Nyonya Zanna dan Tuan Raksa langsung menatap anaknya dengan tatapan serius. Mereka berdua mendekati anaknya dan memegang bahu Fikri. "Maksud kamu apa?" Tanya Tuan Raksa. "Fatih itu Nakula, gelang yang Fikri belikan untuk Nakula sebelum kita mengalami kecelakaan. Ada di tangan Fatih dan Fikri langsung mencari data-data tentangnya. Ternyata dia besar di panti asuhan, Fatih dan kakaknya ditemukan dalam keadaan luka-luka, saat Nafeesa berumur 8 tahun dan Fatih berumur 3 tahun. Adik Fikri hilang saat umur mereka sama seperti Nafeesa dan Fatih. Mereka Nakula dan Naumi, Mommy, Daddy," jelas Fikri menatap kedua orang tuanya. Tuan Raksa menatap anaknya dan menghela napasnya dengan pelan. Sedangkan Nyonya Zanna hanya diam, dan memikirkan ucapan anaknya itu. Apa benar kedua orang itu adalah anaknya? Jika benar, pantas saja jika di dekat mereka, Nyonya Zanna menjadi merasa tenang dan nyaman. "Bawa Daddy ke panti asuhan mereka di besarkan. Daddy akan bertanya langsung pada pemilik panti asuhan
Di restoran.Nafeesa menghentikan mobilnya tepat di dekat parkiran. Mereka keluar dari dalam mobil, dan menghampiri Kevin serta Ucok yang sudah berada di depan restoran. "Udah lama sampainya?" Tanya Fatih menatap kedua temannya. "Baru nyampe, bro. Ngapain di ajak kesini? Ini restoran mahal loh," Tanya Kevin. "Gue juga nggak tahu, kakak gue yang ngajak kita ke sini. Udah ikut aja, mumpung makan gratis," jawab Fatih. "Mau traktir kita ya, Kak?" Tanya Ucok. Nafeesa mengangguk dan masuk ke dalam restoran. Ketiga pria itu mengikuti Nafeesa dari belakang. Tiba-tiba langkah Fatih terhenti, saat melihat Fikri yang tengah duduk di sebuah kursi bersama dua orang paruh baya. "Kok berhenti? Buruan jalan," tanya Kevin. Ucok dan Kevin menarik tangan Fatih. Mereka semua berhenti di sebuah meja yang di sana ada dua orang paruh baya dan satu pria muda, yang dikenal sebagai dosen Fatih dan Ucok. "Lah, Pak Fikri kok disini? Kakak cantik mau nikah sama Pak Fikri ya? Jangan mau kak, dia bekas Nana
Dokter keluar dari ruang operasi dengan wajah yang lesu. Ia mendekati keluarga Dareen dan Nafeesa yang berada di depan ruangan operasi. "Bagaimana keadaan cucu saya, Dok?" Tanya Tuan Teguh. Dokter menghela napasnya dengan pelan, "operasi berjalan sangat lancar. Namun, keadaan pasien masih saja kritis. Pasien mengalami koma, karena benturan di kepalanya cukup keras. Jadi keluarga dan yang lainnya harus mendoakan nya agar bisa melewati masa kritis nya," jelas Dokter. Semua orang terkejut dan dada Nafeesa menjadi sesak. Nathan hanya diam dan menatap dokter yang menangani, Dareen. Fatih memeluk erat tubuh kakaknya, dan mengusap pelan punggung Nafeesa. "Apa disini ada yang bernama, Nafeesa?" Tanya Dokter. Nafeesa langsung menatap dokter tersebut, "saya Dok," balas Nafeesa. "Saat sebelum di operasi, pasien terus saja menyebut nama anda. Mungkin dengan kehadiran anda disisi pasien, masa kritis yang di alami pasien segera pulih. Jadi saya harapan anda bisa menjaga pasien," lanjut dokter.
Di rumah yang sangat besar, Nana tengah duduk bersama seorang pria yang cukup tampan. Ia menatap pria itu dengan tatapan tajam. "Kenapa semuanya jadi rumit seperti ini? Artikel itu kenapa tidak kau pulihkan lagi? Apa susahnya untuk mengupload artikel itu?" Bentak Nana. "Sulit untuk mengupload kembali. Asal kamu tau, akun ku sudah di blokir oleh orang yang menghapus berita itu. Saat aku berusaha mencari siapa orang yang berani menghapus semua artikel itu, sangat sulit. Sepertinya dia hacker yang sangat pintar, menyembunyikan identitas nya," jelas pria tersebut. Orang yang menyuruhnya untuk menyebar artikel itu adalah Nana. Karena ia ingin melihat Dareen dan Nafeesa hancur, namun rencananya gagal. Artikel tiba-tiba dihapus, dan segala rencananya gagal total. Nana membanting gelas miliknya dan pria yang ada di hadapannya langsung terkejut. Ia sedikit menjauh dari Nana, karena ia takut Nana mencelakakan dirinya. "Sialan! Fikri sialan! Orang yang menghapus artikel itu juga sialan! Beran
Dua Minggu berlalu, Dareen masih juga belum sadar dari komanya. Sekarang Tuan Beni tengah menatap anaknya yang tengah terbaring dengan banyak alat medis di tubuh. Sesak rasanya melihat putra keduanya terbaring lemah seperti ini. Tuan Beni menggenggam tangan anaknya, "kapan kamu bangun? Apa kamu gak capek tidur terus? Kamu gak rindu sama Papa dan keluarga kamu? Apa kamu gak rindu sama anak kamu?" Tanya Tuan Beni. "Maaf selama ini Papa egois sama kamu. Papa hanya tidak ingin kamu memilih wanita yang salah, karena mamamu memberitahu Papa bahwa Nafeesa bukan wanita yang baik untuk kamu. Itu alasan Papa tidak merestui kalian, apalagi saat Papa mendengar Nafeesa hamil. Itu membuat semakin benci pada wanita itu," lanjut Tuan Beni. "Setelah Papa liat kegigihan mu untuk bersama Nafeesa, dan wanita itu terlihat sangat menyayangimu. Papa akan merestui kalian, tapi Papa mohon kamu harus bangun dulu. Jangan lama tidurnya, Dareen," sambung Tuan Beni lagi. Pria paruh baya itu menggenggam erat tan
Di dalam ruang ICU. Nathan terus saja menatap ke arah ayahnya yang tengah terbaring lemah di brankar. Ia menggenggam tangan Dareen dengan erat. "Ayah, bangun ya. Nathan rindu sama Ayah. Nathan, udah banyak kemajuan loh yah. Jadi, saat Ayah bangun, Nathan tidak akan pernah mempermalukan Ayah, karena kekurangan Nathan. Apa Ayah nggak capek tidur terus? Nathan aja cuma tidur selama sejam udah capek banget. Ayah udah dua minggu loh, pasti Ayah capek. Nanti kalau Ayah bangun, Nathan akan memijat punggung Ayah. Bangun ya yah, Bunda kangen banget sama ayah. Setiap malam Nathan dengar Bunda selalu nangis di dalam kamarnya. Apa Ayah nggak sedih melihat Bunda nangis terus?" ujar Nathan. Anak laki-laki itu mengecup punggung tangan, Dareen. Kemudian ia memilih untuk keluar dari ruangan, tanpa anak laki-laki itu sadari Dareen meneteskan air matanya. Saat membuka pintu, Nathan melihat Nafeesa tengah tersenyum ke arah dirinya. "Udah?" Tanya Nafeesa dengan lembut. Nathan menganggukkan kepala, dan
Sudah dua puluh menit mereka berada di ruang VIP mawar. Saat keluarga Alexander akan berpamitan untuk pulang, Dareen membuka kedua matanya. "Nafeesa," panggil Dareen. Nafeesa yang mendengarnya langsung menghampiri, Dareen. Ia menatap wajah pria tampan tersebut dan tersenyum ke arahnya. "Iya? Kamu mau apa, Mas? Minum? Atau perut kamu laper lagi?" Tanya Nafeesa. Dareen tersenyum, "mau kamu," balas Dareen. Nafeesa mencubit pelan Dareen. "Kalau mau anak saya, nikahin dia, jangan ngomong aja," ujar Tuan Raksa dengan datar. Dareen menatap ke arah Tuan Raksa, dan ia langsung memposisikan diri untuk duduk. Tuan Raksa dan Tuan Beni membantu Dareen, untuk duduk. Nafeesa membenarkan baju Dareen yang tersingkap, kemudian merapikan rambut pria yang ia cintai itu. "Om kapan ke Indonesia? Bukannya lagi di luar Negeri ya? Terus maksud Om nikahin anak Om apa? Dareen normal ya, Om," jawab Dareen. "Lah jadi gak mau nikahin anak Om nih? Yaudah," lanjut Tuan Raksa. "Anak Om cowok, mana mungkin Dare
Sekarang semua orang sudah berkumpul di depan ruangan tempat Dareen dan Nathan melakukan tes DNA. Dareen dan Nathan tengah mengambil darah, untuk sempel tes DNA. Setelah selesai mereka keluar dengan bergandeng tangan. "Kapan hasilnya keluar?" Tanya Tuan Beni. "Nanti malam pukul 21.00 WIB," balas Dareen datar. "Ah, sangat tidak sabar sekali. Ingat kalau anak penyakitan ini bukan anak Dareen, kau pergi dari kehidupan anakku," ujar Nyonya Riska. Plak! "Mulutmu gak bisa di jaga ya? Kamu mau anak saya menjauh dari Dareen, oke akan saya turuti. Tapi apa anakmu akan baik-baik saja, jika berjauhan dengan anak perempuan saya? Apa kamu yakin dia akan bahagia berpisah dengan Nafeesa?" Tanya Nyonya Zanna yang sudah sangat kesal. "Tidak, Tante. Aku tidak ingin berpisah dari Nafeesa dan anakku. Aku yakin, Nathan benar-benar anakku dan Nafeesa. Jangan dengarkan ucapan Mama, karena mulutnya memang tidak bisa di rem. Jadi, jangan dimasukan ke dalam hati, Tante," jawab Dareen yang langsung menggen