POV MIRANTI
Sudah sepuluh menit aku menunggu pak suryo, mantan pengacara perusahaan dan pak agus yang dulu mengurusi bagian keuangan. Mereka adalah orang yang menghargai waktu. Tanpa menunggu lama, kedua orang itupun sudah duduk di hadapanku. Setelah memesan minuman, kami berbasa-basi dengan menanyakan keadaan masing-masing. Setelah itu, keduanya menjelaskan kenapa bisa di berhentikan oleh suamiku.
Aku sangat terkejut mendengar alasan suamiku memecat mereka. Dengan alasan perusahaan jatuh pailit hingga terpaksa menghentikan keduanya. Namun aneh, kenapa hanya mereka berdua saja tidak dengan yang lainnya. Pak agus menjelaskan karena beliau sering menolak keinginan mas arya untuk mencairkan dana yang begitu besar, walau berkali-kali suamiku mengancamnya. Diusianya yang sudah lanjut, pak agus dikenal sangat loyal dengan perusahaan. Dia benar-benar menjaga amanah dari ayahku.
Selama berada dalam genggaman mas arya, restoran memang berkembang dengan pesat. Tapi pemakaiannya yang jor-joran dalam keuangan sangat membahayakan bagi perusahaan.
Beruntungnya lagi, pak agus sempat menyelamatkan laporan keuangan yang menjadi tanggungjawabnya. Beliau memperlihatkan padaku yang membuat mataku terbelalak dibuatnya. Banyak sekali penarikan dengan nilai yang sangat fantastis. Diatas ratusan juta. Ada yang menarik perhatianku pada penarikan terakhir yang sempat di catat oleh pak agus. Nominal senilai tiga miliar untuk membeli sebuah rumah yang berada satu komplek dekat rumahku.
Memang kesalahan terbesarku yang memberikan kuasa kepada suamiku untuk bisa mencairkan dana hanya memakai tandatangannya saja. Sayangnya dia sudah menghianatiku. Uang perusahaan sudah dihambur-hamburkan olehnya tanpa sepengetahuanku. Teganya dia hanya memberiku uang sepuluh juta saja setiap bulannya. Sedangkan untuk dirinya sendiri, orangtuanya dan adiknya pasti lebih besar. Tercatat dari rekening koran ada transferan rutin sebesar tiga puluh juta, dua puluh juta dua kali dan ada lagi lima puluh juta. Aku terpaku pada jumlah lima puluh juta yang baru sekitar enam bulanan ini rutin di transfer. Untuk siapakah? Bahkan ada dua kali transfer sebesar seratus juta kepada rekening yang sama.
Darahku mendidih dibuatnya. Aku saja harus hidup pas-pasan selama ini. Namun suamiku dengan seenaknya membagi-bagikan kepada orangtua, adiknya dan entah siapa lagi. Aku harus segera mengetahui siapa pemilik rekening itu. Dan juga rumah yang ada di komplek yang sama denganku. Untuk siapa dia membelikannya. Mudah-mudahan saja itu hadiah yang dipersiapkan untukku sebagai kejutan. Aku mencoba menghibur diri sendiri daripada berprasangka buruk yang akan membuat tubuhku menjadi lemah.
Aku meringis, merasakan perutku yang agak mulas. Kuelus perut, untuk menenangkan bayi dalam kandungan. Kenyataan pahit ini membuatku marah dan kesal hingga sang bayi ikut merasakannya.
Kuputuskan untuk menyelesaikan satu persatu masalah. Yang lebih penting adalah restoran. Aku harus menyelamatkan usaha yang sudah dirintis dengan susah payah oleh ayah. Tak rela jika harus merugi karena dikelola oleh tangan yang kurang tepat.
Aku meminta tolong kepada pak surya untuk kembali menjadi pengacara sekaligus penasehat perusahaan. Beliau sangat pandai dalam menemukan ide yang terkadang mengalami kebuntuan. Namun sayang, pak surya menolak dengan alasan ingin beristirahat. Diusianya yang tak muda lagi, membuat kakkek dengan tiga orang cucu itu menarik diri dari pekerjaan yang menyita waktu. Aku memahami dan juga menghormati keputusannya. Namun beliau berjanji akan membantuku kalau di butuhkan.
Untung saja, pak agus mau membantuku. Beliau bersedia bergabung kembali dan menata alur keuangan yang mengalir tak terkendali. Tanpa menunggu waktu lagi, aku harus bertindak cepat. Aku dan pak agus akan ke restoran pusat di mana seluruh administrasi dari semua cabang dikerjakan di sana. Pak agus berangkat lebih dulu, sedangkan aku akan ke rumah fajar, teman masa kecilku. Setiap kali aku ada masalah, dialah orang yang pertama aku ingat. Dengan setulus hati, pria yang masih jomblo walau di usianya yang sama denganku mau membantuku.
Mengendarai mobil menuju tempat kerjanya.
****
Menghentikan sejenak mobil di depan kantor pengacara ternama, Fajar prakoso SH. Kantor dengan tiga lantai berdiri megah dan membanggakan. Aku sangat bangga padanya. Walau suamiku, sahabatnya saat kami masih berseragam abu-abu menghianatinya, dia tetap bersikap baik padaku dan suamiku. Seandainya dulu dialah yang bersanding denganku, aku pasti akan menjadi ratunya. Aku akan merasa menjadi orang yang paling bahagia.
Fajar orang yang sangat menghargai wanita. Bahkan saat kami hampir menikah dulu, dengan tega Mas Arya memperkosaku hingga pernikahan kami di batalkan. Fajar mau menerimaku, karena dia tulus mencintaiku. Tapi aku yang tak mau melanjutkannya, karena aku tak mau menyakiti hatinya. Biarlah aku menanggung sendiri, walau bukan mutlak kesalahanku.
Dulu saat Arya tak mau bertanggung jawab, fajarlah yang mencarinya dan memaksa untuk bertanggungjawab. Pria pengangguran itu sangat menyebalkan. Dia sok jual mahal seolah seperti raja yang kaya raya. Kalau saja aku tak hamil karena perbuatannya, malas rasanya untuk bersanding dengannya.
Seiring berjalannya waktu, mas Arya berubah. Dia menjadi seorang pekerja keras hingga ayahku mempercayakan pengelolaan restoran kepadanya. Namun sayang, kini bukan hanya diriku yang dihianati, tapi juga perusahaan. Tak ada yang menjamin manusia tetap baik. Seiring berjalannya waktu, pergaulan dan harta bisa merubah segalanya.
Kuputuskan segera menemui Fajar. Segera kuparkir mobil, dan melangkah menuju lobby. Setelah dihubungkan dengan sekekrtaris, aku di ijinkan untuk masuk. Tak lupa kubawa tas yang harus segera kuamankan.
“Assalamu’alaikum.” Mengetuk pintu dari luar.
“Wa’alaikum salam! masuklah mawar jelek!” Terdengar jawaban dari dalam.
Aku tersenyum dan menggelengkan kepala. Masih saja dia memanggilku dengan panggilan masa kecil. Dulu, aku sangat menyukai bunga mawar, sedangkan dia tidak. Pernah saat aku memintanya untuk memetik bunga mawar di kebun, dia sampai tertusuk duri, hingga semakin membenci bunga mawar. Sampai dia menjuluki aku si ‘mawar jelek’ dan tak mau lagi memetik bunga mawar untukku.
Haach, aku jadi rindu masa kecil dulu, di mana fajarlah yang selalu menjagaku. Tak pernah ada yang berani melukaiku. Kalau ada yang berani membuaku menangis, maka akan berhadapan dengan bogem mentahnya. Berhati-hatilah. Ku hempaskan tubuhku di kursi depan mejanya.
“Mawar jelek, ngapain lo senyum-senyum sendiri? Kesambet lo!” Canda fajar sembari merapikan jas yang di pakainya. Aku berhayal seandainya aku yang memakaikan jas dan memasang dasi saat dia akan berangkat kerja, alangkah indahnya.
“Sst, Miranti, lo kenapa?!” fajar membuatku kaget. Dia menjentikkan jari di depan wajahku. Ake mengerjap. Rasa malu menghinggapi diriku. Karena mengingat masalalu, tanpa sadar membuat bibirku selalu tersenyum. Apalagi melihat bodynya yang sangat atletis, benar-benar mempesona. Hach, kucoba menepis hayalanku.
“Mmm, gak apa-apa. Gue uma lagi ada sedikit masalah,” Jawabku gugup.
“Biasa, kalau lo datang kesini pasti bawa masalah. Bukannya bawa makanan kek, atau apa gitu. Sudah bisa ketebak deh,” Jawab pria cuek yang ada di hadapanku.
“Ya iyalah. Lo’kan pengacara, pastilah orang yang menemuimu juga bawa masalah,” Jawabku tak mau kalah.
“Oke, tapi ada fulusnya, ya! Jangan gretongan mulu!” Jawabnya santai.
“Perhitungan amat lo ama gue!” Aku mengerucutkan bibir berpura-pura kesal. Entahlah, saat bertemu dengannya, rasa kesal, amarah hilang seketika. Aku benar-benar menemukan kebahagiaan yang telah lama hilang.
Dia juga sangat baik pada anak-anakku. Namun sayang, suamiku tak menyukai kedekatan mereka. Mas Arya mengira kalau aku yang sengaja mendekatkan anak-anakku kepada fajar. Salah seratus persen. Kebaikan dan hati fajar yang tulus yang bisa membuat anak-anakku dekat dengannya melebihi papahnya. Fajar selalu mendengarkan keluh kesah putraku. Kalau ada masalah, mereka tak segan untuk bertukar pikiran dengan pria yang akrab di sebut om itu. Terutama umar. Dia bahkan banyak belajar tentang agama pada pria keturunan arab itu. Mungkin putraku menemukan sifat seorang ayah pada fajar. Sangat berbeda dengan papahnya yang jarang pulang dan juga jarang mengobrol bersama mereka. Meluangkan waktu sedikit saja juga jarang dilakukan, kecuali kalau sakit. Baru bisa tinggal lama di rumah.
“lo punya waktu berapa lama?” tanyaku pada pria yang sebentar-sebentar menengok ke arah arloji yang ada di tangannya. Dia sangat sibuk dan punya jadwal yang padat.
“Gue free satu jam ke depan. Tapi jangan lo habisin waktu gue!”
“Emang lo mau kemana? Katanya free sejam, tapi kok ngebatasin waktu gue?” tanyaku beruntun.
“Eh, mawar jelek! gue mau lunch sama cewek gue!”
Degg, cewek? Apa fajar sudah punya gandengan? Bagus sih, tapi kenapa ada rasa nyeri dalam dada saat mendengarnya. Tapi aku berusaha untuk bersikap biasa saja.
“Cewek? Emang ada yang mau sama lo? Ngayal deh pasti. Makanya cepet kawin biar gak ngehalu terus,” Jawabku tak mau kalah.
“Sembarangan kalo ngomong. Udah cepetan deh, mau ngomong apa. Bentar lagi cewek gue dateng!”
“Oke deh, raja halu. Begini, aku mencurigai suamiku menghianatiku.”
“Itu lagi, bosen gue dengernya. Kenapa lo gak ganti laki aja sih. Buang aja laki kayak gitu. Percuma hidup lo ngurusin dia. Malah nambah anak mulu. Lo nya yang doyan apa dia sih!” Jawab fajar kesal. Pria itu memang ceplas ceplos. Walau begitu terkadang yang keluar dari mulutnya sebuah kebenaran walau menyakitkan.
“Oke deh, gue gak cerita itu lagi. Ada yang lebih penting. Dia sudah menyalahgunakan kepercayaan ayahku. Intinya perusahaan ayahku mengalami kebocoran keuangan. Dan jumlahnya tidak sdikit. Setelah aku usut, semua bersumber dari mas arya sendiri. Bahkan pak surya sama pak agus di berhentikan tanpa persetujuan ayahku.”
Fajar memegangi dagu sembari manggut-manggut.
“Apa yang kau inginkan?”
“Aku ingin meminta bantuanmu untuk menggantikan pak surya sebagai pengacara perusahaan.”
“Gue bukannya gak mau. Entar laki lo salah paham lagi. Dia pikir gue masih demen ama lo. Ntar jadi masalah lagi, ah pusing!”
Aku menegakkan kepala dan menatap tajam ke arah fajar yang terlihat memainkan ponselnya. Walau jawabannya santai dan sambil lalu, tapi menggelitik rasa penasaranku.
“Emang lo udah gak demen ama gue?!” candaku. Bukan becanda, lebih tepatnya kepo.
“Amit-amit deh! sorry ye dapet second-an dari laki lo. Udah berapa ribu kali lo di goyang ama dia, ih amit-amit deh!” Jawaban yang santai tapi menusuk.
Aku memang selalu becanda dengannya. Bahkan omongan kami jarang serius, tapi kali ini ucapannya membuatku kesal. Lalu kupukul tas yang kubawa ke tangannya. Aku tak peduli dia yang mengaduh dan terus memohon ampun. Dia benar-benar membuatku kesal dengan ucapannya.
Fajar menghentikanku dengan memegang tasku. “Kenapa lo mukul gue?”
“Biarin! Gue sumpahin lo beneran dapet bekasannya arya!” kataku sambil terus memukulnya tanpa ampun.
“Loh,!berati lo nyumpahin diri lo jadi janda dong!”
Seketika aku berhenti memukul fajar. Aku terhenyak. Benarkah aku sudah menyumpahi diriku sendiri menjadi seorang janda. Kenapa aku bisa seceroboh itu. Bagaimana kalau Tuhan mendengar dan mengaminkan ucapanku. Aku benar-benar tak sadar telah mendo’akan jelek untuk diriku sendiri. Semua gara-gara bujang lapuk yang gak laku-laku itu. Oh gusti, bagaimana ini. Aku cabut kata-kataku tadi, ya Alloh. Tolong jangan kabulkan ucapanku yang jelek itu. Amin.
KARYAWAN SONGONG“Apa yang kau lakukan?” terdengar suara seorang wanita begitu keras hingga mengagetkanku. Seketika aku menghentikan tanganku memukul fajar. Pria di hadapanku juga sama terkejutnya denganku. Wajahnya memucat seperti mayat. Aku dibuatnya heran. Seorang pengacara seperti fajar mendadak pucat melihat kedatangan wanita itu.Aku penasaran, semengerikan apa wajah wanita yang ada di belakangku itu. Perlahan, kuputar kepala. Alangkah terkejut saat melihatnya. Bukan hantu mengerikan ataupun monster. Bukan wanita gembul dan berwajah sadis. Tak seperti yang ada dalam bayanganku. Wanita itu begitu cantik dan sexy.Kupandangi dia dari ujung kepala hingga ujung kaki. Kakinya menapak di lantai, itu artinya dia manusia dan benar-benar cantik seperti bidadari dari langit. Rambutnya yang tergerai, kulitnya yang putih mulus, serta kaki jenjangnya benar-benar sempurna sebagai seorang wanita. Dia juga masih muda. Usianya tak jauh be
1O. BABAK PERTAMA PEMBALASAN“Berdirilah, pak. Kerjakan kembali tugas bapak. Dan tolong katakan kepada pak hilman, untuk mengumpulkan seluruh karyawan di ruangan meeting, sekarang juga!” Perintahku padanya. Aku tidak pernah merendahkan para karyawanku. Mereka sama saja manusia seperti kita. Ayahku yang mengajarkan kepadaku untuk berbuat baik kepada mereka yang telah berjasa kepada perkembangan usaha. Tanpa mereka kita bukan apa-apa. Pesannya yang masih kuingat dan dilaksanakan hingga kini.Kedua security itu telah pergi. Namun tidak dengan pria sontoloyo yang ada di hadapanku.“Kenapa anda masih di sini? Apa tidak tahu pintu keluar?!”“Jangan sombong! Tidak ada yang bisa memerintahku, kecuali pak arya. Tunggu, aku akan menghubungi beliau. Aku pastikan kau akan menyesal telah menghinaku!”“Silahkan, aku tunggu!” Aku melipat kedua lengan di depan dada. Melengkungkan satu sudut bibir dan menunggu h
ARYA MENGIKUTIKUAku masuk ke dalam mobil dan membanting pintu. Sesak di dada menahan amarah. Arya wiguna benar-benar mengujiku. Sudah tahu salah, tapi tak juga mau mengakuinya.Pertarungan ini belum selesai. Namun aku sudah merasa lelah. Sekuat apapun, aku tetap seorang wanita yang lemah. Bayangkan saja, aku harus melawan pria yang sangat kucintai, seorang pria yang bersanding denganku hampir sembilan belas tahun. Itu bukan waktu yang pendek.Dulu aku selalu melayaninya, memanjakan dan membuat dia bahagia. Tapi kini, aku harus membuatnya sengsara dan terluka. Mampukah meneruskan pembalasanku ini. Ya Alloh, berilah hamba kekuatan.Menelungkupkan wajah pada kemudi. Tanpa terasa airmataku luluh juga. Aku menangis? Ya, wajarkah? Lalu apa yang aku tangiskan.Wajar. Kerena aku bukan malaikat. Aku tetap manusia yang mencoba mencari keadilan. Biarlah terus menangis. Tak perlu malu mengeluarkan suara tangisan. Toh takkan ada y
KEMARAHAN AYAHKUKubuka jendela mobil dan berhenti sejenak.“Sukurin, siapa suruh menghalangi jalanku!” Aku tertawa mengejeknya. Segera kulanjutkan perjalanan menuju rumah orangtuaku.Sesampainya di rumah ayah, aku mendandani rambut panjangku yang berantakkan. Karena tak membawa sisir, kubenahi dengan tangan. Saat aku melihat wajahku pada spion mobil, terlihat sangat pucat. Tak ada gincu yang menempel. Pakaian yang kukenakan juga sudah lusuh.Inikah penyebab suamiku berhianat? Terlalu pentingkah polesan pada wajah seorang istri yang sangat cape mengurus anak-anak dengan dua tangannya sendiri. Tak pernahkah para suami berpikir untuk membantu, bukan malah mencari pelampiasan di luar sana.Aku juga ingin cantik seperti wanita lain. Tapi salahkah aku yang berpikir kalau suamiku akan menerima apa adanya karena tak pernah cerewet meminta tambahan lebih. Apakah para lelaki tahu kalau pekerjaan seorang ibu sepertik
RESTU ORANG TUAAku memeluk ayah mencoba menenangkannya. Akupun merasakan ketenangan dalam pelukannya. Dengan susah payah menahan airmata, tapi luruh juga. Terisak di bahu yang kian menua tapi masih kokoh. Merasakan degup jantungnya yang kencang karena emosi yang meluap. Mengusap punggungnya hingga detak jantung itu tak lagi menguat. Semoga pelukanku bisa menenangkan emosinya.Merasakan tetesan hangat di punggung tanganku. Setetes, dua tetes hingga membuatku penasaran untuk melihatnya. Ini adalah airmata. Apakah ayahku menangis? Orang yang berhati baja dan paling benci dengan tangisan, kini mengeluarkan airmata. Begitu sesakkah dadanya. Begitu sakitkah yang dia rasakan melihat putri satu-satunya menderita.Kukecup airmata ayah. Takkan membiarkan airmata ini mengering. Aku mengepalkan tangan dan bersumpah Arya dan kroninya harus membayar mahal atas airmata pria yang sangat aku sayangi. Seorang pria yang telah memberikan putri satu-satunya
14. STEFANI KE SEKOLAH UMARDadaku bergemuruh. Kali ini kesalahannya benar-benar tak bisa termaafkan. Tak ada lagi pintu maaf untuknya.“Ayah, aku tegaskan kali ini. Aku sudah tidak mencintai lagi arya wiguna. Tekadku sudah bulat ntuk bercerai darinya. Saat ini aku akan menganggap dia sebagai orang lain supaya tak terikat lagi dengan sumpah pernikahan dan baktiku kepadanya. Arya wiguna, aku membencimu!” teriakku dengan keras. Kemarahan berbalut kesedihan kembali meluruhkan airmata.“Baiklah, ayah akan membantumu. Jangan menyesal kalau nanti Ayah membunuhnya!”“Tidak, ayah! Kematian bukanlah cara yang terbaik. Aku ingin pria penghianat itu merasakan apa yang aku rasakan. Sakit hati, kesal, marah, kecewa dan semua rasa kesedihan. Aku akan membuatnya miskin dan meratapi perceraian kami. Dia akan meratapi menjadi duda miskin dan ditinggalkan oleh istri mudanya. Aku akan membuatnya menyesal seumur hidupnya.. Itulah sumpahku!&rdquo
TERKUAK HUBUNGAN STEFANI DAN UMARMeghentikan mobil dengan perasaan lega. Setelah bergelut dengan waktu akhirnya sampai juga. Hanya terlambat lima menit, kedua putra kembarku pasti belum keluar. Menepikan mobil, dan menatap ke arah sekolah. Para murid sudah berhamburan keluar.Mengembangkan senyuman saat melihat kedua putraku. Umar dan amir kebanggaanku. Satunya mencintai taekwondo satunya lagi ahli memanah dan penembak jitu. Walau keduanya mempunyai hobby yang berbeda, tapi stamina fisik keduanya sangat sempurna menurun dari suamiku. Kuakui, mas arya memang sempurna. Tapi sayang kelakuannya minus.Tunggu, kulihat seperti seorang wanita muda mendekat ke arah kedua putraku. Seperti tak asing dengannya. Aku mendekat ke arah mereka dan menyembunyikan diri di balik pohon yang berada di dekat mereka. Saat melihat dari dekat, membuatku terkejut. Wanita itu adalah bu arya. Untuk apa dia menemui putraku. Apakah ibu mertuaku yang menyuruhnya
MELEDAKNYA EMOSI MIRANTI“Hati-hati, Mah. Stefani sangat licik. Dia bahkan pernah menjebakku dengan memberi obat tidur dalam minumanku, supaya aku mengakui kalau bayi yang ada dalam kandungannya itu adalah anakku! Padahal dia sendiri yang sudah menjual diri pada om-om!” ucapan umar tak mengagetkanku. Walau tadi aku belum begitu jelas mendengar dari mulut buaya betina itu.“Mamah mengerti cara menghadapinya. Menyingkirlah!” perintahku tegas pada kedua putraku.“Miranti, bagaimana caramu menghadapiku. Kau hanya bisa bersembunyi di balik ketiak putra-putramu! Dan suamiku mas arya, juga sering bercerita kalau kau tak lagi menggairahkan. Tubuhmu tak lagi menarik. Banyak gelambir di sana sini. Dan bau apek tak harum seperti diriku. Bagian kewanitaanmu juga tak lagi membuatnya berselera. Mas Arya sendiri yang bercerita kepadaku, Kalau daerah itu sudah ‘tak enak’ lagi. Berbeda dengan diriku yang masih leg
9O. HIDUP DAMAIMIRANTI“Sayang, kenapa berhenti?” aku bertanya kepada suamiku saat menghentikan mobil secara mendadak.‘Itu di depan banyak kerumunan orang. Mobil tidak bisa lewat. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi. Itu ada mobil polisi.” Jawab suamiku sembari menunjuk mobil polisi yang terparkir tak jauh dari hadapan..“Iya.” Aku melihat ke arah depan. Ternyata fajar menghentikan mobil tak jauh dari gedung tua yang menyebabkan trauma pada diriku. Dimana aku hampir saja kehilangan kehormatan dan juga kehilangan orang-orang yang aku sayangi. Semua ini gara-gara Handoyo dan Stefani. Kemana aku harus mencari perempuan hina itu untuk membalas dendam kepadanya.“Maaf numpang tanya, pak. Ada apa ya, kok kelihatannya ramai sekali. Apa ada kecelakaan?” tanya fajar kepada salah satu orang yang berlalu lalang.“Ada korban pembunuhan. Korbannya perempuan. Katanya korban pemerkosaan la
KEMATIAN TRAGIS STEFANIMIRANTIPalu hakim sudah di ketuk. Hukuman untuk putra sulungku sudah ditentukan. Meremas dada yang terasa sesak. Tubuh terasa lemas. Sepuluh tahun bukan waktu yang pendek. Umar akan menghabiskan masa mudanya di dalam penjara.Aku sangat menyesal. Semua terjadi karena aku yang tak bisa mengendalikan emosi. Kalau saja saat itu aku menuruti apa kata suamiku untuk tidak bertindak gegabah, mungkin saat ini aku masih bisa memeluk putraku setiap detik.Fajar beserta tim sudah mengusahakan secara maksimal. Namun kasus yang menimpa putraku tidak ringan. Keluarga Handoyo juga menuntut keadilan. Seandainya saja waktu bisa di putar, aku ingin melihat Handoyo yang duduk di kursi pesakitan. Rasanya bagai mimpi ketika melihat anakkulah yang duduk di sana. Dada terasa bagai di himpit batu besar. Sesak dan sakit tak terkira.“Yang sabar, Mir.” Fajar memelukku erat. Kutumpahkan segala kesedihan pada dadany
KEMATIAN HANDOYOSeorang wanita yang sangat kubenci menghadang langkah. Dia bertepuk tangan dengan suka cita di hadapan.“Kasihan sekali, kamu Miranti. Kau harus kehilangan dua orang yang sangat kau sayangi.”Stefani. Wanita itu benar-benar membuatku kesal.Plaak. Satu tamparan mengenai rahangnya. Plaak, satu tamparan lagi kembali kuhadiahkan kepada stefani. Menjambak rambutnya dengan keras hingga kepalanya terangkat dan meludahi wajahnya.“Lakukan apa yang membuatmu senang. Setidaknya, akulah pemenangnya. Akulah yang melempar batu hingga mengenai tangan Arya dan membuatnya terjatuh. Aku juga yang sudah merencanakan untuk menodaimu beramai-ramai. Itulah sederet dosa yang sangat membuatku bahagia. Walaupun kau berhasil lolos dari berandalan itu, aku tetap puas karena kematian Arya dan anakmu!”“Jadi kau yang melakukannya?!”“Iya! Ha ... ha ... ha ....”Bugg.
KEMATIAN ARYA DAN YUSUF“Pergi kalian atau aku habisi anak ini!” terdengar suara Handoyo dengan nada mengancam dibarengi oleh suara tangisan Yusuf. Serentak kami menoleh dan terkejut melihat Handoyo yang sedang menyandera Yusuf dengan belati di leher. Ayah juga berdiri dengan nafas naik turun tak jauh dari Handoyo. Sepertinya, Ayah baru saja mengejar musuh bebuyutannya itu. Saat posisi terdesak, Handoyo menyandera putraku.“Lepaskan putraku, handoyo! Aku berniat untuk mendekat, tapi Fajar memegangi lenganku.“Jangan gegabah, Mir. Kau bisa membahayakan nyawa Yusuf!” Fajar memegangi tubuhku dengan erat. Aku berusaha melepaskan diri, tapi sayangnya tenagaku kalah kuat dari suamiku.“Lepaskan cucuku Handoyo! Atau kau akan ....”“Akan apa?! Kau akan membunuhku?! Kau bisa lakukan itu setelah kematian cucumu ini!” Handoyo menekan leher Yusuf dengan keras hingga putraku itu menan
UMAR SALAH PAHAM“Yusuf? Dia tadi bersama Arya.” Jawabku sembari menyapu pandangan di seluruh ruangan. Namun tak nampak keduanya. Kemana para penjahat itu membawa mereka.“Arya! Teganya dia menculik darah dagingnya sendiri! Awas akan aku habisi kau!” Fajar mengepalkan tangannya. Matanya memerah dan memancarkan amarah yang membara. Dia pasti mengira Arya yang sudah menculik yusuf. Aku tak boleh membiarkan kesalahpahaman ini.“Fajar. Arya tidak bersalah. Dia tidak menculik Yusuf. Justru dia malah membantuku.”“Diam Mir! Jangan membela manatn suamimu itu! Sudah jelas dia yang bersalah dengan mengumpankan darah dagingnya sendiri tanpa memikirkan dampaknya!”“Fajar aku tidak bohong. Arya memang ....”“Cukup Mir! Ayo aku akan membawamu kepada ayahmu. Setelah itu aku akan mencari Yusuf. Kau pulanglah bersama ayahmu!”‘Tidak, fajar aku....&rd
BANTUAN DATANG“Jadi ini wanita yang akan membuat kami senang, Tuan?”‘Iya. Kalian aku bayar mahal untuk bersenang-senang. Bagaimana, aku orang yang sangat baik’kan?”“Sangat baik ha ... ha ....”“Dia bahkan masih menggunakan gaun pengantin yang sangat sexy. Bagian dadanya yang sedikit menyembul sangat menggiurkan. Membuatku segera ingin menyentuhnya. Ha ... ha ....”“Suaminya pasti akan menangis darah setelah melihat malam pertama istrinya bukan bersamanya, melainkan dengan kami bersepuluh. Ha ... ha ....”“Itu yang kuinginkan. Kalau kalian bisa melakukan tugas dengan baik dan memastikan suami dari wanita itu akan menangis darah, aku akan memberikan bonus untuk kalian ha ... ha ....”Aku berusaha menutup kedua telinga. Namun tetap saja percakapan mereka yang sangat mengerikan terdengar oleh kupingku hingga membuat tubuh menggigil. Wa
BANTUAN ARYA“Aw.” Aku mengaduh saat tanpa sengaja menendang sesuatu yang membuat lutut sakit. Pada saat masih kesakitan sembari memegangi lutut, tiba-tiba ada yang menarik kayu di tangan dengan keras hingga membuatku kembali mengaduh.“Aw. Sakit.”“Miranti?! Benar itu dirimu?!”Aku menegakkan kepala. Arya sudah mengetahui keberadaanku. Gigi gemerutuk menahan amarah melihat pria yang tak pantas menyandang sebutan ayah. Tak mungkin hanya berdiam diri. Arya harus merasakan akibat dari perbuatannya.Mundur beberapa langkah sembari tangan menggapai apapun yang bisa kujadikan alat untuk melindungi diri.Krompyang. Suara benda yang berjatuhan saat tanganku berusaha menggapai sesuatu yang ada di sana. Sialnya aku tak tahu kalau di belakang terdapat banyak tumpukan benda. Tempat yang begitu gelap, benar-benar membuatku kesulitan.“Miranti! Kau tidak apa-apa’kan? hati-hati
masuk kandang macanARYAPlaak. Satu tamparan keras mendarat di pipi saat aku memohon untuk membatalkan rencana jahat Handoyo. Aku bahkan sudah berusaha merendahkan diri dengan mencium kaki Handoyo dan juga istriku. Kalau saja bukan karena keselamatan putraku dan mantan istri yang pernah kusakiti, aku tak sudi untuk mencium kaki manusia tak berperasaan dan juga istri yang tak punya harga diri. Menyesal aku sudah meninggalkan istri sebaik Miranti.“Asal kau tahu, Arya. Aku juga sudah muak denganmu! Kau sudah tidak aku butuhkan lagi! Kini balas dendamku akan terbalaskan. Saat anak dari musuh terbesar sudah berada di genggaman, kau akan kuhabisi setelah mereka! Tapi terlebih dahulu, kau harus menyaksikan penderitaan anak dan mantan istrimu! Mereka semua akan aku habisi di depan matamu! Ha ... ha ....” Handoyo menendang tubuhku. Rasa sakit di sekujur tubuh berusaha kutahan, aku harus tetap memohon kepada iblis yang ada di hadapan.
KENA JEBAKAN“Kejutan.”Tiba-tiba aku dikejutkan oleh mamah, ibu, ayah mertua dan juga anak-anak Miranti. Mereka muncul dari arah dapur.“Apa-apaan sih. Gak lucu tahu’gak” sungutku.“Hey anak nakal. Jangan begitu. Yang sopan sama orangtua!” mamah menjewer kuping hingga aku mengaduh kesakitan.“Lepasin. Mamah nih bikin malu aja.” Aku tak berani melepas tangan Mamah. Seperti inilah kebiasaannya. Mungkin dalam pikirannya aku ini masih bocah ingusan yang suka pipis di celana. Huch. Menyebalkan.“Aku sekarang’kan sudah jadi ayah. Malu sama mereka.” Bisikku di telinga mamah.Wanita yang melahirkanku tersenyum mengejek, lalu mengacak rambutku. Untungnya tanpa harus memintanya lagi, tangannya kini berpindah ke pundak dan mengelus dengan lembut.“Mamah bahagia kalian pulang tepat waktu.” Mengecup keninng dengan lembut. Terlu