"Maaf ya?" David masih berusaha menggandeng Riana. Tapi perempuan itu masih diam. Beberapa kali menepis tangan David.Riana memang suka jika melakukannya dengan David tapi tidak mau berturut-turut seperti pagi ini. Tadi malam kan sudah? Aku mau jalan-jalan! batin Riana gemas karena tingkah David yang suka sesuka hatinya itu."Tapi kamu suka kan?" goda David."David!!!" Riana menatap kesal suaminya itu. Tapi, lelaki itu hanya menunjukkan wajah tak berdosa dengan hiasan cengiran polos sambil menggandeng tangan Riana."Kita belanja habis ini, ayo?" bujuk David. Walau masih kesal, kepala Riana akhirnya mengangguk. Tentu saja dia mau. Itu adalah rencana yang diinginkannya. Mencari oleh-oleh sekaligus cuci mata.David merangkul Riana keluar kamar. Istri mungilnya yang kini tengah merajuk akhirnya mau luluh juga. Layaknya pasangan suami istri muda yang sedang kasmaran, mereka berdua berjalan menuju parkiran.Sebenarnya, jika boleh memilih, David masih ingin di kamar saja. Mencumbui tubuh in
Riana masih menatap bingung David yang menyetir begitu cepat. Wajah David tampak sangat serius. Mukanya fokus menyetir dengan kencang dan membawanya tiba di hotel tempat Gia sedang melakukan pemotretan."Gia!" panggil David sambil nyelonong masuk ke dalam bar yang jadi lokasi pemotretan Gia. Dia tak peduli saat ini Gia masih dalam sesi foto-foto. Yang dia pedulikan saat ini adalah Gia harus cepat menemuinya sekarang juga."David, Gia masih kerja," bisik Riana sambil menarik lengan David. Namun, hal itu tak membuat David berhenti."GIA!!!" teriak David semakin keras. Membahana memenuhi ruangan.Gia pun berhenti berpose. Dengan langkah melenggang indah bak supermodel, Gia mendekati David."Kak Gia, maafin David," pinta Riana cepat-cepat."No problemo, Manis," Gia tersenyum cantik pada Riana, sebelum akhirnya melemparkan pandangan pada David," Gimana Aa' David?""Kamar lu dimana?" tanya David. Gia paham maksud David."Come on," Gia pun menjetikkan jarinya lalu keluar bar. Langkah jenjang
Entah kenapa Riana sekarang menyesali pilihannya untuk ikut swimming pool party yang ditawarkan oleh Dave barusan. Pasalnya, acara pesta seperti ini ternyata harus memakai dress tertentu. Dan karena pesta ini bertajuk kolam renang, tentu para peserta acara harus menggunakan baju renang alias bikini."Hmm, kamu cocok pake yang ini. Ada mini skirt-nya di bawah. Nanti bagian atas tutup kardigan aja biar nggak masuk angin," tawa Gia terdengar khas," Udah, dipake dulu ya, Manis."Gia menyerahkan pakaian renang paling aman meski bergaya agak kuno pada Riana. Dengan langkah lunglai, Riana masuk kamar mandi dan memakainya. Termasuk memakai kardigan panjang agar lekuk tubuhnya tak terlalu tampak."David nggak bakal marah kan ya?" gumam Riana di depan cermin. Cukup takut suaminya bakal mengamuk kalau sampai tahu dirinya ikutan pesta seperti ini.Saat keluar kamar mandi, tampak Gia sudah siap berpesta. Dengan riasan super tebal dan kacamata berkilauan pink pelangi. Tak lupa topi pantai penuh gay
Dave membiarkan Riana berbaring dulu di kasur. Sementara dirinya sedang menikmati momen mandi sambil mendendangkan lagu di antara kucuran air shower.Sedari awal melihat Riana, dia sudah sangat tertarik untuk mendapatkannya. Wajah Riana yang polos dan penampilannya yang seadanya membuat hatinya jadi bergetar. Ditambahi sikap lucunya yang menggemaskan. Setidaknya, Dave ingin mencicipi Riana sekali seumur hidup.Sambil menyemprotkan minyak wangi ke dadanya, Dave terus memantau pemandangan dirinya dari pantulan cermin kamar mandi. "You're the luckiest man, dude," ujarnya bahagia. Dia langsung mengenakan bathrobe dan keluar kamar mandi. Menghampiri Riana yang masih tak sadarkan diri di kasur.Dibelai-belainya pipi Riana. Sangat lembut dan polos. Hanya ada sisa bedak dan blush on make up saat sesi pemotretan. Jemari Dave sudah mulai bergerak, mencari cara membuka baju renang Riana.BRAK!Gerakan tangan Dave terhenti. Jantung Dave terkesiap kaget mendengar suara sesuatu jatuh menimpa meja d
Bukan! Bukan! Aku nggak boleh mikirin ini dulu. Aku harus laporin kasus penusukan di dalam kamar tadi, batin Riana."Heh! Malah diem?!" tegur David tak sabar. Apalagi melihat istrinya berdandan aneh seperti ini."David! Aku perlu polisi! Sama ambulans juga!" ungkap Riana bingung. David langsung menatap kaget istrinya."Kamu lihat apa?!"Riana menarik David kembali ke dalam kamar tempat dirinya berada tadi. Sedari tadi saat melihat laki-laki bernama Sean tadi, dirinya merasa janggal. Dan kejanggalannya terbukti saat ujung matanya menangkap pemandangan kaki seseorang di pojokan balkon. Hanya saja, Riana takut. Kalau salah langkah, dirinya akan ditusuk oleh Sean. Akhirnya, dia pura-pura tak tahu. Pura-pura bodoh dan polos dengan lebih aktif mengajak mengobrol. Berakting agar Sean mau percaya pada dirinya."Itu…. David…" Riana terduduk lemas di pintu balkon kamar sambil menunjuk tubuh Dave yang berlumuran darah. Saat ini tubuh dan otak Riana sudah lemas. Tak bisa lagi diajak bekerja sama.
"Nggak. Istirahat dulu aja," tolak David sambil membaringkan Riana lagi. Ditatanya bantal yang Riana gunakan agar nyaman. Setelahnya David ikutan berbaring di sisi Riana. Tidur. Karena sebentar lagi pagi akan tiba.Keesokan harinya David mengobrol di resto hotel tempatnya menginap bersama Gia. Hanya berdua saja. Riana masih berdiam diri di kasur. David memakluminya karena kemarin jadi hari yang berat bagi istrinya."Vid, sorry banget ya soal kemarin. Gue nggak tahu kalau Ivy juga komplotan ama si Dave," jelas Gia. Wajah Gia pucat saat ini. Cukup deg-degan juga jika harus bermasalah dengan David.Mata David hanya menatap dingin Gia. Masih tak mau merespon ucapan Gia. Membuat Gia semakin grogi."Gue udah urus mereka. Lo mau apa? Tangan atau kaki patah? Mereka jadi jobless? Gue bisa urus itu," lanjut Gia meyakinkan David agar amarah laki-laki itu tak mempengaruhi urusan bisnis di antara keluarga mereka. Ayah Gia selalu mewanti-wanti Gia untuk tidak bermasalah dengan salah satu kandidat p
Riana memeluk erat tubuh David. Langit sudah menggelap. Tapi dirinya tetap nyaman hanya tiduran dengan suaminya di kasur usai melakukan percumbuan mesra.Hatinya masih berdebar-debar bahagia dan senang jika membayangkan hal-hal bergairah yang mereka lakukan sedari siang tadi. Sangat panas dan memuaskan. Rasa panas kembali menjalari pipi Riana."Mukamu merah? Sakit?" David menempelkan punggung tangannya di dahi Riana. Suhu badan istrinya normal saja."Nggak. Aku sehat kok. Cuma capek aja," telunjuk Riana bergerak-gerak bermain di dada suaminya yang tak terlindungi kain."Kita liburannya cuma di kamar aja ya jadinya.""Iya. Tapi aku seneng kok. Mau bertahun-tahun seruangan sama kamu, aku nggak masalah," ungkap Riana malu-malu.David memeluk gemas Riana. Dihujaninya wajah ayu itu dengan kecupan. Rasanya tak akan pernah bosan melakukan hal itu pada istrinya. Riana terkikik geli menerima kecupan-kecupan penuh kasih sayang itu. Puas, dia masih bisa menikmati bulan madu menyenangkan setelah
"Gila ya kamu! Jadi beneran nikah dan hamil anak David?!" pekik Sena di kamar apartemennya.Riana terkikik geli. Untung sekarang mereka lagi di apartemen Sena. Kalau di tempat umum macam mall, pasti sudah banyak mata yang jelalatan melotot ke arah mereka.Sena memandangi sahabatnya itu dengan tatapan tak percaya sekaligus takjub. Sahabatnya yang tak pernah pacaran lagi sejak beberapa tahun lalu. Yang dia kira bakal hidup berselibat ala biksuni di Pegunungan Tibet. Ternyata malah langsung ngegas punya anak sekarang. Mendahului dirinya yang sudah lama merajut kasih bersama dengan pacarnya yang sekarang sedang kuliah di luar negeri. Damn! Hidup rasanya sangat tidak adil sekarang ini."Ini. Aku beliin oleh-oleh," Riana memberikan sebuah paper bag besar kepada Sena. Tentu Sena menerimanya dengan senang hati. Meski mulut dan hatinya masih misuh-misuh juga karena sudah dibalap oleh Riana. Well, pernikahan bukan ajang balapan tapi. Sena mencubit gemas kedua pipi sahabatnya itu."Kapan mau per