MENANTU AMBURADUL 115Jika kamu tidak bahagia melihat kebahagiaan orang lain, atau merasa tidak senang atas kesenangan orang lain, artinya memang ada penyakit di dalam hatimu.Kadang hidup memang dihadapkan dengan orang semacam itu, yang tidak senang melihat kita bahagia yang bahagia melihat kita menderita.********Kulihat sebuah postingan dari story applikasi hijau milik Mbak Rini, dia sepertinya mulai menawarkan sesuatu lewat storynya tersebut. Kali ini tentang makanan. Ada aneka macam kue, cemilan dan lauk yang ia tawarkan. Kubuka kembali story selanjutnya, disana tertera banyaknya pemesan untuk postingan pertamanya."Alhamdulillah laris manis," batinku.Tak lupa Aku juga memesan beberapa lauk dan cemilan untuk Mas Yusuf juga Daffa. Mama juga ikut kutawari agar semakin banyak pembeli di tempat Mbak Rini.Setelah dilihat-lihat story yang lain, ternyata Mbak Rini sudah mendaftarkan dagangannya lewat applikasi yang bisa diantarkan kurir. Aku lebih memilih pesan lewat applikasi ini sa
MENANTU AMBURADUL 116Hari ini weekend, Aku memutuskan untuk berolah raga dengan Daffa mengelilingi komplek. Setiap weekend jadwal harianku di rumah lebih santai karena Mas Yusuf tidak masuk kantor, jadi segala macam pekerjaan rumah kukerjakan dengan tidak buru-buru."Hallo Bu Amira." sapaku kepada mamanya Ari, teman main si Daffa. Beliau sedang jogging bersama anaknya."Iya Bu Annisa. Pagi amat kalian." balas Bu Amira."Iya Bu, Ari sudah sarapan belum?" tanyaku basa-basi. Sebenernya ada hal penting yang ingin kusampaikan pada Bu Amira."Sudah tadi minum susu tante, sama biskuit. Daffa sudah?""Sudah tadi makan roti sama susu. Hehehe. Oh ya Bu, sudah denger dari Ari belum?""tentang apa ya, Bu Nisa?""Tentang kita yang dikatain pengangguran sama Mamanya Kevin." terangku."Oh iya, kemaren Ari bilang katanya si Kevin mbahas tentang pengangguran.""Iya, betul banget.""Kurang asem banget itu memang si Bu Reina, ya." Bu Amira mulai tersulut emosi."Iya memang songong sekali orangnya, Bu."
MENANTU AMBURADUL 117Aku, Daffa dan Mas Yusuf mampir ke rumah Mbak Rini dan Mas Rama. Ternyata rumahnya sepi. Sama sekali tidak ada orang di dalam rumah. Entah pergi kemana mereka semua. Kuhubungi nomor Mbak Rini, ternyata sedang berkumpul di rumah Ibunya. Mbak Rini meminta kami untuk mampir ke sana.Akhirnya kami mampir ke rumah orang tua Mbak Rini. Jarak rumah beliau tidak begitu jauh dari rumah Mbak Rini. Hanya sekitar 200 sampai 300 meteran.Aku ingat betul kalau rumah milik Mas Rama dan Mbak Rini ini dulu memang dicarikan oleh almarhum bapaknya Mbak Rini, katanya memang supaya deket dengan orang tua. Akhirnya setelah tawar menawar harganya juga cocok, dibeli juga oleh Mas Rama dan Mbak Rini.________"Assalamu'alaikum." ucap salam kami setelah sampai di rumah Ibunya Mbak Rini."Hai, sini sini." jawab Mbak Rini yang tampak sedang meninabobokan si Sulthan."Kalian tidur di sini Mbak?" tanyaku."Iya Nis, kadang tidur di sini kadang dijemput Mas Rama pulang.""Mas Rama gimana?""Ti
MENANTU AMBURADUL 118Sesuatu yang kita anggap baik-baik saja terkadang tidak sebaik yang kita lihat. Ada kalanya kehidupan itu memberi banyak kita pilihan. Pilihan untuk menjadi apa adanya, atau menjadi sesuai yang orang lain inginkan.Tapi hal yang pasti di dunia ini adalah, bahwa kita akan menuai apa yang sudah kita tanam._____________Acara tujuh bulanan masih berlangsung. Mungkin dari sekian banyak tamu, hanya Ibu seorang yang tampak murung, gundah gulana, galau dan kacau.Kukira, hubungan Bu Anita dengan menantunya baik-baik saja dan jarang ada problem. Ternyata sampai sini Aku faham, bahwa tidak semua yang terlihat baik-baik saja di mata kita, benar-benar baik kenyataannya.Contohnya si Mia, meski dia sudah berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, tetap saja ada kekurangan lain yang dia entah sengaja atau tidak melakukannya."Mia, kamu emangnya nggak mau diajarin mertuamu bisnis?"Mia tampak bingung dengan pertanyaan Ibu yang tidak ada basa-basinya itu. Ibu me
MENANTU AMBURADUL 119Fajarina tidak diperbolehkan di bawa Ibu pulang ke rumah oleh Mia. Meski Ibu bersikeras membawa cucunya tersebut pulang ke rumah. Entah ini hanya sekedar pelampiasan Ibu atau apa, sehingga menjadikan alasan Rina sebagai problemnya dalam masalah ini. Padahal inti permasalahannya bukan seperti ini, dan kukira maksud dari Bu Anita itu bagus.Bukankah saling mengingatkan itu bagus, dan masih untung beliau meminta tolong Ibu untuk memberi tahu anaknya, bukannya menegur langsung atau membuat menantunya menjadi bahan gosip di depan para tetangga, seperti yang sering Ibu lakukan dulu. Mungkin sekarang juga masih berlaku, menjelek-jelekkan menantu atau besan di depan orang lain.Mungkin dengan Ibu menerima kritik dan protes seperti inilah yang lama-lama akan menyadarkan bahwa sikap Ibu yang seperti itu selama ini memang tidak mengenakkan.___________Kali ini Ibu pulang bersama kami. Karena Mimi pulang kampung, Mas Yusuf menawarkan Ibu untuk tidur di rumah kami. Lagian em
MENANTU AMBURADUL 120Aku tidak benar-benar tidur, hanya sekedar merebahkan diri sebentar di kasur. Meregangkan otot-otot Yang sejak tadi pagi kupakai untuk beraktivitas. Kumandikan Daffa sebelum adzan maghrib berkumandang. Kebetulan kamar mandi kami di dalam kamar.Kudengar sepertinya Ibu sedang bergelut dengan panci dan kawan-kawannya di dapur. Tak lupa kudengar suara khas peralatan dapur yang Ibu pukul-pukul. Mungkin sengaja beliau ingin membangunkan menantunya yang dia pikir sedang enak-enaknya tidur. Kurasa Ibu sedang menyiapkan makan malam untuk anak lelakinya. Ya, kuyakin hanya untuk anak lelakinya. Bukan untuk kami semua.Untungnya Aku sudah sedia lauk di freezer, yang sudah kubumbui dan tinggal di goreng, ada ayam, bebek juga Ikan beberapa potong kuletakkan di kotak yang terpisah. Tidak begitu banyak sih, hanya beberapa potong saja, sesuai dengan jumlah kami orang serumah.Mama yang mengajarkanku seperti itu, supaya kalau sewaktu-waktu anak dan suami lapar dan meminta dimasa
MENANTU AMBURADUL 121Lebih baik untuk diam, dari pada berbicara tapi menyakitkan.__________"Mommy, kaki Daffa sakit. Mommy tolong!" teriak anakku sambil nangis sehabis dia pulang dari bermain.Aku yang tadinya sedang mencuci perabotan yang baru saja kupakai untuk memasak, buru-buru lari melihat keadaan Daffa. satu tangannya sambil memegang lutut yang luka, tangan yang satunya lagi sambil menyeka air matanya. Ada darah mengalir di kulit dekat lututnya, sepertinya ada luka gores.Buru-buru kubersihkan darahnya, kucek seberapa dalam lukanya, syukurlah tidak separah kekhawatiranku tadi, lalu kuobati lukanya agar tidak infeksi.Mia yang melihat kami ikut membantuku mengobati luka Daffa."Sakit nggak, kak?" tanya Tante Mia pada Daffa.Daffa mengangguk, ia masih terisak."Diobatin Mommy dulu ya, biar sakitnya berkurang." hibur tantenya.Daffa mengangguk lagi, Mia membantu menyeka air mata Daffa yang masih mengalir di pipi."Perih ini pastinya, Mbak,""Iya Mia, darahnya lumayan loh tadi, m
MENANTU AMBURADUL 122Keesokan harinya, Aku menyiapkan banyak menu di meja makan. Demi untuk melancarkan permintaan izinku bekerja kepada suami tercinta. Semoga saja dengan budget yang sudah terlalu banyak kukeluarkan ini, hasilnya tidak mengecewakan. Anggap saja di dunia ini tidak ada yang gratis. Butuh usaha dan butuh kerja keras.Mas Yusuf, Ibu dan Daffa tampak terkejut dengan sikap manisku sejak beberapa puluh jam yang lalu, awalnya ketika Aku membelikan sepeda untuk Mas Yusuf. Dan pagi ini, kulakukan hal-hal manis lagi. Lalu apalagi yang akan kukejutkan bagi orang-orang di rumah ini? Hehehe."Asyikkkk banyak makanan." Daffa bersorak senang."Ambil saja apa yang Daffa suka." tuturku."Kamu lagi kenapa sih, De'? Jangan-jangan kamu lagi nggak sehat ya?" tanya Mas Yusuf penasaran.Kalau Aku enggak sehat, bagaimana Aku menyiapkan makanan-makanan ini Mas. Yang benar saja kamu kalau ngomong. Batinku."Nggak papa, Mas. Aku hanya ingin menyenangkan hati kalian." jawabku sok Manis."Mas ja