MENANTU AMBURADUL 112Satu bulan berlalu. Aku tak kunjung menstruasi. Lagi-lagi sepertinya Aku telat datang bulan. Entah kenapa semakin bertambah umur, bertambah pikiran, bertambah ruwet juga sepertinya jadwal bulanan menstruasiku. Padahal sudah kujaga dengan baik emosi juga kewarasanku setiap harinya. Apalagi saat menghadapi Ibu mertuaku tersayang, kewarasanku harus ku nomor satukan. Jika tidak, mungkin Rumah Sakit Jiwa sudah melambaikan tangannya kepadaku. Hahahahaa.Konyol sih, jika ngomongin tentang mertua. Kalian yang memiliki mertua layaknya orang tua sendiri, patut bersyukur bahkan ngelakuin sujud syukur setiap hari pun enggak bakalan rugi. Nah kami, yang kebetulan ngedapetin mertua yang super super luar biasa ini, memang sepertinya orang-orang pilihan saja dari Allah SWT. Mungkin saja hati kami lebih kuat dari baja.__________Satu bulan berlalu, dengan kegiatan di rumah yang begini-begini saja ternyata membuatku jenuh bin bosan. Kuputuskan untuk utek-utek interior juga ekster
MENANTU AMBURADUL 113Acara 3 bulanan kehamilan Mia berjalan dengan lancar, meskipun di tengah proses memasak ada perseteruan yang sampai saat ini belum juga usai antara Ibu dan juga Mbak Rini. Juga tadi ada sedikit perdebatan antara Ibu dan Bu Rohmah. Ibu sungguh keren, karena berani melawan siapapun di dunia ini. Tidak ada yang beliau takuti."Ibu mertuamu dibawain sekalian saja oleh-olehnya Rama. Kasihan, nanti ngarepin loh." pinta Ibu dengan berlagak meremehkan.Aku, Mas Yusuf, dan semua yang melihat ekspresi Ibu jadi sedikit merasa kurang nyaman. Apalagi Mbak Rini, pasti peka banget dia masalah beginian."Nggak usah Mas. Bawa satu ini saja. Nanti nggak bakalan ke makan." sahut Mbak Rini."Tapi ditawarin tuh sama ibu, Rin," Mas Rama berusaha mengindahkan tawaran Ibunya."Nggak usah kubilang! Ibumu itu enggak dari hati nawarinnya." jawab Mbak Rini jutek dengan nada bicara yang sudah naik oktaf.Mas Rama yang kurang begitu faham permasalahan istri dan ibunya tersebut memilih untuk
MENANTU AMBURADUL 114Bersyukur, bisa keluar dari kamar Mia dengan keberhasilan mengucurkan keringat berliter-liter. Ya, keberhasilanku untuk membersihkan kotoran lebih tepatnya.Dengan usaha yang keras Aku menemukan tombol yang seharusnya kupencet. Gila aja nih perempuan, dapet laki yang rumahnya sekelas hotel elit begini. Batinku.Pantas saja Ibu iri melihat kehidupan Mia yang sekarang. Andaikan Mia tahu bahwa maksud Ibu memintanya untuk membangun sebuah istana untuknya juga suaminya adalah karena Ibu ingin hidup bersama Mia. Sayangnya signal itu tidak tertangkap. Aku saja baru tahu itu semua dari Mimi. Sahabat setia pelipur duka lara Ibu. Hahahhaa."Tidur kamu Nis? Lama amat ke toiletnya?" sindir Mbak Rini, yang belum kuceritakan kisah yang sesungguhnya gimana perjuanganku berada di dalam sana. Andaikan kamu tahu Mbak, pasti sudah ketawa sampai perut kaku menertawakan keluguanku. Batinku."Mules banget soalnya." jawabku singkat. Tenagaku sudah hampir habis sepertinya.Sudah hampir
MENANTU AMBURADUL 115Jika kamu tidak bahagia melihat kebahagiaan orang lain, atau merasa tidak senang atas kesenangan orang lain, artinya memang ada penyakit di dalam hatimu.Kadang hidup memang dihadapkan dengan orang semacam itu, yang tidak senang melihat kita bahagia yang bahagia melihat kita menderita.********Kulihat sebuah postingan dari story applikasi hijau milik Mbak Rini, dia sepertinya mulai menawarkan sesuatu lewat storynya tersebut. Kali ini tentang makanan. Ada aneka macam kue, cemilan dan lauk yang ia tawarkan. Kubuka kembali story selanjutnya, disana tertera banyaknya pemesan untuk postingan pertamanya."Alhamdulillah laris manis," batinku.Tak lupa Aku juga memesan beberapa lauk dan cemilan untuk Mas Yusuf juga Daffa. Mama juga ikut kutawari agar semakin banyak pembeli di tempat Mbak Rini.Setelah dilihat-lihat story yang lain, ternyata Mbak Rini sudah mendaftarkan dagangannya lewat applikasi yang bisa diantarkan kurir. Aku lebih memilih pesan lewat applikasi ini sa
MENANTU AMBURADUL 116Hari ini weekend, Aku memutuskan untuk berolah raga dengan Daffa mengelilingi komplek. Setiap weekend jadwal harianku di rumah lebih santai karena Mas Yusuf tidak masuk kantor, jadi segala macam pekerjaan rumah kukerjakan dengan tidak buru-buru."Hallo Bu Amira." sapaku kepada mamanya Ari, teman main si Daffa. Beliau sedang jogging bersama anaknya."Iya Bu Annisa. Pagi amat kalian." balas Bu Amira."Iya Bu, Ari sudah sarapan belum?" tanyaku basa-basi. Sebenernya ada hal penting yang ingin kusampaikan pada Bu Amira."Sudah tadi minum susu tante, sama biskuit. Daffa sudah?""Sudah tadi makan roti sama susu. Hehehe. Oh ya Bu, sudah denger dari Ari belum?""tentang apa ya, Bu Nisa?""Tentang kita yang dikatain pengangguran sama Mamanya Kevin." terangku."Oh iya, kemaren Ari bilang katanya si Kevin mbahas tentang pengangguran.""Iya, betul banget.""Kurang asem banget itu memang si Bu Reina, ya." Bu Amira mulai tersulut emosi."Iya memang songong sekali orangnya, Bu."
MENANTU AMBURADUL 117Aku, Daffa dan Mas Yusuf mampir ke rumah Mbak Rini dan Mas Rama. Ternyata rumahnya sepi. Sama sekali tidak ada orang di dalam rumah. Entah pergi kemana mereka semua. Kuhubungi nomor Mbak Rini, ternyata sedang berkumpul di rumah Ibunya. Mbak Rini meminta kami untuk mampir ke sana.Akhirnya kami mampir ke rumah orang tua Mbak Rini. Jarak rumah beliau tidak begitu jauh dari rumah Mbak Rini. Hanya sekitar 200 sampai 300 meteran.Aku ingat betul kalau rumah milik Mas Rama dan Mbak Rini ini dulu memang dicarikan oleh almarhum bapaknya Mbak Rini, katanya memang supaya deket dengan orang tua. Akhirnya setelah tawar menawar harganya juga cocok, dibeli juga oleh Mas Rama dan Mbak Rini.________"Assalamu'alaikum." ucap salam kami setelah sampai di rumah Ibunya Mbak Rini."Hai, sini sini." jawab Mbak Rini yang tampak sedang meninabobokan si Sulthan."Kalian tidur di sini Mbak?" tanyaku."Iya Nis, kadang tidur di sini kadang dijemput Mas Rama pulang.""Mas Rama gimana?""Ti
MENANTU AMBURADUL 118Sesuatu yang kita anggap baik-baik saja terkadang tidak sebaik yang kita lihat. Ada kalanya kehidupan itu memberi banyak kita pilihan. Pilihan untuk menjadi apa adanya, atau menjadi sesuai yang orang lain inginkan.Tapi hal yang pasti di dunia ini adalah, bahwa kita akan menuai apa yang sudah kita tanam._____________Acara tujuh bulanan masih berlangsung. Mungkin dari sekian banyak tamu, hanya Ibu seorang yang tampak murung, gundah gulana, galau dan kacau.Kukira, hubungan Bu Anita dengan menantunya baik-baik saja dan jarang ada problem. Ternyata sampai sini Aku faham, bahwa tidak semua yang terlihat baik-baik saja di mata kita, benar-benar baik kenyataannya.Contohnya si Mia, meski dia sudah berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, tetap saja ada kekurangan lain yang dia entah sengaja atau tidak melakukannya."Mia, kamu emangnya nggak mau diajarin mertuamu bisnis?"Mia tampak bingung dengan pertanyaan Ibu yang tidak ada basa-basinya itu. Ibu me
MENANTU AMBURADUL 119Fajarina tidak diperbolehkan di bawa Ibu pulang ke rumah oleh Mia. Meski Ibu bersikeras membawa cucunya tersebut pulang ke rumah. Entah ini hanya sekedar pelampiasan Ibu atau apa, sehingga menjadikan alasan Rina sebagai problemnya dalam masalah ini. Padahal inti permasalahannya bukan seperti ini, dan kukira maksud dari Bu Anita itu bagus.Bukankah saling mengingatkan itu bagus, dan masih untung beliau meminta tolong Ibu untuk memberi tahu anaknya, bukannya menegur langsung atau membuat menantunya menjadi bahan gosip di depan para tetangga, seperti yang sering Ibu lakukan dulu. Mungkin sekarang juga masih berlaku, menjelek-jelekkan menantu atau besan di depan orang lain.Mungkin dengan Ibu menerima kritik dan protes seperti inilah yang lama-lama akan menyadarkan bahwa sikap Ibu yang seperti itu selama ini memang tidak mengenakkan.___________Kali ini Ibu pulang bersama kami. Karena Mimi pulang kampung, Mas Yusuf menawarkan Ibu untuk tidur di rumah kami. Lagian em