Mobil bus terus melaju menuju kota B, di mana kota B itu menjadi titik kumpul mereka. Titin masih berpikir bagaimana caranya membuktikan pada Sarah. Di satu sisi ia tidak ingin ikut campur urusan urusan Sarah, di sisi lain ia juga iba dengan wanita sebaik Sarah yang harus tersakiti hatinya terus-menerus."Aku akan buktikan!. Ya, aku harus cari buktI" Ucap Titin lirih.Wanita itu melihat Sarah yang tersenyum sepanjang perjalanan dalam bus. Bertambahlah rasa iba dalam diri Titin terhadap wanita yang bernama Sarah itu. "Mba Titin, kok jadi gantian ngelamun, sih?." ucapan Sarah membuat Titin terkejut. Titin kembali tersenyum getir."Bukan kenapa-kenapa, mba. Cuma ada sedikit masalah keluarga aja.""Hmm, semoga masalahnya cepat terselesaikan ya, Mba." timpal Sarah lagi.TItin hanya membalas dengan anggukan kepala.*****Sesampainya di Taiwan, Sarah segera menghubungi Ratna dan Yusuf. Bagaimana pun juga tentu ia rindu dengan buah hatinya.Tut .... tut ...Pangggilan pertama Sarah tidak
“Pergi kau dari rumah ini! Kau pasti hamil anak majikanmu!!!. Jangan pernah mengaku-ngaku hamil dengan anakku. Aku sangat yakin anak yang kau kandung bukanlah cucuku.” Ucapan Dewi, Ibu mertua Sarah seperti hailintar yang menyambar sangat keras dan berhasil memporak-porandakan hati sarah.Sarah yang kini tengah hamil usia enam bulan kandungannya, berusaha kuat menahan tangis. Setiap lentera matanya basah, Ia mencoba sekuat tenaga menahan agar bulir bening itu tidak tumpah.“Bu... Aku benar-benar hamil anak Mas Anton Bu. Aku tidak pernah berselingkuh dengan siapapun” Jawab Sarah sembari bersimpuh di bawah kaki Dewi, Ibu mertuanya.Tidak ada lagi rasa enggan dan gengsi dalam dirinya demi hanya mendapatkan pengakuan suami dan mertuanya. Meskipun saat ini seluruh tetangga berkumpul dan memasang pandangan mata sinis dan jijik terhadapnya. “Jangan banyak omong kamu. Kami semua tidak percaya dengan kata-katamu.” Sahut lelaki yang bertubuh tinggi, dengan kulit sawo matang. Dialah Anton lelaki
"Ya Allah, Aku tahu Engkaulah yang mengatur segalanya. Aku tahu rasa ini juga dari Engkau. Sungguh Aku merindukan Mas Anton. Tolong persatukan Aku dengannya. Jadikan Ia menjadi pasangan hidupku."Sarah teringat kembali masa lalunya. Saat ia bermunajat kepada Tuhan dengan deraian air mata, memohon agar Tuhan mempersatukan Ia dengan Anton.Anton dulunya adalah senior Sarah ketika masih duduk di bangku SMP. Cinta monyet ketika kanak-kanak dulunya ternyata enggan hilang meskipun Sarah telah dewasa. Rasa cinta yang semakin hari semakin membuncah membuat Sarah kerap merindukan Anton. Tidak henti-hentinya Ia meminta agar suatu saat Tuhan mempertemukan Ia dengan cinta masa kecilnya itu.Doa Sarah yang tiada henti akhirnya mampu mempertemukan mereka kembali. Ternyata Anton juga pernah merasakan cinta yang sama kepada Sarah. Setelah saling mengungkapkan rasa yang pernah ada dan tertanam di dalam hati, mereka memutuskan untuk berpacaran."Sarah, maukah kau menerimaku sebagai kekasihmu? Aku berja
Anton adalah anak sulung dari pasangan Dewi dan Firdaus. Setelah Firdaus bapaknya meninggal, Antonlah yang menjadi tulang punggung keluarga. Anton begitu sangat menyayangi Ibu dan adik perempuannya melebihi apapun di dunia ini. Bahkan sekalipun ia telah menikah dengan seorang gadis manis yang sangat baik, tetap saja posisi Ibu dan Adiknya tidak akan pernah tergantikan posisinya di hati Anton.Bertahun-tahun Anton dan Sarah menjalin asmara, tidak pernah sekalipun Sarah mengkhianatinya. Tidak jarang mereka harus LDR, karena Sarah harus bekerja sebagai ART di Jakarta. Anton sadar penghasilan sehari-harinya hanya cukup menafkahi kebutuhan pokok untuknya, Ibu dan Adiknya saja. Untungnya Sarah tidak pernah mempermasalahkan prihal ekonomi meskipun Anton tidak mencukupi kebutuhan hidup Sarah bahkan saat mereka sudah menikah.“Ton, kamu ngapain? Ibu mau menyampaikan sesuatu.” Ucap Dewi pada anak lelakinya, saat Anton baru keluar dari kamar mandi.“Mau ngomong apa Bu?” tanya Anton merasa heran
"Mas mau ngapain?" mata Sarah membola saat melihat suaminya justru melepas handuk yang tadinya melilit tubuhnya.Anton menyunggingkan senyum penuh arti. Dengan mengedipkan manja sebelah matanya."Sarah, istriku, sayangku, cintaku ... Mas ingin membahagiakanmu. Membelai lembut, dan memberimu kehangatan sayang"Sarah menyimpulkan senyum terindah untuk suaminya tercinta. Anton menerima segala sajian terbaik yang diberikan Sarah. Nafas mereka bersahut-sahutan satu sama lain mencapai puncak kenikmatan."Terima kasih Sayang, kau memang yang terbaik" puji Anton pada Sarah dengan nafas yang terengah-engah seperti halnya orang yang tengah selesai berolah raga berat."Mas Anton juga pastinya sangat hebat juga perkasa" Sarah pun membalas pujian suaminya.Tentulah pujian Sarah membuat Anton merasa bangga sebagai seorang lelaki.Adzan magrib berkumandang, Sarah gegas berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Karena di rumah sederhana ini kamar mandi hanya satu, Sarah harus mengantri menu
Sarah yang hatinya sedang patah dan sakit, ingin rasanya ia pergi dari rumah itu. Namun, rasa cintanya yang teramat sangat membuat ia harus rela dan bertahan."Apapun keputusan Mas Anton, itulah yang terbaik. Aku akan ikuti Mas, apapun itu" jawab Sarah tanpa ragu."Berarti kamu setuju sayang? yakinlah sayang, ini hanyalah perpisahan sementara juga singkat. Dan semuanya demi kebahagiaan kita nantinya," imbuh Anton lagi agar Sarah tidak ragu dengan keputusannya.Air mata Sarah terus mengalir, mengingat masa-masa sebelum Ia pergi berangkat sebagai TKW. Wanita itu teringat kembali kata-kata suaminya yang menjanjikan kebahagian jika ia mau pergi ke Taiwan.Sarah juga kembali teringat mertuanya yang tiba-tiba berubah menjadi 360 derajat saat mengetahui Sarah bersedia pergi bekerja ke Taiwan, pun begitu juga Ros iparnya."Sarah, Ibu dengar dari Anton kamu mau bekerja ke Taiwan Nak?"Prang! seketika gelas yang baru saja dipegang Sarah terlepas dari tangannya.Dengan rasa takut juga khawatir a
Bulir-bulir bening mengalir deras menemani setiap langkah wanita hamil itu. Ia tidak kuasa menahan air matanya agar tidak tumpah. Di kecewakan dan di sakiti orang yang paling ia cintai, itulah yang membuat hatinya semakin berdenyut perih dan menyisakan luka sebegitu nyerinya."Kenapa kamu berubah Mas? Tidak adakah tersisa cinta di hatimu lagi untukku? Bukankah aku tidak pernah sekalipun mengkhianati kamu Mas? Bahkah kamu juga tahu itu kan?" Lirih Sarah berucap pada dirinya sendiri.Tiga jam berjalan kaki, Sarah akhirnya sampai tepat di depan rumah orang tuanya. Lelah yang teramat sangat membuat tubuhnya yang juga sedang mengandung seolah mati rasa.Brug! Tubuh Sarah ambruk hingga tersungkur tepat saat kakinya menginjakkan teras rumah masa kecilnya. Rumah yang dipenuhi kenangan indah saat ia kecil dulu, ya, itulah rumah kedua orang tuanya."Astaghfirullah ... Huft," Lirih Sarah dengan nafas yang tersekat-sekat.Wanita itu akhirnya tidak sadarkan diri.====="Pak, gimana kondisi anak ki
Sudah tiga hari wanita malang yang tengah hamil itu, dirawat di Rumah Sakit. Sampai sekarang tidak ada seorangpun dari keluarga Anton, termasuk Anton sendiri yang menjenguknya.Ratna, wanita paruh baya itu selalu menitikkan air mata saat melihat putri semata wayangnya. Meskipun Sarah Al-ghina selalu berusaha tegar, tapi tetap saja ia belum bisa menyembunyikan kepedihan hatinya dengan sempurna.Tok... Tok... Tok... Pintu ruang rawat Sarah di ketuk."Silahkan, masuk." Sahut Ratna sembari menghapus cepat sisa air mata di pipinya."Maaf, Bu, Saya mau mengantarkan sarapan" ucap seorang wanita yang berprofesi sebagai petugas pengantar makanan, sambil meletakkan makanan tepat di atas nakas samping ranjang Sarah."Terima kasih, Dek" jawab Ratna dengan suara sedikit parau.Wanita petugas pengantar makanan itu mengangguk cepat sambil tersenyum, dan beringsut pergi melanjutkan tugasnya ke ruang-ruang lainnya. Sedang Sarah, masih tertidur dengan pulas, sebab semalaman ia menangis dalam tidurnya.
Mobil bus terus melaju menuju kota B, di mana kota B itu menjadi titik kumpul mereka. Titin masih berpikir bagaimana caranya membuktikan pada Sarah. Di satu sisi ia tidak ingin ikut campur urusan urusan Sarah, di sisi lain ia juga iba dengan wanita sebaik Sarah yang harus tersakiti hatinya terus-menerus."Aku akan buktikan!. Ya, aku harus cari buktI" Ucap Titin lirih.Wanita itu melihat Sarah yang tersenyum sepanjang perjalanan dalam bus. Bertambahlah rasa iba dalam diri Titin terhadap wanita yang bernama Sarah itu. "Mba Titin, kok jadi gantian ngelamun, sih?." ucapan Sarah membuat Titin terkejut. Titin kembali tersenyum getir."Bukan kenapa-kenapa, mba. Cuma ada sedikit masalah keluarga aja.""Hmm, semoga masalahnya cepat terselesaikan ya, Mba." timpal Sarah lagi.TItin hanya membalas dengan anggukan kepala.*****Sesampainya di Taiwan, Sarah segera menghubungi Ratna dan Yusuf. Bagaimana pun juga tentu ia rindu dengan buah hatinya.Tut .... tut ...Pangggilan pertama Sarah tidak
"Sudah siap, sayang?" ucap Anton cepat."udah dong, Sayang. Liat aku mas, aku udah cantik belum?" Tanya Sri manja."Tentu pacar mas Anton cantik sekali." Jawab Anton sambil mentoel dagu wanita itu."Mas Anton bisa aja, Sri jai tambah sayang" Balas Sri menggombal.Anton membawa Sri jalan dan makan di sebuah kafe yang paling bagus di desa itu. Pelayan kafe datang membawa menu makanan. Anton memperhatikan setiap harga yang tertera dalam daftar menu. Untuk air putih saja di bandrol dengan harga seribu rupiah, sedangkan menu yang lain seperi nasi goreng, mie goreng di hargai dengan dua puluh lima ribu rupiah."Sial!" batin Anton.Anton menjadi tidak tenang duduknya, ia takut Sri memesan yang aneh-aneh dan ngambek jika tidak dituruti."Mas, mau pesan apa?" tanya Sri tersenyum."Kamu aja dulu, sayang. Mas udah makan tadi" jawab Anton beralibi.Padahal bukan karena Anton sudah makan, melainkan ia hanya punya uang lima puluh ribu rupiah di dompetnya. Jika ia juga ikut memesan sebelum Sri, ia
"Rah, kamu dengar ibu?" Tanya Ratna lagi."Dengar, Bu." Jawab Sarah sambil menarik nafasnya, " Tapi ini demi kebaikan Saka, Bu. Supaya Saka dapatkan kasih sayang dari mas Anton, selaku ayah kandungnya." Jelas Sarah lagi.Padahal Anton belum datang ke rumah Ratna mengambil Saka, hanya sekedar berita keinginan yang disampaikan Sarah. Tapi Ratna sudah begitu sangat sedih hatinya. Ia sangat takut jika harus dijauhkan dari Saka. Karena selama ini, Ratna lah yang selalu mengurusi Saka penuh kasih sayang."Tapi ...," Ucapan Ratna terhenti.Semuanya tidak baik-baik saja, apalagi hatinya saat ini. Berucap dan membujuk pun rasanya percuma, seperti kesia-siaan saja. Ratna putuskan untuk tidak berbicara lagi, ia pasrahkan semuanya pada Tuhan.Yusuf tahu istrinya sedang tidak baik-baik saja, pun ia juga sama. Sama sedihnya jika haru berpisah dengna sang cucu. Tapi Yususf jelas berpikir logika, semuanya demi 'Saka'. Yusuf rangkul tubuh istrinya yang tengah menangis sesugukan dan berusaha menenang
Sarah menikmati setiap detik perjalannnya saat ini. Sebab Anton yang selama ini ia rindukan memberikan harapan yang begitu indah buat dirinya. Tidak ada lagi yang paling ia inginkan selain kembali hidup bersama Anton, selamanya. Beberapa kali Sarah tersenyum mengingat kebersamaannya dengan Anton tadi, meski dirasa sangat singkat.Sarah juga berulang-ulang kali membuka pesan W@ yang Anton kirimkan padanya barusan, meski sudah membaca sampai lima kali, tetap saja ia tersenyum dengan jantung yang berdegup kencang. Dalam hati Sarah tidak ingin pergi ke mana-mana. Di sini saja, agar tetap bisa bersama dengan Anton. Tapi Sarah tahu rasanya bagaimana di kecewakan, sebab itu ia tidak ingin kecewakan orang lain."Permisi, Mbak. Boleh saya duduk di sini?" Ucap seorang wanita sambil menunjuk kursi di samping Sarah."Ya, mba. Silahkan" jawab Sarah ramah sambil tersenyum."Terima kasih" jawab wanita itu lagi sambil duduk. "Kalau boleh tahu, nama Mba siapa ya?" tanya wanita itu lagi sambil menjulu
Sarah dan Anton menikmati hari bersama, bercerita dan nostalgia akan cinta mereka yang pernah mekar indah. Sesekali Sarah tersenyum dan tertawa lepas mengenang masa indah mereka. Anton begitu lihai dalam memilah kata untuk dapatkan kembali hati Sarah."Rah, bisakah kita mengulang kembali bahtera rumah tangga kita yang pernah kandas? Mas benar-benar minta maaf dengan kesungguhan hati mas padamu. Mas akui mas salah, mas juga bodoh" Ucap Anton genggam tangan Sarah dan mengecupnya lembut."Tapi ... Mas," Ucapan Sarah terhenti, bukan karena ia tidak ingin, tapi kerena ia telah tanda tangan kontrak untuk berangkat ke Taiwan. Pun jika Sarah jawab iya, tetap mereka akan terpisah dalam waktu cukup lama. Bukan hanya setahun atau dua tahun, tapi lima tahun lamanya. "Tolong jangan tolak mas, Rah. Mas udah gak bisa hidup lagi jauh dari kamu dan anak kita." Kata-kata lelaki jangkung yang berkulit gelap ini seketika seperti menghipnotis Sarah. Sarah semakin bertambah dilema, di satu sisi ia sanga
Keesokan harinya, Sarah tetap dengan tekadnya. Tidak sedikitpun niatannya goyah. Meski berulang kali Ratna dan Yusuf meminta, demi Saka."Bu, Pak, Sarah berangkat." ucap wanita itu sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya."Hati-hati, Nduk"Sarah mengangguk dan membalas dengan seuntai senyuman. Kemudian beralih ke buahh hatinya yang masih tertidur dalam gendongan Ratna."Ibu pergi, Nak." ucapnya menciumi pipi gempil sang bayi.Sarah kemudian berjalan menuju persimpangan, mencari becak untuk lanjutkan perjalanan ke Stasiun. Tidak ada seorangpun yang mampu hentikan keinginan Sarah.Sesampai di Stasiun, Sarah pesan tiket ke Kota yang menjadi titik kumpul para TKW. Sarah fokus dengan ponselnya, bermain game demi hilangkan suntuk sejenak sembari menunggu Kereta datang.Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Sarah dari sisi belakang, seketika Sarah tekejut. Membuat ponsel yang Sarah pegang terjatuh ke lantai. Wanita itu menoleh, seketika wajahnya berubah, matanya membola melihat seseor
"Ma... ma... ma... ma... Huaaaa... Huaaaa..." Tangis Saka pecah saat Sarah tengah mengemasi barang-barangnya.Bayi mungil itu bak mengerti akan ditinggal sang ibu hingga waktu yang cukup lama. Sarah yang sedari tadi sibuk berkemas akhirnya mengalah. Ia menggendong bayi mungilnya berusaha menenangkan."Cup ... Cup ... Cup ... Jangan menangis sayang" ucap Sarah.Berulang kali wanita itu berusaha menenangkan Saka, namun Saka tidak kunjung berhenti menangis. Sarah yang kini bingung harus berbuat apa, akkhirnya menemui Ratna yang tengah sibuk memasak di dapur."Bu, tolong Sarah BU, tolong bantu Sarah menenangkan Saka. Entah kenapa Saka sedari tadi terus menangis,Bu." keluh Sarah pada Ratna."Sini sayang, sama uti."Wanita paruh baya itu dengan sigap mengelap tangannya yang basah dengan daster lusuh yang ia gunakan. Tanpa pikir panjang, Ratna menggendong cucunya penuh kehangatan dan kasih sayang. Tidak berselang lama, Sakapun tertidur dalam gendongan Ratna."Syukurlah, Bu, Alhamdulillah Sak
Usai menyuapi Saka makan, Sarah memutuskan menemui kedua orang tuanya. Ada hal yang ia pertimbangkan untuk masa depan anak semata wayangnya. Sarah menggendong Saka ke luar rumah menemui kedua orang tuanya.Di halaman rumah mereka yang cukup luas, terlihat Ratna dan Yusuf menjemur padi. Keringat yang tak henti mengucur dari setiap kening mereka, sebab matahari bersinar sangat terik siang ini."Bu, Pak" panggil Sarah seraya berjalan mendekati Ratna dan Yusuf."Ada apa, nduk?" tanya Ratna menghentikan pekerjaannya yang tadinya membolak balik padi yang tengah ia jemur."Ada yang ingin Sarah sampaikan, Bu, Pak"Ratna dan Yusuf saling melempar pandangan. Pikiran kedua paruh baya itu bergelayut dipenuhi tanda tanya tentang apa yang ingin putri semata wayang mereka sampaikan.Yusuf menganggukkan kepala memberi kode agar Ratna terlebih dahulu menyusul Sarah. Setelah beberapa saat Ratna dan Sarah beranjak kembali ke rumah, akhirnya Yusuf menyusul anak dan istrinya."Assalamu 'alaikum" ucap Yusu
"Sarah ... Istighfar Nduk" Yusuf dengan sigapnya menjuahkan Sarah dari si bayi mungil tanpa dosa sembari memeluk sang putri demi menenangkan.Wanita malang yang kini tengah sakit mentalnya itu menangis sesunggukan. Ia sadar telah berbuat salah karena ingin mencelakai buah hatinya. Namun terkadang itu begitu spontan, halusinasi yang tiba-tiba membuat wanita itu berubah menjadi seseorang yang sangat aneh.Sementara Ratna hanya bisa menangis dengan tubuh gemetar seraya membopong sang cucu. Dua kali sudah ia menyaksikan sendiri bahwa Sarah bisa tidak terkontrol jika ditinggal sendiri. Hal Itu menjadi pertimbangan wanita paruh baya itu tidak bisa membiarkan sang cucu bersama-sama dengan ibunya, tanpa pengawasan. Kini Ratna yang masih gemetar hebat, seolah kakinya terasa berat tidak mampu membopong berat tubuh yang tidak seberapa. Wanita paruh baya itu memilih duduk di tepian teras rumahnya, yang terbuat dari semen kasar tanpa plesteran."Tuhan, sembuhkan Anakku. Sembuhkan Sarah." Hanya a