MENANTU AMBURADULBab 22Pagi ini di rumah orang tuaku lumayan sibuk. Kami masing-masing saling mempersiapkan keperluan untuk hari ini. Mas Yusuf sibuk dengan laptop dan kerjaan dia, Papa sibuk dengan telfon dari si bos yang sedari tadi seperti sedang meneror beliau. Sementara diriku dan mama sibuk di bagian dapur. "Porsinya dua kali lipat ya, De'. Biar cukup kalau dibagi dua." Mas Yusuf berpesan. Jemarinya masih sesekali mengetik, lalu kembali berpikir. Begitulah setiap harinya, dia memang sibuk dengan komputer miliknya itu. Sesuatu yang dulu juga ku kerjakan saat masih bekerja di kantor. "Iya, Mas. Sudah hampir siap kok bahannya. Ambil saja bagian kamu jauh lebih banyak nanti, karena kami kurang begitu suka masakan semacam ini." balasku sembari menyiapkan bumbu yang sebentar lagi akan diulek oleh Mama. Mas Yusuf tidak biasanya sebelum berangkat kerja meminta dimasakkan sesuatu. Biasanya Dia suka makan semua yang kami suguhkan di rumah sesuai jadwal dan request. Alhamdulillah suam
MENANTU AMBURADULBab 23Perutku semakin hari semakin membuncit. Itu semua dikarenakan usia kehamilan kini memasuki bulan ke 8 dan masuk ke trimester ketiga kehamilan. Sebentar lagi si baby insyaAllah bakalan launching dalam waktu dekat. Segala perlengkapan bayi sudah kami persiapkan dan kami beli, meski sebagian dibelikan oleh kedua orsng tuaku. Maklum, ini cucu pertama mereka, jadi effort papa dan mama tidak diragukan lagi demi menyambut kehadiran cucu mereka yang pertama ini. Sepertinya persiapan kelahiran sudah 80-90 persen sih, tinggal beberapa pritilan-peitilan keperluan yang memang harus kami beli saat nanti mendekati persalinan. Mama dan Papa tidak pernah berhenti mengingatkanku untuk sering membaca ayat suci Alqur'an. Supaya baby nya terbiasa mendengarkan orang terdekatnya terutama sang calon ibu mengaji. Juga suara musik klasik sering kuperdengarkan karena katanya baik untuk janin. Bukan hanya itu saja, dikehamilan yang usianya tua ini, diriku juga harus lebih giat lagi untu
MENANTU AMBURADULBab 24Pukul 00.30 hari minggu dini hari, ada suara ketok-ketok berbunyi di balik pintu rumah depan milik Ibu. Bukan hanya aku, Mas Yusuf pun ikut terbangun. Tanpa pikir panjang mas Yusuf pergi ke depan untuk membukakan pintu dan melihat siapa gerangan yang datang? "Hati-hati mas, aku ikut," ujarku. "Kamu di dalam kamar saja," suruhnya. Enggak mau, mau ikut," sahutku keras kepala. Akhirnya Mas Yusuf menyerah untuk berdebat, lalu bergegas hendak membuka pintu rumah orang tuanya ini. “Siapa?” tanya mas Yusuf sebelumnya. “Mia, mas," sahut Mia dari luar. Kulihat Mas Yusuf membuka gagang pintu dengan sedikit tersulut emosi. “Kenapa datang larut malem begini?” cecarnya pada sang adik. “Iya, mas. Tadi pulang ke rumah mertua tapi enggak ada yang bukain pintu, udah pada tidur sepertinya," jelas Mia. “Ya iya lah, lagian jam berapa ini, Mia?" sungut Mas Yusuf. Aku hanya sebagai pemerhati saja. “Lagi bunting juga! Ngluyur mulu! Bentak Ibu dari dalam kamar. "Sudah, eng
Bab 25Kutatap penuh cinta, bayi lelaki kecil mungil yang belum kami beri nama ini. Lahir dengan panjang 52 cm, Berat badan 2500 gram. Padahal waktu di USG seminggu sebelum persalinan keluar hasilnya sekitar 3000 gram, tapi entah kenapa ada selisih banyak saat sudah berada di luar rahim. Kulitnya putih bersih, alhamdulillah. Yang paling penting adalah sehat tanpa kurang suatu apapun. Meskipun posturnya kecil mungil tak masalah, toh berat badan kan bisa dinaikkan seiring berjalanannya waktu. Malam pertama di Rumah Sakit, dengan ditemani malaikat kecil di sampingku tidur rupanya sukses membuatku tak dapat memejamkan mata. Entah kenapa indera penglihatanku bolak-balik ingin menatap bayi lucu ini yang kelak menjadi teman sehari-hari. Aku terjaga hingga pukul 23.30, tapi Mas Yusuf kini yang tidak bisa menahan kantuk karena sudah kelelahan seharian. Iapun kini tidur terlelap. Pasti berat jadi dia, karena banyak yang harus diurus setelah kelahiran anak pertama kami ini, itu sebabnya dia har
Bab 26Pagi-pagi sekali sekitar pukul 06.00 wib, ibu mertua sudah sampai di rumah orang tuaku bersama adik iparku yaitu Mia. Sebelum jadwalku sarapan pagi tentunya. Sungguh ini sangat kepagian menurutku. Sementara mama di dapur belum selesai sedang menyiapkan makanan untuk kami sarapan. Mas Yusuf kebetulan ikut begadang menjaga Daffa bergantian denganku semalam, jadi dia kini masih lanjut tidur setelah salat subuh. Rencananya sebentar lagi baru akan ku bangunkan untuk bersiap-siap pergi kerja. Sementara papa sepertinya sudah mandi, cuma belum siap-siap ke kantor. Seperti biasa beliau setiap pagi membaca koran ditemani minuman hangat yang tak lupa mamaku suguhkan. “Daffa, cucu nenek.... sini berjemur dulu.” Tanpa menyapa menantunya, tiba-tiba Ibu nyelonong masuk mengambil si Daffa dari bednya. Dia yang masih tidur terlelap tampak kaget saat tiba-tiba dibopong oleh neneknya. Iya, dibopong paksa menurutku. Bayangkan saja kita orang dewasa yang dibangunkan secara tiba-tiba bisa kaget da
Bab 27Ku sertakan sebuah alamat lengkap beserta rutenya supaya Mbak Lilis bisa dengan mudah menemukan kediaman kedua orang tuaku. Aku menyarankannya untuk menaiki sebuah mobil travel dibandingkan alat trasnportasi lainnya. Ya, meski nantinya akan diajak sang driver untuk berkeliling mengantarkan satu persatu alamat penumpang sesuai urutan terdekat dan paling jauh, sepertinya hanya alat transportasi tersebut yang bisa mengantarkan penumpangnya sampai di depan rumah. Dan setelah melalui perjalanan panjang dari desa, Mbak Lilis pun akhirnya sampai di depan rumah mama dan papa pagi-pagi sekali. Aku sigap membukakan pintu setelah Mbak Lilis memberitahukanku sudah berada di teras rumah. Kebetulan pintu gerbang sudah terbuka selepas subuh begini, karena Mas Yusuf dan papa biasanya salat berjamaah di mushola yang dekat dengan rumah. "Mbak Lilis..." panggilku. "Eh, Neng Nisa," sahutnya. Kami berdua saling memeluk satu sama lain, aku mencoba menenangkan dirinya dengan diselimuti rasa haru,
Bab 28Hari ini ada jadwal kontrol dengan dokter spesialis obgyn dan dokter spesialis anak. Aku dan Daffa harus pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisi kesehatan kami berdua. Kali ini kami diantar oleh papa, karena Mas Yusuf kebetulan sedang ada janji dengan klien. “Luka jahitnya bagus ya, Mom, tidak ada tanda-tanda adanya infeksi. Jangan lupa makan makanan yang bergizi ya, sayur, buah, daging, ikan, swmua boleh konsumsi. Tidak ada makanan pantangan kecuali makanan yang membuat tubuh Ibu mengalami alergi.” pesan Dokter Sesil. Dokter kesayanganku. "Iya, Dok. Beruntung saya punya orang tua yang selalu mendukung kebaikan untuk saya dan cucunya. Tidak seperti orang tua yang menjunjung tinggi kebiasaan di jamannya dahulu." "Alkhamdulillah, itu artinya ada dukungan dari pihak keluarga Mbak Nisa untuk tetap menjaga pola makan empat sehat lima sempurna. Semoga lekas pulih ya lukanya. Juga semoga sehat selalu ibu dan bayinya. Bayi yang sudah diharapkan sejak lama." "Terharu saya, D
Bab 29Pagi ini langit tampak gelap. Awan tebal hitam terlihat rata menyelimuti di langit, sepertinya pertanda hujan lebat akan segera turun. Daffa hanya jalan-jalan pagi memakai stroller, tidak berjemur matahari karena cuaca mendung. Aku mendorongnya dengan hati-hati. Tahu sendiri bukan sedikit saja dia kena lecet, harga diriku taruhannya. Bukan hanya diomeli papa, mama ataupun ayahnya Daffa, melainkan mertua beserta anak-anaknya juga bakalan gencar menyalahkanku sebagai menantu yang lalai, abai, dan ai ai lainnya, yang penting bukan jablai. Hahaha. Kali ini rasa nyeri bekas luka operasiku sudah banyak berkurang. Akupun mulai beraktivitas seperti biasa. Hanya belum boleh mengerjakan pekerjaan yang berat sama mama, alias pekerjaan dengan beban angkat yang over. Takut ngefek ke luka jahitan dan menyebabkan sesuatu yang fatal. “Daffa sayang.... Nenek datang,” Terdengar sumber suara dari belakang kami berdua berada. Ternyata Ibu datang berkunjung, setelah beberapa hari tidak memuncul
MENANTU AMBURADUL 161 (ENDING)Setiap manusia selalu punya pilihan untuk selalu bersikap baik kepada sesama atau justru sebaliknya.___________Takdir hidup terkadang memang mengejutkan. Apalagi dengan terjadinya pendekatan dan rencana pernikahan antara Mimi dan Raihan. Semua orang bahkan diriku sendiri juga kaget. Apalagi mereka yang baru saja tinggal satu rumah dalam hitungan hari. Mimi dulu sempat ingin diadopsi sebagai anak oleh Ibu setelah kematian Mia, tapi rencana Ibu gagal karena tidak mendapatkan persetujuan dari anak-anak lelaki Ibu, kini Ia malah akan dijadikan istri oleh Raihan. Seseorang yang pernah menjadi menantu Ibu.Herannya si Mimi juga bersedia dengan permintaan Raihan yang ingin mempersuntingnya. Entah apapun itu motifnya yang jelas doa terbaik selalu untuk mereka berdua.Jika dengan menikah dengan Raihan membuat Mimi akan bersikap lebih penyayang kepada Fajarina dan Ibu, sungguh itu ide yang bagus. Karena selama ini Ibu sudah di rawat dengan Mimi dengan sepenuh ha
MENANTU AMBURADUL 160Kulihat betapa senangnya Daffa diperhatikan oleh Mama dan Papa. Daffa juga sangat bahagia karena Mama dan Papa beberapa hari ini tinggal di rumah kami. Dua orang yang memang sejak Daffa kecil sangat dekat dengan Daffa.Dulu, si Sulungku justru malah sering kutinggalkan bersama kedua orang tuaku karena banyak hal. Itu sebabnya suatu waktu Mama pernah memarahiku karena hal tersebut. Karena kesibukanku di duniaku sendiri sehingga sering meninggalkan anakku di tempat Mama.Sering juga kutinggalkan Daffa karena ulah Ibu mertua. Atau masalah keluarga Mas Yusuf yang tak jarang menyita waktuku. Tentang almarhumah Mia, tentang Ibu, atau masalah lainnya.Dari sebab inilah Daffa menjadi lebih dekat dan intensitas kebersamaannya dengan Grandma dan Grandpanya sangat sering."Lagi pada asyik ngapain?" tanyaku pada Papa dan Daffa yang sedang bercengkerama di ruang Tv."Lagi jawab teka-teki silang nih Mom." jawab Daffa."Siapa yang menang?""Nggak ada yang menang, kami jawab b
MENANTU AMBURADUL 159Mas Rama, Mbak Rini, Khaity dan Mama Papa berpamitan untuk pulang. Berhubung acara buka bersama telah usai. Sebenarnya ingin tarawih berjamaah juga, tapi takutnya kemalaman.Ibu mengamankan diri di kamar, mungkin sedang menyelesaikan beberes barang-barang. Begitu juga Mimi, dia digaji untuk mengikuti kemanapun Ibu akan tinggal.Mungkin tidak lama lagi Mimi bisa bekerja dengan Ibu, karena umur dia sekarang sudah menunjukkan umur seorang wanita yang pantas untuk menikah. Kedua orang tuanya sudah sering mendesak Mimi untuk segera menikah. Tidak peduli bagaimana senangnya Mimi mencari uang.Mungkin kedua orang tua Mimi takut jika nanti Mimi menikah terlalu tua. Apalagi di kampung pasti banyak yang akan ikut berkomentar jika ada anak gadis salah satu warga yang menikah terlalu tua.Aku berpesan kepada Mimi untuk jangan lebih dulu bilang sama Ibu jika memang sudah mau resign dari pekerjaan ini. Karena tahu sendiri pasti Ibu akan merasa gelisah jika diberi tahu di awal.
MENANTU AMBURADUL 158Tidak ada yang bisa merubah watak seseorang, kecuali dirinya sendiri yang ingin merubahnya.Betapa sulitnya menuruti semua kemauan Ibu. Dari hal sepele, sampai hal yang paling berat sekalipun. Dari waktu yang bersahabat atau waktu yang sedang tidak bersahabat. Jika si Ibu sudah berkehendak, maka keinginan itu harus terwujud."Ibu jadinya puasa atau enggak, Bu?""Mana kuat Ibu puasa, Ibu kan enggak sahur Nis. Ada-ada aja kamu.""Oooh, gegara menu sahur enggak sesuai keinginan Ibu, Ibu jadi mutusin buat nggak puasa ya.""Ngomong apa sih kamu ini." Elak Ibu. Mungkin si kanjeng ratu malu mau jujur."Ibu minta menu apa buat nanti sahur. Biar bisa puasa bareng kita.""Apa ya, nanti Ibu kasih tahu deh kalau sudah dapat menu yang Ibu pingin.""Sekarang saja Bu. Nggak usah nanti-nanti. Yang mau belanja dan yang masih jualan lauk mentah siapa kalau sudah sore. Ini bentar lagi juga orang sibuk nyari takjil. Bukan sayur mayur atau lauk mentah." cerocosku mendesak Ibu agar me
MENANTU AMBURADUL 157"Marhaban ya Romadhon. Marhaban Syahrossiyam."Selamat menunaikan Ibadah puasa bagi yang menjalankan. Semoga kita semua diberikan kesehatan sehingga bisa beribadah dengan maksimal di bulan suci ini. Aamiin.____________"Nek, maafkan Rina. Nenek jangan marah." kata Rina di balik pintu kamar neneknya sambil ketok-ketok.Ibu mengunci pintu kamar beliau dari dalam, sehingga tidak ada seorangpun yang bisa masuk, termasuk Mimi."Pergi saja semua. Jangan perdulikan Nenek lagi.""Kami semua masih peduli kok sama Nenek.""Bohong. Buktinya kamu tidak mau tinggal sama Nenek. Kamu malah memilih tinggal bersama Ayahmu.""Nenek boleh ikut sama kami. Kata Ayah, kita akan tinggal bersama."Hening... tidak ada balasan dari dalam ruangan yang pastinya berantakan itu akibat ulah dari Ibu. Segala barang yang ada di dalam selalu dirusak saat Ibu marah. Itu sebabnya kami tidak banyak meletakkan barang-barang berbahan kaca yang mudah pecah. Salah satu alasannya ya karena itu. Tidak i
MENANTU AMBURADUL 156Kami masih di Supermarket langganan. Cuman beda posisi saja. Aku, Fateh, Rina, Daffa dan Mbak Karti sedang menunggu Ibu dan Mimi yang masih ada di dalam. Mas Yusuf entah menghilang kemana?Daffa awalnya membantu Neneknya mendorong troli belanjaan, tapi dia antarkan troli tersebut sampai kasir lalu pamit mencari Daddynya agar bisa membantunya membawakan belanjaan si nenek. Sudah Daffa cari kemana-mana, batang hidung Daddynya belum juga nongol, akhirnya Daffa menemukan keberadaan kami dan menunggu Mas Yusuf bersama kami di sini."Loh, kok kalian pada di sini? Ibu dimana?" tanya Mas Yusuf yang mendadak care dengan keberadaan ibunya."Helloooo kemana aja dari tadi Mas?" batinku mengomel.Entah dari mana asalnya Mas Yusuf tiba-tiba muncul begitu saja. Bilangnya sih dari toilet. Entah ngumpet atau ngapain dia sejak tadi di sana? Kami saja sudah duduk di sini sekitar 15 menit. Berarti Mas Yusuf berada di toilet hampir 45 menitan. Hahahaha mustahil sekali Mas. Alasan k
MENANTU AMBURADUL 155Suara huru-hara orang yang hendak beraktivitas mulai terdengar di luar. Sang embun mulai menampakkan diri, pertanda bahwa pagi ini masih begitu dingin. Kembali kututup pintu rumah, lalu menikmati pekerjaan pagi yang setiap hari kujalani.Mbak Karti sudah memulai pekerjaan rumah lebih dulu, ia tampak serius sedang bergelut dengan cucian dan mesin. Sementara Aku sedang menyiapkan bumbu dan bahan makanan untuk kukupas dan potong-potong.Mas Yusuf dan Fateh masih terlelap tidur. Tadi mereka asyik bercanda dari sebelum subuh, namun akhirnya keduanya tertidur kembali setelah Mas Yusuf melakukan sholat subuh.Daffa dan Fajarina juga kebetulan sedang ada di rumah. Mereka sedang menikmati liburan di rumah menjelang ramadhan dari pesantren. Tidak lama sih, sekitar satu minggu. Itupun sudah membuat mereka berdua merasa senang, karena bisa pulang ke rumah dan berkumpul bersama keluarga. Khaity juga pulang."Boleh Rina bantu, Tante?" sapa seseorang dari belakangku."Eh Rina,
MENANTU AMBURADUL 154Kudengar bel rumah berbunyi, sepertinya ada seseorang yang datang. Aku berdiri dari posisi awalku yang sedang duduk di samping Fateh untuk menitipkan sementara Fateh, kepada Mbak Karti. Dengan sedikit rasa penasaran Akupun membuka pintu depan."Assalamu'alaikum Mbak Nisa. Saya rindu sekali dengan Mbak Nisa." sapa seorang dokter perempuan cantik di hadapanku. Ia Aisyah, istri dari Ilyas.Kami saling berpelukan. Sudah lama sekali sepertinya kami tidak berjumpa."Alhamdulillah Baik. Tahu rumahku dari Mana, Syah?""Minta sama Mbak Rini. Hehehehe nggak papa kan Mbak? Maaf sudah lancang.""Nggak papa dong. Malahan seneng ada yang datang ke sini jengukin diriku.""Hehehehe Mbak Nisa bisa saja."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, rupanya Aku sedikit pangling padanya. Kini Aisyah tampak lebih subur, sepertinya benar yang dibilang oleh Fajarina, Aisyah terlihat seperti sedang berbadan dua. Wajahnya masih saja cantik, bahkan lebih cantik sekarang dengan aura keibuannya ya
MENANTU AMBURADUL 153Sudah sekitar 45 menit kami menunggu mobil yang dinaiki oleh Ibu singgah di sini. Kami semua seperti orang hilang di sebuah Pom Bensin ini. Bukan seperti lagi, kami ibarat keluarga yang terdampar tanpa kepastian.Ibu tak kunjung ada kabar. Selain cemas, kami juga sempat berfikiran buruk tentang mereka bertiga yang kebetulan di supiri oleh orang sewaan yang kurang begitu kami kenal. Takutnya mereka bertiga kenapa-napa. Misalnya diculik gitu. Tapi ribet juga sih kalau yang diculik Ibu. Bakalan susah ngerawatnya. Belum lagi pas kena omel si Ibu, bisa-bisa nyerah penculiknya. Angkat tangan beserta kaki. Hahahahaa.Selang berapa lama, Mas Yusuf dan Mas Rama akhirnya berhasil menghubungi si driver lewat sambungan telfon. Saat ditanya oleh Mas Rama kebetulan si driver baru sampai rumah lagi. Tadinya masih di jalan dan susah ambil ponsel di sakunya, makanya tidak kunjung diangkat.Ternyata Ibu melupakan sesuatu, tas beliau ketinggalan di ruang tamu lengkap beserta pons