MENANTU AMBURADULBab 18Mbak Rini dan Mas Rama rencananya hari ini akan menggelar acara tedak siten untuk anaknya, yaitu Khaity Ardiansyah. Seorang bayi yang namanya pernah menjadi perdebatan sengit antara kedua neneknya, yaitu Ibu mertua dan ibunya Mas Rini. Tedak Siten merupakan sebuah acara dari adat suku jawa yang biasa juga disebut turun tanah. Acara ini umumnya diadakan untuk bayi yang berusia sekitar 6 bulan sampai 7 bulan, bisa juga kurang atau lebih. Aku dan mama datang antusias untuk datang ke acara tersebut. Iseng kubawa bingkisan untuk khaity sebagai hadiah dan doa, semoga Ia lekas bisa berjalan, dan bahkan berlari. Seperti tema dari acara ini dilaksanakan, yaitu segala hal yang berhubungan dengan tanah tempat di mana langkah kaki kami berpijak. “Hai khaity, ini dari eyang dan aunty ya, sayang.” “Makasih aunty...” jawab emaknya Khaity."Iya, sama-sama." Tak terasa kini usia gadis bayi itu sudah bertambah bulan. Bayi yang hampir saja kehilangan nyawa mamanya saat dia m
Bab 19Langit tampak cerah sore ini, padahal biasanya mendung. Apakah ada hubungannya dengan cerahnya hatiku? Yaaa, hari ini bertepatan tanggal 1. Biasanya jam segini gaji Mas Yusuf sudah masuk ke dalam rekening. Mas Yusuf yang kucintai sepanjang hari, yang kusayangi sepenuh hati dan jiwa ini, yang ketampanannya tak pudar-pudar saat dompetnya tebal, yang... Apalagi ya? Aku bingung kali ini musti ngegombal pakai kalimat apa? Saking seringnya kalimat rayuan tersebut ku lontarkan saat awal bulan begini. Semua itu ku lakukan supaya nominal gaji milik Mas Yusuf juga cepat cair ke rekeningku. Hahaha. Pukul 18.30 Wib sekarang, sudah lepas maghrib, kenapa suamiku tak kunjung pulang? Galaunya diriku melebihi apapun. Makan tak enak, tidur tak nyenyak. Tiduran juga gelisah. Ngobrol sama orang tua pun jadi tak konsen. Sebelum batang hidung Mas Yusuf nampak depan mata. "Klunting....” Sebuah pesan masuk dari suamiku. Ku baca dengan rasa khawatir. (Mas malam ini ada acara sama temen-temen kantor,
Bab 20Hari ini adalah hari sabtu. Pantas saja langit begitu mendung. Semendung hati kami para menantu yang sebentar lagi bakalan berhadapan dengan Ibu mertua tercinta. Tibalah jadwal kami semua untuk datang ke rumah Ibu mertua. Malas, lemah, lesu, mules. Berbagai rasa mulai menyergap badan kami yang awalnya segar bugar ini. “Kamu kenapa, De’, kok murung amat?” tanya mas Yusuf mulai curiga. Entah kenapa kali ini ia tak peka. Jika saja isi hatiku bisa ia teropong, pastilah suamiku enggan mengajakku datang ke rumah emaknya. “Enggak papa kok, mungkin masih ngantuk.” sahutku seadanya. Tak mungkin juga jujur, takut dibilang kebanyakan alasan nanti.“Lembur nonton lagi, semalem?” tanyanya lebih serius.“Enggak, sih.” “Sarapan saja dulu, biar waras lagi.” suruhnya. “Yeeeee... emangnya Aku gila!” balasku jutek. "Hahaha jangan marah, makin cantik loh, nanti." candanya. Mulutku mencibir, tiba-tiba saja bad mood. Kamu enggak tahu kan, Mas? Aku kayak begini karena apa? Karena mau ketemu ema
MENANTU AMBURADULBab 21Pernah suatu hari, aku menanyakan kepada Mas Yusuf tentang sifat Ibunya. Watak siapakah sebenarnya yang Ibunya tiru? Mas Yusuf bilangnya, kurang begitu tahu karena waktu dia kecil Kakek dan Neneknya sudah meninggal. Dengan karakter Ibu yang begitu dingin pada anak-anak, membuatnya tidak pernah menanyakan hal semacam ini. Yang membuat heran adalah, kenapa Ibu begitu merasa care dengan anak-anaknya setelah semuanya memiliki pasangan. Padahal dulu katanya tidak begitu. Beliau cenderung cuek. Bahkan yang lebih perhatian adalah almarhum Bapak. Ungkapnya. Pernah suatu malam Mas Yusuf bertanya kepadaku. Pilih mana, antara seorang suami yang sikapnya baik sama kamu tapi mertua jahat? Atau suami yang sikapnya jahat tapi mertua baik? Terpaksa aku jawab mending suami baik meski mertua jahat. Karena diantara pilihan tersebut, pilihanku adalah yang terbaik. Sebenarnya dia pun mengakui kalau Ibunya tidak begitu baik dengan para menantu. Bahkan sikapnya sungguh membuat ana
MENANTU AMBURADULBab 22Pagi ini di rumah orang tuaku lumayan sibuk. Kami masing-masing saling mempersiapkan keperluan untuk hari ini. Mas Yusuf sibuk dengan laptop dan kerjaan dia, Papa sibuk dengan telfon dari si bos yang sedari tadi seperti sedang meneror beliau. Sementara diriku dan mama sibuk di bagian dapur. "Porsinya dua kali lipat ya, De'. Biar cukup kalau dibagi dua." Mas Yusuf berpesan. Jemarinya masih sesekali mengetik, lalu kembali berpikir. Begitulah setiap harinya, dia memang sibuk dengan komputer miliknya itu. Sesuatu yang dulu juga ku kerjakan saat masih bekerja di kantor. "Iya, Mas. Sudah hampir siap kok bahannya. Ambil saja bagian kamu jauh lebih banyak nanti, karena kami kurang begitu suka masakan semacam ini." balasku sembari menyiapkan bumbu yang sebentar lagi akan diulek oleh Mama. Mas Yusuf tidak biasanya sebelum berangkat kerja meminta dimasakkan sesuatu. Biasanya Dia suka makan semua yang kami suguhkan di rumah sesuai jadwal dan request. Alhamdulillah suam
MENANTU AMBURADULBab 23Perutku semakin hari semakin membuncit. Itu semua dikarenakan usia kehamilan kini memasuki bulan ke 8 dan masuk ke trimester ketiga kehamilan. Sebentar lagi si baby insyaAllah bakalan launching dalam waktu dekat. Segala perlengkapan bayi sudah kami persiapkan dan kami beli, meski sebagian dibelikan oleh kedua orsng tuaku. Maklum, ini cucu pertama mereka, jadi effort papa dan mama tidak diragukan lagi demi menyambut kehadiran cucu mereka yang pertama ini. Sepertinya persiapan kelahiran sudah 80-90 persen sih, tinggal beberapa pritilan-peitilan keperluan yang memang harus kami beli saat nanti mendekati persalinan. Mama dan Papa tidak pernah berhenti mengingatkanku untuk sering membaca ayat suci Alqur'an. Supaya baby nya terbiasa mendengarkan orang terdekatnya terutama sang calon ibu mengaji. Juga suara musik klasik sering kuperdengarkan karena katanya baik untuk janin. Bukan hanya itu saja, dikehamilan yang usianya tua ini, diriku juga harus lebih giat lagi untu
MENANTU AMBURADULBab 24Pukul 00.30 hari minggu dini hari, ada suara ketok-ketok berbunyi di balik pintu rumah depan milik Ibu. Bukan hanya aku, Mas Yusuf pun ikut terbangun. Tanpa pikir panjang mas Yusuf pergi ke depan untuk membukakan pintu dan melihat siapa gerangan yang datang? "Hati-hati mas, aku ikut," ujarku. "Kamu di dalam kamar saja," suruhnya. Enggak mau, mau ikut," sahutku keras kepala. Akhirnya Mas Yusuf menyerah untuk berdebat, lalu bergegas hendak membuka pintu rumah orang tuanya ini. “Siapa?” tanya mas Yusuf sebelumnya. “Mia, mas," sahut Mia dari luar. Kulihat Mas Yusuf membuka gagang pintu dengan sedikit tersulut emosi. “Kenapa datang larut malem begini?” cecarnya pada sang adik. “Iya, mas. Tadi pulang ke rumah mertua tapi enggak ada yang bukain pintu, udah pada tidur sepertinya," jelas Mia. “Ya iya lah, lagian jam berapa ini, Mia?" sungut Mas Yusuf. Aku hanya sebagai pemerhati saja. “Lagi bunting juga! Ngluyur mulu! Bentak Ibu dari dalam kamar. "Sudah, eng
Bab 25Kutatap penuh cinta, bayi lelaki kecil mungil yang belum kami beri nama ini. Lahir dengan panjang 52 cm, Berat badan 2500 gram. Padahal waktu di USG seminggu sebelum persalinan keluar hasilnya sekitar 3000 gram, tapi entah kenapa ada selisih banyak saat sudah berada di luar rahim. Kulitnya putih bersih, alhamdulillah. Yang paling penting adalah sehat tanpa kurang suatu apapun. Meskipun posturnya kecil mungil tak masalah, toh berat badan kan bisa dinaikkan seiring berjalanannya waktu. Malam pertama di Rumah Sakit, dengan ditemani malaikat kecil di sampingku tidur rupanya sukses membuatku tak dapat memejamkan mata. Entah kenapa indera penglihatanku bolak-balik ingin menatap bayi lucu ini yang kelak menjadi teman sehari-hari. Aku terjaga hingga pukul 23.30, tapi Mas Yusuf kini yang tidak bisa menahan kantuk karena sudah kelelahan seharian. Iapun kini tidur terlelap. Pasti berat jadi dia, karena banyak yang harus diurus setelah kelahiran anak pertama kami ini, itu sebabnya dia har