Seharian akhirnya Riana hanya berbaring di kasur saja. Badannya lemas selemas-lemasnya. Tidur menjadi satu-satunya pilihan yang bisa dilakukannya.Mbok Shinta selalu menengok Riana. Menyajikan camilan segar untuk mengurangi mual di perut Riana. Saat ini Riana merasa beruntung karena dirinya tidak memiliki pekerjaan tetap. Setidaknya dia tak akan merasa bersalah pada perusahaan tempat bekerjanya karena akan sering membolos akibat morning sickness macam ini."Rafa udah pulang, Mbok?" tanya Riana sambil menyedot bubur yang dibuatkan Mbok Shinta untuk makan malamnya. “Kok nggak ada suaranya?""Rafa masih di rumah temennya itu Nyonya. Kayaknya seneng main di sana sampai mau nginep beberapa hari," jelas Mbok Shinta sambil memijat-mijat kaki Riana.Riana mendengus. Cukup kangen juga tak melihat Rafa. Harusnya David tak menitipkan Rafa selama ini ke rumah Aldyn, batin Riana agak kesal.Memang sih Aldyn sangat baik pada Rafa. Riana bisa merasakan perhatian tulus Aldyn pada bocah manis kesayang
David menarik badan Riana turun ke bawah bersama badannya. Lutut Riana menyentuh dasar keramik kolam dan dirinya masih bisa bernapas di permukaan air kolam."Hah?" ketakutan Riana berkurang. Dia menatap bingung David."Kolamnya biasa aja kan?" cengiran khas David tampak lebar di wajah. Seketika wajah Riana memerah tomat. Malu karena sudah salah paham."David! Kamu ngeselin banget! Aku bisa mati tahu!" Riana melengos kesal."Mana boleh. Harus hidup kamu itu. Biar ngomong terus.""Kamu kira aku burung!" Riana memukul dada David lalu bergerak menjauh dari pelukan. Namun, tangan David erat memegangi lingkar pinggang dan punggung Riana. Tanda tak mengizinkan Riana pergi dari sisinya."Kamu nggak bisa renang ya?""Kenapa? Nggak boleh?" balas Riana jutek."Iya. Nggak boleh. Harus bisa renang.""Nggak bisa, David. Badanku kaku kalau renang. Bisanya yang nyentuh lantai kayak gini.""Nanti aku ajarin.""Kapan?""Sekarang? Mumpung udah basah?"Dahi Riana langsung mengernyit. Baru saja mereka sam
"Penasaran?" goda David. Istrinya tampak imut jika cemburu seperti ini. Membuatnya merasa menjadi satu-satunya lelaki di dunia yang hanya diinginkan oleh perempuan manis di hadapannya ini."David!" pekik Riana tertahan. Wajahnya sudah sangat cemberut. Menyimpan rasa kesal karena merasa dipermainkan oleh David saat ini.Seutas senyum lebar terlukis di wajah David. Ditariknya Riana kembali dalam pelukannya. Matanya mengerling pandangan Riana. Menatap mata sendu yang menuntut jawaban."Aku kira dia itu kamu. Jadi, aku sempat suka sama dia. Jelas?""Tunggu? Kenapa aku? Kita pernah ketemu? Pernah kenal gitu?" Riana mulai membombardir pertanyaan pada David."Ingat-ingat dulu aja. Kalau kamu lupa, nanti aku bantu ingetin.""Caranya?""Kayak gini," David mengecup dahi Riana dengan lembut. Sesaat kemudian menatap wajah Riana. Tatapan yang membuat jantung Riana berdetak tak karuan."Gimana? Udah ingat?" tanya David lagi."Hah?" otak Riana kosong melompong ditodong pertanyaan seperti itu."Ya, n
Jantung Riana terasa seperti ditabuh genderang sesaat setelah David melepas boxer-nya. Dengan tubuh tak terlindung sehelai benang pun, David merangkak naik kasur dan mendekatinya yang tengah berbaring lemas di tengah-tengah.Saat ini, jika diperbolehkan untuk berimajinasi, Riana merasa dirinya seperti Hawa yang tengah menanti kehadiran David sebagai sang Adam. Sengatan-sengatan hasrat yang bermunculan ketika tangan David mulai meraih dirinya bisa jadi adalah bisik rayu iblis yang menggoda mereka agar segera menikmati buah terlarang. Ah… memikirkan semua itu membuat jantung Riana semakin berdegup kencang seolah akan mudah meledak sewaktu-waktu layaknya bom.Mata sayu Riana menatap David yang terus bergerak merangkak mengungkungi tubuhnya dari atas. Seutas senyuman terbersit di bibirnya. Senyuman yang manis dan Riana merasa senang karena David selalu menyimpan senyuman itu hanya untuknya.CUP!Sebuah kecupan singkat singgah di dahi Riana. Hangat. Menjalarkan percikan api yang perlahan m
Sesaat sebelum David benar-benar jatuh terlelap, hapenya berdering. Riana bergerak bangun untuk mengambil, tapi tangan David mencegah."Tidur aja," ujar David sambil turun dari ranjang. Dia segera menggunakan kembali boxer-nya dan mengambil hapenya di meja dekat lemari pakaian. Di layar hapenya tertulis nama "Pak Tua". Decakan langsung meluncur keras dari bibir David. Riana yang berlindung di balik selimut menatap bingung. Wajah David berubah jadi keras lagi. Aura hitam seperti membayangi sekitar tubuhnya.Kaki David melangkah keluar menuju kolam renang. Dijawabnya panggilan video call ayahnya."Ada apa?" "Kau di mana sekarang?" dahi orang tua berkaos polo merah itu mengernyit. Seperti ingin menelusup masuk ke dalam layar hape."Ada apa?" David mengulangi pertanyaannya. Dingin. Tak peduli dengan pertanyaan basa basi yang dilontarkan oleh orang tua yang sudah beruban itu."Kau liburan?" matanya bergerak memicing. “Rok perempuan di kolam? Kau bisa main perempuan juga ternyata.""Kalau
"Ayo!" David menggandeng tangan Riana keluar kamar. Kali ini David tampil sangat kasual. Hanya dengan celana kain hitam panjang dan kemeja pendek hitam. Kakinya dilindungi oleh sandal kulit. Dia membawa jaket tapi hanya ditaruh di kursi penumpang bagian belakang.Di dalam mobil, Riana terus memandangi David. Rasanya aneh. Dandanannya biasa saja tapi tetap kelihatan wah, pikir Riana."Kenapa? Mau balik kamar lagi aja?" tanya David masih fokus dengan setirannya."Ng-nggak!" wajah Riana memerah. Segera melempar pandangan ke luar jendela mobil."Terus kenapa lihat-lihat?""Hmm, soalnya kamu kelihatan ganteng," celetuk Riana tak tahu malu. Wajahnya memanas. Mengeluarkan ucapan seperti itu. Tapi kan David itu suamiku, nggak masalah kan aku muji dia? Riana meyakinkan batinnya yang kini mulai membara karena cinta.Tak hanya jantung Riana yang berdegup kencang karena sudah memuji David secara blak-blakan. Jantung David juga mengalami hal yang sama. Rasanya ingin memutar balik mobilnya dan kemb
Saat memasuki kamar, kedua mata Riana membelalak takjub. Kamar mereka yang berantakan tadi siang akibat pergumulan mesra, kini sudah rapi kembali. Bahkan, sprei dan selimut pun sudah diganti.Di dekat kolam, sudah disediakan meja kayu berisi aneka makanan dan minuman. Pepohonan di sekitar dipasangi lampu-lampu LED mungil penuh warna. Membuat suasana jadi temaram romantis.Lengan David melingkari pinggang Riana dari samping. Menyadarkan Riana dari ketakjubannya."Mau makan lagi?" bisik David tepat di telinga kanan Riana."Ih! Kamu kira aku gentong," Riana mencubit gemas pipi David. Sepertinya sejak tinggal bersama dan tahu hobi Riana hobi makan, David selalu saja tak telat menyiapkan banyak makanan untuknya."Sekarang kan ada dua nyawa di badanmu. Harus diisi, biar nggak gampang lemes," David mengajak Riana berjalan menuju dekat kolam. Tepatnya menghampiri meja dan kursi kayu yang disediakan untuk momen candle light dinner mereka. Ya, ada beberapa lilin cantik sudah dinyalakan di sana.
Suara cicit burung terdengar bersautan. Beriringan dengan hembusan angin pagi yang perlahan masuk melewati kelambu yang melindungi keseluruhan ranjang."Hmmmh…."Masih dengan mata terpejam, Riana bergerak mendusel David. Hawa dingin pagi hari membuatnya ingin merasakan kehangatan lain.David perlahan membuka mata. Riana sangat erat memeluknya. Membuatnya terbangun."Hmm," sambil mengerjap-ngerjapkan mata, David memandangi Riana yang menelusup masuk dalam dadanya. Hanya sebagian wajahnya saja yang kelihatan. Sisanya tertutupi selimut tebal dan tentu tubuhnya yang didekap erat Riana sedari tadi."Kedinginan ya?" David bertopang tangan menyangga kepalanya. Dimainkannya rambut Riana yang jatuh menutupi wajah ayu itu.Sorot cahaya matahari yang masuk ke dalam jatuh ke kulit wajah Riana. Menjadikannya berkilau indah. Membuat wajah polos itu bagai intan berkemilauan.Masih memainkan rambut Riana, mata David tak bisa berhenti menyusuri seluruh tubuh istrinya. Tiap lekuk indah tubuh itu kini s