"Aku hanya memanfaatkanmu, Bethany." Kalimat yang keluar dari mulut Alex yang paling tidak pernah ingin didengar oleh Bethany. Meskipun dia sudah menduganya sejak pertama kali mereka bertemu. Namun, kenyataan ini lebih menyakitkan lagi setelah dia mendengar langsung dari mulut Alex. Bethany kemudian terdiam sejenak. Alex masih menatapnya dengan penuh pertanyaan di benaknya. Kenapa wanita ini hanya diam? "Katakan sesuatu," ujar Alex yang mulai tidak sabar. Sesaat kemudian Bethany tertawa. Cukup keras hingga membuat Alex merasa tersinggung dan tambah kebingungan. "Apa ada hal yang lucu?" Alex mengerutkan keningnya. Tidak menyangka bahwa reaksi itu adalah yang pertama kali keluar dari Bethany. "Kau kira aku tidak pernah menduganya? Kau pikir aku wanita bodoh yang dengan mudahnya berkencan dengan seseorang yang baru saja aku kenal?" Bethany kemudian mengubah ekspresinya seketika dan mencengkram kerah baju Alex. Alex yang sedikit lengah langsung terpaku dan membuka bola matanya lebih
Keesokan harinya, tidak satu pun hal yang Bethany pikirkan kecuali mencari cara agar keinginannya untuk menemukan Bella cepat tercapai. Dia merenungi apa yang sudah dia lakukan selama ini hanyalah bersenang-senang dengan timnya, apalagi dengan sosok Alex yang sempat menjadi penghalang bagi tujuan utamanya. Dia berpikir, semenjak menyamar sebagai Bella, dia benar-benar berubah menjadi Bella. Itulah yang selama ini ia inginkan bukan? Setidaknya, itulah yang ia pikirkan sebelumnya. Sejak dulu, Bethany selalu terobsesi menjadi Bella. Karena Bella selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Tapi, satu-satunya orang yang bisa membuat dirinya lengah dari obsesinya tersebut malah me jauhinya sekarang. Alex. Entah mengapa, selama bersama Alex, Bethany yang asli selalu muncul. Tapi sekarang Alex sudah tidak menginginkannya. Bethany meraih ponselnya, mengirimi beberapa pesan darurat kepada tim yang sudah ia buat sejak awal. Termasuk salah seorang yang tadinya sangat mustahil ia jadikan tim
Bethany berdiri dari kursinya. Ia berjalan menuju pigura lukisan besar yang ada di ruangan tersebut. Sedikit sinar matahari dari celah jendela kamar itu masuk dan membuat foto-foto di dalamnya terpampang lebih jelas. Foto-foto jelas selama ini ia sembunyikan dari timnya. Foto-foto yang di antaranya adalah foto mereka. "Apa maksud semua itu?!" teriak Vallery dengan sangat terkejut. Bukan hanya dirinya, melainkan seluruh orang yang ada di dalam unit apartemen itu juga hampir pingsan melihat foto mereka dipajang di kamar tersebut. "Ini adalah alasanku membentuk tim ini. Kalian pikir, aku hanya secara random memilih orang untuk kujadikan tim?" tanya Bethany dengan tatapan mencurigakan. "Tapi aku benar-benar bukan orang yang telah merundung saudari kembarmu," kata David mulai panik. Bethany tersenyum misterius mendengar pernyataan David barusan. Kemudian ia mengeluarkan tawa yang sangat keras hingga mereka semua terdiam. "Kenapa kau tertawa? Apa maksud semua ini?" tanya Betty menghent
Bethany melirik ke arah Danny yang sudah mulai merasa tidak nyaman dengan dirinya. Dia tahu persis bahwa Danny sangat tidak suka berada di bawah kendali orang lain. Apalagi setelah Alex berhasil menipunya dan mengambil posisi CEO di Magesty. Namun, sekarang dia berada di sini. Rela membiarkan dirinya bersama para bawahannya rela dikendalikan olehnya. 'Apakah dia begitu mencintai Bella hingga bisa menurunkan egonya seperti ini?' batin Bethany. Bethany kembali fokus kepada tujuan awalnya mengumpulkan seluruh timnya di apartemen ini. Mencoba mengalihkan pikirannya dari Danny yang sudah mulai duduk dengan gelisah. "Baiklah. Langsung saja, aku akan memberi kalian tugas pertama untuk misi balas dendam kita. Aku menyebutnya, misi pencarian kaki tangan." "Kau suka sekali memberi nama project dengan nama unik. Kau sepertinya berbakat menjadi seorang penulis," sindir Robert. Bethany memincingkan matanya. Tidak senang dengan komentar sarkas Robert padanya. "Kenapa? Bukankah bagus jika kita
Setelah pergi dari apartemen yang Bethany tinggali, mereka semua berpencar untuk pulang ke rumah masing-masing. Betty memperhatikan Robert yang masih sangat pendiam sejak pengungkapan rahasianya tadi. "Pulanglah denganku. Aku akan mengantarmu," ucapnya setelah berhasil menyamakan langkah kaki mantan suaminya tersebut. Tidak seperti biasanya, kali ini Robert menuruti perkataan mantan istrinya itu. Setelah di dalam mobil, Robert akhirnya mau bersuara. "Ada yang aneh dengan dirinya hari ini. Apakah benar, gara-gara Alex sifat aslinya menjadi keluar seperti itu?" tanya Robert. "Maksudmu si Bethany? Tidak usah dipikirian. Kita juga hanya memanfaatkannya," jawab Betty sambil tetap fokus pada kemudi mobilnya. "Ya, kau benar. Kita tidak benar-benar berteman. Kita semua hanya saling memanfaatkan," ucap Robert akhirnya dapat kembali menenangkan dirinya. *** Keesokan harinya, Bethany mulai bersiap-siap untuk menjalankan misinya. Semalaman penuh dia memikirkan cara yang
Wilson Andrew. Nama target pertama Revenge Squad yang akan mereka hancurkan perlahan. Sebuah rencana gila sudah ada di pikiran Bethany sejak kemarin. Dia hanya sedang menunda untuk mengungkapkannya. Betty masih memandangi foto aktor bernama Hardvey yang sedang berciuman dengan Wilson Andrew di dalam mobil tersebut. Meskipun foto itu di blur dan tidak terlalu menampakan wajah mereka. Namun, warna rambut Wilson Andrew yang nyentrik terlihat sangat jelas. 'Pantas saja pria feminim itu mengubah warna rambutnya hari ini,' batin Betty yang baru menyadari hal itu. "Ngomong-ngomong, siapa yang bisa mendapatkan foto seintim ini? Kurasa, aktor ini sangat menjaga privasi, media saja sampai tidak ada yang pernah tahu asal usul keluarganya," komentarnya. "Ehem." David berpura-pura batuk hingga semua mata teralih padanya. "Kau yang mendapatkannya?!" teriak Betty antara terkejut dan sedikit kagum. Dia tidak menduga pria muda ini begitu ahli. "Aku langsung bersemangat ketika t
Setelah mendapatkan sebuah berita yang sangat bagus. Bethany dan timnya memutuskan untuk menjadikan hal itu sebagai bahan untuk menjatuhkan target pertamanya. Namun, sekarang yang dipikirkannya adalah cara memanfaatkan hal itu. Dia terdiam sejenak untuk memikirkan cara yang pasti berhasil dan efisien. Bethany melirik ke arah Robert. Bagaimana pun, ini misi balas dendam untuknya. Dia harus memastikan satu hal pada pria berkacamata itu. "Hei, Robert. Aku tahu bahwa kita melakukan ini semua demi menjatuhkan kaki tangan Bob si botak itu. Tapi, Wilson adalah musuhmu. Apa kau memiliki keinginan khusus?" tanya Bethany. "Keinginan khusus? Ah, maksudmu apakah aku bisa merequest hal apa yang aku ingin lihat darinya saat dijatuhkan?" ucap Robert merasa tidak yakin. "Ya, kurang lebih seperti itu. Aku sedang memikirkan cara yang efektif dan efisien. Seperti mengancamnya dengan rekaman video yang disimpan oleh David. Tapi, jika kulakukan hal itu. Kurang seru bukan? Dia telah merebut
Bethany kembali ke dalam unit apartemen Bella. Rekannya yang lain telah menunggunya di sana dengan sangat penasaran. Mereka berharap kabar baik dari Bethany, seperti yang dikatakan oleh David. Suara langkah kaki makin dekat ke ruang tunggu di unit apartemen itu. Mereka melihat Bethany memasuki ruangan dengan tesenyum. Mereka sudah tahu arti senyuman itu, senyum kepuasan. Tak lama kemudian, di belakang Bethany, Danny mengikuti langkahnya untuk kembali masuk ke dalam ruangan. Ia masih terlihat sangat kesal. Namun, ada tekat yang kuat di sorot matanya. "Tidak usah banyak berbasa-basi lagi. Katakan apa yang harus kulakukan," kata Danny yang akhirnya menerima tawaran wanita yang sangat manipulatif itu. David tersenyum lebar dan matanya berbinar. Ia langsung berteriak senang karena tebakannya tidak meleset. "Yuhuuu!" Baru saja ia mau bereuforia dengan kemenangan taruhannya, Vallery menepuk punggungnya untuk menyadarkannya. "Diam kau!" Lagi, David lagi-lagi takluk denga
"Apa alasanmu melakukan semua ini? Betty," tanya David, salah satu orang yang memergoki Betty setelah hampir menghancurkan dokumen-dokumen penting tim mereka. Betty hanya terdiam mematung. Dirinya seperti sedang ditelanjangi. Saat ini, ia hanya ingin kabur dari sana secepatnya. Ia hampir saja melangkahkan kakinya keluar ruangan. Tiba-tiba.... "Kau pikir aku akan membiarkan kau pergi dari sini telah tahu kau adalah pelaku yang merundungku selama ini?!" ucap Bella yang juga telah tiba beberapa detik lalu dengan baju yang sama dan tidak basah sedikit pun. Betty memperhatikan hal itu dan menyadari sesuatu. Apa rencananya yang itu juga gagal? "Apa? Kau bingung kenapa aku tidak basah sama sekali setelah kau siram di toilet tadi?" tanya Bella berusaha menebak apa yang dipikirkan oleh wanita yang merundungnya itu. "Aku sudah mengetahui semua rencanamu. Tingkahmu sudah aneh sejak Bella memberitahu kita bahwa dia bukan Bethany pagi tadi. Aku membiarkan kau berdua dengan Bella tin
Wanita itu terkejut ketika seseorang memanggilnya dengan sebutan pengkhianat. Ia menengok ke belakang dan telah berdiri seseorang yang baru saja menyaksikan perbuatannya. "Sudah kuduga. Kaulah orangnya. Aku sudah curiga sejak awal saat kau menyebutkan bahwa aku pernah membobol sistem utama Magesty. Aku memang pernah hampir dipecat, tapi tidak ada yang mengetahui alasannya selain Alex dan pimpinan di divisiku," ucap David dengan geram. "Jadi, dia tahu darimana?" tanya seorang wanita di sebelahnya yang baru saja tiba. "Dia lah yang selama ini kita cari. Seseorang yang menampilkan video Bethany yang sedang berganti pakaian saat peluncuran product Beauty Reborn. Seorang hacker yang lebih handal dariku." David menghentikan sedikit pengungkapannya dan kembali melanjutkan kalimatnya. "Apa alasanmu melakukan semua ini? Betty," lanjut David. Betty hanya terdiam mematung di tempat. Dia pikir rencananya kali ini sudah sempurna. Dia bahkan sudah menyiram Bella di toilet, mengulur wa
Ketika Alex mengatakan bahwa di luar terjadi badai salju, Bethany seketika panik. Ia sangat mengkhawatirkan Bella dan berharap sinyal segera muncul di layar ponselnya. Ia menggoyang-goyangkan ponselnya. Berharap tiba-tiba sinyal akan muncul. Meskipun ia tahu bahwa hal itu akan sia-sia. *** Di kantor Magesty 10 jam kemudian. Bella yang sudah mulai beradaptasi dengan ruangan barunya, mencoba mengobrol dengan teman-teman satu timnya. Setelah pengakuan atas dirinya yang merupakan Bella yang asli, beberapa di antara mereka memilih untuk tidak bicara padanya. Terutama Vallery, gadis periang itu tiba-tiba menjauhinya. "Tenanglah. Dia hanya belum terbiasa dengan auramu yang sangat berbeda dari kembaranmu." Tiba-tiba sebuah suara yang persis di sebelahnya muncul. Betty, anggota Revenge Squad yang paling dewasa mendekatinya dan mencoba menenangkannya. "Memangnya, aku dan Bethany sangat terlihat jelas perbedaannya?" tanya Bella dengan sedikit sedih. "Bethany, dia memiliki
Alex hanya mematung di tempat. Ia masih kebingungan dengan apa yang baru saja terjadi. Ia baru saja membongkar semua rahasianya di depan Bethany dan dia malah mendapatkan pelukan? "Kenapa kau diam saja? Cepat pakai bajumu dan kemasi barang-barangmu. Oh aku lupa, kau tidak membawa apa pun ke sini. Bahkan tidak membawa uang juga," ucap Bethany sambil memasukan beberapa barang penting ke dalam tas kecilnya. "Apa kau tidak marah?" tanya Alex yang masih kebingungan. "Soal apa?" "Soal orang tuaku yang ingin mencelakaimu dan kembaranmu." "Aku juga mengenal orang tua yang sering bersikap kejam kepada anaknya. Jadi, aku tidak terlalu kaget kalau ada orang tua lain yang kejam seperti itu. Dan, tidak ada alasan bagiku untuk marah padamu. Kau telah menyelamatkan nyawaku dan semua itu bukan ulahmu." Bethany selesai berkemas, dia melangkahkan kakinya ke sebuah lemari tua di pojok ruangan. "Seharusnya masih ada di sini." Bethany bergumam kepada dirinya sendiri. "Apa yang kau ca
"Apa kau bilang? Dia pengkhianatnya?!" tanya Bethany setengah berteriak ketika Alex menyebutkan salah satu pengkhianat dalam timnya. "Bisa dikatakan, dia tidak berkhianat, tapi memang memiliki motif sejak awal bergabung dengan Revenge Squad." "Kenapa kau baru memberitahuku sekarang, Alex?" Bethany mulai kecewa dan sedikit kesal. "Maaf, aku juga baru mengetahuinya belakangan ini. Semenjak aku diangkat menjadi CEO, aku baru bisa memiliki akses penuh untuk membuka cyber inti dari Magesty. Termasuk meminta bantuan para Intel untuk menemukan peretas yang telah menayangkan videomu saat di peluncuran Beauty Reborn beberapa waktu lalu." "Jadi, itu benar-benar video diriku?" meskipun sudah mendengarnya dari David beberapa waktu lalu, ia tetap merasa kaget setelah Alex mengkonfirmasi hal tersebut. "Sayangnya, iya. Tapi kau tidak perlu khawatir, aku sudah meminta seluruh Intel perusahaan untuk menghapus video tersebut," jawab Alex berusaha menenangkan. Bethany mencoba merangkai s
Bethany terbangun dari tidurnya. Cahaya matahari sudah memasuki ruangan dari sela-sela jendela kamarnya. Cahaya itu sedikit menyorot sosok yang kini masih terlelap berbaring di sebelahnya. Udara dingin dari luar sudah mulai terasa hingga menusuk kulitnya yang sedang minim pakaian. Ia menarik selimutnya lagi perlahan agar tidak membangunkan Alex dari tidurnya. Seketika ia lupa beberapa waktu yang ia lewatkan tanpa Alex di sisinya. "Rasanya seperti baru kemarin," ucap Bethany yang terdengar lebih seperti bisikan. "Kau akan melubangi wajahku jika terus menatapku seperti itu." Bethany tiba-tiba terkejut dan sedikit malu karena dirinya ketahuan sedang memperhatikan wajah Alex sejak tadi. "Kau sudah bangun? Kenapa masih berpura-pura tertidur?" tanya Bethany menahan rasa malunya. "Aku hanya memberimu waktu sedikit lama menikmati ketampananku," jawab Alex dengan sangat percaya diri. Bethany menyeringai. Namun, ia tidak menyangkalnya. Ia hanya berbalik badan membelakang
"Kau tidak akan kembali, kan?" tanya Alex dengan tatapan serius. "Maksudmu ke Magesty?" "Ya, Bella sudah kau temukan. Jadi, tidak ada alasan bagimu untuk kembali ke Magesty, kan?" tanya Alex sekali lagi. Kali ini, pertanyaannya lebih terdengar seperti permohonan. Bethany terdiam sesaat. Ia memang tidak memiliki alasan lagi untuk menemukan Bella. Tapi, rasanya seperti ada yang janggal. Alex masih tidak mengerti apa yang membuat Bethany ragu. Ia kembali memastikan hal yang ia lihat. "Apa yang kau pikirkan?" "Entahlah. Seperti semua yang kukerjakan dengan timku terasa sia-sia." "Apa maksudmu? Bukankah tujuanmu tercapai? Bella sudah ditemukan dan dia baik-baik saja sekarang." "Kemunculannya memang sangat tak terduga. Aku awalnya menduga dia sudah mati. Tapi, dia tiba-tiba muncul dengan utuh tanpa luka sedikit pun. Aku malah merasa aneh." "Aneh?" Alex mengambil tangan Bethany dan menggenggamnya. "Bethany, kau tidak perlu khawatir lagi. Bella sudah baik-baik saja da
Bethany akhirnya menuruti saran Bella untuk mundur dari misi balas dendam yang ia lakukan dengan timnya. Tanpa disadari, dia terlalu menikmati peran tersebut. Peran sebagai kembarannya. Dia kini sudah berada di kampung halamannya. Sebuah desa kecil tempat masa lalunya dengan keluarga kecilnya yang bahagia. Setidaknya sebelum kejadian itu terjadi. Sejak kecil, Bethany selalu merasa bahwa orang tuanya hanya mencintai Bella dan menganggap dirinya hanya anak malas yang tidak memiliki tekad untuk melakukan apapun. Berbeda dengan Bella dengan segudang prestasi sejak kecil, Bethany lebih suka mengerjakan apa yang ia suka dan menghindari apa yang ia benci. Pernah suatu ketika saat Bethany mendapat medali perak atas turnamen karate junior di bangku sekolah dasar, ia memamerkannya kepada orang tuanya. Namun, orang tuanya lebih membanggakan Bella yang saat itu menjadi juara umum olimpiade matematika. Di lain hari, untuk pertama kalinya Bethany berusaha dengan sungguh-sungguh dalam
Setelah Alex menerima alamat rumah lama Bethany, ia segera meninggalkan apartemen Bella tersebut dan bergegas pergi ke luar. Ia lupa bahwa ia tidak membawa mobil ke sana. Daripada memutuskan untuk kembali ke rumahnya dan harus kembali diikuti oleh para pengawalnya, ia akhirnya memutuskan untuk menaiki taxi dan bersiap untuk menempuh perjalanan panjang dari New York ke New Jersey. Sepanjang perjalanan dia hanya memikirkan apa yang akan ia katakan ketika bertemu dengan Bethany nanti. Meminta maaf padanya? Menanyakan kabarnya? "Arrggh. Sial!" Ia mengacak-acak rambutnya sendiri dan tanpa sengaja mengeluarkan racauannya. Supir taxi yang sejak tadi diam-diam menyaksikan kegelisahannya akhirnya mengeluarkan suara. "Apa Anda tidak membawa uang?" tanya supir itu merasa curiga. Alex tertegun sejenak. Ia merogoh saku celananya dan lupa bahwa ia meninggalkan dompetnya di mobil yang dikendarai oleh pengawalnya. Ia panik. Namun, mencoba bersikap seolah tidak terjadi apapun. "Saya