" Pembantu ?". Mira tertawa sinis memandang lelaki berkaca mata hitam itu." Heh, kamu jangan asal ngomong ya. Saya kakak dari pemilik rumah ini,"Sang pria menatapnya dari atas sampai ke bawah. Ia melepas kaca matanya. Aura ketampananya semakin terpancar." Sejak kapan Anisa punya kakak perempuan ?" Mira salah tingkah." Saya kakak dari suaminya Anisa," ucap Mira penuh penekanan.Sang pria hanya mengibaskan tangan." Halah kakak ipar. Kenapa kamu disini ? Numpang hidup ? Dasar benalu,"Mira semakin geram dengan pria tersebut. Ia berlalu lalu naik ke atas." Heh pria asing. Jangan sembarangan masuk kamu. Bisa saya laporkan Pak Rt,"" Laporkan saja saya tidak takut,"" Dikira saya hanya menggertak ? Baik saya juga akan panggilkan warga,"Mira berlari ke luar rumah. Memanggil warga dan juga lapor ke Pak RT. Ada pria asing masuk rumah. Dia mengira dia perampok.Banyak warga berduyun-duyun mendatangi rumahnya. Pak RT dan RW juga turut serta." Mana mbak pria itu ?"" Tadi naik ke atas
" Bukan hanya itu, Nis. Kamu tau Markus Hanggara adalah orang yang sangat membenci ayah. Ia pernah masuk jeruji besi. Karena ayah yang melaporkan,"" Sekertaris yang bermain serong dengan Mas Ridwan ya anak dari Pak Markus itu, kak."" Kemungkinan memang ia sengaja masuk ke dalam perusahaan kita. Dan mempengaruhi suamimu untuk merombak tatanan perusahaan."" Apa mereka menginginkan perusahaan ayah kak ?"" Menurut kakak sih tidak. Mereka hanya ingin perusahaan ini bangkrut. Ya walaupun mereka salah satu pemilik saham. Tapi berapa sih nilainya saham disini daripada harta yang mereka punya."Ingin ku caci maki Ratih sekarang juga. Untuk apa dia membenarkan apa yang salah. Dan menyalahkan apa yang benar. Seharusnya mereka sadar, bahwa ayah mereka memang bersalah." Kedatanganku kesini untuk memberi tahukan sesuatu yang penting. Yang ayah ibu tidak sempat menceritakan,". Kak Roy membuka percakapan antara aku dan Mas Ridwan." Ridwan, sebenarnya Anisa bukanlah anak kandung ayah dan ibu. Di
Mereka melongo menatapku. Ada yang terkaget karena telah terlanjur menceraikan aku. Ekspresi mereka para pengikut Ratih juga terlihat kikuk." Rapat macam apa ini. Kalian hanya bercanda. Kalian mempermainkan waktu kami," Pak Albert dengan suara baritonya memecah suasana." Tidak ada yang mempermainkan waktu kalian. Justru saya akan menyampaikan sesuatu yang penting. Jadi begini Lak Albert. Saham anda saya kembalikan sepenuhnya. Jadi perusahaan ini seratus persen milik saya."" Hei tunggu dulu. Kenapa bisa ?" tanyanya dengan nada yang marah. Ah aku bisa menebak dia memang tipikal laku-laki temperamental." Baik. Berhubung semua juga ada disini. Biar semua tau bahwa anda menanam saham disini karena ingin menghancurkan perusahaan yang susah payah dibangun ayah saya. Termasuk Ratih yang mempengaruhi Ridwan untuk merombak total orang-orang perusahaan. Saya ada bukti bagaimana liciknya adik anda menyelewengkan uang perusahaan ? Apa perlu saya lapor ke pihak berwajib ?"Pak Albert hanya dia
"Nis, Nisa," panggil Hisyam dari luar. Laki-laki berbadan tinggi kekar itu tampak berlari dari luar. Entah apa yang akan dia sampaikan kepada istrinya.Anisa berjalan pelan ke sumber suara. Perutnya yang semakin membesar membuat ia semakin begah."Ada apa sih Mas? Kok kelihatannya senang sekali?" tanya Nisa seraya menjabat tangan suaminya dengan takzim."Perusahaan menang tender Nis. Ah benar benar ini rezeki untuk debay," ucap Hisyam penuh syukur.Ya semenjak pernikahan mereka, perusahaan berkembang dengan pesat dibawah kepemimpinan Hisyam. Dan Anisa tidak takut lagi mempercayakan perusaahan itu di tangan suaminya. Hisyam orangnya sangat jujur dan detail. Apapun itu ia sampaikan kepada Anisa sebagai pemilik perusahaan.Anisa membalas dengan senyuman bangga. Namun rasa bahagia itu tak berlangsung lama, saat perutnya terasa melilit, mulas bercampur menjadi satu. Ekspresi Anisa langsung berubah seketika."Nis, kamu kenapa?" tanya Hisyam. Wajah cerianya juga seketika langsung panik.Kare
Bu Woro menatap geram ke arah menantunya itu. Namun Anisa tetap tenang. Bukan ingin bersikap tidak sopan. Ia juga tidak akan berbuat demikian jika tak ada asapnya.Entah ia pun tak tau apa kesalahannya kepada sang mertua. Ibu mertuanya itu selalu sinis terhadapnya. Padahal jika dihitung, apa kurang baik. Keluarga Hisyam yang dulu adalah pemulung, kini dibuatkan rumah yang layak. Dan setiap bulan diberi jatah untuk makan beserta kebutuhannya.Ya mungkin karena dia belum memberikan keturunan untuk sang anak."Maaf ya Mas," ucap Nisa saat Hisyam datang. Kepalanya tertunduk"Hei, kenapa kamu justru minta maaf. Tidak ada yang perlu dimaafkan, sayang. Ini takdir," jawab Hisyam. Ya sebijak itu laki laki itu, sesabar itu dan sebaik itu. Bagaimana Anisa tidak semakin jatuh hati."Maafkan orang tuaku," ucap Hisyam dengan lirih.Anisa hanya tertawa kecil mendengarnya "Aku tau semua Nisa. Aku juga mengerti bagaimana kamu.""Sedikitpun aku tak ada niat melawan ibu mu Mas. Sama sekali tidak. Hanya
Anisa kaget dengan permintaan Ratih. Apakah sampai segitunya hingga dia meminta menjadi ART dengan ijazah sarjana yang dua punya.Anisa sejenak terdiam memikirkan hal tersebut."Mbak, bagaimana? Apakah ada lowongan kerja untuk saya? Cuci pakaian, bersih-bersih, cuci piring saya juga mau Mbak," pintanya lagi mengiba"Maaf sekali Ratih. Di rumah saya tidak ada lowongan. Kamu bisa ke yayasan penyalur jika kamu mau. Mungkin akan cepat mendapat pekerjaan. Sekedar saran saja," jawab NisaRatih kembali tertunduk."Tolonglah Mbak. Saya mohon," pintanya lagi begitu mengiba."Ratih, saya sudah hilang sedari awal. Saya tidak bisa egois. Tidak." jawab Anisa dengan tegas.Anisa mengangguk dompetnya. Ia memberikan beberapa lembar uang berwarna merah."Hanya sedikit. Semoga bisa membantu," kata Anisa sembari meletakkan uang uang itu ke atas meja.Ratih tidak serta Merta langsung menerimanya. Justru ia tertunduk, menangis terisak."Ya Tuhan. Karma memang jahat ya Mbak. Aku sekarang sudah seperti peng
Bu Woro segera menggandeng tangan Clara untu pergi. Meskipun hati Clara masih gamang dengan keberadaan Ratih. Apakah benar apa kata Anisa?"Clara kamu kerja apa kok punya jam kerja sesantai ini?" tanya Bu Woro saat dalam perjalanan pulang. Dia pulang diantar dengan Clara."Ehm aku punya usaha butik kecil-kecilan Bu.""Wah cocok ya dengan Hisyam. Meskipun punya istri kaya raya tapi Hisyam masih punya harga diri. Punya usaha. Punya penghasilan. Tidak hanya numpang makan," kata Bu Woro dengan bangga. Tanpa dia tau bagaimana dulu Hisyam berproses jika tanpa ada campur tangan keluarga Anisa.Namun Clara hanya mengangguk kecil. Pikirannya tidak konsentrasi. Ia masih terngiang-ngiang omongan Anisa tadi."Clara tidak mampir dulu? Ngeteh dulu yuk," ajak Bu Woro."Tidak usah Bu. Saya buru buru," jawab Clara. Bahkan netranya tidak menatap Bu Woro. Dan setelah itu ia menarik gas mobil dengan cukup kencang. Bu Woro sebenarnya kaget. Namun dengan Clara ia mencoba bersikap biasa saja."Siapa sih Bu
"Antisipasi tak ada salahnya Nis. Lagipula kenapa sih pakai banyak acara kesini memberi aku makanan. Aku tidak kekurangan. Masih banyak diluar sana yang membutuhkan," gerutu Hisyam dengan kesal.Rupanya gerutuannya tersebut terdengar oleh Pak Fikri. Hati laki laki tua itu semakin bergetar. Ia takut jika rumah tangga anak semata wayangnya itu kenapa Napa."Syam, kamu marah?" tanya Pak Fikri dengan pelan yang tiba tiba muncul di belakang Nisa dan Hisyam yang ada di ruang makan.Mereka terpekik kaget. Hisyam salah tingkah. Ia tau jika sang bapak gampang kepikiran sesuatu."Eh tidak Pak. Tidak apa apa." jawab Hisyam"Apa kamu marah dengan ibu?" tanya Pak Fikri tiba tiba.Hisyam bukan tipe orang yang suka berbohong. Jika berbohong raut wajahnya akan memerah.Ia hanya menghela nafas pelan sebagai jawabannya. Dan Pak Fikri mengerti maksudnya."Maafkan ibumu ya Syam. Jangan goyah hanya karena ibu," pesan Pak Fikri. Wajah tuanya terlihat tak enak hati"Iya Pak. Bapak tenang saja. Mas Hisyam d