MENANTU AMBURADUL Bab 44Sore ini kami masih berkumpul bersama keluarga. Hari ini tidak ada acara masak-memasak. Semua makanan pesan dari luar, karena Aku tahu bahwa keadaan sedang genting. Menatap wajah Raihan dan Mia sebenarnya membuatku terenyuh, tidak tega. Entah kenapa kini mereka kembali berulah? Setelah sebelumnya juga sudah pernah melakukan hal besar yang cukup membuat kami sekeluarga tercengang. Mas Yusuf belum sempat menceritakan kejadian kemarin saat bertemu dengan orang bank kepada yang tertua di keluarga ini. Kini tiba saatnya dia harus mengungkap kebenaran apa yang sebenarnya sedang terjadi. “Sini, semua kumpul, ada yang harus dibicarakan bersama.” ajak Mas Rama. Kami semua akhirnya mendekat satu sama lain di ruang tengah, ruang untuk santai dan nonton TV. “Ibu mau kemana?” tanya Mas Yusuf saat melihat Ibu hendak beranjak pergi.“Mau ke kamar mandi.” sahut Ibu. “Ya sudah silakan, kami tunggu.” Mas Rama menimpali. Kali ini Ibu sangatlah lama di kamar mandi. Sudah h
MENANTU AMBURADUL Bab 45Pagi ini kegiatanku tidak terlalu sibuk, kebetulan cucian hanya sedikit dan sudah selesai ku jemur. Masak juga sudah rampung aku kerjakan dan sudah tersaji beberapa menu di meja makan. Tinggal menyediakan segelas susu hangat saja untuk Mas Yusuf. Kami berdua begadang semalaman, jadi masih lumayan agak lesu pagi pagi begini. “Ting... tong” Suara bel depan berbunyi. Kubuka pintu dengan semangat. Siapa tahu orang tersayang datang menjenguk, orang tuaku misalnya. Kedatangan mereka adalah anugerah bagiku yang terlalu sering kesepian ini sekarang. Tapi tak masalah karena dengan begini aku jadi belajar menjadi seorang istri dan seorang ibu yang mandiri. “Ehhh Papa, tumben banget pagi-pagi kesini?” sapaku kepada lelaki tinggi nan tampan yang berdiri di hadapanku ini. Sudah lama memang kami bertiga tidak nongol ke rumah Papa dan Mama, saking sibuknya ngurusin persoalan keluarga Mas Yusuf. Mungkin mereka berdua rindu. “Iya, Papa kangen sama Daffa,” jawab Papa. “Ma
MENANTU AMBURADUL Bab 46"Nisa? Denger-denger si nenek lampir tinggal di rumah kamu sekarang?” tanya Mama lewat sambungan telfon. “Nenek lampir siapa sih, Ma?” tanyaku balik.“Mertuamulah. Siapa lagi? Mama dengar dari Papa katanya dia tinggal serumah sama kamu sekarang? Apa bener?” seru Mama penasaran.Ini sih bukan mau memastikan lagi, karena Papa pasti sudah mengungkap semuanya sama istri tercintanya itu. Lebih tepatnya adalah Mama sedang memvalidasi tentang bagaimana si Ratu Kalajengking ini bisa berada dalam satu atap bersama kami?“Hehehehe Oooh Ibu, iya, Ma. Mertuaku tinggal di sini," ungkapku jujur. Please Mama jangan kenceng-kenceng manggil lampirnya, nanti kedengeran Ibu malah makin runyam acaranya.Aku ngebatin. “Kenapa kamu enggak cerita sama Mama sih, Nis? Mama kan bisa jaga kamu dan Daffa di situ setiap harinya, dari pada nganggur di rumah? Mama bisa melindungi kalian dari manusia beracun seperti mertuamu itu!” sahut mama kecewa. “Iiih enggak perlu Mama, Nisa bisa ja
MENANTU AMBURADUL Bab 47Rasanya cepat sekali sudah pagi, setelah hampir semalaman aku begadang karena tidak bisa tidur. Aku membangunkan Mas Yusuf untuk siap-siap berangkat bekerja, karena waktu sudah menunjukkan pukul 06.15 menit. Daffa sudah selesai ku mandikan dan ku suapi. Aku juga sudah mandi, hari ini tidak ada jadwal mencuci baju karena pakaian kotor kami baru sedikit. Ibu terlihat mondar-mandir sejak tadi. Sepertinya sedang menunggu anak lelakinya bangun. Mungkin sudah disediakan makanan spesial untuk sarapannya? Rupanya kini diriku sudah mulai terbiasa, melihat pemandangan mertua yang setiap hari menyiapkan makanan dan melayani suamiku makan. Mungkin inu cara Allah untuk lebih meringankan tugasku saat ini, meski bentuk cibiran juga sering ku dengar sekarang. Aku dan Daffa keluar rumah untuk berjemur sinar matahari. Sekalian sambil jalan-jalan pagi dan bertatap muka dengan para tetangga yang sedang jogging atau menjemur bayinya. Sekaligus menghilangkan suntuk karena setiap
MENANTU AMBURADUL Bab 48Aku membuka sedikit bagian pintu depan, tidak begitu lebar sih, karena ini masih pagi banget. Niatnya agar udara pagi yang fresh bisa masuk ke dalam rumah, menggantikan segerombolan hawa di dalam tiap sudut ruang di rumah ini yang sudah beradu selama semalaman. Langit masih terlihat agak gelap. Embun pun berlomba menampakkan diri. Suara langkah kaki orang sekitar komplek yang lalu-lalang pulang setelah salat berjamaah subuh di Mushola terdengar samar. Di perumahan ini memang ada satu Mushola yang lumayan dekat dengan rumahku. Tempat di mana Mas Yusuf setiap kali ada waktu luang di rumaj, menyempatkan diri untuk pergi berjamaah ke sana. Kini aku juga sedang menunggu sang pujaan hati yang belum kunjung pulang dari tempat ibadah tersebut. Tak begitu lama, akhirnya nongol juga batang hidung Mas Yusuf di hadapanku. “Mas,” “Iya, De’, ngapain kamu nunggu di sini?” ucapnya penasaran.“Nungguin Mas, lah.”“Tumben. Ayo masuk kamar, di sini dingin!” ajak Mas Yusuf.
MENANTU AMBURADUL Bab 49Temanku Dinda dan Sinta mampir ke rumah. Kebetulan mereka ada acara di dekat kediamanku dan keduanya mampir katanya rindu denganku. Alia tidak bisa ikut karena hari ini dia sedang ada acara 3 bulanan di rumahnya. Harusnya kami datang ke tempat Alia? Bukan malah berkumpul di rumahku. “Sudah lama ya, kita enggak ke rumah kamu, Nis.” Dinda mulai mengawali obrolan.“Hehehe iya nih. Kalian sok sibuk sih, temennya dilupain,” sindirku. “Bukannya lupa, tapi kami susah cari waktu libur yang bareng soalnya, kadang jadwal kita bertolak-belakang. Jadinya ya, begitu deh,” ungkap Sinta. Padahal sebenarnya aku sudah paham kalau itu masalahnya. Cuma ingin memperjelas saja. Hehehe. “Iya... iya, percaya.” “Eh Nis, emak mertua kamu tinggal di sini?” tanya Sinta penasaran. “Soalnya tadi yang bukain pintu sepertinya bukan Mama, tapi emak mertua lu?” Dinda nimbrung. “Iyaaaa... tinggal di sini beliau. Sudah lumayan lama sih?” jawabku. “Idiiihh seram amat tinggal sama mertua?
MENANTU AMBURADUL Bab 50Hari ini jadwal kontrol Rina ke rumah sakit tempat dia pernah dirawat. Mia kebetulan baru beberapa hari masuk kerja, jadi tidak bisa izin untuk menemani anaknya pergi ke dokter. Akupun tak mungkin bisa membawanya dan meninggalkan Daffa sendirian selama berjam-jam, tahu sendiri bukan kalau jadwal dokter bisa maju mundur. Bisa lebih awal dan bisa juga molor panjang. Mama sedang tidak enak badan soalnya, tak mungkin aku menitipkan Daffa di sana. Dititipkan Ibu juga tidak mungkin, Ibu saja kurang dekat dengan Daffa. Ngemong anakku saja jarang banget, kecuali pas ada Mas Yusuf, jiwa aktingnya langsung menggebu. Saat kami hanya bertiga saja di rumah dengan Daffa, boro-boro mau ajak main bareng, ngelirik saja enggak. Justru ibu mertua sibuk di dunia sendiri lebih tepatnya. “Jadi siapa yang bawa periksa si Rina hari ini, Nis?” tanya Ibu saat Aku sedang membuatkan makanan Daffa pagi ini. “Raihan paling, Bu. Nisa juga enggak begitu paham.” “Ibu juga lagi pusing seka
MENANTU AMBURADUL Bab 51Sudah pukul 23.30 bukannya istirahat lalu tidur, malam ini pikiranku malah bercabang kemana-mana. Memikirkan Mama yang sedang sakit, juga memikirkan adik ipar dan Ibu mertua. Seharusnya bukan Aku, tapi Mas Yusuf atau Mas Rama yang harusnya mengetahui ini semua. Mas Yusuf sudah terlelap sejak tadi, mungkin dia kelelahan setelah seharian tadi bekerja. Daffa juga tidur nyenyak sekali. Sesekali terbangun hanya untuk meminta minum. Aku masih sibuk menyentuh layar handphone, kuletakkan lagi, kuambil lagi. Begitu saja terus selama berjam-jam. Kepalaku pusing sekali, rasanya letih dan ingin tidur, tapi mata masih enggan untuk terpejam. Begini rasanya jika mata dan tubuh tidak sinkron. Ibaratnya kayak anak remaja yang sedang mulai jatuh cinta. Setiap malam terngiang-ngiang wajah sang pujaan hati sampai tak bisa tidur. Ini Aku malah terngiang-ngiang wajah salah satu emak-emak yang judes dan ngeselin. Apakah mungkin benar, antara benci dan cinta itu tidak ada bedanya?