Dua Minggu berlalu, Dareen masih juga belum sadar dari komanya. Sekarang Tuan Beni tengah menatap anaknya yang tengah terbaring dengan banyak alat medis di tubuh. Sesak rasanya melihat putra keduanya terbaring lemah seperti ini. Tuan Beni menggenggam tangan anaknya, "kapan kamu bangun? Apa kamu gak capek tidur terus? Kamu gak rindu sama Papa dan keluarga kamu? Apa kamu gak rindu sama anak kamu?" Tanya Tuan Beni. "Maaf selama ini Papa egois sama kamu. Papa hanya tidak ingin kamu memilih wanita yang salah, karena mamamu memberitahu Papa bahwa Nafeesa bukan wanita yang baik untuk kamu. Itu alasan Papa tidak merestui kalian, apalagi saat Papa mendengar Nafeesa hamil. Itu membuat semakin benci pada wanita itu," lanjut Tuan Beni. "Setelah Papa liat kegigihan mu untuk bersama Nafeesa, dan wanita itu terlihat sangat menyayangimu. Papa akan merestui kalian, tapi Papa mohon kamu harus bangun dulu. Jangan lama tidurnya, Dareen," sambung Tuan Beni lagi. Pria paruh baya itu menggenggam erat tan
Di dalam ruang ICU. Nathan terus saja menatap ke arah ayahnya yang tengah terbaring lemah di brankar. Ia menggenggam tangan Dareen dengan erat. "Ayah, bangun ya. Nathan rindu sama Ayah. Nathan, udah banyak kemajuan loh yah. Jadi, saat Ayah bangun, Nathan tidak akan pernah mempermalukan Ayah, karena kekurangan Nathan. Apa Ayah nggak capek tidur terus? Nathan aja cuma tidur selama sejam udah capek banget. Ayah udah dua minggu loh, pasti Ayah capek. Nanti kalau Ayah bangun, Nathan akan memijat punggung Ayah. Bangun ya yah, Bunda kangen banget sama ayah. Setiap malam Nathan dengar Bunda selalu nangis di dalam kamarnya. Apa Ayah nggak sedih melihat Bunda nangis terus?" ujar Nathan. Anak laki-laki itu mengecup punggung tangan, Dareen. Kemudian ia memilih untuk keluar dari ruangan, tanpa anak laki-laki itu sadari Dareen meneteskan air matanya. Saat membuka pintu, Nathan melihat Nafeesa tengah tersenyum ke arah dirinya. "Udah?" Tanya Nafeesa dengan lembut. Nathan menganggukkan kepala, dan
Sudah dua puluh menit mereka berada di ruang VIP mawar. Saat keluarga Alexander akan berpamitan untuk pulang, Dareen membuka kedua matanya. "Nafeesa," panggil Dareen. Nafeesa yang mendengarnya langsung menghampiri, Dareen. Ia menatap wajah pria tampan tersebut dan tersenyum ke arahnya. "Iya? Kamu mau apa, Mas? Minum? Atau perut kamu laper lagi?" Tanya Nafeesa. Dareen tersenyum, "mau kamu," balas Dareen. Nafeesa mencubit pelan Dareen. "Kalau mau anak saya, nikahin dia, jangan ngomong aja," ujar Tuan Raksa dengan datar. Dareen menatap ke arah Tuan Raksa, dan ia langsung memposisikan diri untuk duduk. Tuan Raksa dan Tuan Beni membantu Dareen, untuk duduk. Nafeesa membenarkan baju Dareen yang tersingkap, kemudian merapikan rambut pria yang ia cintai itu. "Om kapan ke Indonesia? Bukannya lagi di luar Negeri ya? Terus maksud Om nikahin anak Om apa? Dareen normal ya, Om," jawab Dareen. "Lah jadi gak mau nikahin anak Om nih? Yaudah," lanjut Tuan Raksa. "Anak Om cowok, mana mungkin Dare
Sekarang semua orang sudah berkumpul di depan ruangan tempat Dareen dan Nathan melakukan tes DNA. Dareen dan Nathan tengah mengambil darah, untuk sempel tes DNA. Setelah selesai mereka keluar dengan bergandeng tangan. "Kapan hasilnya keluar?" Tanya Tuan Beni. "Nanti malam pukul 21.00 WIB," balas Dareen datar. "Ah, sangat tidak sabar sekali. Ingat kalau anak penyakitan ini bukan anak Dareen, kau pergi dari kehidupan anakku," ujar Nyonya Riska. Plak! "Mulutmu gak bisa di jaga ya? Kamu mau anak saya menjauh dari Dareen, oke akan saya turuti. Tapi apa anakmu akan baik-baik saja, jika berjauhan dengan anak perempuan saya? Apa kamu yakin dia akan bahagia berpisah dengan Nafeesa?" Tanya Nyonya Zanna yang sudah sangat kesal. "Tidak, Tante. Aku tidak ingin berpisah dari Nafeesa dan anakku. Aku yakin, Nathan benar-benar anakku dan Nafeesa. Jangan dengarkan ucapan Mama, karena mulutnya memang tidak bisa di rem. Jadi, jangan dimasukan ke dalam hati, Tante," jawab Dareen yang langsung menggen
Sudah hampir tiga Minggu Dareen di rumah sakit. Akhirnya hari ini, ia sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Nafeesa sedari awal selalu menemani Dareen, membuat perkembangan kesembuhan pria itu semakin pesat. Nafeesa tengah memasukkan beberapa baju yang di bawa oleh kedua orang tua, Dareen. "Nathan mana sayang?" Tanya Dareen. "Lagi sama Fatih, Kevin, Ucok dan Kak Fikri," balas Nafeesa yang baru saja selesai mengancing tas pakaian milik Dareen. "Udah siap? Yang lain pasti udah nunggu lama di depan. Yuk kita pulang," lanjut Nafeesa. Dareen mengangguk dan menggenggam tangan, Nafeesa. "Ayuk sayangnya aku," balas Dareen. Mereka berdua pun keluar dari ruang rawat dan berjalan keluar rumah sakit. Terlihat sudah banyak orang menunggu mereka di tempat parkir, terlihat keluarga Winarta dan keluarga Alexander berdiri di depan mobil mereka masing-masing. "Udah? Mau balik atau kemana dulu?" Tanya Tuan Teguh. "Langsung balik aja, Opa. Mas Dareen butuh banyak istirahat," sahut Nafeesa. Da
Fatih masih membelalakkan kedua matanya karena kaget dengan ucapan, Dareen. Pria itu memukul pelan wajah Dareen dan menatap tajam kedua mata atasannya itu. "Gila lo bang! Gak ada pakai pergi-pergi segala! Selesai semuanya dengan kepala dingin. Sampai gue tau Abang ngelakuin hal-hal aneh, gue bacok burung lu bang," tegas Fatih. Dareen hanya diam dan menatap Fatih yang tengah mengoceh. Pria itu kembali menatap ke arah langit, dan mengembangkan senyumnya. "Om, gini banget nasib, Dareen. Om gimana di sana? Bahagia gak? Apa Om udah bersama anak Om dan wanita yang Om cinta? Dareen penasaran banget Om, kalau Om udah bersatu lagi dengan mereka. Dareen ucapkan selamat ya, Om," jeda Dareen."Om, Dareen udah punya anak. Dia sama kayak Om, terlahir dengan keistimewaannya. Wajahnya mirip banget sama Dareen, andai Om masih hidup, pasti Om bakal bahagia melihat anak Dareen. Dia anak yang pintar, selalu buat Dareen bangga. Om, Papa udah beda, dia gak sayang sama Dareen lagi. Berbeda sekali saat Om ma
"Kerja sama Alexander Group dan Winarta Group. Sudah batal, Dareen dan Zay bisa bekerja di Alexander Group. Kebetulan Fikri membutuhkan bantuan untuk mengurus dua perusahaan.." ujar Tuan Raksa. Mendengar ucapan kedua anaknya, Tuan Beni terkejut bukan main. "Baiklah Papa akan merestui kalian berdua, asal Dareen dan Zay tidak lepas dari tanggung jawab. Maafkan Papa yang sudah memaksakan kehendak Papa..." Keputusan Tuan Beni. "Pa, apa-apaan sih? Kenapa Papa batalkan pernikahan anak kita? Nanti kerja sama dengan perusahaan kedua orang tua Nana gimana?" Tanya Nyonya Riska yang sangat kesal. "Papa sudah membatalkannya tadi sebelum mereka datang kesini dan semua persiapkan sudah Papa batalkan. Ternyata Dareen sudah lebih dulu menelepon pihak yang bertanggung jawab atas persiapan pernikahan ini. Jadi, sebenarnya Papa suruh kedua orang tua Nana untuk datang, hanya ingin meminta maaf. Tapi kamu sudah berbicara lebih dulu, Ma," jelas Tuan Beni. Dareen dan Zay terkejut dengan ucapan ayah merek
Satu bulan kemudian, Setelah semua masalah selesai, Dareen dan Nafeesa sangat terlihat bahagia bersama. Sepasang kekasih ini tengah duduk di sebuah cafe, sambil menatap anak mereka yang tengah makan dengan lahap. "Pelan-pelan makannya, Sayang," balas Nafeesa. Nathan mengangguk dan langsung memakan makanan dengan pelan. Dareen yang melihat anaknya menurut hanya bisa tersenyum, dan mengusap lembut kepala anaknya. Nafeesa menyuapi Dareen makan, karena pria itu sejak bersama dengan Nafeesa semakin manja. "Enak loh Bunda," ujar Dareen dengan semangat. Nafeesa terkekeh, "aku seperti memiliki dua anak saja," balas Nafeesa. Dareen ikut terkekeh dan menggenggam tangan gadis itu dengan hangat. "Akhirnya kita bahagia ya, Nana juga sudah menyerah dan dia sudah sadar bahwa cinta itu tidak bisa dipaksakan," ujar Dareen. Nafeesa tersenyum dan mengangguk, "apa dia sudah berangkat ke London?" Tanya Nafeesa pada Dareen. "Dengar dari Papa sih udah, semalam dia berangkat. Semoga aja dia menemukan