Tamparan keras melayang di pipi Sabrina. Saras menatapnya tajam. Suara derasnya hujan tidak membuat semua orang mendengar keributan di dalam kamar Sabrina. Mereka berdua saling menatap tajam."Jika kau tidak mencabut sumpah itu. Kali ini aku yang akan bersumpah demi nyawa anakmu yang berada di dalam kandungan. Kau ... mau aku mengatakannya?"Sabrina diam. Dia masih tidak berkata apa pun. Saras meneteskan air matanya. Dia melangkah cepat mendekati Sabrina. Memegang kedua pundaknya. Menatap semakin tajam. Sementara Sabrina masih diam. Menunggu perkataan Saras. Jantungnya berdebar kencang."Aku bersumpah ...."**Pandu masih saja memeluk Arum. Dia menatap sang istri dengan tersenyum hangat. Selalu melakukannya. Pandangannya tidak teralihkan sama sekali. Seakan dalam dunia ini hanya ada sosok wanita yang ada di hadapannya.Arum membalasnya dalam diam. Tanpa ekspresi, walaupun dia sangat bahagia. Keputusannya tidak akan pernah salah. Dia semakin merasa lega. Dia tidak akan meninggalkan lel
Joko pergi melesatkan mobilnya. Membawa Sabrina untuk menjauh. Ardi menemuinya diam-diam. Mengatakan jika dirinya harus pergi meninggalkan rumah itu. Ardi akan menjamin semua kehidupannya. Semua hal itu harus Joko lakukan untuk kebahagiaan Pandu dan dirinya sendiri.Joko seketika itu menyetujui saran Ardi. Dia memang harus pergi jauh. Apalagi Wojo pasti akan memburunya. Dia harus melangkah ke depan sebelum para pesuruh Wojo menemukannya.Hati Joko sangat bahagia. Ketika melihat wanita yang sangat dicintainya, berada di sebelahnya sambil tertidur dengan lelap. Dia tidak hentinya tersenyum. Saat menatap ke depan. Namun, sesuatu terjadi. Beberapa mobil menghadangnya ... membuatnya terkejut.**Pagi hari datang dengan tampak cerah. Membuat Arum dan Pandu terbangun sambil menatap dengan senyuman."Bidadariku. Hmm, terlihat sangat cantik," rayu Pandu.Arum spontan terbangun. "Aduh. Aku kesiangan. Pasti Ibu menungguku untuk memasak. Aku harus ke sana."Pandu menarik Arum saat akan menuruni r
Sarman seperti orang gila. Berteriak histeris. Beberapa pesuruh Wojo segera mengambil foto yang ditunjukkan mereka dan menyimpannya. Polisi datang sangat marah mendengar teriakan Sarman. mereka memukul atas meja. Mengejutkan semua narapidana."Kenapa kau berteriak seperti orang gila? Jika kau seperti itu, aku akan membawamu ke rumah sakit jiwa. Di sana lebih mengerikan dari pada di manapun. Sekarang diamlah dan jangan pernah bertindak seperti itu. Karena aku sudah muak denganmu, dasar pembunuh."Beberapa pesuruh Wojo masih saja menundukkan kepalanya. Mereka diam. Seolah-olah tidak ada yang terjadi dengan. Mereka dengan rapi melakukan rencana yang sudah disusun. Memang Wojo memerintahkan agar membuat Sarman seperti orang gila, dan selamanya akan berada di rumah sakit jiwa. Ditambah ketakutannya yang sangat luar biasa."Aku tidak gila. Mereka sudah membawa sebuah gambar dan menunjukkan jika putriku mengalami penderitaan. Mereka menyekapnya. Seharusnya kalian menangkapnya, tapi kalian sa
Arum semakin resah. Dia sudah menduga hal itu akan terjadi. Bahaya pasti akan dialami oleh Sabrina dan Joko. Arum menekan perutnya yang mendadak sakit. Dia berusaha mengatasi hatinya. Pandu spontan melangkah cepat mendekatinya, berusaha menenangkan hati sang istri."Kita akan menolong mereka. Kita tidak akan pernah melepaskan mereka. Kita akan membuat mereka terbebas dari Wojo. Nyawaku adalah janjiku. Istriku, tenanglah. Jangan pernah berpikiran apa pun. Kau harus kuat. Kita akan melawan ini bersama.""Aku tidak menyangka Wojo akan melakukannya. AKu tidak menyangka Wojo akan membunuh wanita lemah apalagi mengandung. Dia sangat baik. AKu yakin itu."Arum menatap Pandu, memegang kedua pundak suaminya itu. "Kita akan pergi ke Yogyakarta untuk menyelesaikan ini. Kita akan membuat mereka semua sadar, jika peperangan ini tidak akan pernah ada akhirnya. Kita yang akan mengakhirinya.""Arum benar. KIta akan pulang. Aku akan mendahului kalian. Aku akan berbicara dengan Nyai Ani. Kita akan beke
Rumah sangat berantakan. Tidak ada Arum di sana. Pandu sangat histeris. Dia terus mencari keberadaan Arum. Dia tidak percaya sang istri menghilang begitu saja. "Tidak!" teriaknya keras. Dia sangat kebingungan. Pandu memegang kepalanya. Mencari keberadaan Arum. Dia terus berlari memutari rumah. Masih tidak menemukan."Arum. Di mana dia?" ucapnya terengah-engah."Wojo pasti sudah menculiknya. Dia ... yah! Dia yang menculiknya. Aku harus tenang. Dia tidak akan pernah melakukan hal buruk dengan Arum. Aku memastikan itu. AKu harus tenang. Wojo tidak akan sekejam itu."Pandu masuk ke dalam rumahnya. Dia duduk, berpikir keras. "Aku akan ke pelabuhan. Aku akan menyusul ke Yogyakarta. Dia pasti berada di sana."Pandu meraih jaketnya. Dia membuka dompet dan melihat uangnya yang hanya mampu membeli satu tiket saja. Rasa lapar harus dia tahan. Bahan makanan pun sudah tidak ada di dalam almari es.Dia segera memakai jaketnya, berjalan cepat keluar. Tidak ada kendaraan yang bisa dia gunakan untuk
Joko tidak percaya tiba-tiba di hadapannya ada Mustika. Anak pertama Wojo itu melempar kresek yang cukup besar."Terimalah!" Dengan cepat Mustika segera menutup pintu dan menguncinya kembali, saat Joko menangkao keresek itu. Joko mengintipnya dari jendela yang berada di tengah pintu. Dia tidak percaya ternyata Mustika berani mempertaruhkan dirinya sendiri untuk mengantarkan makanan.Tanpa berpikir apa pun lagi, Joko segera menghampiri Sabrina. Membuka kresek itu yang berisi minuman dan beberapa roti yang sangat lezat. Dengan cepat dia memberikan air putih itu ke mulut Sabrina. Seketika wanita itu membuka kedua matanya. Menatap Joko dengan sedikit senyuman. "Nona, ada makanan. Sekarang Nona membuka mulut. Dan, terimalah makanan ini. Saya akan menyuapi. Nona, ini adalah pertolongan untuk kita."Sabrina tidak percaya. Dia melihat makanan yang sangat banyak berada di hadapannya. Dia segera memasukkan kembali makanan itu dan menatap Joko cukup tajam. "Kita harus menyembunyikan makanan in
Nyai segera masuk ke dalam ruangan Romo. Dia mendekati dua pesuruh yang mengabarkan berita sangat mengejutkan. Mereka adalah para pesuruh yang diperintahkan Romo untuk terus mengikuti Pandu. Walaupun mereka tidak pernah mencegah Pandu saat bersama Arum. Romo ternyata diam-diam melakukannya. Dalam batinnya, dia sangat mencintai Pandu dan tidak ingin sang anak mengalami penderitaan. Namun, hatinya tetap menentang Arum yang sama sekali tidak akan pernah mendapatkan restunya."Katakan! Apakah yang kau katakan memang benar, jika Pandu sudah mengalami kecelakaan di dalam kapal yang dinaikinya? Dan, kapal itu tenggelam? Lalu, ke mana Pandu? Apakah dia ditemukan, atau tidak! Ini adalah malapetaka yang sudah disampaikan alam kepada kita, Romo. Ini semua gara-gara dirimu!"Nyai berteriak cukup kencang. Dia tidak tahan dengan hatinya. Apalagi mendengar jika kapal yang dinaiki Pandu mengalami kecelakaan. Pesuruh itu sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Mereka hanya menundukkan kepala. Nyai b
Arum semakin tidak mengerti. Dia mendengarkan berita yang sangat mengejutkan. Bagaimana mungkin ada kecelakaan kapal pesiar yang dinaiki oleh Pandu? Kini Arum baru mengerti. Tidak mungkin Pandu diam saja saat mengetahui dirinya keluar dari rumah dengan tiba-tiba. Pasti Pandu memikirkan jika yang melakukannya adalah Wojo. Sangat masuk akal jika Pandu pasti akan menaiki kapal yang mengalami kecelakaan itu. Dengan cepat Arum mendekati pelayan yang segera menunduk di hadapannya. "Apakah benar ada kecelakaan? Benarkah Raden Pandu berada di dalamnya? Tolong jawab. Berikanlah aku berita yang sangat benar. Jangan mengada-ada," ucap Arum dengan sangat cemas. Kedua pelayan itu saling menolehkan pandangan, kemudian menganggukkan kepala dengan perlahan.Arum semakin hancur. Tidak menyangka mendapati kenyataan yang seperti ini. Andai saja dia tidak diculik Wojo, pasti Pandu tidak akan pernah menaiki kapal itu. Atau, andai saja jika dia tidak meminta Pandu untuk membeli sesuatu di luar, pasti dia