Sudah tiga hari wanita malang yang tengah hamil itu, dirawat di Rumah Sakit. Sampai sekarang tidak ada seorangpun dari keluarga Anton, termasuk Anton sendiri yang menjenguknya.
Ratna, wanita paruh baya itu selalu menitikkan air mata saat melihat putri semata wayangnya. Meskipun Sarah Al-ghina selalu berusaha tegar, tapi tetap saja ia belum bisa menyembunyikan kepedihan hatinya dengan sempurna.Tok... Tok... Tok... Pintu ruang rawat Sarah di ketuk."Silahkan, masuk." Sahut Ratna sembari menghapus cepat sisa air mata di pipinya."Maaf, Bu, Saya mau mengantarkan sarapan" ucap seorang wanita yang berprofesi sebagai petugas pengantar makanan, sambil meletakkan makanan tepat di atas nakas samping ranjang Sarah."Terima kasih, Dek" jawab Ratna dengan suara sedikit parau.Wanita petugas pengantar makanan itu mengangguk cepat sambil tersenyum, dan beringsut pergi melanjutkan tugasnya ke ruang-ruang lainnya. Sedang Sarah, masih tertidur dengan pulas, sebab semalaman ia menangis dalam tidurnya. Hingga dada Sarah kembang kempis menahan sesak yang teramat sangat.Malam tadi, wanita hamil itu menutup erat mulutnya dengan tangan kanan, sedang tangan kiri mencengkeram kuat dadanya yang sesak tak tertahan. Matanya menatap ke langit-langit dengan pandangan yang begitu memilukan. Ia tak ingin kedua orang tuanya mendengar isak tangisnya juga mengetshui apa sebenarnya yang telah terjadi pada dirinya.Meski kelopak matanya tertutup, sangat jelas matanya sembab sebab tangis semalam suntuk."Apa sebenarnya yang terjadi padamu, Nduk?" Lirih Ratna berucap mengelus rambut putri semata wayangnya itu."Hmmm ... Ibu, Sarah kesiangan Bu" ucapnya dengan suara parau."Iya, Nduk. Kamu sarapan dulu ya, ini makanannya sudah datang" ucap Ratna duduk di tepi ranjang sambil memegang sarapan untuk Sarah.Sarah menganggukkan kepalanya, wanita itu sudah berubah, ia sudah tidak seperti Sarah yang dulu, yang terlihat selalu riang. Pancaran raut wajahnya kini bermuram durja. Seperti memiliki kekhawatiran yang mendalam.Sudah berulang kali Ratna bertanya padanya, tentang apa sebenarnya yang terjadi. Namun, Sarah selalu bungkam. Tidak pernah sekalipun ia menjawab pertanyaan Ratna."Nduk, kamu sudah tiga hari dirawat, suamimu dan keluarganya kok belum datang juga?"Akhirnya pertanyaan itu ke luar juga, Ratna yang sudah bersusah payah menahan diri untuk tidak kembali mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi, tanpa sadar pertanyaan itu terlontar begitu saja.Mendengar pertanyaan ibunya, Sarah yang sebelumnya sedang mengunyah pelan makanannya, seketika berhenti mengunyah. Matanya mengembun, namun Ia hanya diam seribu bahasa.Hening seketika"Huft" Sarah menarik nafas panjang."Mungkin Mas Anton masih sibuk bekerja, Bu"Sarah masih saja menyembunyikan apa yang telah terjadi. Semua itu Ia lakukan karena rasa cintanya pada Anton. Karena Sarah masih begitu berharap agar bisa kembali bersama dengan suaminya itu."Setidaknya Ibu dan Adiknya datang, Nduk. Menjenguk kamu dan bayi kalian di sini.""Mungkin mereka sedang banyak kegiatan yang tidak bisa di tinggal, Bu." Suara Sarah jelas terdengar bergetar."Hmmm ... Ya sudah, Nduk"Ratna memilih tidak melanjut pertanyaannya meskipun ada banyak sekali tanya dalam benaknya yang sangat membutuhkan penjelasan.====="Mba Sarah, bagaimana kondisinya? Sudah merasa lebih baik kan? Sekarang sudah boleh pulang ya." Tanya sang Dokter yang merawat Sarah."Terima kasih banyak, Dokter" jawab sarah sembari tersenyum."Sama-sama"Setidaknya sekarang wanita hamil itu sudah menjadi lebih sehat dari hari-hari sebelumnya. Ia juga telah membesarkan hatinya untuk menerima keadaan yang begitu pahit dalam hidupnya. Sebab ternyata menikah dengan orang yang paling di cinta dan diingini, bukanlah menjadi jaminan untuk mendapat kebahagiaan.Ratna, membereskan semua pakaian juga barang-barang yang mereka bawa selama di Rumah Sakit ini."Bu, Sarah sudah bisa pulang?" Tanya pak Yusuf yang baru saja datang.Seperti biasanya, lelaki paruh baya itu datang ke Rumah Sakit, setelah semua pekerjaan di rumah dan sawah ia selesaikan."Alhamdulillah, sudah Pak." Jawab Ratna pada sang suami."Rah, bagaimana sekarang perasaan kamu nduk? Sudah lebih baik?" Tanya Pak Yusuf."Alhamdulillah, Pak" jawab Sarah singkat.Ratna berusaha mencolek suaminya, agar tidak bertanya yang bukan-bukan. Apalagi terkait perasaan. Meskipun Ratna sudah bisa membaca saat ini kondisi Sarah memang telah lebih baik dari hari-hari sebelumnya, tetap saja ia tidak ingin anak semata wayangnya itu tiba-tiba merasa sedih kembali.Sedangkan Sarah hanya tersenyum getir melihat ke arah kedua orangtuanya."Sarah sudah sehat Bu, Pak." Ucapnya singkat.Sesampainya di rumah, para tetangga datang berbondong-bondong berkunjung. Seperti biasanya di desa tempat tinggal Sarah, masih sangat kental rasa persaudaraannya. Meskipun ada beberapa yang datang hanya sekedar untuk mencari info bahan gunjingan saja."Rah, kok kamu pulang dari Taiwan bukannya ke rumah suamimu, malah ke rumah orang tua dulu? Terus, si Anton mana? Kok gak ikutan pulang bareng kalian?" Ujar seorang tetangga yang berkunjung."Pak ...." Ratna menarik nafas hingga ucapannya terhenti sambil memegang pergelangan tangan suaminya.Jujur saja Ratna tidak suka dengan pertanyaan tetangganya itu yang tidak memperhatikan situasi dan kondisi."Tenang Bu, Bapak yakin anak kita pasti bisa menghadapi semuanya dengan baik""Maaf Ibu-ibu semuanya, saya masih belum begitu pulih. Saya masih butuh istirahat yang cukup. Apalagi sebelumnya kehamilan saya cukup lemah. Untuk saat ini saya belum bisa bergabung di sini ya, lain kali saya usahakan jika sudah lebih baik lagi. Saya pamit beristirahat dulu" jawab Sarah, karena Ia belum yakin memiliki hati yang kuat untuk menjawab semua pertanyaan tetangga nantinya.Sebagian dari mereka menyetujui sebab merasa benar-benar prihatin, dan sebagian lagi terlihat garis kekecewaan dari wajah mereka."Mba Ratna, Mas Yusuf, kami pamit pulang ya, semoga Sarah secepatnya pulih seperti sedia kala" Ucap Bu RW yang mewakili."Terima kasih banyak untuk ibu-ibu semuanya, yang telah meluangkan waktu menjenguk anak kami, semoga Allah membalas kebaikan ibu-ibu semuanya dengan pahala yang berlimpah" jawab Yusuf sembari menyatukan kedua telapak tangannya.=====Sudah hampir tiga bulan Sarah tinggal bersama Ratna dan Yusuf. Namun tidak pernah sekalipun Anton juga keluarganya datang berkunjung. Ratna dan Yusuf semakin cemas apalagi HPL Sarah sudah sangat dekat.Setelah merasa Sarah cukup kuat fisik dan kandungannya, Yusuf dan Ratna berusaha bertanya dari hati ke hati kepada Sarah. Berharap Sarah mau menjawab jujur dan membuka hati.Entah sudah berapa ratus kali Yusuf menghubungi Anton, namun tidak sekalipun panggilan juga pesannya di jawab oleh sang menantu."Sarapan dulu, Nduk" ucap Ratna pada Sarah yang sedang duduk termenung seraya mengelus perutnya yang sudah membuncit maksimal di tepi ranjang."Eh ... Iya, Bu" jawab Sarah yang tersentak seketika.Sarah dan Ratna berjalan beriringan menuju dapur, di sana ada meja makan kecil dengan empat kursi plastik yang sudah usang. Warnanya saja sudah menghitam. Lelaki paruh baya itu, sudah lebih dahulu duduk dan menunggu anak beserti istrinya.Yusuf melemparkan senyum ke arah Ratna juga Sarah. Senyum khas yang sangat terlihat begitu tulusnya."Yok kita makan bersama" ucap Yusuf."Nggih Pak" jawab Sarah dan Ratna kompak."Makan yang banyak, Nduk. Bayimu membutuhkan nutrisi yang sangat banyak" ucap Yusuf pada Sarah.Sarah tersenyum dan mengangguk mendapatkan perhatian dari sang Ayah. Menurutnya, saat ini lelaki yang paling baik di dunia dan tidak pernah menyakiti hanyalan sang Ayah saja.Seusah semuanya makan siang, akhirnya Yusuf pun memulai pembicaraan yang ingin ia tanyakan serius pada Sarah."Nduk, sebenarnya ada yang ingin sekali bapak dan ibu tanyakan padamu"Sarah yang semula santai kini duduk menegakkan tubuhnya, seolah ada rongga yang harus ia renggangkan agar tidak timbul rasa sesak yang mendalam."Sarah, ini terkait ...."Sarah, ini terkait pernikahanmu dengan Anton, selama Sarah tinggal bersama ibu dan bapak, kami tidak pernah sekalipun mendapati Anton dan keluarganya mengunjungi atau bahkan sekedar menanyakan kabar Sarah dan bayi yang kamu kandung ...."Yusuf menghentikan ucapannya sejenak. Mencari kata yang tidak menyakiti dan melukai hati putrinya."Begini Nduk, maksud Bapak kamu barusan, apakah kamu dan Anton sedang ada masalah?" Ratna Akhirnya menyambung ucapan suaminya.Sarah terdiam sejenak, namun matanya kini berkaca-kaca. Wanita hamil yang sudah mendekati hari perkiraan lahir itu pun menundukkan kepalanya. Entah apa yang saat ini ada dalam benaknya."Nduuuk ...," Ratna kini mengelus punggung Sarah. Sebagai seorang ibu, Ia tahu bahwa Sarah saat ini sedang tidak baik-baik saja."Ibu ... Hik ... Hik ... Hik ..." Sarah justru memeluk Ratna dan menangis terisak dalam pelukan Ibunya.Hah! Yusuf menarik nafas kasar, Ia juga turut merasakan kesedihan yang putrinya rasa. Karena tanpa sadar, mata lela
Yusuf yang baru saja ingin berangkat ke sawah sore itu, berlari dengan paniknya menuju sumber suara. "Ada apa Bu?" tanya Yusuf dengan wajah panik dan keringat bercucuran."Pak, Sarah kontraksi Pak. Ayok kita bawa ke Puskesmas Pak. Sepertinya Sarah sudah ingin melahirkan, Pak""Yok Bu, tunggu sebentar. Biar bapak cari becak" ucap Yusuf sambil berlari ke luar. Pria paruh baya itu bahkan tidak sempat lagi memakai alas kaki.Yusuf terus berlari hingga ke persimpangan tempat biasa para tukang becak mangkal. Memang jarak cukup dekat hanya 150 m saja. namun, sangking paniknya, Yusuf bahkan tidak ingat sama sekali seharusnya ia menggunakan sepeda ontelnya untuk menghemat waktu.huh... hah... huh... hah... nafas Yusuf kini tersengal-sengal."Suf, kamu kenapa ngos-ngosan begitu, kayak baru dikejar-kejar anjing gila saja" cerocos Yadi, tukang becak teman SD Yusuf."Di, tolong ke ru, huh ... hah ...." "Kamu mau minum? duh, gimana ya Suf. Bukannya aku gak niat ngasi, tapi baru aja air bening yan
Malam tadi, Sri marah dan merajuk pada Anton yang tidak bisa membuat ia bahagia. Sebab Anton tidak pernah bisa memenuhi semua apa yang ia ingin. Karena rasa cinta yang lelaki itu rasa, juga sebab ada rasa takut kehilangan, akhirnya Anton merencanakan sebuah perjalanan romantis bersama pacarnya, Sri.Mendengar ajakan Anton yang ingin melakukan perjalanan romantis dengannya, membuat Sri bahagia. Wanita itu sudah membayangkan akan menikmati hari-hari yang luar biasa, dengan pergi ke tempat wisata, menginap di hotel yang nyaman. menghabiskan waktu berdua berbagi peluh. tapi nyatanya Anton hanya bisa membawa Sri pergi ke pantai dengan motornya, itupun motor yang Anton beli dari hasil kerja keras Sarah.Ketika mereka memulai perjalanan, Anton merasa sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama wanita tambatan hatinya itu. Namun, sepanjang perjalanan, Anton mulai merasa ada yang berbeda. Sri terlihat acuh tak acuh pada dirinya. Bibir gadis itu merengut sebab rajuknya, Ia bahkan tidak ingi
Sarah, wanita itu kini resmi menyandang status sebagai ibu muda yang baru saja melahirkan bayinya, namun kebahagiaannya sebagai seorang ibu belumlah sempurna. Apalagi suaminya, Anton, meninggalkannya begitu saja. Anton meninggalkannya dengan kejam, membuangnya seperti kotoran yang menjijikkan. Wanita itu tidak bisa pungkiri kesedihan hatinya yang begitu mendalam."oeee ... oeee ..." tangis bayi Sarah memecah kesunyian malam. Bayi yang saat ini berusia 3 hari itu menangis kejar. Padahal baru dua jam lalu Sarah berhasil membuatnya tertidur.Sebagai seorang ibu baru, tentu Sarah merasakan kelelahan yang teramat sangat. Ya, lelah fisik juga mental membuat wanita itu sangat sulit untuk berfikir jernih."Kenapa Nduk? sini bayinya biar ibu yang jaga. Kamu istirahat saja" ucap Ratna pada putri semata wayangnya."Hmm, ndak apa-apa, Bu. Biar Sarah saja. Ibu istirahat saja" Sarah menolak tawaran ibunya, sebab ia tak ingin repotkan Ratna. Benak wanita itu dipenuhi rasa tidak percaya kepada si
"Sarah ... Istighfar Nduk" Yusuf dengan sigapnya menjuahkan Sarah dari si bayi mungil tanpa dosa sembari memeluk sang putri demi menenangkan.Wanita malang yang kini tengah sakit mentalnya itu menangis sesunggukan. Ia sadar telah berbuat salah karena ingin mencelakai buah hatinya. Namun terkadang itu begitu spontan, halusinasi yang tiba-tiba membuat wanita itu berubah menjadi seseorang yang sangat aneh.Sementara Ratna hanya bisa menangis dengan tubuh gemetar seraya membopong sang cucu. Dua kali sudah ia menyaksikan sendiri bahwa Sarah bisa tidak terkontrol jika ditinggal sendiri. Hal Itu menjadi pertimbangan wanita paruh baya itu tidak bisa membiarkan sang cucu bersama-sama dengan ibunya, tanpa pengawasan. Kini Ratna yang masih gemetar hebat, seolah kakinya terasa berat tidak mampu membopong berat tubuh yang tidak seberapa. Wanita paruh baya itu memilih duduk di tepian teras rumahnya, yang terbuat dari semen kasar tanpa plesteran."Tuhan, sembuhkan Anakku. Sembuhkan Sarah." Hanya a
Usai menyuapi Saka makan, Sarah memutuskan menemui kedua orang tuanya. Ada hal yang ia pertimbangkan untuk masa depan anak semata wayangnya. Sarah menggendong Saka ke luar rumah menemui kedua orang tuanya.Di halaman rumah mereka yang cukup luas, terlihat Ratna dan Yusuf menjemur padi. Keringat yang tak henti mengucur dari setiap kening mereka, sebab matahari bersinar sangat terik siang ini."Bu, Pak" panggil Sarah seraya berjalan mendekati Ratna dan Yusuf."Ada apa, nduk?" tanya Ratna menghentikan pekerjaannya yang tadinya membolak balik padi yang tengah ia jemur."Ada yang ingin Sarah sampaikan, Bu, Pak"Ratna dan Yusuf saling melempar pandangan. Pikiran kedua paruh baya itu bergelayut dipenuhi tanda tanya tentang apa yang ingin putri semata wayang mereka sampaikan.Yusuf menganggukkan kepala memberi kode agar Ratna terlebih dahulu menyusul Sarah. Setelah beberapa saat Ratna dan Sarah beranjak kembali ke rumah, akhirnya Yusuf menyusul anak dan istrinya."Assalamu 'alaikum" ucap Yusu
"Ma... ma... ma... ma... Huaaaa... Huaaaa..." Tangis Saka pecah saat Sarah tengah mengemasi barang-barangnya.Bayi mungil itu bak mengerti akan ditinggal sang ibu hingga waktu yang cukup lama. Sarah yang sedari tadi sibuk berkemas akhirnya mengalah. Ia menggendong bayi mungilnya berusaha menenangkan."Cup ... Cup ... Cup ... Jangan menangis sayang" ucap Sarah.Berulang kali wanita itu berusaha menenangkan Saka, namun Saka tidak kunjung berhenti menangis. Sarah yang kini bingung harus berbuat apa, akkhirnya menemui Ratna yang tengah sibuk memasak di dapur."Bu, tolong Sarah BU, tolong bantu Sarah menenangkan Saka. Entah kenapa Saka sedari tadi terus menangis,Bu." keluh Sarah pada Ratna."Sini sayang, sama uti."Wanita paruh baya itu dengan sigap mengelap tangannya yang basah dengan daster lusuh yang ia gunakan. Tanpa pikir panjang, Ratna menggendong cucunya penuh kehangatan dan kasih sayang. Tidak berselang lama, Sakapun tertidur dalam gendongan Ratna."Syukurlah, Bu, Alhamdulillah Sak
Keesokan harinya, Sarah tetap dengan tekadnya. Tidak sedikitpun niatannya goyah. Meski berulang kali Ratna dan Yusuf meminta, demi Saka."Bu, Pak, Sarah berangkat." ucap wanita itu sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya."Hati-hati, Nduk"Sarah mengangguk dan membalas dengan seuntai senyuman. Kemudian beralih ke buahh hatinya yang masih tertidur dalam gendongan Ratna."Ibu pergi, Nak." ucapnya menciumi pipi gempil sang bayi.Sarah kemudian berjalan menuju persimpangan, mencari becak untuk lanjutkan perjalanan ke Stasiun. Tidak ada seorangpun yang mampu hentikan keinginan Sarah.Sesampai di Stasiun, Sarah pesan tiket ke Kota yang menjadi titik kumpul para TKW. Sarah fokus dengan ponselnya, bermain game demi hilangkan suntuk sejenak sembari menunggu Kereta datang.Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Sarah dari sisi belakang, seketika Sarah tekejut. Membuat ponsel yang Sarah pegang terjatuh ke lantai. Wanita itu menoleh, seketika wajahnya berubah, matanya membola melihat seseor
Mobil bus terus melaju menuju kota B, di mana kota B itu menjadi titik kumpul mereka. Titin masih berpikir bagaimana caranya membuktikan pada Sarah. Di satu sisi ia tidak ingin ikut campur urusan urusan Sarah, di sisi lain ia juga iba dengan wanita sebaik Sarah yang harus tersakiti hatinya terus-menerus."Aku akan buktikan!. Ya, aku harus cari buktI" Ucap Titin lirih.Wanita itu melihat Sarah yang tersenyum sepanjang perjalanan dalam bus. Bertambahlah rasa iba dalam diri Titin terhadap wanita yang bernama Sarah itu. "Mba Titin, kok jadi gantian ngelamun, sih?." ucapan Sarah membuat Titin terkejut. Titin kembali tersenyum getir."Bukan kenapa-kenapa, mba. Cuma ada sedikit masalah keluarga aja.""Hmm, semoga masalahnya cepat terselesaikan ya, Mba." timpal Sarah lagi.TItin hanya membalas dengan anggukan kepala.*****Sesampainya di Taiwan, Sarah segera menghubungi Ratna dan Yusuf. Bagaimana pun juga tentu ia rindu dengan buah hatinya.Tut .... tut ...Pangggilan pertama Sarah tidak
"Sudah siap, sayang?" ucap Anton cepat."udah dong, Sayang. Liat aku mas, aku udah cantik belum?" Tanya Sri manja."Tentu pacar mas Anton cantik sekali." Jawab Anton sambil mentoel dagu wanita itu."Mas Anton bisa aja, Sri jai tambah sayang" Balas Sri menggombal.Anton membawa Sri jalan dan makan di sebuah kafe yang paling bagus di desa itu. Pelayan kafe datang membawa menu makanan. Anton memperhatikan setiap harga yang tertera dalam daftar menu. Untuk air putih saja di bandrol dengan harga seribu rupiah, sedangkan menu yang lain seperi nasi goreng, mie goreng di hargai dengan dua puluh lima ribu rupiah."Sial!" batin Anton.Anton menjadi tidak tenang duduknya, ia takut Sri memesan yang aneh-aneh dan ngambek jika tidak dituruti."Mas, mau pesan apa?" tanya Sri tersenyum."Kamu aja dulu, sayang. Mas udah makan tadi" jawab Anton beralibi.Padahal bukan karena Anton sudah makan, melainkan ia hanya punya uang lima puluh ribu rupiah di dompetnya. Jika ia juga ikut memesan sebelum Sri, ia
"Rah, kamu dengar ibu?" Tanya Ratna lagi."Dengar, Bu." Jawab Sarah sambil menarik nafasnya, " Tapi ini demi kebaikan Saka, Bu. Supaya Saka dapatkan kasih sayang dari mas Anton, selaku ayah kandungnya." Jelas Sarah lagi.Padahal Anton belum datang ke rumah Ratna mengambil Saka, hanya sekedar berita keinginan yang disampaikan Sarah. Tapi Ratna sudah begitu sangat sedih hatinya. Ia sangat takut jika harus dijauhkan dari Saka. Karena selama ini, Ratna lah yang selalu mengurusi Saka penuh kasih sayang."Tapi ...," Ucapan Ratna terhenti.Semuanya tidak baik-baik saja, apalagi hatinya saat ini. Berucap dan membujuk pun rasanya percuma, seperti kesia-siaan saja. Ratna putuskan untuk tidak berbicara lagi, ia pasrahkan semuanya pada Tuhan.Yusuf tahu istrinya sedang tidak baik-baik saja, pun ia juga sama. Sama sedihnya jika haru berpisah dengna sang cucu. Tapi Yususf jelas berpikir logika, semuanya demi 'Saka'. Yusuf rangkul tubuh istrinya yang tengah menangis sesugukan dan berusaha menenang
Sarah menikmati setiap detik perjalannnya saat ini. Sebab Anton yang selama ini ia rindukan memberikan harapan yang begitu indah buat dirinya. Tidak ada lagi yang paling ia inginkan selain kembali hidup bersama Anton, selamanya. Beberapa kali Sarah tersenyum mengingat kebersamaannya dengan Anton tadi, meski dirasa sangat singkat.Sarah juga berulang-ulang kali membuka pesan W@ yang Anton kirimkan padanya barusan, meski sudah membaca sampai lima kali, tetap saja ia tersenyum dengan jantung yang berdegup kencang. Dalam hati Sarah tidak ingin pergi ke mana-mana. Di sini saja, agar tetap bisa bersama dengan Anton. Tapi Sarah tahu rasanya bagaimana di kecewakan, sebab itu ia tidak ingin kecewakan orang lain."Permisi, Mbak. Boleh saya duduk di sini?" Ucap seorang wanita sambil menunjuk kursi di samping Sarah."Ya, mba. Silahkan" jawab Sarah ramah sambil tersenyum."Terima kasih" jawab wanita itu lagi sambil duduk. "Kalau boleh tahu, nama Mba siapa ya?" tanya wanita itu lagi sambil menjulu
Sarah dan Anton menikmati hari bersama, bercerita dan nostalgia akan cinta mereka yang pernah mekar indah. Sesekali Sarah tersenyum dan tertawa lepas mengenang masa indah mereka. Anton begitu lihai dalam memilah kata untuk dapatkan kembali hati Sarah."Rah, bisakah kita mengulang kembali bahtera rumah tangga kita yang pernah kandas? Mas benar-benar minta maaf dengan kesungguhan hati mas padamu. Mas akui mas salah, mas juga bodoh" Ucap Anton genggam tangan Sarah dan mengecupnya lembut."Tapi ... Mas," Ucapan Sarah terhenti, bukan karena ia tidak ingin, tapi kerena ia telah tanda tangan kontrak untuk berangkat ke Taiwan. Pun jika Sarah jawab iya, tetap mereka akan terpisah dalam waktu cukup lama. Bukan hanya setahun atau dua tahun, tapi lima tahun lamanya. "Tolong jangan tolak mas, Rah. Mas udah gak bisa hidup lagi jauh dari kamu dan anak kita." Kata-kata lelaki jangkung yang berkulit gelap ini seketika seperti menghipnotis Sarah. Sarah semakin bertambah dilema, di satu sisi ia sanga
Keesokan harinya, Sarah tetap dengan tekadnya. Tidak sedikitpun niatannya goyah. Meski berulang kali Ratna dan Yusuf meminta, demi Saka."Bu, Pak, Sarah berangkat." ucap wanita itu sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya."Hati-hati, Nduk"Sarah mengangguk dan membalas dengan seuntai senyuman. Kemudian beralih ke buahh hatinya yang masih tertidur dalam gendongan Ratna."Ibu pergi, Nak." ucapnya menciumi pipi gempil sang bayi.Sarah kemudian berjalan menuju persimpangan, mencari becak untuk lanjutkan perjalanan ke Stasiun. Tidak ada seorangpun yang mampu hentikan keinginan Sarah.Sesampai di Stasiun, Sarah pesan tiket ke Kota yang menjadi titik kumpul para TKW. Sarah fokus dengan ponselnya, bermain game demi hilangkan suntuk sejenak sembari menunggu Kereta datang.Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Sarah dari sisi belakang, seketika Sarah tekejut. Membuat ponsel yang Sarah pegang terjatuh ke lantai. Wanita itu menoleh, seketika wajahnya berubah, matanya membola melihat seseor
"Ma... ma... ma... ma... Huaaaa... Huaaaa..." Tangis Saka pecah saat Sarah tengah mengemasi barang-barangnya.Bayi mungil itu bak mengerti akan ditinggal sang ibu hingga waktu yang cukup lama. Sarah yang sedari tadi sibuk berkemas akhirnya mengalah. Ia menggendong bayi mungilnya berusaha menenangkan."Cup ... Cup ... Cup ... Jangan menangis sayang" ucap Sarah.Berulang kali wanita itu berusaha menenangkan Saka, namun Saka tidak kunjung berhenti menangis. Sarah yang kini bingung harus berbuat apa, akkhirnya menemui Ratna yang tengah sibuk memasak di dapur."Bu, tolong Sarah BU, tolong bantu Sarah menenangkan Saka. Entah kenapa Saka sedari tadi terus menangis,Bu." keluh Sarah pada Ratna."Sini sayang, sama uti."Wanita paruh baya itu dengan sigap mengelap tangannya yang basah dengan daster lusuh yang ia gunakan. Tanpa pikir panjang, Ratna menggendong cucunya penuh kehangatan dan kasih sayang. Tidak berselang lama, Sakapun tertidur dalam gendongan Ratna."Syukurlah, Bu, Alhamdulillah Sak
Usai menyuapi Saka makan, Sarah memutuskan menemui kedua orang tuanya. Ada hal yang ia pertimbangkan untuk masa depan anak semata wayangnya. Sarah menggendong Saka ke luar rumah menemui kedua orang tuanya.Di halaman rumah mereka yang cukup luas, terlihat Ratna dan Yusuf menjemur padi. Keringat yang tak henti mengucur dari setiap kening mereka, sebab matahari bersinar sangat terik siang ini."Bu, Pak" panggil Sarah seraya berjalan mendekati Ratna dan Yusuf."Ada apa, nduk?" tanya Ratna menghentikan pekerjaannya yang tadinya membolak balik padi yang tengah ia jemur."Ada yang ingin Sarah sampaikan, Bu, Pak"Ratna dan Yusuf saling melempar pandangan. Pikiran kedua paruh baya itu bergelayut dipenuhi tanda tanya tentang apa yang ingin putri semata wayang mereka sampaikan.Yusuf menganggukkan kepala memberi kode agar Ratna terlebih dahulu menyusul Sarah. Setelah beberapa saat Ratna dan Sarah beranjak kembali ke rumah, akhirnya Yusuf menyusul anak dan istrinya."Assalamu 'alaikum" ucap Yusu
"Sarah ... Istighfar Nduk" Yusuf dengan sigapnya menjuahkan Sarah dari si bayi mungil tanpa dosa sembari memeluk sang putri demi menenangkan.Wanita malang yang kini tengah sakit mentalnya itu menangis sesunggukan. Ia sadar telah berbuat salah karena ingin mencelakai buah hatinya. Namun terkadang itu begitu spontan, halusinasi yang tiba-tiba membuat wanita itu berubah menjadi seseorang yang sangat aneh.Sementara Ratna hanya bisa menangis dengan tubuh gemetar seraya membopong sang cucu. Dua kali sudah ia menyaksikan sendiri bahwa Sarah bisa tidak terkontrol jika ditinggal sendiri. Hal Itu menjadi pertimbangan wanita paruh baya itu tidak bisa membiarkan sang cucu bersama-sama dengan ibunya, tanpa pengawasan. Kini Ratna yang masih gemetar hebat, seolah kakinya terasa berat tidak mampu membopong berat tubuh yang tidak seberapa. Wanita paruh baya itu memilih duduk di tepian teras rumahnya, yang terbuat dari semen kasar tanpa plesteran."Tuhan, sembuhkan Anakku. Sembuhkan Sarah." Hanya a