Setelah Danny memberitahu bahwa dia menyerah untuk membiarkan Alex dan Cathy menangani project ini, Bethany tampak senang dan segera memberitahu rekannya yang lain. "Hei! Buang keripik kentang kalian! Hari ini kita akan mulai bekerja lagi," teriak Bethany ketika masuk ke dalam ruang kerja yang sudah penuh dengan sampah makanan ringan di atas meja. "Akhirnya kalian mau bekerja? Sepertinya Danny cukup memarahimu di ruangannya tadi, ya?" kata Cathy dengan sindiran. "Kau salah paham Cathy. Sebenarnya, di sini kaulah yang posisinya sangat terancam," ucap Alex ketika menyusul memasuki ruangan. Cathy mengerutkan keningnya, mencari tahu maksud dari perkataan Alex barusan. "Maksudmu?" Tiba-tiba, Danny memasuki ruangan Dan membuat semua mata terpaku padanya. "Cathy, kau dipindahkan ke divisi lain. Dan sisanya, cepat kerjakan project itu hingga tuntas." Setelah mengucapkan beberapa kata perintah tersebut, Danny kembali keluar ruangan. Vallery dan Betty saling memandang. Memp
Haidy masih kebingungan setelah Bethany memberi tahu bahwa dia membutuhkan dia dan James untuk projectnya. "Apa yang kau rencanakan? Kau bilang butuh kami?" tanya Haidy memastikan. "Ya, aku baru saja terpikir untuk melibatkan kalian berdua dalam project ini. Sebagai pasangan. Aku ingin membuat sebuah vlog tentang pasangan baru. Bagaimana? Apa kalian bersedia?" tanya Bethany. Haidy dan James saling memandang dengan ragu. Tidak menyangka Bethany akan mengatakan hal itu pada mereka. "Kalian tidak perlu menjawabnya sekarang. Kami akan kembali ke kantor. Kalian bisa menghubungi kami nanti." Alex tiba-tiba menarik Bethany dan mengajaknya untuk pergi. "Sampai jumpa. Aku akan menghubungi kalian nanti, ya?" Bethany tersenyum lalu mengukuti Alex ke luar. ***Sesampainya di kantor, Alex menarik Bethany ke sebuah ruangan yang cukup sepi. "Alex, kau bertingkah aneh. Ada apa?" Tanya Bethany yang sejak tadi masih mengukuti ke mana pun Alex membawanya pergi. "Aku? Bukankah kau yang tiba-tiba
Bethany merasakan jantungnya terasa seperti berhenti sesaat ketika wanita di hadapannya menemukan dirinya dan Alex di sebuah gudang tersembunyi di dalam kantor mereka. "Aku menjawab seluruh telepon masuk dari para influencer dan kalian malah bersenang-senang di sini, huh?!" "Vallery!" Bethany langsung mengenali rekannya tersebut. "Kau bahkan tidak melihat bagian paling serunya," timpal Alex sambil terkekeh. Vallery memutar bola matanya ke atas sambil mendesah pelan. "Mumpung kau ada di sini, Alex. Aku ingin bertanya suatu hal." "Apa?" "Kenapa pekerjaanmu sangat buruk sekali. Aku sampai harus mengganti banyak halaman pada dokumen yang kau kerjakan." Bethany memandang Alex membuat sebuah protes di ekspresinya. "Apa? Jangan salahkan aku. Cathy bahkan tidak bisa melakukan apa pun. Dan membuat dokumen seperti itu bukan keahlianku," ucap Alex berusaha membela diri. Bethany akhirnya berdiri sambil membetulkan lekukan pada roknya yang hampir kusut. Ia kemudian berpali
Di dalam sebuah ruang pertemuan yang luas, panggung yang dirancang cukup megah dan lampu sorot yang menyala, Bethany berdiri di atas panggung tersebut dengan tatapan kosong. Dalam hatinya berpikir bahwa ia semakin dekat dengan keberhasilan project. Di sisi lain dalam hatinya, dia sangat merindukan saudari kembarnya. Perasaan bersalah terus menghantuinya. Perusahaan yang menyebabkan kembarannya menghilang, kini malah ia sokong menuju kesuksesan. "Apa yang kau pikirkan?" Sebuah tangan melingkar di pinggangnya dari belakang. Bethany menoleh, Alex sudah memeluknya dan membenamkan kepalanya di lehernya. "Alex. Hentikan," ucap Bethany dengan waspada. Mereka masih di depan publik. Dia tidak menyangka Alex akan seberani itu. "Mereka semua sudah pulang." Alex membalik tubuh Bethany untuk menghadap ke arahnya. Tatapannya kini tajam mencari jawaban melalui mata Bethany yang terlihat habis menangis. "Kau teringat Bella lagi?" tanya Alex dengan tangan yang sudah memegang pipi Bet
Dengan Alex yang tiba-tiba tubuh di hadapannya. Bethany hanya bisa menopang tubuh itu. Dia sangat lemas tapi berusaha untuk kuat menahan tubuhnya dan emosinya. Sekuat tenaga Bethany akhirnya berhasil membuat dirinya mengeluarkan suara. "Siapa pun tolong panggil ambulans!" Seorang wartawan di dekatnya langsung menghubungi panggilan darurat. "Alex. Please ... kau harus bertahan." Bethany masih memeluk Alex. Alex masih mengeluarkan suara erangan kesakitan. Bethany mulai menangis. Dia sangat takut kehilangan Alex. Beberapa saat kemudian, seorang paramedis menghampiri mereka dan melakukan pertolongan pertama pada Alex. Setelah dilakukan pertolongan pertama tersebut. Mereka menggotong tubuh Alex untuk masuk ke dalam ambulans. Paramedis lain menghampiri Bethany dan memeriksa keadaannya. "Kau tidak apa-apa?" tanya wanita paramedis itu. Bethany tidak menjawab pertanyaan tersebut. Dia hanya melontarkan pertanyaan balik. "Apa aku bisa ikut di ambulans itu?" Paramedis meme
Mobil di belakang sudah sangat tidak sabar. Terus menerus membunyikan klakson agar pemilik mobil yang Bethany naiki ini segera menjalankan mobilnya. "Shit! Katakan padaku nanti apa maksudmu dengan bukti itu." Danny kesal dengan David yang tiba-tiba saja duduk di kursi penumpang dan memberikan sebuah pertanyaan besar di benaknya. Bethany yang duduk di kursi belakang segera mengambil ponselnya dan mengirim pesan ke David. 'Bukti apa yang kau maksud?' David yang merasakan ponselnya bergetar segera mengambilnya dan melihat pesan masuk dari Bethany yang duduk tepat di belakangnya. 'Bukti yang bisa membuktikan bahwa kau tidak mencelakai Alex,' balasnya. Bethany membaca balasan dari David dan mengernyitkan dahinya. 'Aku memang tidak mencelakainya. Kau sudah gila? Aku ini pacarnya. Kenapa kau berkata seperti itu?' David mendesah pelan dan berusaha membahasnya secepat kilat. 'Aku tahu. Tapi orang lain berpikir kau yang mencelakai Alex. Kau lihat dua orang tua di ruma
Bethany masih terdiam di dalam mobil Danny yang melaju makin cepat. Bethany tidak sempat fokus pada apa yang akan menimpanya nanti. Saat ini dia hanya memikirkan kondisi Alex. Danny memutar mobilnya menjauhi pusat kota. Dia memasuki sebuah pemukiman yang cukup sepi dan berakhir memarkirkan mobilnya pada sebuah rumah sederhana di tengah hutan. "Ap-apa yang akan kita lakukan di sini?" tanya David kini merasa takut. "Turunlah. Aku tidak akan berbuat apa pun." Danny mematikan mesin mobilnya dan keluar dari mobil. Bethany dan David mengikutinya. Mereka melihat rumah yang sangat sederhana dan halaman yang cukup luas, dengan rumah bergaya peternakan Amerika. "Masuklah." Danny mengamati kedua staffnya tersebut dan menyuruh mereka segera masuk. Bethany dan David hanya mengikuti langkah Danny. Mereka melihat seorang wanita paruh baya memeluk Danny. Wanita itu tampak sangat terkejut atas kedatangan Danny. Tatapannya hampir seperti ingin menangis. Dia mencium pipi Danny beber
Malam semakin larut, ketiga kolega tersebut masih duduk dengan suasana tegang. Terutama Bethany, yang baru saja menerima informasi bahwa ada orang yang berusaha untuk mencelakainya. "M-mencelakaiku? Jadi, orang yang menusuk punggung Alex, dia benar-benar berniat untuk mencelakaiku?!" tanya Bethany dengan tangan yang bergetar. Bethany langsung mengingat kembali kejadian pahit yang menimpanya hari ini. "Kau belum menghitung orang yang mengikuti kita saat kita menuju kantor polisi," tambah Danny. Memori Bethany langsung flashback ke kejadian beberapa saat lalu sebelum mereka tiba di rumah sederhana ini. "Jadi, itu alasanmu berbalik arah dan malah membawa kita ke sini? Kau tahu siapa dia?" tanyanya. Danny menggeleng kepalanya dan memasang raut wajah sedih. David berpura-pura batuk untuk mengarahkan kedua koleganya itu menoleh ke arahnya. "Kalian lupa alasan aku memaksa ikut dengan kalian?" Danny dan Bethany hanya mengerutkan kening. "Sudah kubilang bahwa aku memi
"Alex?" ucap Bethany ketika hampir bersamaan dengan terbukanya pintu apartemen. "Ah, ternyata bukan," sambungnya lagi. 'Apa yang kuharapkan? Tentu saja Alex tidak akan ke sini lagi setelah bilang putus dariku,' batinnya dengan sedikit kecewa. "Kalau tidak salah, kau pengawalnya Alex yang di rumah sakit itu kan? Apa tadi kau yang mengirim pesan kepadaku menggunakan nomor telepon Alex?" tanyanya kepada pria bertubuh besar berotot di hadapannya. "Benar Nona. Perkenalkan, saya Gerard. Saya ke sini untuk mengembalikan ini." Bethany langsung membuka sebuah kotak kecil yang diberikan Gerard padanya. Ia melihat gelang yang pernah diberikan Alex di desa Woodwill. Bethany terkejut dan matanya membelalak, "Di mana kau menemukannya?! Aku benar-benar berpikir gelang ini sudah hilang." "Di kantor, Nona. Saya menemukan itu di dekat pintu masuk," jawab Gerard. Bethany mengambil gelang itu. Mengusap inisial nama BA di baliknya. Kemudian, ia mengembalikan gelang itu lagi kepada G
Bethany kembali ke dalam unit apartemen Bella. Rekannya yang lain telah menunggunya di sana dengan sangat penasaran. Mereka berharap kabar baik dari Bethany, seperti yang dikatakan oleh David. Suara langkah kaki makin dekat ke ruang tunggu di unit apartemen itu. Mereka melihat Bethany memasuki ruangan dengan tesenyum. Mereka sudah tahu arti senyuman itu, senyum kepuasan. Tak lama kemudian, di belakang Bethany, Danny mengikuti langkahnya untuk kembali masuk ke dalam ruangan. Ia masih terlihat sangat kesal. Namun, ada tekat yang kuat di sorot matanya. "Tidak usah banyak berbasa-basi lagi. Katakan apa yang harus kulakukan," kata Danny yang akhirnya menerima tawaran wanita yang sangat manipulatif itu. David tersenyum lebar dan matanya berbinar. Ia langsung berteriak senang karena tebakannya tidak meleset. "Yuhuuu!" Baru saja ia mau bereuforia dengan kemenangan taruhannya, Vallery menepuk punggungnya untuk menyadarkannya. "Diam kau!" Lagi, David lagi-lagi takluk denga
Setelah mendapatkan sebuah berita yang sangat bagus. Bethany dan timnya memutuskan untuk menjadikan hal itu sebagai bahan untuk menjatuhkan target pertamanya. Namun, sekarang yang dipikirkannya adalah cara memanfaatkan hal itu. Dia terdiam sejenak untuk memikirkan cara yang pasti berhasil dan efisien. Bethany melirik ke arah Robert. Bagaimana pun, ini misi balas dendam untuknya. Dia harus memastikan satu hal pada pria berkacamata itu. "Hei, Robert. Aku tahu bahwa kita melakukan ini semua demi menjatuhkan kaki tangan Bob si botak itu. Tapi, Wilson adalah musuhmu. Apa kau memiliki keinginan khusus?" tanya Bethany. "Keinginan khusus? Ah, maksudmu apakah aku bisa merequest hal apa yang aku ingin lihat darinya saat dijatuhkan?" ucap Robert merasa tidak yakin. "Ya, kurang lebih seperti itu. Aku sedang memikirkan cara yang efektif dan efisien. Seperti mengancamnya dengan rekaman video yang disimpan oleh David. Tapi, jika kulakukan hal itu. Kurang seru bukan? Dia telah merebut
Wilson Andrew. Nama target pertama Revenge Squad yang akan mereka hancurkan perlahan. Sebuah rencana gila sudah ada di pikiran Bethany sejak kemarin. Dia hanya sedang menunda untuk mengungkapkannya. Betty masih memandangi foto aktor bernama Hardvey yang sedang berciuman dengan Wilson Andrew di dalam mobil tersebut. Meskipun foto itu di blur dan tidak terlalu menampakan wajah mereka. Namun, warna rambut Wilson Andrew yang nyentrik terlihat sangat jelas. 'Pantas saja pria feminim itu mengubah warna rambutnya hari ini,' batin Betty yang baru menyadari hal itu. "Ngomong-ngomong, siapa yang bisa mendapatkan foto seintim ini? Kurasa, aktor ini sangat menjaga privasi, media saja sampai tidak ada yang pernah tahu asal usul keluarganya," komentarnya. "Ehem." David berpura-pura batuk hingga semua mata teralih padanya. "Kau yang mendapatkannya?!" teriak Betty antara terkejut dan sedikit kagum. Dia tidak menduga pria muda ini begitu ahli. "Aku langsung bersemangat ketika t
Setelah pergi dari apartemen yang Bethany tinggali, mereka semua berpencar untuk pulang ke rumah masing-masing. Betty memperhatikan Robert yang masih sangat pendiam sejak pengungkapan rahasianya tadi. "Pulanglah denganku. Aku akan mengantarmu," ucapnya setelah berhasil menyamakan langkah kaki mantan suaminya tersebut. Tidak seperti biasanya, kali ini Robert menuruti perkataan mantan istrinya itu. Setelah di dalam mobil, Robert akhirnya mau bersuara. "Ada yang aneh dengan dirinya hari ini. Apakah benar, gara-gara Alex sifat aslinya menjadi keluar seperti itu?" tanya Robert. "Maksudmu si Bethany? Tidak usah dipikirian. Kita juga hanya memanfaatkannya," jawab Betty sambil tetap fokus pada kemudi mobilnya. "Ya, kau benar. Kita tidak benar-benar berteman. Kita semua hanya saling memanfaatkan," ucap Robert akhirnya dapat kembali menenangkan dirinya. *** Keesokan harinya, Bethany mulai bersiap-siap untuk menjalankan misinya. Semalaman penuh dia memikirkan cara yang
Bethany melirik ke arah Danny yang sudah mulai merasa tidak nyaman dengan dirinya. Dia tahu persis bahwa Danny sangat tidak suka berada di bawah kendali orang lain. 'Apakah dia begitu mencintai Bella hingga bisa menurunkan egonya seperti ini?' batin Bethany. Bethany kembali fokus kepada tujuan awalnya mengumpulkan seluruh timnya di apartemen ini. Mencoba mengalihkan pikirannya dari Danny yang sudah mulai duduk dengan gelisah. "Baiklah. Langsung saja, aku akan memberi kalian tugas pertama untuk misi balas dendam kita. Aku menyebutnya. Misi pencarian kaki tangan." "Kau suka sekali memberi nama project dengan nama unik. Kau sepertinya berbakat menjadi seorang penulis," sindir Robert. Bethany memincingkan matanya. Tidak senang dengan komentar sarkas Robert padanya. "Kenapa? Bukankah bagus jika kita menjuluki misi ini? Kalian sepertinya butuh motivasi lebih untuk bersemangat melakukannya." "Sudahlah, cepat katakan. Apa yang harus kita lakukan," sahut Betty. Bethany te
Bethany berdiri dari kursinya. Ia berjalan menuju pigura lukisan besar yang ada di ruangan tersebut. Terpampang jelas hal yang selama ini ia sembunyikan dari timnya. "Apa itu?!" teriak Vallery dengan sangat terkejut. Bukan hanya dirinya, melainkan seluruh orang yang ada di dalam unit apartemen itu juga hampir pingsan melihat foto mereka dipajang di kamar tersebut. "Ini adalah alasanku membentuk tim ini. Kalian pikir, aku hanya secara random memilih orang untuk kujadikan tim?" tanya Bethany dengan tatapan mencurigakan. "Tapi aku benar-benar bukan orang yang telah merundung saudarimu," kata David mulai panik. Bethany tersenyum misterius mendengar pernyataan David barusan. Kemudian ia mengeluarkan tawa yang sangat keras hingga mereka smua terdiam. "Kenapa kau tertawa? Apa maksud semua ini?" tanya Betty menghentikan kegilaan Bethany. "Hah, dia tidak jauh beda denganku," ujar Danny yang juga merasa pernah melakukan hal yang serupa. Bethany melihat Danny dan merasa kes
Keesokan harinya, tidak satu pun hal yang Bethany pikirkan kecuali mencari cara agar keinginannya untuk menemukan Bella cepat tercapai. Dia merenungi apa yang sudah dia lakukan selama ini hanyalah bersenang-senang dengan timnya, apalagi dengan sosok Alex yang sempat menjadi penghalang bagi tujuan utamanya. Bethany meraih ponselnya, mengirimi beberapa pesan darurat kepada tim yang sudah ia buat sejak awal. Termasuk salah seorang yang tadinya sangat mustahil ia jadikan tim. "Pergilah ke alamat ini. Mari kita mulai melaksanakan rencana kita." Satu pesan singkat yang ia kirimkan kepada Revenge Team. "Aku akan segera menemukan Bella. Pergilah ke alamat ini." Pesan lain yang ia kirimkan pada seseorang. Beberapa jam kemudian, satu per satu timnya datang. Ke TKP di mana Bella terakhir kali tinggal. Ke tempat di mana seluruh kejadian dimulai. "Cepatlah mulai," ujar Robert dengan tidak sabar. "Tunggu," Bethany berdiri gelisah sambil memegangi dagunya. Keningnya berkeru
"Aku hanya memanfaatkanmu." Kalimat Alex yang paling tidak pernah ingin didengar oleh Bethany. Meskipun dia sudah menduganya sejak pertama kali mereka bertemu. Bethany kemudian terdiam sejenak. Alex masih menatapnya dengan penuh pertanyaan di benaknya. Kenapa wanita ini hanya diam? "Katakan sesuatu," ujar Alex yang mulai tidak sabar. Sesaat kemudian Bethany tertawa. Cukup keras hingga membuat Alex merasa tersinggung. "Apa ada hal yang lucu?" Alex mengerutkan keningnya. Tidak menyangka bahwa reaksi itu adalah yang pertama kali keluar dari Bethany. "Kau kira aku tidak pernah menduganya? Kau pikir aku wanita bodoh yang dengan mudahnya berkencan dengan seseorang yang baru saja aku kenal?" Bethany kemudian mengubah ekspresinya seketika dan mencengkram kerah baju Alex. Alex yang sedikit lengah langsung terpaku dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan Bethany barusan. Dia mengira wanita di hadapannya ini benar-benar mencintainya selama ini. "Kau dengar baik-baik. Aku