POV Nawang
Aku menepiskan tangannya. Dia tetap memaksa, dia memelukku dari belakang. Aku memberontak.
"Jangan peluk aku!" Aku meninggikan suaraku. Kutatap tajam kedua manik matanya yang menyiratkan penyesalan. Tapi aku tak percaya lagi. Dia selalu seperti itu, bersembunyi di balik matanya yang sayu.
"Nawang … gak bisa maafin Mas?" Aku muak mendengar dia bertanya seperti itu.
Dia pikir aku ini benda mati! Yang bisa sesuka hatinya memperlakukanku bagaimana pun. Kalau bukan karena Ibu, sudah tak sudi aku sekamar dengannya.
"Mas, khilaf tadi." Dia coba membela diri.
"Khil
Dia tertunduk dalam. Menyesal, selalu seperti itu. Tapi suatu saat akan mengulang lagi. Aku yang merasa setahun ini, hidup berbahagia dengannya. Mendadak kebahagiaan itu, sirna begitu saja. Bersama dengan dia meludahi wajahku.Aku memegangi perutku, sakit. Sepertinya aku kontraksi. Kali ini lebih parah. Aku duduk di tepi ranjang menahan sakitnya. Kugigit bibirku sendiri, untuk meredam rasa sakit di perutku sekaligus hatiku."Nawang, kenapa? Sakit? Kamu mau melahirkan." Dia memegang tanganku, terlihat cemas.PLAKKAku tepiskan tangannya dengan kasar, aku masih meringis. Aku mencoba bangkit, mengambil tas bayi yang ada di samping nakas. Tas itu berisi perlengkapan bayiku, yang sudah kusiapkan untuk dibawa. Kalau aku aka
POV NawangSaat kubuka mataku, sudah ada mas Bayu di sisi tempat tidur. Wajahnya nampak pucat dan lelah. Mungkin karena tak tidur semalaman."Sudah bangun?" tanyanya, aku menarik tanganku yang ada di genggamannya."Nawang, masih marah?" tanyanya lagi. Aku diam, malas menanggapi.Aku bukanlah tipe pendendam terutama dengan suami sendiri. Tapi aku tak mau, dia terus bertindak sesuka hati. Di saat amarahnya datang, bisa seenaknya saja memperlakukan aku. Dia harus tau, aku juga manusia biasa, yang punya harga diri.Masih kuingat bagaimana caranya meludahiku. Seolah aku ini manusia hina. Bahkan jauh lebih sakit rasanya, dari tamparannya d
Malam ini kami lalui dengan syahdu, berharap ini awal yang baik bagi perjalanan rumah tangga kami. Aku berusaha mengetepiskan ego yang masih bertengger di hatiku.★★★KARTIKA DEKA★★★Namun ternyata perubahan itu hanya beberapa bulan saja, kini di saat anakku Tama sedang lucu-lucunya. Dia berulah lagi.Adiguna pratama, artinya anak lelaki pertama yang pintar dan yang banyak manfaatnya. Nama yang disematkan untuk anakku. Kami memanggilnya Tama. Aku berharap Tama tumbuh sesuai dengan namanya.Saat ini Tama sedang belajar berjalan. Tapi jarang di dampingi Papanya. Sekarang mas Bayu seolah memiliki dunia lain. Pulang selalu larut malam, dalam keadaan wajah kuyu yang kelihatan sangat lelah.
POV NawangNamun, aku belum bisa mencari tau lebih jauh lagi. Karena Tama belum bisa ditinggal, pastinya Mama takkan mengizinkan aku keluar rumah tanpa membawa Tama.Ah, sudahlah. Nanti saja aku pikirkan caranya. Aku pun sudah mulai mengantuk lagi. Baru mataku akan terpejam, azan Subuh terdengar berkumandang. Suaranya tak begitu terdengar jelas, karena Mesjid agak jauh dari rumah ini.Gegas aku membersihkan diri, dan menunaikan sholat Subuh. Aku berharap Rabbku mengampuni segala khilaf, dan membuka hati suamiku. Aku tetap mendoakannya, bagaimanapun dia tetap suamiku? Aku melawannya, untuk membuatnya sadar. Jangan sampai dia terus terlena, tanpa menyadari bahwa dia telah berbuat dzalim padaku.Matah
POV Nawang"Ma, Nawang mau ambil makan. Mama juga mau diambilin?" tawarku. Aku dan Mama, biasa makan siang di teras belakang ini. Disini sejuk, ditambah banyak bunga-bunga yang Mama tanam. Menambah selera makan menjadi dua kali lipat."Bawain Mama biskuit aja, Mama belom laper," jawab Mama.Aku kembali membawa sepiring nasi lengkap dengan lauknya. Juga satu toples biskuit buat Mama.Kucek lagi gawaiku. Belom ada balasan juga. Mungkin, mbak Asih ketiduran atau sedang repot. Kulanjutkan makan siangku dengan lahap. Sambil mulai berpikir, bagaimana mencari cara untuk mengetahui tentang perubahan sikap mas Bayu. Apakah … mas Bayu mendua hati? Tidak tidak, kutepiskan pikiran itu dengan gelengan kepala."Ken
POV AsihNamaku Asih, kakak Nawang. Aku sama seperti Nawang, menikah karena dijodohkan. Aku menerima saja, waktu Ibu menjodohkanku dengan mas Pur, karena aku memang tidak sedang menjalin hubungan dengan seorang pria. Beda dengan Nawang, dia sudah cukup lama pacaran dengan Dimas. Aku pun sudah mengenal Dimas, meski hanya melalui jejaring sosial. Nawang sering bercerita tentangnya. Terkadang kalau aku dan Nawang sedang video call, Dimas ikut nimbrung kalau sedang bersama Nawang.Kembali lagi ke ceritaku. Mas Pur, suamiku merupakan adik dari teman Ibu. Dia lebih tua tujuh tahun dariku, tapi tak masalah buatku. Rumah tangga kami pun baik-baik saja selama enam tahun. Hingga setahun lalu, aku dikejutkan dengan kehadiran seorang wanita di rumahku.Dia membawa seorang an
POV AsihAku tak tau kepada siapa akan mengadu. Iparku tak perduli tentang perasaanku. Bagi mereka, selama mas Pur tak mengabaikan nafkah lahirku juga Fatin, itu semua tak jadi masalah. Begitu juga dengan Kakak iparku yang juga teman Ibu.Awalnya dia berang dengan perlakuan mas Pur. Tapi begitu mas Pur, membagi sebagian harta warisan bagiannya untuk Kakak ipar. Dia langsung bungkam. Mas Pur sebagai anak laki-laki semata wayang, juga paling bungsu mendapat warisan lebih banyak dari kedua kakak iparku yang perempuan.Tadi siang, aku mencoba menghubungi Nawang, ingin berbagi cerita dengannya. Siapa tau Nawang bisa memberi solusi atas masalahku. Sepertinya rumah tangga Nawang dengan Bayu, baik-baik saja.Tapi, disaa
POV Nawang"Buat apa kamu uang sebanyak itu?!" tanya Papa dengan ketus ke mas Bayu. Aku melihat mas Bayu hanya terdiam.Aku belum mengerti kenapa Papa marah dengan mas Bayu. Uang … uang apa yang dimaksud Papa? Mama pun hanya diam, memandang mas Bayu dengan iba. Mungkin Mama merasa kasihan dan sedih, anak semata wayangnya dimarahi. Baru kali ini, aku melihat Papa marah dengan mas Bayu."Kalau memang kamu perlu uang, kenapa tak bilang?! Kalau memang jelas kemana uang itu kau gunakan! Papa pasti kasih!" tegas Papa, raut wajahnya terlihat sangat kesal."Bayu, pakai buat investasi Pa," jawab mas Bayu tanpa berani menatap Papa."Investasi? Inve
Naldi dan Asih terperangah melihat kehadiran Rika yang datang berdua dengan Pur ke rumah mereka. Sempat terlintas pikiran buruk di benak mereka. Apalagi mendengar Pur dan Rika mengutarakan niat mereka untuk menikah. "Bagaimana kalian bisa saling kenal? Tau-tau kalian ingin menikah?" selidik Naldi. "Tak perlu kami ceritakan bagaimana prosesnya. Yang jelas, keinginan kami sungguh-sungguh untuk menikah," jawab Pur. Dia merasa tak perlu berbagi cerita tentang niat terselubung mereka pada awalnya. Yang terpenting sekarang, dia dan Rika sungguh-sungguh ingin menjalin cinta mereka sendiri. Tanpa mengusik jalinan cinta orang lain lagi. "Tapi Rika masih kuliah, pasti Ayah tak akan mengizinkannya menikah semuda ini. Apalagi dengan orang yang usianya jauh lebih tua." "Aku tetap mengizinkan Rika menyambung kuliahnya. Tapi dia harus balik lagi ke Kalimantan. Soal usia, aku rasa tak masalah. Asal Rika nyaman." Naldi memandangi wajah adiknya. Naldi melihat harapan besar akan restunya buat Rika,
Hari-hari terus berlalu, hubungan Rika dan Asih semakin akrab. Rika juga tetap menjalankan aktifitasnya bersama Pur. Menghabiskan sore hari dengan bermandi peluh, menikmati kenikmatan sesaat. Sebelum tujuannya tercapai, Rika tak akan berhenti. "Huh, kamu gagal!" Rika langsung memukul Pur, saat baru saja Pur membuka pintu kamarnya di hotel.Pur bingung, melihat tingkah Rika kali ini. Biasanya Rika datang langsung mendorongnya ke atas tempat tidur. Rika bertindak lebih agresif memang. Dia yang selalu memulai duluan, tanpa menciptakan suasana romantis sebelum memulainya.Jelas saja, tak dibutuhkan romantisme. Tak ada cinta di antara mereka. Mereka melakukan itu hanya untuk memuluskan rencana mereka saja.Ada sedikit penyesalan di hati Pur. Sejak awal manis madu Rika dia reguk. Dia tau, Rika gadis yang tak mudah mengobral diri. Terbukti, meski perangainya terlalu menyebalkan. Tapi dia masih bisa menjaga kesucian. Dia menyerahkan pada Pur hanya untuk satu tujuan. Merebut Naldi dari Asih.
Naldi memandangi gawainya cukup lama. Dia merasa heran dengan sikap Rika barusan saat dia hubungi. Kenapa Rika tan sepertinya? batinnya. Bukan dia tak menyenangi perubahan Rika yang sepertinya sudah bisa menerima pernikahannya dengan Asih. Tapi terlalu mendadak bagi Naldi. Masih dia ingat, bagaimana sikap Rika terakhir kali. Ada rasa curiga terselip di hatinya. "Apa Rika sedang merencanakan sesuatu?" gumamnya. "Bang!" "Ya!" sahut Naldi mendengar panggilan Rika dari dapur yang ada di lantai bawah."Tolongin dong!" kata Asih. Tanpa bertanya, pertolongan seperti apa yang diinginkan istrinya. Naldi bangkit dari peraduan, diletakkan kacamata yang sedari tadi bertengger di hidungnya ke atas meja kerjanya beserta dengan file yang ada ditangannya. Dia segera keluar kamar dan menuruni anak tangga satu persatu. Langsung menuju ke arah dapur. "Tolong apa, Dek?" tanyanya saat sudah sampai di dapur."Ini, tolong buatkan sangkutan buat menyangkutkan wajan juga panci." Naldi langsung memenuhi
"Syukurlah, sekarang Karin sudah keluar dari rumah ini. Kalau tidak, kita pasti akan dalam masalah lebih besar," kata Papa Bayu setelah mendengar cerita Bayu, tentang kronologi perempuan bernama Ayu mencari Karin hingga membawa orang-orang suruhan, membuat kekacauan di rumah mereka."Bayu juga nggak nyangka Pa. Karin bisa terlibat dengan sindikat seperti itu." "Begitulah, kalau terlalu materialistis. Gak pikir panjang, kalau mau berbuat sesuatu. Ada hikmahnya juga, dia dulu ninggalin kamu." "Iya Pa. Hikmah terbesarnya, Bayu bisa punya istri seperti Nawang," kata Bayu melirik Nawang yang pura-pura asik mencari channel siaran yang menarik di tivi. Padahal dia juga mendengar pembicaraan bapak dan anak itu. Nawang mencoba menutupi semburat merah di pipinya dengan pura-pura mencium ujung rambutnya sendiri.Nawang tak henti mengucap syukur di dalam hatinya, ternyata kesabarannya berbuah manis. Meski sempat hampir menyerah menghadapi sikap temperamental Bayu. Namun kesempatan kedua yang di
Karin benar-benar merasa bingung sekarang. Kalau dia menyeret nama Bram, dia khawatir keselamatan keluarganya akan terancam. Bram merupakan otak dari sindikat perdagangan manusia. Bisnis prostitusinya sangat sulit diendus pihak berwajib. Bukan hanya secara online, Bram juga menjalani bisnisnya secara offline, yang menyasar kalangan atas. Bram pasti tidak akan tinggal diam. Selama ini dia selalu bekerja di belakang layar dan sangat rapi, wanita-wanita yang dia pekerjakan tak ada yang mengenalnya. Hingga sulit bagi polisi untuk melacaknya. "Saudari Karin, sebaiknya Anda bekerja sama. Kalau Anda kooperatif, itu dapat mengurangi hukuman Anda." Penyidik terus memperhatikan ekspresi Karin, yang jelas ketakutan juga kebingungan."Apa … Anda sedang merasa terancam?" tanya penyidik. Karin masih saja bungkam."Kami akan memberi perlindungan pada Anda, kalau benar ada yang mengancam keselamatan Anda," kata penyidik. Karin tetap saja tidak berani buka suara, meski polisi berjanji akan melindungi
Sementara itu di tempat lain. Rika datang menemui Pur ke hotel tempatnya menginap. Rika mengambil gawainya dari dalam tas. Dicarinya nama Pur, tertera tulisan Secret Man. Dihubunginya melalui aplikasi bergambar gagang telepon berwarna hijau."Aku sudah di depan hotel," kata Rika langsung tanpa basa basi, saat Pur mengangkat panggilannya."Aku di kamar Melati. Kamu temui saja customer service, nanti aku akan menghubunginya. Aku akan beritahu dia, kalau kamu adalah tamuku." Klik, Rika langsung mematikan gawaiya. Kakinya melangkah dengan mantap masuk ke dalam hotel, tak ada keraguan sedikitpun ataupun merasa risih, dia akan mendatangi seorang pria yang usianya jauh lebih tua darinya. "Selamat siang, ada yang bisa dibantu?" sambut customer service ramah, saat Rika sudah ada di hadapannya."Saya mau ke kamar Melati," jawab Rika."Oh iya, tadi sudah diberitahu kalau akan ada tamu. Silahkan naik ke lantai tiga, sebelah kiri, kamar ketiga, nanti ada tulisan kamar Melati di pintunya. Terima
Seorang polisi juga ikut ke kamar tamu bersama dengan Bayu. Mata mereka memindai setiap sudut kamar, hingga bawah kolong tempat tidur juga di dalam lemari, tak ditemukan keberadaan Karin. "Apa mungkin dia keluar sebelum orang-orang tadi datang?" gumam Bayu. Bukan tanpa alasan Bayu berpikir seperti itu. Seluruh rumah mereka memiliki jerjak besi di tiap jendela juga pintunya, tak mungkin bagi Karin bisa keluar tanpa diketahui siapa pun. "Karin! Keluar!" teriak Bayu, matanya nyalang. Dia geram, karena Karin tak kunjung keluar dari persembunyian. Padahal polisi sudah mengamankan ke empat orang yang mencarinya."Saudari Karin! Sebaiknya anda keluar, sudah aman sekarang. Orang yang mencari anda sudah ditahan!" polisi berpangkat kapten yang bersama Bayu juga turut memanggil Karin.Karin mendengar, tapi dia terlalu takut untuk keluar. Dia bertahan di tempat persembunyiannya, berencana akan kabur bila nanti ada kesempatan. Menunggu Bayu dan keluarganya lengah. Dia tak may polisi menahannya.
Laki-laki itu langsung masuk ke kamar tamu. Kali ini Nawang tak lagi mencegahnya. Dia mengambil gawai yang ada di saku celananya. Mencoba menghubungi Bayu."Anak ganteng." Nawang berhenti, urung menghubungi Bayu. Saat dilihatnya wanita itu mengangkat Bayu tinggi-tinggi seolah hendak menghempaskan tubuh putranya.Nawang dan Mama Bayu sangat khawatir, kalau perempuan itu benar akan menghempaskan tubuh Tama. Tama justru tertawa-tawa, merasa senang saat perempuan itu berulangkali melempar tubuhnya ke udara lalu menangkapnya lagi. Tama mengira, perempuan itu sedang mengajaknya main."Tolong, lepasin anak saya." Karin memelas pada wanita itu. Tapi tak diindahkan."Dia gak ada bos," kata laki-laki tadi keluar dari ka
Cipto menggeleng-gelengkan kepalanya, menghembuskan nafasnya perlahan. Membuat Bayu bingung dengan sikap Cipto."Apa Karin yang mengatakan begitu?" tanya laki-laki berjenggot itu."Ya," jawab Bayu seraya mengangguk."Maafkan aku, jujur, dulu aku memang sangat menggilai dia. Sampai tak berpikir panjang waktu itu. Memang kuakui, beberapa hari sebelum kalian menikah, aku masih berusaha membujuk Karin untuk kembali." Cipto mulai bercerita. Bayu tak berniat menyelanya. Sudah tak lagi ada amarah di hatinya, karena perbuatan Cipto yang ingin merebut Karin kembali dulu. Semua itu hanya tinggal masa lalu back Bayu."Tapi waktu itu Karin menolak. Dengan alasan, dia sudah tak mencintai aku. Dan kamu lebih memiliki segalanya da