"YA ALLAH GUSTI NU AGUNG!!!" jerit Riana histeris saat masuk ke dalam kamarnya.Buku-buku dan album kenangannya berserakan di lantai. Sementara itu, suaminya tampak serius memilih dan memilah satu per satu sambil memegang sebuah plastik sampah ukuran jumbo."Kamu ngapain David?!! Berhenti!" Riana langsung merebut buku album kenangannya dari David."Aku lagi beres-beres kamarmu. Sini!" David meminta kembali album yang digenggam Riana."Udah! Cukup! Beres-beres apanya?! Kamu bikin kamarku jadi kacau!!!" amuk Riana sambil mengecek album fotonya. Tampak beberapa foto saat kuliahnya menghilang.Setelah itu, Riana beralih pada koleksi buku novelnya. Beberapa novel pemberian Jo juga tak ada. Riana merebut plastik hitam jumbo yang dipegangi David. Saat memeriksa, semua barangnya ada di sana."David! Ini tuh buku-buku bagus! Kenapa dibuang?!" omel Riana sambil mengeluarkan novel dan komiknya yang dibuang.David tak menjawab. Hanya saja tangannya bergerak memasukkan kembali buku yang diambil Ri
"David, beneran mau bawa baju ini aja?" Riana mengecek kembali barang bawaan David di koper."Nanti aku bisa laundry atau beli baju baru," ujar David sambil mengancingkan kemejanya."Hmm, kamu ke Jakarta nanti mampir ke rumah ayahmu nggak?" tanya Riana ingin tahu. Sejujurnya Riana ingin diajak David ikut ke Jakarta. Tidak masalah jika harus menunggu seharian di kamar hotel saja. Yang penting saat pulang nanti diajak mampir ke rumah ayah David. Dia sangat ingin bisa bertemu dengan bapak mertuanya."Nggak. Mereka lagi jalan-jalan ke luar negeri," bohong David. Dia tak mau membawa Riana bertemu orang tuanya. Yang jelas, sebisa mungkin Riana harus aman dan jauh dari jangkauan keluarganya. Agar tak ada masalah lain."Hmm, gitu ya," Riana menggaruk-garuk pipinya. Sepertinya memang belum waktunya bagi dia bertemu dengan ayah David.David mendekati Riana lalu mengecup dahinya. "Kalau bosan, ke rumah aja atau telepon Joni. Biar bawa Rafa ke sini," tutur David. Tangannya mengusap-usap rambut Ri
Walaupun tahu bahwa Jo sudah balikan dengan Risa, Riana tetap masih merasa deg-degan. Baik Jo dan Risa, sama-sama membuatnya gelisah."Oh, udah balik nih orangnya," Risa tersenyum manis pada Riana."Iya," Riana tersenyum kaku. Dia mengambil duduk di samping ibunya. "Bu, minum dulu," Riana menyodorkan soda dingin ke ibunya."Tadi niatnya kami cuma jalan. Tapi kata Jo, ada ibumu. Jadi, kita dateng buat nyapa. Nggak masalah kan?" tanya Risa."Iya. Nggak masalah kok," jawab Riana. Lagipula memang tak ada aturan yang melarang untuk saling sapa saat berpapasan."Kamu mau ikutan makan juga, Sayang?" tanya Jo pada Risa."Iya. Mau. Tapi dibawa pulang aja. Minumnya yang cola dingin aja ya?" pesan Risa."Oke," Jo mengecup pipi Risa lalu bangkit dari duduknya. Pergi memesankan makanan untuk Risa.Riana memilih memperhatikan ibunya saja. Aneh juga jika dirinya berkomentar. Apalagi setelah semua momen aneh dan menyeramkan yang dialaminya karena ulah Risa dan Jo. Mendapati situasi seperti saat ini m
CLANG!Gelas susu cokelat yang Riana pegang merosot jatuh ke lantai. Isinya tumpah mengalir membasahi lantai dapur. Buru-buru Riana mengambil serbet di dekat kompor gas dan mengelap tumpahan susunya."Untung isinya tinggal dikit," gumam Riana sambil berjongkok dan mengelap cairan berwarna cokelat itu sampai lantai menjadi bersih.Sambil mengelap lantai, Riana merasa perasaannya agak tidak enak. Seperti ada sesuatu yang membuatnya berdebar-debar tapi membawa nuansa aneh. Riana mengelus-elus dadanya. Mulutnya menghembuskan napas berulang-ulang untuk menghilangkan perasaan itu."Moga-moga nggak ada apa-apa," gumamnya sambil berdiri lalu menaruh serbet kotor itu di ember cucian khusus lap-lap dapur.Ting tong.…. Ting tong…..Bel rumah Riana berbunyi nyaring. Samar-samar terdengar suara Sena memanggilnya."Riana! Aku udah di luar!" teriakan kencang Sena sudah memasuki ruangan dapur rumahnya. Riana tersenyum simpul lalu segera melangkah ke ruang tamu. Tangannya menarik gagang pintu dan memb
"David!" Riana langsung menjatuhkan sapu ijuknya lalu berlari menghampiri suaminya. Dia memeluk suaminya yang baru saja keluar dari dalam mobil."Hupla!" David mengangkat tubuh Riana lalu memutarnya sambil memeluknya erat. Riana tertawa senang. Mirip bocah TK yang digendong ayahnya.David menurunkan Riana. Takut kepala istrinya bakal pusing kalau kelamaan digendong sambil berputar-putar."Kok cepet pulangnya," tanya Riana tepat ketika kakinya menapak tanah yang dilapisi rerumputan hijau."Kenapa? Nggak suka?""Suka dong! Aku udah kangen banget sama kamu," Riana senyum-senyum manja. Pipinya memerah tomat terkena sepuhan cahaya matahari senja.Kedatangan suaminya bertepatan saat dirinya sedang bebersih halaman depan rumah. Maklum, rumahnya ada banyak pohon-pohon besar nan asri. Membutuhkan sebuah kerajinan ekstra agar rumahnya tak terlihat seperti rumah yang lama tak dihuni."Kamu nyapu sendirian?" pandangannya mengedar ke seluruh halaman rumah."Iyalah. Dulu kan juga gini.""Jangan nya
David segera menyelesaikan makan malamnya yang sudah disiapkan Riana sepenuh hati. Selama di rumah ayahnya, dia jarang menyentuh makanan. Memang para pembantu menyediakan makanan sesuai permintaannya. Akan tetapi, suasana tak menyenangkan di rumah itu membuatnya malas makan.Karenanya, saat tadi Riana menawari dirinya coipan, dia langsung melahapnya dengan rakus. Selain karena rasa segar bengkoang dalam coipan yang memang lezat dan membuat selera makan meningkat. Makan bersama dengan orang yang dikasihi adalah momen yang paling menyenangkan. Apalagi masakan yang dimakan adalah masakan buatan istri tercintanya. Tentu dia sangat senang dan mau menghabiskannya secepat kilat. Bahkan, jika masakan Riana keasinan atau hambar, dia akan tetap menghabiskannya. Karena suasana hangat yang dirasakan saat bersama dengan Riana, sudah lebih dari cukup untuk membuat hatinya bahagia.Untungnya, Riana pandai memasak. Ditambah lagi, Riana juga suka dan mahir eksplorasi resep masakan baru. David cukup be
Pemanasan yang diberikan David membuat Riana kembali mendapatkan pelepasannya. Seluruh tubuh Riana kembali lemas dalam kenikmatan.David menelusur naik lagi ke atas. Mulai bersiap melakukan inti dari semua pemanasan yang dilakukannya sedari tadi."Aaahn…. David…. Buruan…" pinta Riana, memburu suaminya agar segera cepat tancap. Dirinya sudah tak sanggup lagi berlama-lama disiksa kenikmatan nanggung seperti ini.David tersenyum menatap istrinya yang merengek meminta kehadiran dirinya. "Siap-siap ya," pesan David sebelum mulai memasuki kedalaman tubuh Riana."Iyaaah…. Hnnn…." Riana mulai memegangi seprei yang menjadi alas tidurnya. Perlahan-lahan David mulai masuk dan keluar dalam dirinya secara berulang-ulang. Membuat punggungnya naik turun secara otomatis sehingga dua gundukan gunung kembarnya semakin menjulang.Tak mau melewatkan kesempatan, David pun mulai menyambarnya. Kali ini agak tak sabar. Ya, setiap kali melihat buah dada istrinya, David selalu tak bisa sabar. Dirinya jadi beru
Saking kagetnya, Riana melongo. Hampir-hampir buah di mulutnya terjatuh. Untungnya tangan David langsung bergerak mengatupkan kembali mulutnya."Eh, maaf," Riana tersadar lalu mengusap-usap mulutnya yang belepotan."Tapi kamu yakin?" Riana kembali menanyakan pertanyaan yang sudah dijawab oleh David. Otaknya sudah berpikir dari awal kalau David akan menolak hal itu. Jadi, jawaban David, membuatnya masih syok dan tak percaya.David mengambil hape Riana. Dia membuka dan mencari nomor Risa. Jempolnya menekan tombol telepon."Halo?" Risa menjawab telepon Riana. Bingung dan kaget juga karena jam segini Riana meneleponnya."Ini aku, David.""Oh, pantes…." desis Risa paham. Sangat tidak mungkin bagi Riana untuk menelepon dia. Apalagi setelah semua hal yang terjadi di antara mereka."Kau menawari istriku paket liburan ya?""Oh iya. Aku dapat paket liburan bulan madu. Endorse iklan.""Oke. Aku ikut. Kirim meeting point-nya di mana besok," David mematikan telepon. Dia menyerahkan kembali hape it