Arum masih saja diam. Dia hanya memandang Pandu yang terbaring di ranjang. Pandu paling parah di antara mereka. Ardi yang sudah membaik, mendekati Arum sembari menarik napas panjang."Aku sangat prihatin. Aku ... tidak mengerti Wojo semakin kejam seperti ini. Bagaimana bisa dia meminta seperti itu. Aku benar-benar ... menyesal."Arum masih saja diam menatap Pandu. Dia tidak segera menjawab perkataan Ardi. Sahabat Pandu itu kini sedikit melirik Arum. Dia cemas melihat ekspresi yang diperlihatkannya."Apa ... kau ...," ucap Ardi yang tersendat. Dia menghentikan ucapannya. Dia tidak ingin melanjutkan. Arum mengernyit. Kini dia menatap Ardi."Kenapa berhenti? Apa yang ingin kau katakan?" tanya Arum."Hah ... aku memikirkan kau akan melakukan permintaan Wojo. Apakah aku salah?" Ardi menatap tajam. Dia menunggu Arum menjawabnya. "Kau ... akan melakukannya. Bukankah begitu?" tanya Ardi sekali lagi. Sesuai prediksinya. Arum hanya diam, dan itu menunjukkan jika dia akan melakukannya."Ingatla
Romo terdiam kaku. Perkataan Nyai membuatnya tegang. Mereka saling memandang tajam. Nyai melangkah cepat, mendekati Romo."Aku menyesal. Dulu aku menyetujui apa yang selalu diajarkan oleh keluargaku. Tapi sekarang aku tahu. Itu adalah salah. Ternyata sangat menyakitkan. Ketika melihat anakku menderita, apalagi karena masalah sepele seperti ini," jawab Nyai dengan pelan."Masalah sepele? Kenapa bisa seperti itu? Apa kau anggap Ini masalah sepele? Tidak mungkin masalah sepele. Nyai, ini adalah masalah yang sangat besar, dan aku tidak akan pernah membiarkan siapapun merusak. Apa yang menjadi aturan keluargaku. Tapi aku tidak menginginkan perceraian. Itu sangat dilarang dalam keluargaku, dan aku tidak akan pernah membiarkannya."Nyai terdiam. Dia menarik napas, sambil menekan dadanya. Sebelum akhirnya meninggalkan Romo begitu saja. Nyai berjalan cepat masuk ke dalam kamarnya. Ditemani dengan dua pelayan yang selalu setia kepada Nyai. Dia tidak bisa menahan batinnya yang bergejolak. Meneri
Pandu masih menatap tegang. Dia menunggu Arum menjawab semuanya. Mulut Arum tercekat. Tidak bisa berbicara. Dia tidak ingin mengatakan apa pun. Dia menyesal. Telah mengatakan hal itu. Padahal, dia ingin memikirkan hal itu dan tentu saja akan melakukannya."Arum! Kenapa kau diam? Kenapa kau tidak mengatakan yang sesungguhnya? Apa yang sudah kalian rencanakan? Jangan katakan kau akan menemui Wojo dan melakukan perjanjian kepada Sabrina." Pandu masih saja menatap Arum yang terdiam. Tidak bisa berkata apa pun. Kini dia menolehkan pandangannya ke arah Joko yang masih menundukkan kepalanya."Joko, katakan. Apakah kau ada hubungannya dengan ini? Katakan sekali lagi. Jangan pernah membuatku marah. Kalian benar-benar tidak tahu diri!" teriak Pandu dengan cukup kencang."Astaga Pandu. Kenapa kau membentak seperti itu?" cegah Ardi. "Hei, mereka berdua sedang hamil dan sebaiknya kau hargai wanita. Apalagi ada Ibu di sini. Kau bisa meredakan emosimu. Jika tidak, lebih baik masuk ke dalam kamarmu
Arum tersenyum. Berusaha tidak menghiraukan Ardi. Sahabat Pandu itu sangat cerdas. Dia sangat mengetahui situasi kondisi apa pun. Apalagi Arum tiba-tiba ingin berbelanja. Tidak mungkin Ardi tidak mencurigai sesuatu. "Jika kau bersama dengan Joko, bagaimana jika orang lain mengetahuinya? Hmm, bisa-bisa kau akan digosipkan berselingkuh." "Kau juga lelaki. Aku akan digosipkan dengan hal yang sama jika kau mengantarku, Ardi. Kau ... juga lelaki. Apa bedanya?" Perkataan Arum membuat Ardi terdiam. Dia tersenyum. Arum adalah wanita yang snagat cerdas. Dia tidak akan pernah bisa membantahnya. "Baiklah ...," balas Ardi dengan nada cukup panjang. Arum resah jika Ardi ternyata mengetahui rencananya. "Aku harus bergegas. Sebentar lagi makan malam. Supaya tidak kemalaman. Apalagi pasti pasar akan segera tutup." Arum memeluk Pandu dengan erat. Dia sejenak memejamkan kedua matanya, sambil menarik napas panjang. Arum berusaha tersenyum. Tidak ingin memperlihatkan ekspresi apa pun. Saras hanya
Kehadiran Wojo masih saja mengejutkan mereka. Apalagi dia menngatakan sesuatu yang sangat mengejutkan. Wojo perlahan mendekati Arum. Memberi tatapan menusuk. Perasaan Arum semakin tidak menentu. Dia tidak mau Wojo meneruskan keinginannya. Dia paham, namun tidak mau mendengar lagi. Karena terlalu berat baginya."Aku akan melakukannya. Sudah cukup. Kau jangan mengungkapkan keinginanmu lagi. Entah kau ingin membalas dendam atau benar-benar menginginkan aku ... aku akan menurutinya. Tapi, jangan hancurkan keluarga Mas Pandu."Wojo duduk tepat di sebelah Nyai Niye. Dia menyilangkan salah satu kakinya, lalu menatap Arum kembali."Pernikahan kita tidak ada hubungannya dengan keluarga Pandu. Itu adalah salah satu syarat, agar aku tidak menghabisi Sabrina. Wanita sialan itu. Jadi, aku tidak bisa membiarkan keluarga Pandu terbebas. Jika aku harus melakukan itu ... ada syarat lain yang harus kau penuhi."Hati Arum meledak. Tidak percaya mendengar perkataan Wojo. Dia kali ini sangat licik, kejam,
Tamparan keras melayang di pipi Sabrina. Saras menatapnya tajam. Suara derasnya hujan tidak membuat semua orang mendengar keributan di dalam kamar Sabrina. Mereka berdua saling menatap tajam."Jika kau tidak mencabut sumpah itu. Kali ini aku yang akan bersumpah demi nyawa anakmu yang berada di dalam kandungan. Kau ... mau aku mengatakannya?"Sabrina diam. Dia masih tidak berkata apa pun. Saras meneteskan air matanya. Dia melangkah cepat mendekati Sabrina. Memegang kedua pundaknya. Menatap semakin tajam. Sementara Sabrina masih diam. Menunggu perkataan Saras. Jantungnya berdebar kencang."Aku bersumpah ...."**Pandu masih saja memeluk Arum. Dia menatap sang istri dengan tersenyum hangat. Selalu melakukannya. Pandangannya tidak teralihkan sama sekali. Seakan dalam dunia ini hanya ada sosok wanita yang ada di hadapannya.Arum membalasnya dalam diam. Tanpa ekspresi, walaupun dia sangat bahagia. Keputusannya tidak akan pernah salah. Dia semakin merasa lega. Dia tidak akan meninggalkan lel
Joko pergi melesatkan mobilnya. Membawa Sabrina untuk menjauh. Ardi menemuinya diam-diam. Mengatakan jika dirinya harus pergi meninggalkan rumah itu. Ardi akan menjamin semua kehidupannya. Semua hal itu harus Joko lakukan untuk kebahagiaan Pandu dan dirinya sendiri.Joko seketika itu menyetujui saran Ardi. Dia memang harus pergi jauh. Apalagi Wojo pasti akan memburunya. Dia harus melangkah ke depan sebelum para pesuruh Wojo menemukannya.Hati Joko sangat bahagia. Ketika melihat wanita yang sangat dicintainya, berada di sebelahnya sambil tertidur dengan lelap. Dia tidak hentinya tersenyum. Saat menatap ke depan. Namun, sesuatu terjadi. Beberapa mobil menghadangnya ... membuatnya terkejut.**Pagi hari datang dengan tampak cerah. Membuat Arum dan Pandu terbangun sambil menatap dengan senyuman."Bidadariku. Hmm, terlihat sangat cantik," rayu Pandu.Arum spontan terbangun. "Aduh. Aku kesiangan. Pasti Ibu menungguku untuk memasak. Aku harus ke sana."Pandu menarik Arum saat akan menuruni r
Sarman seperti orang gila. Berteriak histeris. Beberapa pesuruh Wojo segera mengambil foto yang ditunjukkan mereka dan menyimpannya. Polisi datang sangat marah mendengar teriakan Sarman. mereka memukul atas meja. Mengejutkan semua narapidana."Kenapa kau berteriak seperti orang gila? Jika kau seperti itu, aku akan membawamu ke rumah sakit jiwa. Di sana lebih mengerikan dari pada di manapun. Sekarang diamlah dan jangan pernah bertindak seperti itu. Karena aku sudah muak denganmu, dasar pembunuh."Beberapa pesuruh Wojo masih saja menundukkan kepalanya. Mereka diam. Seolah-olah tidak ada yang terjadi dengan. Mereka dengan rapi melakukan rencana yang sudah disusun. Memang Wojo memerintahkan agar membuat Sarman seperti orang gila, dan selamanya akan berada di rumah sakit jiwa. Ditambah ketakutannya yang sangat luar biasa."Aku tidak gila. Mereka sudah membawa sebuah gambar dan menunjukkan jika putriku mengalami penderitaan. Mereka menyekapnya. Seharusnya kalian menangkapnya, tapi kalian sa