Alex memastikan sekali lagi bahwa orang yang di dalam taksi itu adalah targetnya. Setelah yakin dia mulai mengikuti ke mana taksi itu pergi. Benar saja, rute taksi itu adalah rute laki-laki yang selama tiga hari ini diikutinya. "Kalau rezeki tidak ke mana!" ujarnya sambil memukul stang motor. Dia girang bukan kepalang. Tidak sia-sia dia memata-matai selama tiga hari. Namun, kini akan bertambah pekerjaan dengan hadirnya supir taksi. Supir taksi pasti tidak tinggal diam melihat penumpangnya ada yang menghajar. Sepanjang perjalanan Alex memikirkan rencana agar satu langkah, dua orang bisa ditaklukkan.Sementara itu pengemudi taksi merasa heran dengan motor di belakangnya. Sejak keluar dari kantor tadi, dia mengikuti mobil terus. Sopir taksi itu sudah memberinya jalan, tapi motor itu tetap di belakangnya."Siapa yang mengikuti kita, Pak?" tanya pengemudinya taksi."Entahlah, biarkan saja. Mungkin bukan membuntuti kita?" sahut penumpangnya.Supir taksi itu melongok ke arah spion. Motor d
Kamilia nampak mondar-mandir di ruangan tamu. Rumahnya yang luas tak lantas membuat dirinya merasa tenang. Dia gelisah karena belum ada kabar dari Kalimantan. Wanita itu menelpon suaminya, dia ingin tahu kabar suaminya. Garganif masih tidak mau mengangkat teleponnya juga. Padahal dia dalam bahaya kini. Garganif harus pulang ke Jakarta sekarang, kalau ingin selamat.Kamilia sudah menerima semua bocoran tentang rencana Garganif. Namun, dia masih merasa sayang kepada suaminya. Wanita itu harus segera memberi kabar kepada Garganif. Malam ini juga harus pulang ke Jakarta."Pulang malam ini juga!" Kamilia mengirimkan pesan untuk suaminya. Dia lega saat terlihat tanda sudah dibaca. Terserah, dia mau menurut atau tidak. Resikonya dia yang tanggung.Telepon seluler Kamilia bergetar. Ada sebuah panggilan dari orang yang ditunggunya. Dengan harap-harap cemas wanita itu mengangkat teleponnya. Orang itu ternyata membawa kabar gembira. Rencana Garganif terhadap Riyanto bisa digagalkan."Akhirnya …
Freza meninggalkan rumah tempat dirinya menyekap Paulina. Dia mengirim pesan kepada Kamilia untuk segera datang ke rumahnya. Ada yang ingin disampaikannya."Apakah Papa gagal mengamankan Paulina?Mengapa aku di suruh ke rumahnya?" tanya Paulina dalam hati."Rinai … Rinai!" seru Kamilia memanggil putrinya."Ya, Mami." Rinai menjawab sambil mendekati Kamilia."Kita ke rumah kakek," kata Kamilia sambil merapikan penampilan Rinai."Ok," jawab putri cantik itu.Freza senang sekali Rinai datang, dia memberi hadiah yang dibelinya tadi bersama Paulina. Senang sekali gadis kecil itu, dipeluknya boneka beruang yang sangat lembut itu erat-erat."Sana main sama Oom Bagas!" suruh Freza."Lho memangnya ada Bagas?" tanya Kamilia."Ada," jawab Freza."Oom … Oom Bagas, Rinai datang!" Rinai berlari ke ruang dalam sambil berteriak. Kamilia duduk di hadapan Freza yang tampak sedikit tegang. Raut wajahnya bingung untuk memulai percakapan. Kamilia tidak berani memulai."Suamimu sudah pulang?" tanya Freza.
Kamilia bingung bagaimana harus menentukan sikap. Bapaknya jatuh cinta kepada madunya. Persoalan semakin berbelit-belit. "Bagaimana, apakah kamu setuju, Mila?" tanya Freza."Setuju apa?" tanya Bagas tiba-tiba."Hai Rinai ke mana?" tanya Kamilia. Wanita itu tidak melihat Rinai bersama Bagas."Tidur," ujar Bagas pelan. "Setuju apa tadi?" ulang Bagas."Hihihi hihihi." Kamilia terkikik geli.Freza melotot, Kamilia semakin tertawa. Bagas tentu saja keheranan melihat tingkah mereka. "Kasih tahu gak ya?" tanya Kamilia sambil melirik, menggoda bapaknya. Freza tertawa melihat tingkah Kamilia."Terserah! Nanti juga Bagas tahu," jawab Freza."Apa sih ini yang dibahas? Serius sekali tampaknya?" Bagas masih mengulang pertanyaannya."Papah suka kepada Paulina … hahaha hahaha." Kamilia menutup mulutnya, dia terkikik geli."Huss," sergah Freza."Paulina … Paulina mana?" tanya Bagas kaget. "Jangan bilang kalau dia madu kamu, Mila!" sambung Bagas."Itulah," jawab Kamilia. Kembali wanita itu tertawa."
Kamilia melihat Garganif datang dengan wajah penuh kemarahan. Hatinya tersenyum melihat tampang suaminya itu. "Tentu Paulina sudah bikin ulah ini," bisik hatinya.Freza berhasil membuat Paulina bertekuk lutut. Laki-laki itu berhasil meyakinkan Paulina, kalau Garganif hanya memperalat dirinya saja. Sengaja ingin membuat Kamilia cemburu dengan pura-pura perhatian kepada Paulina. Puas rasanya membuat hati Garganif semakin kalang kabut. Kamilia merasa hatinya semakin ringan. "Aku membangun perusahaan itu dengan susah payah, sebagai suami tidak seharusnya kamu berbuat licik kepada istrimu!" Dalam hati Kamilia sangat mengecam tindakan suaminya. Makanya Kamilia bermaksud membalas dengan menggagalkan semua rencananya."Ada apa?" tanya Kamilia basa-basi. Garganif tidak menjawab, dia mengempaskan bokongnya di sofa. Pikirannya kalut, harus bagaimana menjelaskan semuanya kepada Kamilia. Garganif memandang Kamilia dengan ragu."Aku bertengkar ….""Dengan siapa?""Paulina … dia minta cerai," kat
Rinai terperanjat dari tempat tidurnya. Rupanya dia ketakutan sendiri dengan cerita Kamilia."Mami …. apakah dia jahat?" tanya Rinai. Rinai takut peri jahat itu mendatanginya. Gadis kecil itu memeluk ibunya, mendekapnya erat. Menyembunyikan mukanya dalam pelukan hangat Kamilia."Kita baca kelanjutannya, oke!""Oke … Mami!" seru Rinai senang. Cerita tentang peri itu membawa angan-angannya seperti melayang. Menjadikan dirinya seperti peri juga, dia ingin sekali bisa terbang seperti Sierra. Ingin bertemu peri yang bisa mengajarinya terbang.Dalam bayangan gadis kecil itu terlihat sebuah negeri peri yang indah. Penuh warna-warni dengan penduduknya yang beterbangan. Alangkah senangnya saat terbayang dirinya juga mempunyai sayap lalu terbang bersama Sierra.Rinai merapatkan duduknya ke arah Kamilia. Gadis kecil itu sudah tidak memeluknya lagi. Ketakutannya sudah hilang, berganti dengan bayangan indah tentang negeri peri.Kamilia melanjutkan membaca :**MELVI SI PERI JAHAT"Itu Melvi, per
Riyanto yang selamat dari targetnya Alex merasa bersyukur. Dia ikut ke kantor polisi untuk menjadi saksi. Namun, Alex tetap membisu tidak mau bicara tentang peristiwa itu.Sementara Andi, dia dijemput oleh bosnya. Bosnya menjamin kalau Andi tidak ada keterlibatan dalam penculikan Riyanto. Andi hanya akan menagih utang. Polisi bertanya kembali kepada Alex. Laki-laki itu hanya diam membisu."Apakah kamu kenal dia?" tanya polisi kepada Alex sambil menunjuk ke arah Andi.Alex menggeleng. Justru Alex diam sangat menguntungkan bagi Andi. Bosnya berusaha untuk mengeluarkan Andi sebelum kasusnya dilimpahkan ke Polres."Mengapa bos hanya membelamu, aku juga sama anak buahnya," bisik Alex."Pengkhianat! Tempatmu harusnya di neraka?" umpat Andi. Alex diam karena seorang polisi memandang ke arah mereka. Alex sudah membayangkan jeruji besi akan mengurungnya. Lewat perdebatan alot Andi bisa keluar bebas dari tuduhan, karena ada jaminan dari bosnya. Berdalih tidak cukup bukti. Tinggal Alex yang mer
Kamilia tersenyum dalam hatinya. Ini adalah saat terbaik baginya untuk membuka kedok Garganif. Laki-laki itu harus tahu kalau sesungguhnya Kamilia tahu sepak terjangnya. Perempuan itu masuk ke kamarnya, duduk di sofa samping tempat tidurnya. Garganif dengan perasaan tidak karuan mengikutinya. Sesungguhnya hatinya yang busuk sudah mulai ketar-ketir. Takut segala perbuatannya akan terungkap."Apa yang kamu ketahui tentang Alex?" tanya Garganif. Kecemasan terlihat di wajahnya."Tidak ada …." Kata-kata Kamilia sengaja menggantung.Garganif menahan napas karena tegang, seperti seorang pesakitan yang menunggu vonis. Dia memandang Kamilia tanpa kedip. "Tadi kamu bilang tahu semuanya tentang Alex," sergah Garganif."Sekarang ceritakan padaku, siapa Alex?" Kamilia membalikkan arah pembicaraan. Sekarang Garganif yang harus menceritakan tentang Alex. "Mengapa jadi aku? Bukankah kamu yang duluan bicara tentang Alex," protes Garganif."Aku hanya mau tahu Alex versimu," ujar Kamilia. Garganif b
"Selamat, Bu Kamilia, aduh jagoannya ganteng sekali!" Teman Kamilia setengah berteriak melihat keelokan buah hatinya."Ya, Allah, ini sih ketampanan yang hakiki!" Amira histeris, dasar cerewet.Harus diakui anaknya memang terlahir sangat rupawan, alhamdulillah. Bukan karena pujian ibunya, tapi setiap orang yang datang menengok semua rata-rata terpesona melihatnya. Mungkin karena ibu bapaknya juga memiliki wajah yang cantik dan tampan, namanya juga seorang model.Namun, di balik puja puji tersebut terdapat cerita yang mengiris hati. Kejadian yang hampir merenggut nyawa Kamilia, karunia Allah yang tak terhingga, wanita itu masih bisa bernafas hari ini.Si tampan ini adalah anak Kamilia yang pertama, usia menjelang empat puluh. Kehamilannya memang agak bermasalah, ketika USG, terlihat ari-ari bayi dibawah menghalangi jalan lahir. Namun, Kamilia bersikukuh untuk lahiran normal.Saat lahiran pun tiba, siang Kamilia sudah pergi ke rumah sakit ditemani suaminya, Saiful. Ternyata pembukaan tid
Suasana hening menunggu aksi Saiful selanjutnya. Menerka-nerka apa sebenarnya yang akan terjadi.Lelaki itu berlutut di depan Kamilia. Tangannya mengeluarkan kotak segi empat kecil berwarna merah. Kamilia terpaku melihat tingkah laki-laki itu. Semua yang hadir juga tidak ada yang bersuara. Suasana hening dan syahdu. Seiring musik mengalunkan nada cinta. "Maukah kau menikah denganku?" Bergetar suara Saiful saat menyatakan keinginannya.Suara tepuk tangan gemuruh disertai suitan. Mereka berharap agar Kamilia juga menerima lamaran Saiful. Berkaca-kaca mata Kamilia, tanpa diduga laki-laki yang dicintainya melamarnya kini."Terima … terima!"Hadirin ramai berteriak. Mereka menyemangati Kamilia agar segera menerima cincin itu. Kamilia memandang ayah dan ibunya. Mereka mengangguk tanda setuju.Perlahan-lahan Kamilia menyodorkan tangannya. Saiful menyambutnya, lalu lelaki itu berdiri. Dia mengambil cincin dari kotaknya dan menyematkannya di jari manis Kamilia.Gemuruh tepuk tangan kembali mem
Sore yang cerah membawa Kamilia serta Amira dan Rinai sampai ke sebuah pelataran rumah sederhana. Kamilia dan Amira pergi menemui orang tua Amira. Untuk pertama kalinya Amira pulang setelah pergi selama bertahun-tahun.Tadinya Amira tidak mau tapi Amira memaksanya untuk meminta restu dari orang tuanya. Mereka pergi bertiga dengan Rinai ke rumah Amira."Ini rumahmu?" tanya Kamilia.Gadis itu hanya mengangguk. Dia menatap lekat rumah yang sudah lama ditinggalkannya. Ribuan kenangan berlompatan dalam benaknya. "Aku tidak mau!" seru Amira."Anak durhaka, ikuti dia! Dia akan memberimu pekerjaan." bentak bapak Amira –Zulfikar."Aku masih ingin sekolah, Pak," ratap Amira."Pergilah! Ikuti dia." Suara Zulfikar semakin lemah. Hatinya juga hancur harus merelakan anaknya menjadi pelacur."Mak!" Amira mencoba memohon pertolongan kepada ibunya.Ibunya hanya menggeleng sambil menangis. Matanya sudah bengkak karena menahan tangis sejak tadi. Kini, air matanya tumpah tidak dapat dibendung lagi. Pupu
Kamilia mengusap air matanya. Bersaing dengan hujan yang semakin deras. Lamunan Kamilia semakin dalam. Tok tok tok.Suara ketukan di pintu kembali membuyarkan lamunannya. Rupanya Saiful sudah berada di ambang pintu."Pulang," ajak Saiful."Masih hujan," ujar Kamilia. "Kayak jalan kaki saja, ayo!"Dengan malas Kamilia beranjak dan mengikuti pria itu. Wanita itu tidak ingin membantahnya. Hujan masih mengguyur Jakarta saat mereka menyusuri jalan yang basah. Tampak sepasang laki-laki dan perempuan berjalan dalam hujan. Tangan wanita itu merangkul erat pinggang laki-laki itu. Kamilia membayangkan itu adalah Garganif. Sukar diterima akal, jika dirinya kini telah berpisah. Entah mengapa sakit sekali hati Kamilia membayangkan Garganif dengan wanita lain."Kenapa?" tanya Saiful demi dilihatnya Kamilia hanya duduk mematung. Lelaki itu mengikuti arah pandang Kamilia. Dia melihat sepasang manusia berjalan sambil berangkulan. "Teringat siapa?""Tidak ada, kenapa?" "Enggak, lain dari biasanya.
Kamilia merasa curiga melihat Amira dan Bintang berbisik-bisik sambil melirik ke arahnya. "Ngapain mereka?" pikir Kamilia. Dia melirik ke arah Saiful. Sama juga, lelaki itu tampak tersenyum misterius.Rinai yang sudah selesai berbelanja mengajak Kamilia untuk segera pulang. Namun, Saiful memberi kode bahwa dirinya masih ada tempat yang dituju."Oom masih ada urusan lain. Jangan dulu pulang, ya!" bujuk Saiful."Mungkin dia ada urusan mendadak," pikir Kamilia.Berlima mereka menaiki mobil mewah keluaran terbaru. Bintang dan Amira duduk bersebelahan di belakang. Rinai dipangku oleh Kamilia. Terlihat sebagai keluarga yang sangat bahagia. Kamila tersenyum bahagia, begitu pula Saiful. Lelaki itu selalu menyunggingkan senyum."Apa ih, senyam-senyum?" tanya Kamilia."Tidak apa-apa. Sebaiknya kamu tutup mata deh," jawab Saiful."Kenapa? Kalian pada kenapa, sih? Kok mencurigakan?" Kamilia bertanya."Tidak ada apa-apa?" Saiful tersenyum penuh misteri."Apa, sih?" Kamilia menggerutu. "Sok mister
Hari ini Kamilia berniat untuk pergi ditemani oleh Saiful dan Rinai. Bintang dan Amira juga merengek ingin ikut. Dasar, ada-ada saja mereka ini. "Ayolah, Kak, cuma ikut saja nggak minta digendong, kok," kata Amira dengan wajah merajuk. Mau tak mau membuat Saiful dan Kamilia tersenyum dan mengangguk ke arah mereka berdua. Kubiarkan mereka asik menikmati permainan di mall itu, saat Kamilia sendiri memilih masuk pada sebuah salon kecantikan terkenal di tempat itu. Sekarang saatnya dia memanjakan diri, sedikit melupakan hal-hal yang membuat otak dan pikiran lelah dan stress.Saiful dan yang lainnya juga seperti tak keberatan meluangkan waktu hanya untuk menunggui Kamilia yang membutuhkan waktu hingga dua jam lebih itu.Setelahnya, mereka berjalan beriringan. Menyusuri satu demi satu toko yang menjual aneka barang dagangannya, lalu berhenti di sebuah toko baju yang menyediakan perlengkapan kebutuhan anak-anak. Selain desain yang menarik, harganya juga masih ramah dikantong dengan model ya
"Apa sebaiknya kita percepat saja pernikahan kita?" tanya Saiful.Kamilia yang tengah minum orange jus kesukaannya, langsung menyemburkannya dan hampir saja mengenai muka Saiful. Tentu saja lelaki itu kaget dibuatnya."Kamu itu bercandanya nggak lucu tau," kata Kamilia ketus. Wanita itu menatap ke arah Saiful yang langsung terbahak sambil mengangsurkan tisu padanya."Maaf, kamu sampai kaget begitu. Tapi aku tidak bercanda Kamilia, aku serius dengan ucapanku barusan.""Kamu pikir mentang-mentang aku janda, makanya kamu bisa seperti itu memintaku untuk menikah segera?" "Bukan begitu maksudku, hanya saja aku sudah tak tahan dan ingin segera memilikimu. Lagi pula aku takut tergoda dengan yang lain, atau kamu akan kembali kepada Garganif lagi," ungkap Saiful jujur.Kamilia memutar bola matanya malas, merasa ucapan Saiful sungguh tidak penting."Jika aku mau kembali kepada lelaki itu, aku tidak akan duduk di sini bersamamu dan mengatakan padamu tentang kedatangan papanya Rinai.""Oh ya, beg
Kamilia menghentikan mobilnya tepat di depan mereka, Amira dan Bintang. Tawa Kamilia terhenti saat melihat mata Amira bengkak."Apa yang terjadi?Jangan bilang kamu yang membuat Amira menangis!" tuduh Kamilia kepada Bintang."Bukan bukan aku," elak Bintang. Pemuda itu melihat ke arah Amira mengharapkan dukungan."Bukan, Kak. Aku hanya teringat Andra." Amira menjawab sambil masuk ke mobil. "Kamu gak ikut?" tawar Amira."Aku bawa motor." Bintang melambaikan tangannya kepada mereka."Kamu pacaran sama Bintang?" tanya Kamilia."Hehehe." Amira hanya tertawa malu. Dia menunduk menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah."Ya, sudah, gak apa-apa. Kakak juga mau nikah," ucap Kamilia mengagetkan Amira."Sama siapa?" Amira menoleh dengan cepat, memastikan kalau dirinya tidak salah mendengar."Saiful." Seketika ingatan Amira melayang kepada sosok laki-laki tampan yang bermata teduh. Seorang laki-laki yang sempurna. Amira juga ingin mempunyai suami seperti dia. Sudah ganteng, sholeh, punya perusaha
Laila terkejut mendengar perkataan Amira. Bisa saja Andra meminta Bintang untuk mencintai Amira."Bisa jadi," kata Laila sambil berbisik. Mereka menjaga agar suaranya tidak terdengar oleh orang lain."Ssst … jenazah sudah keluar. Ayo!" Amira menggamit lengan Laila. Mereka berjalan beriringan dengan pelayat lainnya. Bintang tampak menggandeng sang ibu. Bintang mengedipkan matanya sebagai isyarat dirinya tidak bisa dekat-dekat dengannya. Amira mengangguk, gadis itu mengerti.Amira menangis saat pemakaman, begitu pula Laila dan Adelia. Mereka bertiga lama terpekur setelah orang lain pulang. Mengenang saat-saat kebersamaan dulu dengan kenangannya masing-masing."Kita pulang, yu," ajak Laila.Amira dan Adelia mengangkat wajahnya. Mereka berdiri lalu beranjak dari gundukan tanah merah itu. Berjalan menyusuri deretan batu nisan.Amira menoleh ke arah makam Andra. Gadis itu seperti melihat Andra berdiri menatapnya. Amira berhenti memperhatikan, dia akan kembali lagi. Namun, Laila menggamit le