Share

Part 24

Penulis: Manda Azzahra
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-10 09:00:00

Aku mempersilakan dia untuk masuk. Dilihatnya Haikal dan Aira masih duduk bersila di lantai beralas karpet bulu berwarna coklat, saling melempar kartu. 

Haikal menoleh, melihat siapa yang datang.

"Ngapain Abang malam-malam ke sini?" tanyanya heran. 

"Bukannya tadi Abang suruh cepat pulang?" Bang Malik beralasan. 

"Kan Chaca udah di rumah. Kenapa Abang nyusul ke sini?"

"Ya, buat jemput kamu lah. Udah jam berapa ini? Ayo pulang!" Haikal tampak mengernyit, heran. 

"Tumben," gumamnya. "Biasa juga kalau Haikal pulang pagi, Abang nggak pernah nanyak."

Bang Malik tampak tergugup sendiri. Salah tingkah dengan ucapan Haikal. Lalu memandang ke arahku. 

"Duduk dulu, Bang. Chaca buatin kopi, ya?" Aku berusaha menghilangkan kegugupannya. Abangku tersenyum menyambut tawaranku. 

"Nggak usah, Cha. Bang Malik buru-buru. Aku juga udah mau pulang kok." Haikal nyerocos sebelum Bang Malik menjawab. "Iya kan, Ban

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 25

    Jelas-jelas dia tahu malam itu adalah malam pertama aku dan Haikal jalan berdua. Soal terlihat akrab, masak iya aku bilang kalau aku dan dia sama-sama bernasib sial dan lagi patah hati. Bisa-bisa mereka bertengkar gara-gara memperebutkan Tania.Terdengar suara nada dering dari kantongnya. Kulirik ada nama Tania di sana, sedang memanggil. Ada rasa tak enak di wajahnya saat melihatku."Angkat aja, Bang. Chaca nggak papa kok." Ku buang pandangan ke arah jendela, saat iya menjawab panggilan."Aku lagi jalan ke rumah Chaca." Bang Malik menjawab. Entah apa yang Tania tanyakan di seberang sana."Oke, nanti aku ke sana." Ponsel kembali di tutup.Aku diam, bergeming. Enggan untuk bicara, meski di mulut aku berucap menerima, tapi hatiku masih tetap saja merasa sakit."Tania mau melamar kerja di Rumah Sakit." Bang Malik menjawab tanpa kutanya. Aku tak menyahut. Masih membuang pandangan ke jendela."Kebetulan t

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-10
  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 26

    Tubuhnya tak lagi sekekar dulu, diabetes ikut menggerogoti lemak-lemak yang dulu menempel di tubuhnya."Masuklah. Nggak kerja kau?" tanyanya dengan jalan yang sudah tidak sekuat dulu."Lagi off, Nek," sahutku sambil menata makanan di meja makan, lalu menyusun belanjaan yang aku beli tadi. Sebagian di kulkas, dan sebagian lagi di lemari untuk keperluan kamar mandi."Minggu depan, Jaka sudah bisa dibebaskan," ujar nenek."Benarkah? Chaca pikir masih beberapa bulan lagi.""Katanya ada remisi, dan masa potong tahanan karena berkelakuan baik."Aku dan nenek tertawa bersamaan. Entah kelakuan baik seperti apa yang dilakukan Om Jaka, sampai-sampai petugas penjara ingin segera membebaskannya."Mudah-mudahan Om Jaka benar-benar bertobat ya, Nek. Nggak mau main judi dan mabuk-mabukan lagi," doaku menyenangkan hati orang tua itu."Biar kapok dia," timpal nenek dengan mata berkaca-kaca."Minggu dep

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-10
  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 27

    "Abang kenapa?" tanyaku tergugup. Kulihat wajahnya penuh dengan amarah."Abang tanya, kamu dari mana?" Dia mulai berteriak. Aku jadi takut melihatnya.Cepat aku membuka pintu, lalu menggapai lengannya, memaksanya untuk ikut masuk. Aku tak ingin ada keributan yang didengar oleh tetangga.Dia terduduk di sofa sambil mengusap rambutnya, lalu bersandar. Aku duduk di meja tamu, tepat di hadapannya. Kugenggam kedua tangan yang masih mengepal, belum hilang rasa geramnya mendengar semua omong kosongku tadi."Maafin Chaca ya, Bang. Chaca pergi nggak bilang-bilang sama Abang.""Sejak dari makan siang tadi, Abang bolak-balik ke sini nyariin kamu. Dan kamu bilang baru aja keluar?" Dia kembali mengungkit kebohonganku."Jangan marah, Bang. Chaca pergi ke rumah saudara.""Saudara? Kamu punya saudara?" Aku mengangguk."Siapa?" Aku diam, tak berani menjawab."Dimana? Hem? Kamu bohong lagi, kan?"

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-10
  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 28

    Haikal melempar senyum dari kejauhan, setelah tahu aku akan datang."Main kartu?" usulnya, setelah kami mendekat."Udah malam, Kal," sela Bang Malik."Wajah Chaca masih segar tuh, Bang. Ya kan, Cha?" Alisnya naik turun menggodaku."Males, kamu curang," sahutku mengekor di belakang Abangnya.Tak ada penyambutan dari orang tua mereka, mungkin sudah tertidur dari tadi. Lagi pula, ini sudah lewat tengah malam. Masih bisa besok untuk menyapa.Kami bertiga telah sampai di ruangan yang begitu besar. Kamar tamu saja bisa sebesar ini. Haikal merebahkan diri di ranjang yang akan kutempati."Ngapain kamu di situ?" Bang Malik meletakan bungkusan pakaian gantiku di sisi ranjang."Mo bobok sama Chaca," godanya genit, sambil mengedipkan sebelah mata kepadaku.Aku tertawa melihat tingkahnya. Dia terlihat lebih santai ketimbang Abangnya yang hari-hari selalu terlihat serius dan kaku.

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-10
  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 29

    "Iya, biar Chaca tinggal di sini saja. Tidak baik tinggal bersama teman yang sudah bersuami." Lagi-lagi wanita itu memberi alasan. Alasan yang tidak masuk akal bagiku.Bukankah sama saja? Di rumah Aira atau di istana ini, kalian sama-sama orang asing buatku."Setidaknya Abangmu Malik tinggal di rumah ini." Dengan gaya khas bicaranya yang elegan, dia melanjutkan ucapannya. Bu Sam seperti mendengar isi hatiku barusan.Lagi-lagi permintaan konyol. Kalau mau aku pergi dari rumah Aira, ayo belikan aku rumah. Kalau kalian menganggapku keluarga, cepat berikan aku rumah dan sebuah mobil. Aku juga tidak mau kalah dengan Tania.Atau kalau tidak, naikkan jabatanku lebih tinggi dari Bu Rini, atau boleh juga sejajar dengan Bang Malik. Atau kalau perlu jadikan aku direktur atau CEO sekalian.Aku puas walau itu semua hanya mampu kuucapkan dalam hati. Kalau sampai semua kata-kata itu keluar dari mulutku, aku jamin roti selai di piring

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-10
  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 30

    Acara perkenalan sudah selesai, semua kembali mengerjakan tugas masing-masing, sembari bergosip. Untung kehadiran Haikal mampu menggeser trending topik hari ini.Mereka lebih memilih membahas pengawas barubitu, ketimbang gosip yang di sebar Oji tentangku pagi tadi."Itu adiknya Pak Malik kan, Cha?" Vera ikut berbisik di sebelahku."Hem... ""Ganteng, tapi sama sekali nggak mirip."Aku hanya tersenyum, tak menjawab. Sudah menjadi rahasia umum bahwa ada desas-desus terdengar kalau Bang Malik memang bukan anak kandung bu Sam.Namun tak seorang pun berani membahasnya, mengingat sifat Abangku yang baik hati dan tidak semena-mena terhadap karyawan. Mereka dengan tulus menghormatinya.Kulirik ke arah kantor, laki-laki itu memasang wajah serius. Sementara Haikal hanya tertawa santai menyikapi keterkejutan Abang angkatnya itu.Haikal pasti hanya ingin mencari kesibukan untuk membantunya melupakan saki

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-11
  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 31

    Mobil pun melaju melintasi jalan."Kalau nggak bisa jangan di paksa, Bang. Nggak enak sama Haikal. Lagian, Tania maunya sama Abang.""Enggak lah, sama aja. Mobil Tania lagi di bengkel katanya. Makanya minta jemput.""Emang Tania tinggal di sini sama siapa, Bang?""Dulu Tania dan keluarganya pernah tinggal di Medan. Jadi rumahnya di tinggali sama pekerjanya. Biar ada tempat tinggal kalau datang. Papanya Tania juga hampir setiap bulan berkunjung.""Abang nggak takut, kalau Tania sering-sering sama Haikal. Kalau tiba-tiba mereka saling sukak gimana?""Biarin. Toh dari kecil Haikal juga udah suka sama Tania."Dia tahu? Lantas kenapa tidak keberatan kalau Haikal yang menjemput Tania, ketimbang mengantarku pulang. Apa tidak ada rasa cemburu di hatinya?Sungguh hebat dua kakak beradik ini, masing-masing mau mengalah demi kebahagiaan satu sama lain. Tania sungguh beruntung, dicintai oleh dua pria hebat sekaligus. Aku benar-benar

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-11
  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 32

    Kami sampai di rumah nenek. Ternyata cukup ramai di sana, para tetangga juga berdatangan. Kurasa untuk mencegah nenek mengamuk dan memukuli anak laki-lakinya yang sudah ditumbuhi banyak uban itu.Terlihat jelas om Jaka sedang mengusap-usap bahunya, pasti habis kena pukulan nenek. Aku dan Aira tersenyum, lalu masuk dan menyiapkan makanan.Beberapa potong kue kami sediakan untuk tetangga yang hadir, lalu mereka pamit pulang setelah melihat nenek menjadi lebih tenang.Om Jaka berjalan menyeret kakinya. Ya, jalannya tidak lagi sempurna akibat kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Dengan jalan terpincang, dia mendekati nenek tua itu."Maafin Jaka, Mak." Seperti anak kecil dia memegangi bahu nenek yang dari tadi memunggunginya."Mau jadi apa kau, sudah tua tapi masih hidup seperti ini. Apa tidak malu kau dengan yang lain?""Jaka janji akan bertobat, Mak. Udah kapok jadi orang nggak bener.""Dari dulu begitu saja la ja

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-11

Bab terbaru

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 103 ( Ending )

    Aku memohon kepada Mama agar tetap merahasiakan ini kepada semua orang, termasuk om Ridwan sendiri. Aku lebih memilih statusku sebagai yatim piatu yang diadopsi oleh keluarga Om Jaka. Dengan begitu, aku akan belajar memaafkannya, dan memulai hubungan yang baru sebagai menantunya. Itu saja. Aku tak mau lagi ada drama air mata menjelang pernikahan. Biarlah ini sebagai hukuman atas dosa-dosa om Ridwan. Selamanya tidak pernah merasakan kehadiranku sebagai putri kandungnya. Semula Mama memang terlihat keberatan. Namun, melihat sorot mataku yang penuh keyakinan, dia terpaksa menuruti. Egois memang. Tapi, bukankah sebagai manusia yang punya perasaan, aku juga punya hak? Hanya itu satu-satunya cara hatiku bisa menerima kehadiran om Ridwan. Hanya sebagai Papanya Bang Malik."Mama mengerti, maaf kalau kami sebagai orang tua sudah menempatkan luka di hatimu. Menempatkanmu dalam posisi tersulit sebagai korban dari keegoisan orang-orang dewasa."Lagi, kata-kata yang sama seperti yang Aira ucapk

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 102

    Siang ini aku memasak makan siang, membereskan rumah, sementara Aira membawa Alya untuk pergi imunisasi. Tiba-tiba terdengar suara bel berbunyi. Aku membukakan pintu depan. Sesosok wanita itu kini berdiri kembali di hadapanku. Teringat saat terakhir kali kami saling menatap seperti ini. Tubuhnya terlihat lebih kurus dari sebelumnya. Apa dia sakit? Dia tampak ragu untuk melangkah. Entah karena malu atau takut. Aku pun merasa demikian, masih merasa canggung dan tidak tahu bagaimana harus bersikap. Bukankah seingatku kami memang tak seakrab itu? Tapi entah kenapa gejolak hati ini ingin sekali memeluknya. Menumpahkan rasa rindu yang entah sejak kapan mengikutiku. Selalu berharap dapat kembali bertemu dan membicarakan apa saja layak nya seorang teman, atau..Ibu. "Silahkan masuk, Ma." Aku menawarinya dengan suara yang tertahan. Ingin sekali aku menyentuh dan memeluknya, namun dia juga terlihat sama takutnya denganku. Mama melangkahkan kaki masuk ke dalam. Memperhatikanku dari atas samp

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 101

    Sudah beberapa hari ini kerjaku hanya uring-uringan dan bermain bersama Alya saja. Suntuk juga rasanya menjadi pengangguran, setelah bertahun-tahun lamanya hidup dari kerjaan satu ke kerjaan lainnya. Mungkin aku tak lagi mempermasalahkan soal uang. Karena kini, Bang Malik yang menanggung semua kebutuhanku. Tapi tetap saja itu tak sesuai dengan jalan hidupku yang sehari-hari harus mengurung diri di rumah. Seperti biasa, Bang Malik menyempatkan diri untuk datang selepas bekerja. Aku mengajaknya ke balkon atas. Dia bilang sangat senang melihat bulan bersamaku, seperti waktu itu. "Abang punya sesuatu buat kamu," ucapnya. Aku menoleh untuk melihat apa yang dia bawa. Dia mengeluarkan sebuah kotak mungil dari kantong celana. Jantungku sudah ser-seran. Berharap apa yang ada dipikiranku, benar adanya. Kemudian dia membuka dan menunjukkannya kepadaku. Seperti yang kukira, itu sebuah cincin. Cantik sekali. Senyumku pun mengembang. Adegan seperti ini persis seperti yang ada di drama-drama ro

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 100

    Lagi-lagi aku berucap kata maaf. Mengaku salah telah meninggalkannya meski tahu dia sedang hamil dan membutuhkan seorang teman. "Alya sedang tidur," ucapnya. "Alya? Keponakanku?" Aira mengangguk. Aira menuntunku masuk ke kamarnya. Ada box bayi dengan mainan yang menggantung di atasnya. Bayi mungil itu tertidur pulas di dalamnya. Aku memberanikan diri untuk menggendong. Menciumi wajah dengan pipinya yang chubby itu. Sungguh terlihat seperti boneka. "Maafkan Tante, sayang. Maafkan Tante karena tidak ada di saat kamu lahir ke dunia ini." Aku kembali menciuminya sampai tubuh itu menggeliat karena merasa terganggu. Aku kembali mengunjungi kamar yang dulu aku tempati, Aira masih di kamarnya menidurkan Alya kembali. "Itu masih kamar kamu. Tinggallah lagi di sini. Aku sudah berpisah dari Mas Harris." Dia mengabarkan meski aku sudah mendengarnya dari Bang Malik. "Kenapa? Apa karena aku?""Entahlah, tapi kurasa itu keputusan yang benar. Aku juga tidak ingin nantinya Alya juga ikut merasa

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 99

    Kami keluar dari gedung pusat SunCo. Aku memang sudah meminta izin kepada Bang Malik untuk menemui Haikal. Dan dia sama sekali tidak keberatan. "Ingat, ya. Kamu sekarang calon istri Abang. Jangan macam-macam," ancamnya. Dia sengaja tak ikut agar tak ada rasa canggung dengan sikap Haikal. Benar saja, sejenak Haikal langsung takut untuk mendekatiku sebelum dia tahu bahwa pria itu hanya mengantarku sampai di luar. Mobil melaju ke arah jalan yang sudah tak asing lagi bagiku. Kemudian dia memasuki gerbang yang sudah setahun ini tak pernah lagi ku kunjungi. Lagi, seperti merasa pulang ke rumah sendiri. "Aku belum gajian. Kita makan siang di sini aja. Gratis," ujarnya sembari melangkahkan kaki ke ruangan. Tak ada yang berubah. Mereka terlihat asik makan dengan lahapnya. Sampai sepasang mata itu menangkap kedatangan kami. "We! Chaca datang. Tengok tu, we. Itu Chaca." Oji berteriak histeris seperti melihat selebriti yang berkunjung ke aula makan dapur SunCo. Puluhan pasang mata menatap

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 98

    Setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya kami mulai memasuki kota Medan. Aku meminta Bang Malik untuk segera singgah ke rumah nenek. Aku sangat ingin bertemu dengannya. Bukankah mereka keluarga pertama yang harus aku kunjungi? Nenek berdiri mematung dengan tubuh tuanya. Matanya berkaca-kaca saat aku menangis memohon maaf. Nenek memang tak tahu bagaimana caranya menunjukkan kasih sayang, tapi kali ini dia begitu erat memelukku. Tak tahan juga rasanya menahan rindu. "Kau sudah dewasa," ujarnya. "Jangan lagi bersikap seperti itu." Aku kembali menangis di pelukannya. Bang Malik tertidur di ruang tamu beralaskan ambal. Aku sudah menyuruhnya untuk tidur di kamar, namun dia menolak. "Di sini lebih nyaman," ujarnya. Untuk pertama kalinya aku melihat dia tertidur dengan pulas. Napasnya teratur dengan kedua tangan diletakkan di atas dada.Wajahnya terlihat lelah, hingga tak sadar kalau kini om Jaka juga ikut tertidur di sampingnya. Kupungut ponsel yang sedari tadi tergeletak begitu s

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 97

    Rasa bersalah selalu menghantui. Aku memohon kepada mama untuk tetap berusaha mencarinya. Di jalanan, lampu merah, bahkan melaporkan kehilangan ke kantor polisi. Nihil. Tak ada jejak sama sekali. Bayang-bayang wajah Chaca yang menangis dalam cengkraman tangan preman tersebut selalu muncul dalam mimpiku. Bertahun-tahun lamanya aku hidup dalam bayang-bayang gadis kecil itu. Rasa rindu selalu menyelimuti, berharap bisa menyentuh dan memeluknya lagi. Hari ini hari ulang tahun Chaca. Hari yang diputuskan sebagai tanggal lahirnya di malam di mana dia ditemukan. Jika dia masih hidup, usianya kini sudah tujuh belas tahun. Sweet seventeen, kata gadis-gadis yang dulu satu esema denganku.Aku kembali mengunjungi masjid raya, tempat di mana aku dan Chaca selalu menghabiskan waktu bersama. Tak lupa untuk merayakan ulang tahunnya dengan memberi sedekah ke anak-anak jalanan yang sengaja aku kumpulkan di sana.'Chaca sayang, bagaimana keadaanmu sekarang?' batinku dalam hati. "Maaf, apakah anda Ha

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 96

    POV MALIK.Aku mengenang kala kejadian waktu itu. Tubuhku yang terbaring lemah di... mungkin rumah sakit. Kulihat ada tiang yang menggantungkan cairan yang terhubung langsung dengan urat nadiku.Aku mencoba bergerak, merasai wajahku yang kini terasa tebal dan kaku. Kurasakan seluruhnya terbalut perban dengan rasa sakit yang luar biasa. Entah berapa lama aku tak sadarkan diri. Beberapa wanita berpakaian serba putih datang untuk memeriksa apa yang terjadi kepadaku. Tak lama seorang pria dewasa juga muncul, mungkin seorang dokter. Ya, samar kulihat dari pakaian putih bersihnya, dia seorang dokter. Hampir seminggu setelah aku terjaga, dokter membuka seluruh perban di wajahku. Disaksikan oleh sepasang suami istri dan anak lelaki mereka. Memandangku dengan cemas dan was-was. Apa aku ini terlihat seperti hewan buas bagi mereka? Sejenak kemudian, kulihat rasa lega di wajah mereka, seolah semua sedang baik-baik saja. "Siapa namamu, Nak?" tanya wanita paruh baya tersebut. "Hannan Maliki S

  • MENCINTAI ABANG ANGKAT    Part 95

    Seperti janjiku kemarin, kami bersiap-siap berangkat. Aku dan Bang Malik berpamitan dengan mereka satu persatu. Runi memelukku dengan sangat erat, begitu juga dengan Wak Mis.Fatma yang tidak tahu apa-apa hanya tampak murung dan seperti tidak rela membiarkanku pergi. Namun dia kembali tersenyum saat ayahnya mengatakan kalau aku akan segera kembali. Pak Yaz sengaja tidak memberitahukannya, agar dia tidak menangis histeris karena takut kehilanganku. Pak Yaz mengulurkan tangan ke arah Bang Malik. Meminta maaf atas kesalahpahaman kemarin. Tangannya masih menggantung di udara, tanpa sambutan dari laki-laki yang tengah berdiri di sampingku. Masih tidak senang, rupanya. Aku menyenggol bahunya, lalu menariknya agar sedikit menunduk. Aku membisikkan sesuatu di telinganya. "Salamin. Atau Chaca yang akan menyambut uluran tangannya," ancamku. Dengan cepat dia menyambut telapak tangan Pak Yaz, kemudian menggoyang-goyangkannya seperti mereka sudah berteman cukup akrab."Awas kalau sampai bers

DMCA.com Protection Status