak menegurnya sama sekali."Apakah dia benar-benar melakukannya? Kenapa dia tidak menghargai waktu ini? Hatiku benar-benar sakit. Dia memang tidak mencintaiku lagi. Waktu sudah merubahnya," batin Arum kemudian menundukkan kepalanya. Air mata mulai menetes dengan deras. Air
Sabrina sangat terkejut dengan kehadiran Ardi. Perasaannya semakin tidak enak. Apalagi tatapan sahabat Pandu itu menyorot tajam ke arahnya. Seolah-olah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.Mungkin Sabrina bisa mengelabui semua orang. Namun, dia sama sekali tidak bisa membuat Ardi ikut dalam rencananya. "Pandu, kita harus segera pergi. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu," ucap Ardi membuat Pandu beranjak dari duduknya. Dia akan segera mengikuti Ardi melangkah. "Lalu bagaimana denganku? Apakah sopan meninggalkan seorang wanita sendirian di sini?" sela Sabrina. Pandu menepuk pundak Ardi, kemudian menolehkan pandangan ke arah Sabrina. "Kita sebaiknya mengantarkan Sabrina pulang terlebih dahulu. Apa yang dikatakannya memang benar. Kita tidak bisa meninggalkan dia sendirian di sini.""Bukankah dia memiliki mobil yang sangat mewah? Dan, sopir yang selalu siap siaga untuk mengantarkan dia ke mana pun pergi? Untuk apa kita harus m
Pandu masih tidak mengerti. Tiba-tiba Wojo seolah-olah sudah mengetahui jika dirinya akan datang. Suami Arumi sangat kesal melihat Pandu melakukan hal itu bersama Sabrina. Seharusnya dia tidak melakukan hal itu. Namun, Pandu melihat Wojo memiliki tingkah yang aneh. "Apakah aku salah menilaimu? Sekarang ini kau memarahiku karena aku tidak bisa bertemu dengan Arum. Bukankah kau seharusnya bahagia melihatku seperti itu? Tapi kenapa kau marah?" tanya Pandu dengan nada tegas. Dia berusaha menahan hatinya. "Aku adalah lelaki yang sangat bertanggung jawab. Aku tidak akan pernah menyakiti pasanganku dengan cara yang sangat kotor seperti itu. Kita seperti terjebak menuju ke sana. Dan itu adalah sangat buruk."Pandu mendekati suami Arumi itu yang masih menatapnya dengan dingin. Dia berencana untuk menjelaskan semuanya dan tetap menahan dirinya, untuk tidak meluapkan kekesalan. Karena semua orang sudah menuduhnya dengan sembarangan. "Aku tidak melakukan s
Saras masih saja termangu setelah mendengar perkataan menantunya. Da sama sekali tidak menyangka sang menantu yang semula sangat menentang pertemuan antara Arum dengan Pandu, kini berubah dengan seketika. Bhkan perkataannya sangat menyentuh hati Saras dan sedikit membuatnya tersadar. Jika ternyata selama ini dia sudah menyakiti hati anaknya. "Kenapa dia mengatakan hal itu? Bahkan dia memberikan isyarat kepada aku jika aku harus merelakan Arum bersama Pandu. Apakah dia benar-benar akan memberikan anakku kepada lelaki itu? Tapi bagaimana dengan kebahagiaan Arum selanjutnya jika memang dia benar-benar bersama Pandu? Sementara kedua orang tuanya tidak menyetujui hubungan mereka," batin Saras dengan kecemasan. Dia akhirnya berjalan menuju ke kamar Arum dan masuk untuk menanyakan sesuatu.Arum terduduk di depan meja rias sambil mencengkeram sepuluh jemarinya. Dia sangat resah dan memikirkan perkataan Wojo sebelumnya. Saat itu sang suami sudah mengatakan kepadanya. Apaka
Kehadirannya Nyai Ani mengejutkan Pandu dan Ardi. Mereka berdua segera menundukkan kepala di hadapan sang ibu yang membawa nampan berisi dua cangkir teh hangat."Sebaiknya kalian menemui Romo nanti saja. Sekarang pasti Ayah kamu akan membicarakan sesuatu hal penting dalam perusahaan. Biar saja mereka berdua yang sangat ahli dalam hal itu berbicara dengan sangat serius," kata Nyai kemudian tersenyum dan masuk ke dalam. Ardi menggelengkan kepala, mengajak Pandu untuk pergi dari sana. "Kita sebaiknya pergi saja. Apa yang aku katakan adalah saran yang sangat terbaik untuk saat ini. Jika kita masuk ke dalam, pasti keributan akan membuat Ayah kamu terkena serangan jantung sekali lagi. Jangan sampai hal itu terjadi."Pandu menganggukkan kepala. Dia segera berjalan menghindari ruangan Romo. Walaupun dalam hati, Pandu sebenarnya ingin sekali masuk ke dalam ruangan dan mengungkap semuanya di depan calon mertuanya itu. Namun, perkataan Ardi memang benar. Romo sekara
Arum masih terpaku. Pendengarannya sama sekali tidak dipercaya, ketika sang suami mengatakan sesuatu hal yang sangat mengejutkannya.Sepanjang malam setelah kejadian itu, Arum selalu memikirkan hatinya. Dia selalu membayangkan Pandu memeluk wanita lain. Padahal selama ini dia tidak pernah melakukannya dengan laki-laki lain, walaupun dia sudah bersuami. Bahkan kesuciannya masih sangat terjaga dengan baik. Dalam pikiran Arum, selalu terbelit dengan pengkhianatan yang ternyata Pandu lakukan untuknya. Saat itu hatinya benar-benar sakit. Bahkan, Arum sama sekali tidak berani menatap jendela kamar Pandu yang selalu terbuka lebar. Padahal, dia ingin sekali melihat sosok kekasihnya itu dari sana. Namun, kini dia harus menghadapi suatu kenyataan, jika apa yang berada di pikirannya selama ini adalah salah."Aku sangat membenci dengan adanya fitnah. Apakah yang kau katakan ini benar? Karena aku melihat dengan kedua mataku sendiri. Aku tidak ingin ada fitnah yang menyebab