Bagas mampir ke rumah Kamilia. Dia ingin menunjukkan sesuatu kepada adiknya itu. Kamilia tersenyum penuh kemenangan, rencananya sudah dieksekusi dengan hebat oleh Bagas."Ini Erika?" tanya Kamilia. Dia menunjuk wanita yang berpakaian seksi di ponsel Bagas. "Ya, dialah Erika, wanita yang membantu kita," jawab Bagas.Kamilia mengamati foto-foto Garganif dengan Erika. Pose mereka benar-benar seperti sedang melakukan percintaan. Kamilia tertawa kecil, Garganif akan panik saat bangun di pelukan wanita itu."Pembalasan seorang perempuan akan lebih sadis, Garganif," gumamnya."Apa?" tanya Bagas."Gak apa-apa," jawab Kamilia. "Mana pesananku? Kamilia menadahkan tangan, Bagas memberikan sebuah kartu chip provider baru. Wanita itu menimang-nimang kartu tersebut. Kemudian, memberi isyarat kepada Bagas untuk pulang. Dia berterima kasih dengan segala bantuan Bagas. "Kau hebat, Erika, kau akan menang banyak" gumam Bagas sambil memutar kunci mobilnya bersia pulang.Laki-laki itu kembali ke rumahny
Kamilia tidak segera menjawab. Wanita itu tersenyum-senyum membuat Garganif curiga. Sikap laki-laki itu kini seperti khawatir dengan sikap Kamilia yang tenang-tenang saja. Kamilia tidak pernah marah walau tahu Garganif berselingkuh. Garganif curiga Kamilia tidak memiliki rasa cinta lagi terhadap dirinya. Kalau Kamilia berniat pergi darinya, laki-laki itu akan bangkrut."Jalan-jalan, Papi!" teriak Rinai."Kemana, Sayang?" tanya Garganif."Ke mall, main ice skating, aku mau belajar menari, ya kan, Mi?""Ya sayang, yuuu pergi!" ajak kamilia.Mereka berdua pergi tanpa mengajak Garganif, laki-laki itu duduk dengan lunglai. Hari ini adalah hari tersial dalam hidupnya. Uang juta seratus lenyap dalam semalam. Ingin rasanya sekali berteriak-teriak. Paulina juga sudah berbohong di satu pernikahannya. Masih terbayang wajah Erika, saat tahu rekeningnya tiba-tiba gendut dengan transferan darinya. Lebar sekali senyumnya saat berterima kasih. "Kita akan menjadi mitra kerja yang saling menguntungka
Paulina terus mendesak Garganif agar segera mengirim uang sebanyak 200 juta. Dengan ancaman mau memberi tahu Rinai kalau sebenarnya dia adalah ibu kandungnya. Uang dari perusahaan Kamilia masih tersisa 400 juta di rekening pribadinya. Belum sempat dipakai karena uang itu sebenarnya untuk jaga-jaga. Jika Kamilia menginginkan dirinya pergi, dia masih punya uang simpanan."Cepatan!" Pesan dari Paulina membuat kepalanya berdenyut dengan kencang. Sakit rasanya. Akhirnya dengan dia mentransfer uang sebesar 150 juta. Garganif kemudian mematikan handphonenya. Berusaha untuk tidur, rasa kesalnya memuncak. "Sial sekali... benar-benar sial!" teriaknya. "Apanya yang sial?" Tiba-tiba Kamilia sudah berada di ambang pintu. Garganif kaget karena tidak mendengar suara mobil Kamilia masuk garasi. Tahu-tahu dia sudah ada di ambang pintu. "Jangan-jangan Kamilia tahu aku mengirim uang ke rekening Paulina," pikirnya."Aku ingin tidur dari tadi, tidak bisa," jawab Garganif tetapi berbohong."Mungkin lapar,
Paulina lama berpikir, menimbang-nimbang buruknya. Hatinya lebih condong untuk menerima. Dia merasa pikirannya tidak perlu gila hanya untuk ide Garganif. Dia juga bahagia dalam hidupnya. Kali ini dia akan bermain cantik serapi mungkin.Freza masih menunggu keputusannya. Dia bertanya lagi tentang kesediaan Paulina untuk bertemu dengannya. Wanita itu berjanji untuk segera bertemu."Bagaimana, Sayang?" tanya Freza."Baiklah, aku akan segera menemuimu. Janji tapi, membelikan aku tas," pinta Paulina."Apa pun itu, aku turuti," jawab Freza di seberang sana.Hati Paulina berbunga-bunga, kali ini dia akan selamat dari harga Garganif. Permintaan uang tapi barangnya tidak ada. Garganif sempat mengirim pesan tadi, bahwa dia akan pergi selama sepekan. Paulina tidak bertanya akan pergi ke mana, malah senang. Kesempatan bertemu Freza akan datang dengan leluasa. Senyum terkembang di tujuan, mengantarkan wanita itu pulas. **Paulina bermimpi bertemu dengan pujaan, berkendara kuda putih. berada di se
Kamilia memandang Garganif yang berlalu dari ruang makan. Hati kecilnya tertawa melihat muka kusut suaminya. Uang 150 juta sudah melayang sia-sia. Kini sudah aman di rekeningnya, nangkring cantik setelah Erika mengambilnya secara paksa.Tidak sia-sia membayar Erika sebesar lima juta untuk setiap uangnya sebesar 100 juta. Erika juga begitu luwes memainkannya. Dia tidak seperti sedang pura-pura solusi dengan Bagas. "Apa mungkin Erika suka dengan Bagas, ya," pikir Kamilia. Kamilia dengan bapaknya –Freza, sudah lama tidak mengunjunginya. Kamilia juga sudah lama tidak mengunjungi orang tuanya di kampung. Ibrahim –bapak sambungnya, kini sudah sering sakit-sakitan. Kehidupannya yang akrab dengan minuman keras dulunya, membuat daya tahan tubuhnya kian rapuh. Berbagai penyakit menghampirinya, untung ibunya sabar mengurusnya. Mungkin sebagai ungkapan terima kasih, dulu Ibrahim menyelamatkan dirinya saat hamil tidak jelas siapa bapaknya. Tidak ada yang tahu walau sebenarnya Ayunina sudah menik
Kamilia mengungkapkan ketajaman Garganif. Pengalaman mengajari dirinya untuk tetap waspada. Pasti Garganif ada rencana lain yang mewajibkan laki-laki keluar kota. Terakhir saat Garganif keluar kota, dia menikah dengan Paulina."Sendiri," jawab Garganif singkat. Wajahnya masih tampak muram dan kusut.Kamilia maklum, dua orang wanita sudah memeras Garganif hari ini. Mereka bergerak karena suruhan dari Kamilia. Garganif tidak tahu itu, semestinya memang tidak tahu. kejutan besar kekuatan wanita saat disakiti akan terungkap pada waktunya. Garganif belum paham, bagaimana istrinya bergerak cepat dalam senyap.Hari berganti malam, pikiran Garganif masih menemukan jalan keluar agar dirinya aman dari kebangkrutan. Dia yang sudah menunjuk Kamilia tidak tenang hidupnya. Jauh di lubuk hati Kamilia akan mengambil tindakan suatu hari. Namun dirinya tidak tahu, dia akan didepak atau Kamilia memaafkannya. Kamilia hanya diam mengetahui Garganif berselingkuh. Tidak banyak bicara seperti biasanya. Namu
Garganif tidak ingin mengangkat panggilan istrinya. Dia marah sekaligus malu diketahui oleh Kamilia. Rencana besarnya gagal sebelum melangkah. Akhirnya Garganif diam saja melihat ponselnya terus mencari celah. Laki-laki itu indahnya.Tahu Garganif tidak mengangkat teleponnya, Kamilia mencoba menelepon lagi, dia tersenyum puas dalam hati. Garganif tetap tidak mengangkat telponnya. Kamilia akhirnya menelepon Riyanto, staf kantor baru saja naik jabatan.Kamilia : Halo, Pak Riyanto. Bagaimana dengan tanggapan Pak Garganif?Riyanto : Pak Garganif sepertinya marah, Bu. Mukanya merah padam saat tahu posisinya ada yang menggantikan.Kamilia : Bagaimana dengan pengacara yang melaporkan rencana Pak Garganif? Sudah beres?Riyanto : Sudah, Bu! Masalahnya dengan kita sudah diselesaikan. Sekretaris Delia sudah transfer uang seratus juta.Kamilia : Baik, terima kasih, Pak Riyanto. Selamat bekerja!Riyanto : Baik, Bu. Terima kasih.Kamilia bernapas lega. Seminggu sebelumnya ada laporan dari pengacara
Paulina panik setengah mati dalam diamnya. Dia ingin menghubungi Garganif atau orang tuanya. Dengan tangan gemetar dirogohnya ponsel yang berada di tasnya. Wanita itu benda pipih tersebut. Freza meliriknya sekilas, diambilnya telpon genggam milik Paulina tersebut. "HP-mu aku simpan dulu, kamu tidak akan memerlukannya," kata Freza. Telepon seluler itu berpindah tangan, Paulina memandang Freza dengan pandangan penuh protes. "Aku mohon, izinkan aku menelepon suamiku ... ehh!" Paulina cepat- menutup cepat mulutnya. Perempuan itu sudah keceplosan bicara. Paulina memandang ke arah Freza, laki-laki itu seperti tidak mendengar kata-kata Paulina, tetap fokus dengan jalan di pujian. Paulina mengusap… lega.Akhirnya wanita itu hanya pasrah, menangis diam-diam. Sekuat tenaga dia menahan, tak urung air matanya menetes juga. Freza mengetahui kalau Paulina menangis. Laki-laki itu menoleh, ternyata dia tidak senang. "Aku benci wanita menangis. Mengapa harus menyesal dengan keputusanmu? sejak tadi
"Selamat, Bu Kamilia, aduh jagoannya ganteng sekali!" Teman Kamilia setengah berteriak melihat keelokan buah hatinya."Ya, Allah, ini sih ketampanan yang hakiki!" Amira histeris, dasar cerewet.Harus diakui anaknya memang terlahir sangat rupawan, alhamdulillah. Bukan karena pujian ibunya, tapi setiap orang yang datang menengok semua rata-rata terpesona melihatnya. Mungkin karena ibu bapaknya juga memiliki wajah yang cantik dan tampan, namanya juga seorang model.Namun, di balik puja puji tersebut terdapat cerita yang mengiris hati. Kejadian yang hampir merenggut nyawa Kamilia, karunia Allah yang tak terhingga, wanita itu masih bisa bernafas hari ini.Si tampan ini adalah anak Kamilia yang pertama, usia menjelang empat puluh. Kehamilannya memang agak bermasalah, ketika USG, terlihat ari-ari bayi dibawah menghalangi jalan lahir. Namun, Kamilia bersikukuh untuk lahiran normal.Saat lahiran pun tiba, siang Kamilia sudah pergi ke rumah sakit ditemani suaminya, Saiful. Ternyata pembukaan tid
Suasana hening menunggu aksi Saiful selanjutnya. Menerka-nerka apa sebenarnya yang akan terjadi.Lelaki itu berlutut di depan Kamilia. Tangannya mengeluarkan kotak segi empat kecil berwarna merah. Kamilia terpaku melihat tingkah laki-laki itu. Semua yang hadir juga tidak ada yang bersuara. Suasana hening dan syahdu. Seiring musik mengalunkan nada cinta. "Maukah kau menikah denganku?" Bergetar suara Saiful saat menyatakan keinginannya.Suara tepuk tangan gemuruh disertai suitan. Mereka berharap agar Kamilia juga menerima lamaran Saiful. Berkaca-kaca mata Kamilia, tanpa diduga laki-laki yang dicintainya melamarnya kini."Terima … terima!"Hadirin ramai berteriak. Mereka menyemangati Kamilia agar segera menerima cincin itu. Kamilia memandang ayah dan ibunya. Mereka mengangguk tanda setuju.Perlahan-lahan Kamilia menyodorkan tangannya. Saiful menyambutnya, lalu lelaki itu berdiri. Dia mengambil cincin dari kotaknya dan menyematkannya di jari manis Kamilia.Gemuruh tepuk tangan kembali mem
Sore yang cerah membawa Kamilia serta Amira dan Rinai sampai ke sebuah pelataran rumah sederhana. Kamilia dan Amira pergi menemui orang tua Amira. Untuk pertama kalinya Amira pulang setelah pergi selama bertahun-tahun.Tadinya Amira tidak mau tapi Amira memaksanya untuk meminta restu dari orang tuanya. Mereka pergi bertiga dengan Rinai ke rumah Amira."Ini rumahmu?" tanya Kamilia.Gadis itu hanya mengangguk. Dia menatap lekat rumah yang sudah lama ditinggalkannya. Ribuan kenangan berlompatan dalam benaknya. "Aku tidak mau!" seru Amira."Anak durhaka, ikuti dia! Dia akan memberimu pekerjaan." bentak bapak Amira –Zulfikar."Aku masih ingin sekolah, Pak," ratap Amira."Pergilah! Ikuti dia." Suara Zulfikar semakin lemah. Hatinya juga hancur harus merelakan anaknya menjadi pelacur."Mak!" Amira mencoba memohon pertolongan kepada ibunya.Ibunya hanya menggeleng sambil menangis. Matanya sudah bengkak karena menahan tangis sejak tadi. Kini, air matanya tumpah tidak dapat dibendung lagi. Pupu
Kamilia mengusap air matanya. Bersaing dengan hujan yang semakin deras. Lamunan Kamilia semakin dalam. Tok tok tok.Suara ketukan di pintu kembali membuyarkan lamunannya. Rupanya Saiful sudah berada di ambang pintu."Pulang," ajak Saiful."Masih hujan," ujar Kamilia. "Kayak jalan kaki saja, ayo!"Dengan malas Kamilia beranjak dan mengikuti pria itu. Wanita itu tidak ingin membantahnya. Hujan masih mengguyur Jakarta saat mereka menyusuri jalan yang basah. Tampak sepasang laki-laki dan perempuan berjalan dalam hujan. Tangan wanita itu merangkul erat pinggang laki-laki itu. Kamilia membayangkan itu adalah Garganif. Sukar diterima akal, jika dirinya kini telah berpisah. Entah mengapa sakit sekali hati Kamilia membayangkan Garganif dengan wanita lain."Kenapa?" tanya Saiful demi dilihatnya Kamilia hanya duduk mematung. Lelaki itu mengikuti arah pandang Kamilia. Dia melihat sepasang manusia berjalan sambil berangkulan. "Teringat siapa?""Tidak ada, kenapa?" "Enggak, lain dari biasanya.
Kamilia merasa curiga melihat Amira dan Bintang berbisik-bisik sambil melirik ke arahnya. "Ngapain mereka?" pikir Kamilia. Dia melirik ke arah Saiful. Sama juga, lelaki itu tampak tersenyum misterius.Rinai yang sudah selesai berbelanja mengajak Kamilia untuk segera pulang. Namun, Saiful memberi kode bahwa dirinya masih ada tempat yang dituju."Oom masih ada urusan lain. Jangan dulu pulang, ya!" bujuk Saiful."Mungkin dia ada urusan mendadak," pikir Kamilia.Berlima mereka menaiki mobil mewah keluaran terbaru. Bintang dan Amira duduk bersebelahan di belakang. Rinai dipangku oleh Kamilia. Terlihat sebagai keluarga yang sangat bahagia. Kamila tersenyum bahagia, begitu pula Saiful. Lelaki itu selalu menyunggingkan senyum."Apa ih, senyam-senyum?" tanya Kamilia."Tidak apa-apa. Sebaiknya kamu tutup mata deh," jawab Saiful."Kenapa? Kalian pada kenapa, sih? Kok mencurigakan?" Kamilia bertanya."Tidak ada apa-apa?" Saiful tersenyum penuh misteri."Apa, sih?" Kamilia menggerutu. "Sok mister
Hari ini Kamilia berniat untuk pergi ditemani oleh Saiful dan Rinai. Bintang dan Amira juga merengek ingin ikut. Dasar, ada-ada saja mereka ini. "Ayolah, Kak, cuma ikut saja nggak minta digendong, kok," kata Amira dengan wajah merajuk. Mau tak mau membuat Saiful dan Kamilia tersenyum dan mengangguk ke arah mereka berdua. Kubiarkan mereka asik menikmati permainan di mall itu, saat Kamilia sendiri memilih masuk pada sebuah salon kecantikan terkenal di tempat itu. Sekarang saatnya dia memanjakan diri, sedikit melupakan hal-hal yang membuat otak dan pikiran lelah dan stress.Saiful dan yang lainnya juga seperti tak keberatan meluangkan waktu hanya untuk menunggui Kamilia yang membutuhkan waktu hingga dua jam lebih itu.Setelahnya, mereka berjalan beriringan. Menyusuri satu demi satu toko yang menjual aneka barang dagangannya, lalu berhenti di sebuah toko baju yang menyediakan perlengkapan kebutuhan anak-anak. Selain desain yang menarik, harganya juga masih ramah dikantong dengan model ya
"Apa sebaiknya kita percepat saja pernikahan kita?" tanya Saiful.Kamilia yang tengah minum orange jus kesukaannya, langsung menyemburkannya dan hampir saja mengenai muka Saiful. Tentu saja lelaki itu kaget dibuatnya."Kamu itu bercandanya nggak lucu tau," kata Kamilia ketus. Wanita itu menatap ke arah Saiful yang langsung terbahak sambil mengangsurkan tisu padanya."Maaf, kamu sampai kaget begitu. Tapi aku tidak bercanda Kamilia, aku serius dengan ucapanku barusan.""Kamu pikir mentang-mentang aku janda, makanya kamu bisa seperti itu memintaku untuk menikah segera?" "Bukan begitu maksudku, hanya saja aku sudah tak tahan dan ingin segera memilikimu. Lagi pula aku takut tergoda dengan yang lain, atau kamu akan kembali kepada Garganif lagi," ungkap Saiful jujur.Kamilia memutar bola matanya malas, merasa ucapan Saiful sungguh tidak penting."Jika aku mau kembali kepada lelaki itu, aku tidak akan duduk di sini bersamamu dan mengatakan padamu tentang kedatangan papanya Rinai.""Oh ya, beg
Kamilia menghentikan mobilnya tepat di depan mereka, Amira dan Bintang. Tawa Kamilia terhenti saat melihat mata Amira bengkak."Apa yang terjadi?Jangan bilang kamu yang membuat Amira menangis!" tuduh Kamilia kepada Bintang."Bukan bukan aku," elak Bintang. Pemuda itu melihat ke arah Amira mengharapkan dukungan."Bukan, Kak. Aku hanya teringat Andra." Amira menjawab sambil masuk ke mobil. "Kamu gak ikut?" tawar Amira."Aku bawa motor." Bintang melambaikan tangannya kepada mereka."Kamu pacaran sama Bintang?" tanya Kamilia."Hehehe." Amira hanya tertawa malu. Dia menunduk menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah."Ya, sudah, gak apa-apa. Kakak juga mau nikah," ucap Kamilia mengagetkan Amira."Sama siapa?" Amira menoleh dengan cepat, memastikan kalau dirinya tidak salah mendengar."Saiful." Seketika ingatan Amira melayang kepada sosok laki-laki tampan yang bermata teduh. Seorang laki-laki yang sempurna. Amira juga ingin mempunyai suami seperti dia. Sudah ganteng, sholeh, punya perusaha
Laila terkejut mendengar perkataan Amira. Bisa saja Andra meminta Bintang untuk mencintai Amira."Bisa jadi," kata Laila sambil berbisik. Mereka menjaga agar suaranya tidak terdengar oleh orang lain."Ssst … jenazah sudah keluar. Ayo!" Amira menggamit lengan Laila. Mereka berjalan beriringan dengan pelayat lainnya. Bintang tampak menggandeng sang ibu. Bintang mengedipkan matanya sebagai isyarat dirinya tidak bisa dekat-dekat dengannya. Amira mengangguk, gadis itu mengerti.Amira menangis saat pemakaman, begitu pula Laila dan Adelia. Mereka bertiga lama terpekur setelah orang lain pulang. Mengenang saat-saat kebersamaan dulu dengan kenangannya masing-masing."Kita pulang, yu," ajak Laila.Amira dan Adelia mengangkat wajahnya. Mereka berdiri lalu beranjak dari gundukan tanah merah itu. Berjalan menyusuri deretan batu nisan.Amira menoleh ke arah makam Andra. Gadis itu seperti melihat Andra berdiri menatapnya. Amira berhenti memperhatikan, dia akan kembali lagi. Namun, Laila menggamit le