Malam semakin larut, ketiga kolega tersebut masih duduk dengan suasana tegang. Terutama Bethany, yang baru saja menerima informasi bahwa ada orang yang berusaha untuk mencelakainya. "M-mencelakaiku? Jadi, orang yang menusuk punggung Alex, dia benar-benar berniat untuk mencelakaiku?!" tanya Bethany dengan tangan yang bergetar. Bethany langsung mengingat kembali kejadian pahit yang menimpanya hari ini. "Kau belum menghitung orang yang mengikuti kita saat kita menuju kantor polisi," tambah Danny. Memori Bethany langsung flashback ke kejadian beberapa saat lalu sebelum mereka tiba di rumah sederhana ini. "Jadi, itu alasanmu berbalik arah dan malah membawa kita ke sini? Kau tahu siapa dia?" tanyanya. Danny menggeleng kepalanya dan memasang raut wajah sedih. David berpura-pura batuk untuk mengarahkan kedua koleganya itu menoleh ke arahnya. "Kalian lupa alasan aku memaksa ikut dengan kalian?" Danny dan Bethany hanya mengerutkan kening. "Sudah kubilang bahwa aku memi
Setelah Betty mengetahui lokasi keberadaan Bethany dan David. Dia beserta Robert dan Vallery bergegas pergi untuk menemui kedua rekannya tersebut yang sedang bersembunyi dari polisi. Sementara Bethany mulai lega mendengar operasi Alex berjalan dengan lancar. Kini dia berada di kamar yang telah disediakan oleh Emily untuk dia menginap. Dia hanya berbaring menatap langit-langit kamar itu dengan tatapan kosong. Hari yang sangat buruk ini tidak mampu membuatnya untuk tidur terlelap di kamarnya. Dia sangat ingin menemui Alex. Memeluknya dan memastikan dengan matanya sendiri bahwa kekasihnya itu baik-baik saja. Tanpa sadar, Bethany melangkahkan kakinya ke keluar kamar. Dia melihat Danny sedang duduk di kursi taman. Sendirian dan tenggelam dengan pikirannya. Dia enggan mendekati Danny, mengingat perlakuan bosnya itu selama ini kepada dirinya dan timnya. Namun, terbesit ingatan bahwa Alex pernah mengatakan padanya bahwa Danny sangat dekat dengan Bella, kembarannya yang masih belum
Keesokan jarinya, Bethany dan David kembali berkumpul di ruang makan rumah milik Emily, seseorang yang Danny perkenalkan sebagai ibunya kemarin. Bethany melihat beberapa sandwich dam omelette di meja makan. "Duduk dan makanlah, kalian pasti lapar sejak kemarin, kan?" ucap Emily dengan ramah. "Terima kasih. Kau sebenarnya tidak perlu melakukan ini," jawab Bethany. Bethany dan David duduk di kursi yang mengelilingi meja makan. Mereka belum melihat Danny sejak tadi. Bethany mengintip sedikit ke arah lorong menuju ruang terdalam rumah tersebut. Ke arah dapur. Emily melihat raut wajah David dan Bethany yang kebingungan, dia tersenyum dan mengatakan. "Danny keluar sebentar sejak tadi pagi." "Oh, kemana?" tanya David sambil memakan gigitan pertama pada sepotong sandwich di hadapannya. "Ke makam ibunya." David tiba-tiba tersedak, Bethany menepuk-nepuk punggung dari David dan segera memberikan air ke rekannya tersebut. "Tunggu. Apa maksudmu ke makam ibunya?" tanya David setelah
Satu jam setelah Betty menerima kabar bahwa Alex telah sadar paska operasinya .... "Aku harus ke rumah sakit sekarang. Bagaimana bisa aku masih di sini? Alex pasti mencariku," ucap Bethany yang sedari tadi masih mondar-mandir dengan gelisah di kamar inapnya. "Tenanglah, apa kau tahu bahwa kau masih menjadi buronan polisi? Biarkan David dan Danny menyelesaikan urusan itu dulu agar kau bisa terbebas sebagai terduga pelaku," ujar Betty yang merasa iba dengan rekannya. "Apa kau dapat telepon lagi dari rumah sakit? Bagaimana kondisi Alex? Kenapa dia tidak segera menghubungiku?" tanya Bethany lagi. "Duduklah. Dia pasti akan menghubungimu nanti." Betty sebenarnya juga khawatir dan merasa heran dengan kekasih dari Bethany tersebut. Dia merasa ada yang janggal. "Bella, sebenarnya aku merasa ada yang janggal ketika menunggu di rumah sakit kemarin," ucap Betty. Bethany terkejut dan merasa tertarik mendengar kelanjutannya. "Apa maksudmu hal yang janggal?" "Saat kami menunggu
Emily masih memegang erat tangan Bethany seolah tidak menginginkan Bethany untuk pergi dari rumahnya. Bethany tersenyum dengan ragu. Dia masih berusaha memproses seluruh cerita yang ia dengar barusan. Mulutnya kini terbuka, siap untuk bertanya lebih lanjut. "Jadi, kau mengenal Bella? Apakah kau pernah bertemu dengannya?" tanya Bethany dengan penuh harap. "Ya, dulu Danny sering membawa Bella ke sini beberapa kali. Kalian sangat mirip. Pertama kali melihatmu datang kemarin, aku pikir kau ini Bella. Tapi semakin lama kuperhatikan, kalian benar-benar berbeda. Cara bicara kalian juga berbeda. Karena itu aku menanyakan siapa kau saat bertemu kemarin untuk memastikannya," jelas Emily sambil mengingat-ingat kejadian kemarin. "Oh ya? Benarkah? Kapan terakhir kali kau bertemu dengan Bella?" tanya Bethany semakin penasaran. "Sekitar beberapa bulan lalu. Seingatku, di malam natal. Danny membawa Bella ke sini di malam natal dan merayakannya bersamaku. Dia sangat pandai membuat cake. Aku sangat
Bethany tampak shock dengan pernyataan Betty yang mengatakan bahwa Alex benar-benar tidak ingin bertemu dengannya. Alex, kekasihnya, benar-benar tidak mengizinkannya untuk menemuinya setelah menyelamatkan hidupnya? Bethany langsung berjalan cepat ke luar rumah sakit. Perasaannya sangat campur-aduk. Antara kesal dan kekecewaan. Dia segera memanggil taksi. Setelah mengatakan tujuannya, tanpa sadar air matanya mulai turun. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Alex dan dirinya. Satu hal yang dia inginkan saat ini. Sebuah harapan. *** Satu jam berlalu semenjak Bethany dan teman-temannya pergi meninggalkan rumah sakit. Salah satu pria yang merupakan bodyguard Alex masuk ke dalam kamar Alex. "Mereka sudah pergi, Tuan," lapor bodyguard tersebut. "Bagaimana reaksi wanita itu, Gerard?" tanya Alex penasaran. "Maksud Anda, wanita yang bernama Bella Redwig itu?" tanya pria yang Alex panggil sebagai Gerard tersebut. "Ya. Dia yang kumaksud," lanjut Alex penasaran. "Saat tema
Alex Godfrey, sebuah nama yang sangat tidak asing di telinga Bethany. Ya, nama seseorang yang beberapa minggu terakhir adalah seseorang yang sangat penting baginya. Alex, mantan kekasihnya yang baru saja putus dengannya beberapa hari lalu, sekaligus orang yang menyelamatkannya dari penyerangan di acara peluncuran project baru mereka, kini diumumkan sebagai CEO baru perusahaan tempat dia bekerja. Lebih tepatnya, perusahaan tempat Bella bekerja, kembarannya yang sudah hampir tiga bulan menghilang. Bethany masih mematung di tempat. Berusaha memproses informasi yang baginya tidak bisa ia pikirkan dengan pikiran yang terbuka. Vallery, rekan satu timnya yang tidak kalah kaget dengannya akhirnya menyentuh bahunya. "Bella. Aku tidak salah lihat kan? Dia Alex yang kita kenal?" tanya Vallery sambil mengguncang-guncangkan sedikit bahu Bethany. "Kau tidak salah lihat. Dia memang Alex. Mantan pacarku," jawab Bethany yang masih setengah bingung dengan pengumuman tersebut. Bethany menatap Alex d
"Aku hanya memanfaatkanmu, Bethany." Kalimat yang keluar dari mulut Alex yang paling tidak pernah ingin didengar oleh Bethany. Meskipun dia sudah menduganya sejak pertama kali mereka bertemu. Namun, kenyataan ini lebih menyakitkan lagi setelah dia mendengar langsung dari mulut Alex. Bethany kemudian terdiam sejenak. Alex masih menatapnya dengan penuh pertanyaan di benaknya. Kenapa wanita ini hanya diam? "Katakan sesuatu," ujar Alex yang mulai tidak sabar. Sesaat kemudian Bethany tertawa. Cukup keras hingga membuat Alex merasa tersinggung dan tambah kebingungan. "Apa ada hal yang lucu?" Alex mengerutkan keningnya. Tidak menyangka bahwa reaksi itu adalah yang pertama kali keluar dari Bethany. "Kau kira aku tidak pernah menduganya? Kau pikir aku wanita bodoh yang dengan mudahnya berkencan dengan seseorang yang baru saja aku kenal?" Bethany kemudian mengubah ekspresinya seketika dan mencengkram kerah baju Alex. Alex yang sedikit lengah langsung terpaku dan membuka bola matanya lebih
"Apa alasanmu melakukan semua ini? Betty," tanya David, salah satu orang yang memergoki Betty setelah hampir menghancurkan dokumen-dokumen penting tim mereka. Betty hanya terdiam mematung. Dirinya seperti sedang ditelanjangi. Saat ini, ia hanya ingin kabur dari sana secepatnya. Ia hampir saja melangkahkan kakinya keluar ruangan. Tiba-tiba.... "Kau pikir aku akan membiarkan kau pergi dari sini telah tahu kau adalah pelaku yang merundungku selama ini?!" ucap Bella yang juga telah tiba beberapa detik lalu dengan baju yang sama dan tidak basah sedikit pun. Betty memperhatikan hal itu dan menyadari sesuatu. Apa rencananya yang itu juga gagal? "Apa? Kau bingung kenapa aku tidak basah sama sekali setelah kau siram di toilet tadi?" tanya Bella berusaha menebak apa yang dipikirkan oleh wanita yang merundungnya itu. "Aku sudah mengetahui semua rencanamu. Tingkahmu sudah aneh sejak Bella memberitahu kita bahwa dia bukan Bethany pagi tadi. Aku membiarkan kau berdua dengan Bella tin
Wanita itu terkejut ketika seseorang memanggilnya dengan sebutan pengkhianat. Ia menengok ke belakang dan telah berdiri seseorang yang baru saja menyaksikan perbuatannya. "Sudah kuduga. Kaulah orangnya. Aku sudah curiga sejak awal saat kau menyebutkan bahwa aku pernah membobol sistem utama Magesty. Aku memang pernah hampir dipecat, tapi tidak ada yang mengetahui alasannya selain Alex dan pimpinan di divisiku," ucap David dengan geram. "Jadi, dia tahu darimana?" tanya seorang wanita di sebelahnya yang baru saja tiba. "Dia lah yang selama ini kita cari. Seseorang yang menampilkan video Bethany yang sedang berganti pakaian saat peluncuran product Beauty Reborn. Seorang hacker yang lebih handal dariku." David menghentikan sedikit pengungkapannya dan kembali melanjutkan kalimatnya. "Apa alasanmu melakukan semua ini? Betty," lanjut David. Betty hanya terdiam mematung di tempat. Dia pikir rencananya kali ini sudah sempurna. Dia bahkan sudah menyiram Bella di toilet, mengulur wa
Ketika Alex mengatakan bahwa di luar terjadi badai salju, Bethany seketika panik. Ia sangat mengkhawatirkan Bella dan berharap sinyal segera muncul di layar ponselnya. Ia menggoyang-goyangkan ponselnya. Berharap tiba-tiba sinyal akan muncul. Meskipun ia tahu bahwa hal itu akan sia-sia. *** Di kantor Magesty 10 jam kemudian. Bella yang sudah mulai beradaptasi dengan ruangan barunya, mencoba mengobrol dengan teman-teman satu timnya. Setelah pengakuan atas dirinya yang merupakan Bella yang asli, beberapa di antara mereka memilih untuk tidak bicara padanya. Terutama Vallery, gadis periang itu tiba-tiba menjauhinya. "Tenanglah. Dia hanya belum terbiasa dengan auramu yang sangat berbeda dari kembaranmu." Tiba-tiba sebuah suara yang persis di sebelahnya muncul. Betty, anggota Revenge Squad yang paling dewasa mendekatinya dan mencoba menenangkannya. "Memangnya, aku dan Bethany sangat terlihat jelas perbedaannya?" tanya Bella dengan sedikit sedih. "Bethany, dia memiliki
Alex hanya mematung di tempat. Ia masih kebingungan dengan apa yang baru saja terjadi. Ia baru saja membongkar semua rahasianya di depan Bethany dan dia malah mendapatkan pelukan? "Kenapa kau diam saja? Cepat pakai bajumu dan kemasi barang-barangmu. Oh aku lupa, kau tidak membawa apa pun ke sini. Bahkan tidak membawa uang juga," ucap Bethany sambil memasukan beberapa barang penting ke dalam tas kecilnya. "Apa kau tidak marah?" tanya Alex yang masih kebingungan. "Soal apa?" "Soal orang tuaku yang ingin mencelakaimu dan kembaranmu." "Aku juga mengenal orang tua yang sering bersikap kejam kepada anaknya. Jadi, aku tidak terlalu kaget kalau ada orang tua lain yang kejam seperti itu. Dan, tidak ada alasan bagiku untuk marah padamu. Kau telah menyelamatkan nyawaku dan semua itu bukan ulahmu." Bethany selesai berkemas, dia melangkahkan kakinya ke sebuah lemari tua di pojok ruangan. "Seharusnya masih ada di sini." Bethany bergumam kepada dirinya sendiri. "Apa yang kau ca
"Apa kau bilang? Dia pengkhianatnya?!" tanya Bethany setengah berteriak ketika Alex menyebutkan salah satu pengkhianat dalam timnya. "Bisa dikatakan, dia tidak berkhianat, tapi memang memiliki motif sejak awal bergabung dengan Revenge Squad." "Kenapa kau baru memberitahuku sekarang, Alex?" Bethany mulai kecewa dan sedikit kesal. "Maaf, aku juga baru mengetahuinya belakangan ini. Semenjak aku diangkat menjadi CEO, aku baru bisa memiliki akses penuh untuk membuka cyber inti dari Magesty. Termasuk meminta bantuan para Intel untuk menemukan peretas yang telah menayangkan videomu saat di peluncuran Beauty Reborn beberapa waktu lalu." "Jadi, itu benar-benar video diriku?" meskipun sudah mendengarnya dari David beberapa waktu lalu, ia tetap merasa kaget setelah Alex mengkonfirmasi hal tersebut. "Sayangnya, iya. Tapi kau tidak perlu khawatir, aku sudah meminta seluruh Intel perusahaan untuk menghapus video tersebut," jawab Alex berusaha menenangkan. Bethany mencoba merangkai s
Bethany terbangun dari tidurnya. Cahaya matahari sudah memasuki ruangan dari sela-sela jendela kamarnya. Cahaya itu sedikit menyorot sosok yang kini masih terlelap berbaring di sebelahnya. Udara dingin dari luar sudah mulai terasa hingga menusuk kulitnya yang sedang minim pakaian. Ia menarik selimutnya lagi perlahan agar tidak membangunkan Alex dari tidurnya. Seketika ia lupa beberapa waktu yang ia lewatkan tanpa Alex di sisinya. "Rasanya seperti baru kemarin," ucap Bethany yang terdengar lebih seperti bisikan. "Kau akan melubangi wajahku jika terus menatapku seperti itu." Bethany tiba-tiba terkejut dan sedikit malu karena dirinya ketahuan sedang memperhatikan wajah Alex sejak tadi. "Kau sudah bangun? Kenapa masih berpura-pura tertidur?" tanya Bethany menahan rasa malunya. "Aku hanya memberimu waktu sedikit lama menikmati ketampananku," jawab Alex dengan sangat percaya diri. Bethany menyeringai. Namun, ia tidak menyangkalnya. Ia hanya berbalik badan membelakang
"Kau tidak akan kembali, kan?" tanya Alex dengan tatapan serius. "Maksudmu ke Magesty?" "Ya, Bella sudah kau temukan. Jadi, tidak ada alasan bagimu untuk kembali ke Magesty, kan?" tanya Alex sekali lagi. Kali ini, pertanyaannya lebih terdengar seperti permohonan. Bethany terdiam sesaat. Ia memang tidak memiliki alasan lagi untuk menemukan Bella. Tapi, rasanya seperti ada yang janggal. Alex masih tidak mengerti apa yang membuat Bethany ragu. Ia kembali memastikan hal yang ia lihat. "Apa yang kau pikirkan?" "Entahlah. Seperti semua yang kukerjakan dengan timku terasa sia-sia." "Apa maksudmu? Bukankah tujuanmu tercapai? Bella sudah ditemukan dan dia baik-baik saja sekarang." "Kemunculannya memang sangat tak terduga. Aku awalnya menduga dia sudah mati. Tapi, dia tiba-tiba muncul dengan utuh tanpa luka sedikit pun. Aku malah merasa aneh." "Aneh?" Alex mengambil tangan Bethany dan menggenggamnya. "Bethany, kau tidak perlu khawatir lagi. Bella sudah baik-baik saja da
Bethany akhirnya menuruti saran Bella untuk mundur dari misi balas dendam yang ia lakukan dengan timnya. Tanpa disadari, dia terlalu menikmati peran tersebut. Peran sebagai kembarannya. Dia kini sudah berada di kampung halamannya. Sebuah desa kecil tempat masa lalunya dengan keluarga kecilnya yang bahagia. Setidaknya sebelum kejadian itu terjadi. Sejak kecil, Bethany selalu merasa bahwa orang tuanya hanya mencintai Bella dan menganggap dirinya hanya anak malas yang tidak memiliki tekad untuk melakukan apapun. Berbeda dengan Bella dengan segudang prestasi sejak kecil, Bethany lebih suka mengerjakan apa yang ia suka dan menghindari apa yang ia benci. Pernah suatu ketika saat Bethany mendapat medali perak atas turnamen karate junior di bangku sekolah dasar, ia memamerkannya kepada orang tuanya. Namun, orang tuanya lebih membanggakan Bella yang saat itu menjadi juara umum olimpiade matematika. Di lain hari, untuk pertama kalinya Bethany berusaha dengan sungguh-sungguh dalam
Setelah Alex menerima alamat rumah lama Bethany, ia segera meninggalkan apartemen Bella tersebut dan bergegas pergi ke luar. Ia lupa bahwa ia tidak membawa mobil ke sana. Daripada memutuskan untuk kembali ke rumahnya dan harus kembali diikuti oleh para pengawalnya, ia akhirnya memutuskan untuk menaiki taxi dan bersiap untuk menempuh perjalanan panjang dari New York ke New Jersey. Sepanjang perjalanan dia hanya memikirkan apa yang akan ia katakan ketika bertemu dengan Bethany nanti. Meminta maaf padanya? Menanyakan kabarnya? "Arrggh. Sial!" Ia mengacak-acak rambutnya sendiri dan tanpa sengaja mengeluarkan racauannya. Supir taxi yang sejak tadi diam-diam menyaksikan kegelisahannya akhirnya mengeluarkan suara. "Apa Anda tidak membawa uang?" tanya supir itu merasa curiga. Alex tertegun sejenak. Ia merogoh saku celananya dan lupa bahwa ia meninggalkan dompetnya di mobil yang dikendarai oleh pengawalnya. Ia panik. Namun, mencoba bersikap seolah tidak terjadi apapun. "Saya