Rumah sangat berantakan. Tidak ada Arum di sana. Pandu sangat histeris. Dia terus mencari keberadaan Arum. Dia tidak percaya sang istri menghilang begitu saja. "Tidak!" teriaknya keras. Dia sangat kebingungan. Pandu memegang kepalanya. Mencari keberadaan Arum. Dia terus berlari memutari rumah. Masih tidak menemukan."Arum. Di mana dia?" ucapnya terengah-engah."Wojo pasti sudah menculiknya. Dia ... yah! Dia yang menculiknya. Aku harus tenang. Dia tidak akan pernah melakukan hal buruk dengan Arum. Aku memastikan itu. AKu harus tenang. Wojo tidak akan sekejam itu."Pandu masuk ke dalam rumahnya. Dia duduk, berpikir keras. "Aku akan ke pelabuhan. Aku akan menyusul ke Yogyakarta. Dia pasti berada di sana."Pandu meraih jaketnya. Dia membuka dompet dan melihat uangnya yang hanya mampu membeli satu tiket saja. Rasa lapar harus dia tahan. Bahan makanan pun sudah tidak ada di dalam almari es.Dia segera memakai jaketnya, berjalan cepat keluar. Tidak ada kendaraan yang bisa dia gunakan untuk
Joko tidak percaya tiba-tiba di hadapannya ada Mustika. Anak pertama Wojo itu melempar kresek yang cukup besar."Terimalah!" Dengan cepat Mustika segera menutup pintu dan menguncinya kembali, saat Joko menangkao keresek itu. Joko mengintipnya dari jendela yang berada di tengah pintu. Dia tidak percaya ternyata Mustika berani mempertaruhkan dirinya sendiri untuk mengantarkan makanan.Tanpa berpikir apa pun lagi, Joko segera menghampiri Sabrina. Membuka kresek itu yang berisi minuman dan beberapa roti yang sangat lezat. Dengan cepat dia memberikan air putih itu ke mulut Sabrina. Seketika wanita itu membuka kedua matanya. Menatap Joko dengan sedikit senyuman. "Nona, ada makanan. Sekarang Nona membuka mulut. Dan, terimalah makanan ini. Saya akan menyuapi. Nona, ini adalah pertolongan untuk kita."Sabrina tidak percaya. Dia melihat makanan yang sangat banyak berada di hadapannya. Dia segera memasukkan kembali makanan itu dan menatap Joko cukup tajam. "Kita harus menyembunyikan makanan in
Nyai segera masuk ke dalam ruangan Romo. Dia mendekati dua pesuruh yang mengabarkan berita sangat mengejutkan. Mereka adalah para pesuruh yang diperintahkan Romo untuk terus mengikuti Pandu. Walaupun mereka tidak pernah mencegah Pandu saat bersama Arum. Romo ternyata diam-diam melakukannya. Dalam batinnya, dia sangat mencintai Pandu dan tidak ingin sang anak mengalami penderitaan. Namun, hatinya tetap menentang Arum yang sama sekali tidak akan pernah mendapatkan restunya."Katakan! Apakah yang kau katakan memang benar, jika Pandu sudah mengalami kecelakaan di dalam kapal yang dinaikinya? Dan, kapal itu tenggelam? Lalu, ke mana Pandu? Apakah dia ditemukan, atau tidak! Ini adalah malapetaka yang sudah disampaikan alam kepada kita, Romo. Ini semua gara-gara dirimu!"Nyai berteriak cukup kencang. Dia tidak tahan dengan hatinya. Apalagi mendengar jika kapal yang dinaiki Pandu mengalami kecelakaan. Pesuruh itu sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Mereka hanya menundukkan kepala. Nyai b
Arum semakin tidak mengerti. Dia mendengarkan berita yang sangat mengejutkan. Bagaimana mungkin ada kecelakaan kapal pesiar yang dinaiki oleh Pandu? Kini Arum baru mengerti. Tidak mungkin Pandu diam saja saat mengetahui dirinya keluar dari rumah dengan tiba-tiba. Pasti Pandu memikirkan jika yang melakukannya adalah Wojo. Sangat masuk akal jika Pandu pasti akan menaiki kapal yang mengalami kecelakaan itu. Dengan cepat Arum mendekati pelayan yang segera menunduk di hadapannya. "Apakah benar ada kecelakaan? Benarkah Raden Pandu berada di dalamnya? Tolong jawab. Berikanlah aku berita yang sangat benar. Jangan mengada-ada," ucap Arum dengan sangat cemas. Kedua pelayan itu saling menolehkan pandangan, kemudian menganggukkan kepala dengan perlahan.Arum semakin hancur. Tidak menyangka mendapati kenyataan yang seperti ini. Andai saja dia tidak diculik Wojo, pasti Pandu tidak akan pernah menaiki kapal itu. Atau, andai saja jika dia tidak meminta Pandu untuk membeli sesuatu di luar, pasti dia
Kabar mengejutkan terjadi dengan sangat mendadak. Salah satu petugas berlari dengan cepat mendekati Romo yang segera beranjak dari duduknya. Dia mengatakan, melihat pemuda yang sangat persis dengan ciri-ciri Pandu."Cepat bawalah aku pergi ke sana. Aku akan melihatnya sendiri. Aku sangat hafal bagaimana dengan kondisi anakku," balas Romo dengan tegang. Dia berjalan cepat mengikuti petugas itu, diikuti oleh puluhan pesuruhnya. Sementara, saat mereka berjalan, ternyata beberapa pesuruh Wojo pun juga menuju ke sana. Mereka saat itu mendapatkan kabar jika Pandu ditemukan. Wojo berpesan kepada mereka untuk mencari tahu tentang keadaan Pandu dan memberikan pengobatan, jika Pandu mengalami luka-luka. Namun, Romo tidak suka melihat keberadaan mereka."Kenapa kalian berada di sini? Apakah kalian mencari tahu keberadaan anakku? Lalu, merasa puas dengan kabar berita yang sudah menghancurkan keluarga Kasoemo?" ucap Romo tiba-tiba. Semua pesuruh Wojo hanya terdiam. Tidak menjawab perkataan itu. "K
Nyai Ani tidak percaya. Ternyata Pandu mencari Sabrina. Untuk apa dia mencari wanita itu? Bahkan menyebut namanya saja dia tidak pernah. Nyai mendekati Pandu, kemudian mengelusnya dengan perlahan sambil tersenyum. Dia sangat senang melihat anaknya kini hidup kembali dan selamat. "Ibu sangat senang kau hidup kembali Pandu. Ibu pikir kau sudah dilahap oleh lautan itu dan hilang entah ke mana. Lain kali jika kau ingin pulang, bilang kepada Ibu. Kirimlah sebuah surat. Ibu akan mempersiapkan sebuah kapal yang sangat layak untuk kamu. Tidak seperti ini. Ibu benar-benar sangat khawatir," ucapnya masih terus membelai wajah Pandu dan membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan. Sementara Pandu masih mengernyit dan mengamati semua ruangan."Ibu, aku ingin bertemu dengan Sabrina. Sudah lama aku tidak menemuinya. Entah kenapa aku ingin menemuinya. Bukankah kita sudah dijodohkan? Lebih baik pernikahan segera dilakukan, karena aku tidak sabar untuk menikahinya," kata Pandu membuat sang ibu terd
Tidak Nyai sangka, ternyata Romo mengatakan suatu hal yang sangat mengejutkannya. Suatu hal yang sama sekali tidak dia duga sama sekali. Mana mungkin Romo akan melakukan hal yang sangat kejam seperti itu? Mengambil situasi di saat sang anak mengalami penderitaan. Bagaimana jika Pandu nanti kembali mengingat dengan semuanya? Bukankah itu bisa membuatnya terpukul. Lalu, bagaimana dengan Arum? Sementara dia mengandung anak Pandu. Sekarang Nyai tidak ingin hal ini terjadi. Romo tidak boleh memperlakukan anaknya sendiri seperti itu. Dia harus mencegah dan tidak akan pernah membiarkannya. "Romo. Kenapa memperlakukan Pandu seperti itu? Ini benar-benar kejam. Jangan pernah melakukan itu? Dia mengalami hilang ingatan. Sudah cukup dengan perbuatan kita selama ini. Biarkan saja dia hidup bahagia dengan pilihannya.""Dia tidak pernah mengingat dengan masa lalu. Apakah itu akan membuatnya bahagia? Sedangkan sekarang, yang dia ingat hanya Sabrina dan bukan wanita rendah itu. Jadi tolong, jangan p
Nyai semakin resah saat melihat Sabrina tiba-tiba datang di depan kediamannya. Saat itu dia mempersiapkan kepulangan Pandu. Kemudian Romo pun ikut mengikuti mereka. Keadaan Pandu dan Romo semakin membaik. Membuat Nyai sedikit lega. Namun, dia berharap Sabrina tidak datang dan menampakkan dirinya. Karena Nyai ingin menyembuhkan Pandu dengan caranya sendiri. Walaupun Romo sudah mengerahkan semua pesuruhnya untuk mencari keberadaan Sabrina."Kenapa dia datang?" Nyai masih sangat terkejut melihat wanita itu kini masuk ke dalam halaman rumahnya. "Apa yang terjadi? Kenapa wanita itu masuk ke dalam ke sana? Ini tidak mungkin. Pandu tidak boleh melihat sabrina. Dia pasti akan menyambutnya dan melamarnya dengan tiba-tiba. Lalu, bagaimana dengan Arum? Aku tidak ingin wanita itu yang sudah mengandung cucuku sangat menderita. Aku harus menjaga dan membuat sabrina keluar dari sini," ucapnya sambil mengarahkan tangan kepada beberapa pelayan yang segera mendekatinya."Jangan sampai Sabrina masuk ke
Nyai Ani dan Saras saling berpandangan. Mereka tidak percaya dengan kejadian yang sama terulang kembali. Mereka saling berpandangan, kemudian menatap tegang sang pelayan yang masih mendudukkan kepala. Hingga Ibu Arumi pun berlari datang bersujud di hadapan Nyai Ani dan Saras."Maafkan saya, Nyai. Anak saya bersalah. Tolong jangan marah dengan anak saya. Nyai ... saya yang bertanggung jawab. Saya sudah mengatakan kepada Arumi agar tidak mendekati Raden Putra. maafkan saya. Tolong jangan pecat saya karena saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Sekali lagi maafkan saya."Nyai Ani tersenyum. Saras pun juga ikut tersenyum. Mereka segera mendekati pelayan itu dan menariknya hingga berdiri."Tunjukkan aku di mana mereka. Tidak aku sangka, ternyata Putra menyukai wanita yang memiliki nama persis dengan nama anakku, Arum. Aku sangat terharu mendengarnya," balas Saras masih saja tersenyum haru."Ini sudah takdir kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Cinta kembali hadir di dalam rumah i
"Paman?" Putra terkejut melihat Ardi berada di belakangnya. Dia segera tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal. Wajahnya masih bersemu ketika melihat gadis itu. Ardi tersenyum dan menggelengkan kepalanya, mengingat sosok Pandu saat pertama kali bertemu dengan Arum. Ardi sudah bercerita semua kisah Pandu dan Arum kepada Putra. Kejadian barusan, sama persis dengan sosok Putra."Kau menyukainya?" tanya Ardi sekali lagi sambil mengangkat salah satu alisnya."Entahlah, Paman. Ketika aku melihatnya. Jantungku tiba-tiba bergetar. Dia seperti bidadari. Wajahnya secerah awan. Senyumannya membuatku tidak bisa mengalihkan pandangan darinya. Bahkan, sampai sekarang pun aku memikirkannya. Bayangan wajahnya itu selalu ada di dalam pikiranku. Padahal aku baru menemuinya hanya beberapa menit saja. Hmm, siapa dia, Paman? Aku ingin sekali bertemu dengannya.""Hahaha. Itu adalah namanya cinta. Yah ... kau mencintainya. Cinta pandangan pertama. Ibunya baru bisa aja bekerja menj
"Romo datang?" Sunarsih seketika terpaku. Apalagi Romo dan Nyai Ani membawa beberapa kain dan perhiasan. "Maafkan kami datang dengan mendadak. Kami mendengar dari pelayan jika kalian akan menikah. Aku ada beberapa kain kebaya. Sebenarnya aku ingin memberikannya kepada Arum. Ini adalah kain dari ibuku. Aku berniat untuk memberikannya kepada Arum saat dia sudah melahirkan. Tapi ternyata takdir berkata lain dan aku berpikir ingin memberikannya kepada kalian, karena kalian adalah dua wanita yang sangat hebat."Mawar dan Sunarsih saling berpandangan. Mereka tidak menyangka, seseorang yang sangat mereka takuti sekaligus benci datang dengan pandangan lain. Senyuman terpampang di wajah angkernya selama ini.Nyai Ani menyodorkan kain itu dengan tersenyum. Mawar dan Sunarsih akhirnya tersenyum dan menerima. Mereka tidak percaya dengan semua ini."Aku tidak bisa berkata apa pun. Yang jelas, aku sangat bahagia," ucap Sunarsih. Dengan mendadak, dia mendekati Romo dan memeluknya. Semua orang terk
"Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa seseorang yang sangat gagah seperti dirinya bisa menjadi seperti ini? Aku benar-benar tidak percaya, Hendra. Apakah kakakmu bisa sembuh? Aku harus bagaimana menghadapi kakakmu yang seperti ini?" ucap Saras kemudian meneteskan air matanya."Ibu hanya perlu mendekatinya saja. Katakan apa pun yang bisa membuat kakakku mengerti jika dia harus menjalin kehidupan ini. Kematian Pandu sudah dilupakan oleh pihak hukum, karena kondisi Kakak yang seperti ini. Mereka berharap Kakak bisa menjadi sosok seperti semula kembali. Tapi ... sepertinya itu susah, Ibu. Bahkan sekarang ibuku, Mustika, dan semua adiknya pun sangat bersedih. Tidak ada kebahagiaan lagi yang berada di rumah." Hendra menatap sang kakak dengan sangat sendu. Tubuhnya yang semakin kurus, membuatnya tidak memiliki tenaga yang cukup. Dia resah bagaimana jika dia nanti pergi dari dunia ini. Siapa yang akan menjaga keluarganya?"Baiklah, aku akan mencoba mendekatinya." Sarah mendekati Wojo yang masih
Mereka semua terkejut saat Joko tiba-tiba masuk dan mengatakan hal seperti itu. Sunarsih seketika menganga, menatap Joko dengan sangat tampan menggunakan kemeja putih, berjalan menghampirinya. Dia menatap Sunarsih dan menutup mulutnya. Sunarsih terpaku seketika."Apa ..."Joko saat itu selalu memandang Sunarsih. Sifatnya yang sangat lucu dan tomboy, mengingatkan dia kepada Sabrina. Namun, Joko harus menutup hatinya untuk Sabrina yang sudah pergi. Joko perlahan-lahan sering menemui Sunarsih dan berusaha membuka hatinya. Hingga dia paham hatinya sedikit bergetar. Ketika mendekati Sunarsih yang selalu paham dengan dirinya.Joko selalu bercerita apa pun kepada Sunarsih. Dia sangat kesepian, tidak sengaja bertemu Sunarsih di taman. Sejak saat itu mereka selalu mengobrol dan akrab. Joko terus berpikir sepanjang hari, hingga dia akhirnya memutuskan untuk melamar Sunarsih."Walah, masa aku mendapatkan lamaran dengan cara seperti ini? Hah, tiba-tiba saja datang lalu ngomong, mungkin aku. Hah,
Bagai tersambar petir. Perasaan Saras seketika hancur. Dia tidak menyangka perasaannya selama ini akhirnya terjawab. Beberapa hari sebelumnya dia selalu memandang Arum, dan sudah merasakan akan kehilangan anaknya untuk selamanya. Ternyata sekarang dia akan menghadapi hal itu. Sebuah pertanda yang selalu dia lihat, dari perkataan Arum dan Pandu. Seolah-olah mengetahui mereka tidak akan hidup lama lagi. Tanpa sadar mereka ungkapkan selama ini. Saras selalu menepis semua yang ada di pikirannya. Namun, ternyata benar. Dan terlebih lagi, dia teringat sumpahnya dan sumpah Nyai Ani, yang kini terjawab sudah."Tidak! Tolonglah dokter. Lakukan apa pun untuk menyelamatkannya. Aku mohon kepadamu dokter. Biarkan anakku hidup, karena aku belum bisa membahagiakannya. Aku mohon dokter," ucap Saras dengan lemas. Nyai Ani yang terus menangis memeluknya. Begitu juga dengan Wati dan Sunarsih yang tidak kuasa mendengar. Tidak bisa menumpu tubuhnya yang mendadak lemas, Sunarsih hampir tumbang. Joko yang b
Suara letusan peluru tiba-tiba terdengar cukup keras. Arum menatap Pandu yang tersenyum ke arahnya, membelai pipinya dengan perlahan, lalu memeluknya."Kau sangat cantik, Arum," ucap Pandu pelan.Arum mengernyitkan kedua alisnya semakin dalam. Menatap Pandu yang tiba-tiba pucat. Hingga dia merasakan basah di kedua tangannya. Perlahan, Arum bergetar saat melihat jemarinya tiba-tiba dipenuhi dengan cairan darah segar yang keluar dari punggung Pandu. "A-pa ...," ucap Arum pelan. Dia tidak bisa berkata. Mulutnya tercekat, bahkan napasnya terhenti seketika, seakan dia tidak bisa bergerak. Tubuhnya kaku. "Mas ..." Arum kembali menatap kedua mata Pandu yang masih memperlihatkan senyuman dan cinta tulusnya kepada Arum."Tidak ada hal di dunia ini yang lebih indah selain dirimu. Wanita yang tidak akan pernah tergantikan sampai kapanpun. Wanita yang selalu ada di hatiku. Wanita yang selalu aku cintai. Aku sangat ... mencintaimu. Kau tidak tergantikan," bisik Pandu masih dengan tersenyum. Arum
Wojo terdiam, menunggu Arum untuk mengatakan jawaban yang sudah ditunggunya. Arum tersenyum menganggukkan kepala dan berkata, "Aku akan menjadi istrimu dan mendampingimu sampai kapanpun. Tapi aku mohon kita pergi dari sini dan melupakan semuanya," balas Arum masih dengan tersenyum, namun meneteskan air matanya. Menahan hatinya yang terasa sesak. Padahal dia sama sekali tidak ingin berkata seperti itu. Namun, apa boleh buat. Tindakannya itu benar-benar meluluhkan lelaki yang semula memendam amarah."Ini tidak benar! Hah, benar benar sangat menyakitkan. Aku tidak akan pernah melepaskan istriku untuk lelaki lain. Bisakah aku hidup bahagia jika aku berpisah dengannya? Lebih baik aku kehilangan nyawa, dari pada aku melihat dia bersama dengan lelaki lain. Aku tidak akan pernah membiarkannya," batin Pandu. Dia berjalan mendekati Arum. Menariknya, kemudian menggelengkan kepalanya dengan perlahan."Tidak adakah cara lain yang bisa aku lakukan selain memohon untuk berada di sisimu. Tidak adakah
Pandu terkejut. Dia segera menghampiri Hendra yang masih terengah-engah mengatur napasnya. Apa yang dikatakan Hendra barusan membuatnya ketakutan. Pasti keluarganya dan keluarga Wojo sudah melakukan perdebatan sengit, dan tentu saja keluarga Wojo pasti akan memenangkan perdebatan itu."Hendra. Tenangkan dulu dirimu. Berbicaralah dengan baik. Kenapa kau ini? Ada apa sebenarnya?" balas Pandu dengan sangat panik. Hendra masih menekan dadanya yang terasa sesak. Tenaganya benar-benar terkuras. Saat itu, Hendra segera mengendarai mobilnya dan mencari Pandu ke rumah Ardi saat mengetahui sesuatu terjadi dengan sangat mengerikan. Ardi segera mengatakan di mana keberadaan Pandu. Sementara Ardi segera menuju ke kediaman Kasoemo untuk menangani masalah itu."Kakakku marah besar, Pandu. Dia berada di kantor wartawan itu, memporak-porandakan kantor itu. Lalu, mengancam semua wartawan yang berada di sana termasuk pemilik kantor itu. Dia sangat marah. Hah, setelah berhasil membuat semua orang takut,