Bab 16Sebuah kabar duka, datang dari keluarga Raihan. Ibunya yang selama beberapa tahun ini menderita sakit stroke harus berpulang. Kami sekeluarga berniat melayat bersama ke kediaman orang tua Raihan. Tanpa pikir panjang lagi, kami semua bersiap. Kami sudah berkumpul di rumah Ibu. Ada banyak orang di sini, termasuk kedua orang tuaku juga ikut. Pun kedua orang tua mbak Rini. Aku menengok ke dalam rumah, barang kali orang rumah belum siap. “Ibu kemana Mbak Lilis?” tanyaku. “Masih di kamar kayaknya, Neng.” balas Mbak Lilis yang masih sibuk mengerjakan pekerjaan rumah. “Loh, belum siap, kah?” Aku kembali memastikan. Mbak Lilis menggelengkan kepala. Karena tak tahu secara pasti sedang apa Ibu di dalam kamar sedari tadi? Aku langsung paham, lalu ku ketok pintu kamar beliau, namun tidak ada jawaban. “Bu,” panggilku dari balik pintu kamarnya. Ku coba membuka sedikit pintu kamar beliau, ternyata tidak dikunci. “Ooh... Ibu sedang salat.” ucapku setelah menemukan Ibu sedang melakukan iba
MENANTU AMBURADULBab 17Mas Yusuf minggu ini ada tugas ke luar kota. Suntuk sekali rasanya tidak punya kegiatan khusus. Setiap harinya hanya bengong jaga rumah udah mirip dengan satpam komplek. Kali ini mas Yusuf pamit untuk seminggu, kalau lebih lama lagi entah akan kuperbolehkan atau tidak saat dirinya bersiap menggeret koper miliknya tempo lalu? Papa kebetulan sibuk bekerja, sementara Mama ada arisan hari ini. Aku sendiri mau ngapain? Tanyaku dalam hati, saking suksesnya diriku menjadi seorang pengangguran. Inisiatif ku telfon sahabat-sahabatku, siapa tahu mereka ada waktu untuk berkumpul. Terserah mau mereka sibuk atau tidak, keinginanku untuk menghubungi mereka semua harus terwujud. Kalau tidak, maka bisa jadi bisul nantinya. Hahaha. Setelah mencoba menghubungi para sahabat karibku beberapa saat, akhirnya diputuskan bahwa Sinta, Alia dan Dinda mau ketemu di salah satu Mall. Karena posisi perutku lagi bunting, mereka bertiga berbesar hati untuk menjemputku dan pergi bareng. Syu
MENANTU AMBURADULBab 18Mbak Rini dan Mas Rama rencananya hari ini akan menggelar acara tedak siten untuk anaknya, yaitu Khaity Ardiansyah. Seorang bayi yang namanya pernah menjadi perdebatan sengit antara kedua neneknya, yaitu Ibu mertua dan ibunya Mas Rini. Tedak Siten merupakan sebuah acara dari adat suku jawa yang biasa juga disebut turun tanah. Acara ini umumnya diadakan untuk bayi yang berusia sekitar 6 bulan sampai 7 bulan, bisa juga kurang atau lebih. Aku dan mama datang antusias untuk datang ke acara tersebut. Iseng kubawa bingkisan untuk khaity sebagai hadiah dan doa, semoga Ia lekas bisa berjalan, dan bahkan berlari. Seperti tema dari acara ini dilaksanakan, yaitu segala hal yang berhubungan dengan tanah tempat di mana langkah kaki kami berpijak. “Hai khaity, ini dari eyang dan aunty ya, sayang.” “Makasih aunty...” jawab emaknya Khaity."Iya, sama-sama." Tak terasa kini usia gadis bayi itu sudah bertambah bulan. Bayi yang hampir saja kehilangan nyawa mamanya saat dia m
Bab 19Langit tampak cerah sore ini, padahal biasanya mendung. Apakah ada hubungannya dengan cerahnya hatiku? Yaaa, hari ini bertepatan tanggal 1. Biasanya jam segini gaji Mas Yusuf sudah masuk ke dalam rekening. Mas Yusuf yang kucintai sepanjang hari, yang kusayangi sepenuh hati dan jiwa ini, yang ketampanannya tak pudar-pudar saat dompetnya tebal, yang... Apalagi ya? Aku bingung kali ini musti ngegombal pakai kalimat apa? Saking seringnya kalimat rayuan tersebut ku lontarkan saat awal bulan begini. Semua itu ku lakukan supaya nominal gaji milik Mas Yusuf juga cepat cair ke rekeningku. Hahaha. Pukul 18.30 Wib sekarang, sudah lepas maghrib, kenapa suamiku tak kunjung pulang? Galaunya diriku melebihi apapun. Makan tak enak, tidur tak nyenyak. Tiduran juga gelisah. Ngobrol sama orang tua pun jadi tak konsen. Sebelum batang hidung Mas Yusuf nampak depan mata. "Klunting....” Sebuah pesan masuk dari suamiku. Ku baca dengan rasa khawatir. (Mas malam ini ada acara sama temen-temen kantor,
Bab 20Hari ini adalah hari sabtu. Pantas saja langit begitu mendung. Semendung hati kami para menantu yang sebentar lagi bakalan berhadapan dengan Ibu mertua tercinta. Tibalah jadwal kami semua untuk datang ke rumah Ibu mertua. Malas, lemah, lesu, mules. Berbagai rasa mulai menyergap badan kami yang awalnya segar bugar ini. “Kamu kenapa, De’, kok murung amat?” tanya mas Yusuf mulai curiga. Entah kenapa kali ini ia tak peka. Jika saja isi hatiku bisa ia teropong, pastilah suamiku enggan mengajakku datang ke rumah emaknya. “Enggak papa kok, mungkin masih ngantuk.” sahutku seadanya. Tak mungkin juga jujur, takut dibilang kebanyakan alasan nanti.“Lembur nonton lagi, semalem?” tanyanya lebih serius.“Enggak, sih.” “Sarapan saja dulu, biar waras lagi.” suruhnya. “Yeeeee... emangnya Aku gila!” balasku jutek. "Hahaha jangan marah, makin cantik loh, nanti." candanya. Mulutku mencibir, tiba-tiba saja bad mood. Kamu enggak tahu kan, Mas? Aku kayak begini karena apa? Karena mau ketemu ema
MENANTU AMBURADULBab 21Pernah suatu hari, aku menanyakan kepada Mas Yusuf tentang sifat Ibunya. Watak siapakah sebenarnya yang Ibunya tiru? Mas Yusuf bilangnya, kurang begitu tahu karena waktu dia kecil Kakek dan Neneknya sudah meninggal. Dengan karakter Ibu yang begitu dingin pada anak-anak, membuatnya tidak pernah menanyakan hal semacam ini. Yang membuat heran adalah, kenapa Ibu begitu merasa care dengan anak-anaknya setelah semuanya memiliki pasangan. Padahal dulu katanya tidak begitu. Beliau cenderung cuek. Bahkan yang lebih perhatian adalah almarhum Bapak. Ungkapnya. Pernah suatu malam Mas Yusuf bertanya kepadaku. Pilih mana, antara seorang suami yang sikapnya baik sama kamu tapi mertua jahat? Atau suami yang sikapnya jahat tapi mertua baik? Terpaksa aku jawab mending suami baik meski mertua jahat. Karena diantara pilihan tersebut, pilihanku adalah yang terbaik. Sebenarnya dia pun mengakui kalau Ibunya tidak begitu baik dengan para menantu. Bahkan sikapnya sungguh membuat ana
MENANTU AMBURADULBab 22Pagi ini di rumah orang tuaku lumayan sibuk. Kami masing-masing saling mempersiapkan keperluan untuk hari ini. Mas Yusuf sibuk dengan laptop dan kerjaan dia, Papa sibuk dengan telfon dari si bos yang sedari tadi seperti sedang meneror beliau. Sementara diriku dan mama sibuk di bagian dapur. "Porsinya dua kali lipat ya, De'. Biar cukup kalau dibagi dua." Mas Yusuf berpesan. Jemarinya masih sesekali mengetik, lalu kembali berpikir. Begitulah setiap harinya, dia memang sibuk dengan komputer miliknya itu. Sesuatu yang dulu juga ku kerjakan saat masih bekerja di kantor. "Iya, Mas. Sudah hampir siap kok bahannya. Ambil saja bagian kamu jauh lebih banyak nanti, karena kami kurang begitu suka masakan semacam ini." balasku sembari menyiapkan bumbu yang sebentar lagi akan diulek oleh Mama. Mas Yusuf tidak biasanya sebelum berangkat kerja meminta dimasakkan sesuatu. Biasanya Dia suka makan semua yang kami suguhkan di rumah sesuai jadwal dan request. Alhamdulillah suam
MENANTU AMBURADULBab 23Perutku semakin hari semakin membuncit. Itu semua dikarenakan usia kehamilan kini memasuki bulan ke 8 dan masuk ke trimester ketiga kehamilan. Sebentar lagi si baby insyaAllah bakalan launching dalam waktu dekat. Segala perlengkapan bayi sudah kami persiapkan dan kami beli, meski sebagian dibelikan oleh kedua orsng tuaku. Maklum, ini cucu pertama mereka, jadi effort papa dan mama tidak diragukan lagi demi menyambut kehadiran cucu mereka yang pertama ini. Sepertinya persiapan kelahiran sudah 80-90 persen sih, tinggal beberapa pritilan-peitilan keperluan yang memang harus kami beli saat nanti mendekati persalinan. Mama dan Papa tidak pernah berhenti mengingatkanku untuk sering membaca ayat suci Alqur'an. Supaya baby nya terbiasa mendengarkan orang terdekatnya terutama sang calon ibu mengaji. Juga suara musik klasik sering kuperdengarkan karena katanya baik untuk janin. Bukan hanya itu saja, dikehamilan yang usianya tua ini, diriku juga harus lebih giat lagi untu
MENANTU AMBURADUL 161 (ENDING)Setiap manusia selalu punya pilihan untuk selalu bersikap baik kepada sesama atau justru sebaliknya.___________Takdir hidup terkadang memang mengejutkan. Apalagi dengan terjadinya pendekatan dan rencana pernikahan antara Mimi dan Raihan. Semua orang bahkan diriku sendiri juga kaget. Apalagi mereka yang baru saja tinggal satu rumah dalam hitungan hari. Mimi dulu sempat ingin diadopsi sebagai anak oleh Ibu setelah kematian Mia, tapi rencana Ibu gagal karena tidak mendapatkan persetujuan dari anak-anak lelaki Ibu, kini Ia malah akan dijadikan istri oleh Raihan. Seseorang yang pernah menjadi menantu Ibu.Herannya si Mimi juga bersedia dengan permintaan Raihan yang ingin mempersuntingnya. Entah apapun itu motifnya yang jelas doa terbaik selalu untuk mereka berdua.Jika dengan menikah dengan Raihan membuat Mimi akan bersikap lebih penyayang kepada Fajarina dan Ibu, sungguh itu ide yang bagus. Karena selama ini Ibu sudah di rawat dengan Mimi dengan sepenuh ha
MENANTU AMBURADUL 160Kulihat betapa senangnya Daffa diperhatikan oleh Mama dan Papa. Daffa juga sangat bahagia karena Mama dan Papa beberapa hari ini tinggal di rumah kami. Dua orang yang memang sejak Daffa kecil sangat dekat dengan Daffa.Dulu, si Sulungku justru malah sering kutinggalkan bersama kedua orang tuaku karena banyak hal. Itu sebabnya suatu waktu Mama pernah memarahiku karena hal tersebut. Karena kesibukanku di duniaku sendiri sehingga sering meninggalkan anakku di tempat Mama.Sering juga kutinggalkan Daffa karena ulah Ibu mertua. Atau masalah keluarga Mas Yusuf yang tak jarang menyita waktuku. Tentang almarhumah Mia, tentang Ibu, atau masalah lainnya.Dari sebab inilah Daffa menjadi lebih dekat dan intensitas kebersamaannya dengan Grandma dan Grandpanya sangat sering."Lagi pada asyik ngapain?" tanyaku pada Papa dan Daffa yang sedang bercengkerama di ruang Tv."Lagi jawab teka-teki silang nih Mom." jawab Daffa."Siapa yang menang?""Nggak ada yang menang, kami jawab b
MENANTU AMBURADUL 159Mas Rama, Mbak Rini, Khaity dan Mama Papa berpamitan untuk pulang. Berhubung acara buka bersama telah usai. Sebenarnya ingin tarawih berjamaah juga, tapi takutnya kemalaman.Ibu mengamankan diri di kamar, mungkin sedang menyelesaikan beberes barang-barang. Begitu juga Mimi, dia digaji untuk mengikuti kemanapun Ibu akan tinggal.Mungkin tidak lama lagi Mimi bisa bekerja dengan Ibu, karena umur dia sekarang sudah menunjukkan umur seorang wanita yang pantas untuk menikah. Kedua orang tuanya sudah sering mendesak Mimi untuk segera menikah. Tidak peduli bagaimana senangnya Mimi mencari uang.Mungkin kedua orang tua Mimi takut jika nanti Mimi menikah terlalu tua. Apalagi di kampung pasti banyak yang akan ikut berkomentar jika ada anak gadis salah satu warga yang menikah terlalu tua.Aku berpesan kepada Mimi untuk jangan lebih dulu bilang sama Ibu jika memang sudah mau resign dari pekerjaan ini. Karena tahu sendiri pasti Ibu akan merasa gelisah jika diberi tahu di awal.
MENANTU AMBURADUL 158Tidak ada yang bisa merubah watak seseorang, kecuali dirinya sendiri yang ingin merubahnya.Betapa sulitnya menuruti semua kemauan Ibu. Dari hal sepele, sampai hal yang paling berat sekalipun. Dari waktu yang bersahabat atau waktu yang sedang tidak bersahabat. Jika si Ibu sudah berkehendak, maka keinginan itu harus terwujud."Ibu jadinya puasa atau enggak, Bu?""Mana kuat Ibu puasa, Ibu kan enggak sahur Nis. Ada-ada aja kamu.""Oooh, gegara menu sahur enggak sesuai keinginan Ibu, Ibu jadi mutusin buat nggak puasa ya.""Ngomong apa sih kamu ini." Elak Ibu. Mungkin si kanjeng ratu malu mau jujur."Ibu minta menu apa buat nanti sahur. Biar bisa puasa bareng kita.""Apa ya, nanti Ibu kasih tahu deh kalau sudah dapat menu yang Ibu pingin.""Sekarang saja Bu. Nggak usah nanti-nanti. Yang mau belanja dan yang masih jualan lauk mentah siapa kalau sudah sore. Ini bentar lagi juga orang sibuk nyari takjil. Bukan sayur mayur atau lauk mentah." cerocosku mendesak Ibu agar me
MENANTU AMBURADUL 157"Marhaban ya Romadhon. Marhaban Syahrossiyam."Selamat menunaikan Ibadah puasa bagi yang menjalankan. Semoga kita semua diberikan kesehatan sehingga bisa beribadah dengan maksimal di bulan suci ini. Aamiin.____________"Nek, maafkan Rina. Nenek jangan marah." kata Rina di balik pintu kamar neneknya sambil ketok-ketok.Ibu mengunci pintu kamar beliau dari dalam, sehingga tidak ada seorangpun yang bisa masuk, termasuk Mimi."Pergi saja semua. Jangan perdulikan Nenek lagi.""Kami semua masih peduli kok sama Nenek.""Bohong. Buktinya kamu tidak mau tinggal sama Nenek. Kamu malah memilih tinggal bersama Ayahmu.""Nenek boleh ikut sama kami. Kata Ayah, kita akan tinggal bersama."Hening... tidak ada balasan dari dalam ruangan yang pastinya berantakan itu akibat ulah dari Ibu. Segala barang yang ada di dalam selalu dirusak saat Ibu marah. Itu sebabnya kami tidak banyak meletakkan barang-barang berbahan kaca yang mudah pecah. Salah satu alasannya ya karena itu. Tidak i
MENANTU AMBURADUL 156Kami masih di Supermarket langganan. Cuman beda posisi saja. Aku, Fateh, Rina, Daffa dan Mbak Karti sedang menunggu Ibu dan Mimi yang masih ada di dalam. Mas Yusuf entah menghilang kemana?Daffa awalnya membantu Neneknya mendorong troli belanjaan, tapi dia antarkan troli tersebut sampai kasir lalu pamit mencari Daddynya agar bisa membantunya membawakan belanjaan si nenek. Sudah Daffa cari kemana-mana, batang hidung Daddynya belum juga nongol, akhirnya Daffa menemukan keberadaan kami dan menunggu Mas Yusuf bersama kami di sini."Loh, kok kalian pada di sini? Ibu dimana?" tanya Mas Yusuf yang mendadak care dengan keberadaan ibunya."Helloooo kemana aja dari tadi Mas?" batinku mengomel.Entah dari mana asalnya Mas Yusuf tiba-tiba muncul begitu saja. Bilangnya sih dari toilet. Entah ngumpet atau ngapain dia sejak tadi di sana? Kami saja sudah duduk di sini sekitar 15 menit. Berarti Mas Yusuf berada di toilet hampir 45 menitan. Hahahaha mustahil sekali Mas. Alasan k
MENANTU AMBURADUL 155Suara huru-hara orang yang hendak beraktivitas mulai terdengar di luar. Sang embun mulai menampakkan diri, pertanda bahwa pagi ini masih begitu dingin. Kembali kututup pintu rumah, lalu menikmati pekerjaan pagi yang setiap hari kujalani.Mbak Karti sudah memulai pekerjaan rumah lebih dulu, ia tampak serius sedang bergelut dengan cucian dan mesin. Sementara Aku sedang menyiapkan bumbu dan bahan makanan untuk kukupas dan potong-potong.Mas Yusuf dan Fateh masih terlelap tidur. Tadi mereka asyik bercanda dari sebelum subuh, namun akhirnya keduanya tertidur kembali setelah Mas Yusuf melakukan sholat subuh.Daffa dan Fajarina juga kebetulan sedang ada di rumah. Mereka sedang menikmati liburan di rumah menjelang ramadhan dari pesantren. Tidak lama sih, sekitar satu minggu. Itupun sudah membuat mereka berdua merasa senang, karena bisa pulang ke rumah dan berkumpul bersama keluarga. Khaity juga pulang."Boleh Rina bantu, Tante?" sapa seseorang dari belakangku."Eh Rina,
MENANTU AMBURADUL 154Kudengar bel rumah berbunyi, sepertinya ada seseorang yang datang. Aku berdiri dari posisi awalku yang sedang duduk di samping Fateh untuk menitipkan sementara Fateh, kepada Mbak Karti. Dengan sedikit rasa penasaran Akupun membuka pintu depan."Assalamu'alaikum Mbak Nisa. Saya rindu sekali dengan Mbak Nisa." sapa seorang dokter perempuan cantik di hadapanku. Ia Aisyah, istri dari Ilyas.Kami saling berpelukan. Sudah lama sekali sepertinya kami tidak berjumpa."Alhamdulillah Baik. Tahu rumahku dari Mana, Syah?""Minta sama Mbak Rini. Hehehehe nggak papa kan Mbak? Maaf sudah lancang.""Nggak papa dong. Malahan seneng ada yang datang ke sini jengukin diriku.""Hehehehe Mbak Nisa bisa saja."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, rupanya Aku sedikit pangling padanya. Kini Aisyah tampak lebih subur, sepertinya benar yang dibilang oleh Fajarina, Aisyah terlihat seperti sedang berbadan dua. Wajahnya masih saja cantik, bahkan lebih cantik sekarang dengan aura keibuannya ya
MENANTU AMBURADUL 153Sudah sekitar 45 menit kami menunggu mobil yang dinaiki oleh Ibu singgah di sini. Kami semua seperti orang hilang di sebuah Pom Bensin ini. Bukan seperti lagi, kami ibarat keluarga yang terdampar tanpa kepastian.Ibu tak kunjung ada kabar. Selain cemas, kami juga sempat berfikiran buruk tentang mereka bertiga yang kebetulan di supiri oleh orang sewaan yang kurang begitu kami kenal. Takutnya mereka bertiga kenapa-napa. Misalnya diculik gitu. Tapi ribet juga sih kalau yang diculik Ibu. Bakalan susah ngerawatnya. Belum lagi pas kena omel si Ibu, bisa-bisa nyerah penculiknya. Angkat tangan beserta kaki. Hahahahaa.Selang berapa lama, Mas Yusuf dan Mas Rama akhirnya berhasil menghubungi si driver lewat sambungan telfon. Saat ditanya oleh Mas Rama kebetulan si driver baru sampai rumah lagi. Tadinya masih di jalan dan susah ambil ponsel di sakunya, makanya tidak kunjung diangkat.Ternyata Ibu melupakan sesuatu, tas beliau ketinggalan di ruang tamu lengkap beserta pons