“Kamu masih belum bisa nerima dia, Yang?”Mendengar nada bicara Adnan yang melirih bersama tatapannya sendunya, tak pelak Cinta pun tergelak dengan hebatnya.Perempuan itu lalu berjinjit, berdiri menggunakan ujung flat shoes yang dirinya kenakan, untuk dapat mendaratkan telapak tangan pada pangkal rambut Adnan.“Lucu banget tau nggak sih.” Ucapnya sembari mengacak rambut Adnan hingga tatanannya tak serapi sebelumnya.“Sayang.” Adnan kontan menangkap lengan Cinta, sebelum kemudian kedua tangannya berpindah pada pundak-pundak kecil istrinya, agar sang istri tak lagi memaksakan diri untuk menyamakan tinggi tubuh mereka.“Mas nggak bercanda, Yang. Mas perlu tahu semuanya.”“Makanya aku bilang kamu lucu, Mas.”Cinta melipat lengannya ke dalam dada. Ia memberengut, berpura-pura tidak menyukai topik yang Adnan angkat.“Please, Cinta. Selain karena nggak siap, apa yang buat kamu sulit menerima dia? Kasih tahu ke Mas. At least dengan begitu Mas bisa pikirin solusinya.”Mengetahui orang-orang ta
Pada drama-drama romansa yang pernah Cinta tonton secara maraton, biasanya (even itu tidak selalu terjadi), pemeran pria akan memilih meninggalkan kegiatan yang tengah digelutinya untuk mengejar kaburnya sang kekasih. Si pria akan mengemis maaf, mengakui kesalahan dan melakukan segala cara agar wanitanya luluh hingga keduanya pun kembali berdamai.Perilaku para pria bucin pada drama-drama itu hampir selalu sama. Mereka tak akan memperdulikan sepenting apa aktivitas yang tengah mereka kerjakan— bagi mereka, sang kekasih merupakan prioritas utama yang harus didahulukan diatas segala kepentingannya.Ya, harusnya demikian! Tapi realita tidaklah semanis drama meski si pria masuk ke dalam jajaran para buciners. Scene selegit lapis surabaya itu tak terjadi didalam kehidupan rumah tangga Cinta.Usai meninggalkan Adnan dan melepaskan knop pantry agar pintu tertutup dengan sendirinya, Cinta pun dengan sengaja memperlambat langkah kakinya. Ia sempat meyakini jika teriakan Adnan akan membuat pria
“Mami sama Papi nggak ikut?”Diah menghela napasnya sebelum menggeleng dengan enggannya. “Mami pengen tapi nggak bisa. Sore ini Mami udah janji mau nemenin Papi ketemuan sama temen lamanya.”“Yah,” desah Cinta, tampak kecewa.“Next time kita berburu makanan bareng, oke?”“Oke.” jawab Cinta walau sebenarnya ia ingin membujuk sang ibu mertua.“Aromatherapy, tisu basah sama kantong buat mual-mualnya Cinta, udah kamu siapin kan, Nan?”“Aman, Mi. Udah semua.”“Have fun ya, Sayang. Maem yang banyak pokoknya.Menantu dan ibu mertuanya itu lalu bercipika-cipiki sebelum akhirnya Diah harus melepas kepergian Cinta dengan lambaian tangannya.“Bye-bye, Mami! Jangan lupa bawain Cinta jajan kalau pulang.” Teriak Cinta sembari membalas lambaian tangan ibu mertuanya.“Sayang, udah. Nanti kamu nyusruk.” Peringat Adnan, menarik pakaian Cinta agar istrinya tak lagi melongokkan tubuhnya melewati kaca mobil.“Jadi kangen Bunda deh.” Gumam Cinta terdengar sampai ke telinga Adnan.“Mau ke rumah Bunda aja?”
Tidak Pemirsa! Mana mungkin Cinta membeli gerobak milik Pakde cilok, terlebih hanya dengan memasukkan panci kukusan cilok ke dalam kabin mobil, seorang pria yang doanya terjamah oleh langit, histeris, memohon agar Cinta tidak bertingkah diluar nalar.“Terus abis itu, Mas Adnannya pingsan, Yah.” Ucap Cinta, melengkapi cerita perngidamannya sore ini.Pingsannya Adnan tentu membuat Cinta dan supirnya panik. Pasalnya, mereka belum pernah melihat Adnan tiba-tiba tak sadarkan diri. Alhasil, untuk mengurangi kepanikannya, Cinta pun menghubungi sang ayah guna meminta bantuan.“Kesimpulannya si Adnan mabok cilok?“Kayaknya gitu deh, Yah. Sebelumnya dia juga lari waktu aku mau makan nih cilok.” Beber Cinta, memberitahu sang ayah sembari menyentak genggaman tangannya pada garpu bertusukkan sebutir cilok.Dimas melipat bibirnya masuk ke dalam mulut. “Em..” bergumam dengan wajah berpaling, menatap sang menantu yang kini masih terbaring tak sadarkan diri di atas sofa rumahnya.“Klenger-nya lama ju
Adnan sudah pernah memasuki kamar Cinta. Sebelum keduanya menikah pun, ia sempat beberapa kali masuk untuk membangunkan istrinya. Namun setiap kali memasuki area pribadi istrinya itu, hatinya selalu dibuat berbunga melihat bukti betapa dalamnya rasa cinta yang dimiliki sang istri untuk dirinya.“Katanya mau mandi?” tanya Cinta, mendekati Adnan yang kini tengah memandangi bingkai foto yang ia tanam pada dinding-dinding kamarnya.“ini waktu Mas pertama kali diangkat jadi CEO ya?”“Eum, kan ada note-nya dibawah.” Jawab Cinta sembari menunjuk akrilik bertuliskan momen yang menjelaskan kapan tepatnya potret Adnan diambil.“Selain ini masih ada lagi nggak, Yang?”“Di lemari kecil yang di atas meja itu.. Disana isinya album foto Mas Adnan.”Adnan pun terperangah. “Sebanyak itu, Yang?”“Ya kan memori HP-ku nggak muat buat nampung semua foto kamu, Mas.”Cinta memang segila itu jika menyangkut Adnan. Kamera ponselnya selalu standby untuk mengabadikan wajah pria yang dirinya cintai. Tak hanya Ad
Adnan menghela napas kala menemukan sang istri terlelap dengan mata terpejamnya. Sejak ia mendengar bahwa istri cantiknya memiliki teman berbeda jenis kelamin, tak tahu apa sebabnya, tapi rasa yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan saat menjalin hubungan dengan Arabela, muncul, menelusup ke dalam hatinya dan membentuk sebuah kekhawatiran.“Sayang, dia cuman temen kamu kan?” tanya Adnan, serupa bisikan karena tak ingin mengusik Cinta dari tidur lelapnya.Jari-jarinya yang bebas memainkan juntaian rambut sang istri, membentuk spiral dengan sebisa mungkin tak melakukan tarikan yang nantinya dapat membangunkan wanita itu.Cinta mungkin bukan wanita pertama di dalam hidupnya, namun, wanita itu merupakan pembelajaran pertama yang mengajarkan hati Adnan pada berbagai macam jenis perasaan.Mencintai sang istri membuatnya mengenal rasa cemburu, perasaan takut kehilangan dan keinginan untuk menjadikan Cinta miliknya seorang.Ia ingin menyimpan Cinta untuk dirinya sendiri, membatasi pergerakan
Pada pukul 4 lebih 30 menit dini hari, sosok yang menghebohkan kediaman orang tua Cinta pun berhasil disadarkan. Pria dengan bagian tubuhnya yang top less itu, menundukkan kepala dihadapan ayah dan ibu mertuanya, merasa cukup malu karena telah menggegerkan seisi rumah dengan kesalahpahaman yang dirinya ciptakan.“Ngapain pake dandan ala ninja gitu sih, Nan? Kalau Cinta nggak turun, abis kepala kamu Ayah gebukin pake stik golf.”Tak ada yang dapat Adnan ucapkan selain kata maaf. Siapa pun pasti akan bersikap waspada, melihat tampilan mencurigakan seseorang yang merangsek masuk ke dalam rumahnya. Andai ia berada diposisi yang sama, ia pun akan melakukan hal serupa untuk melindungi keluarganya.Pada sisi kiri sofa yang Adnan gunakan, objek yang menjadi alasan dibalik aksi nekat Adnan tampak bersemangat memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Perempuan itu sama sekali tak terganggu dengan sidang dadakan yang digelar oleh orang tuanya.“Den Adnan, diminum dulu tehnya. Tadi Mbok masukin daun
Benar-benar suatu kebetulan yang tidak disangka-sangka, dimana ketika Dimas melontarkan perkataannya, sosok yang ingin ia ajak bicara pun mendengar seluruh kalimatnya.“Ayah nggak serius kan?” tanya Adnan dengan raut wajah yang tak mampu terjelaskan.“Eh, kamu denger ya? Hehehe.. Ayah cuman latihan acting tadi. Nggak usah dianggep serius, Nan.” Dimas pun menyangkal. Merasa tidak enak hati, ia pun melarikan diri, pergi begitu saja dari hadapan menantunya.Lagi Pula, ia tak mungkin serius melontarkan kalimat yang nantinya akan merugikan sang putri, terutama dirinya sendiri.Meminta Adnan mengembalikan Cinta disaat anak perempuannya itu tengah berbadan dua sama halnya dengan menggali lubang menuju gerbang masuk neraka— singkatnya, mendatangkan cobaan ditengah kehidupannya yang harusnya berjalan damai.Ck! Tolong jangan mempertanyakan rasa sayang Dimas kepada putri tunggalnya.Kalimatnya itu tak berarti jika dirinya tidak mampu menghidupi Cinta dan calon cucu di perut putrinya. Hanya saja
Siang itu tidak ada balasan, terlebih persetujuan yang terlontar dari mulut Nathan. Pembicaraan terkait hubungan mereka pun berakhir mengambang. Terhenti begitu saja tanpa adanya bait penyelesaian.Dihadapan Nathania pun, keduanya bersikap seolah tak pernah terlibat dalam sebuah ketegangan. Mereka berinteraksi normal layaknya sepasang kekasih pada umumnya— dengan saling mencurahkan perhatian, khususnya untuk si kecil ‘Thania.’Namun apa yang tampak siang itu, sungguh berbeda dengan apa yang Nathan perlihatkan dihadapan sahabatnya.“Wae geurae?” bentak Nathan dengan tangan mencengkram kerah kemeja Adnan.Sial sekali bagi Adnan. Ditengah malam yang seharusnya dapat ia gunakan untuk memeluk erat tubuh sang istri, ia justru harus sibuk mengurusi tingkah polah pelaku peneroran nomor pribadinya.“Sayang.” Adnan meneleng, memalingkan wajahnya ke arah Cinta yang sibuk merekam kegilaan sahabat karibnya.“Waeeee?” sentak Nathan sembari mengguncang tubuh Adnan.Adnan meringis. Ingin sekali rasany
“Hye?” pekik Nathan, tersentak. Pria setengah Korea itu kembali bersuara setelah berhasil menguasai keterkejutan yang dialaminya. “I mean, apa maksud kamu, Grace?” tuntutnya, kali ini dengan intonasi yang lembut.Grace sendiri tampak tak dapat mengendalikan kecemasan pada raut wajahnya. Perempuan itu ingin membuka mulut, tapi tak ada satu pun kalimat yang akhirnya keluar dari bibirnya.“Grace?”“...” Sayangnya, panggilan Nathan tak membuahkan hasil. Grace— wanita itu tetap setia dengan kebungkamannya.“Karena kamu nggak ngejawab, aku anggap kamu nggak pernah ngomong kayak tadi. Or, kita bisa bahas ini dilain waktu when nggak ada Thania yang nungguin kita.” Ucapnya lalu berjalan melewati Grace.Menyadari tak adanya pergerakan dari wanita yang menjalin kesepakatan dengannya, Nathan pun menghentikan langkah kakinya. Sahabat Adnan itu kemudian memutar tubuhnya. Berkata, “We have to hurry. Apa kamu ingin membuat Thania marah karena kita yang terlalu lama?” Meski bersama pengasuhnya, pembica
Melihat keadaan Adnan, Nathan yang semula ingin meminta pendapat, mengurungkan niatnya. Pemuda yang saat ini tengah menjalin kerjasama asmara dengan kakak sahabatnya itu, memutuskan berpamit dengan meninggalkan sebuah pesan yang ia tinggalkan untuk sahabatnya.Jangan sampai menyesal kalau sampai gantian Cinta yang marah ke kamu— begitulah isi pesan yang ditinggalkan oleh Nathan. Pria itu memperingati Adnan supaya tidak melanjutkan ngambeknya mengingat aksi kekanakannya bisa saja menjadi boomerang yang menyerang dirinya sendiri.“Kalau aku translate kata-katanya Oppa..” belum sempurna Cinta mengucapkan kalimatnya, Adnan pun sudah bergegas mengosongkan kursi kerjanya.Pria yang menikahi Cinta setelah menjadi korban perselingkuhan itu, berjongkok tepat dibawah kaki-kaki istrinya. Telapak kakinya berjinjit untuk menyamakan tinggi tubuhnya dengan sepasang paha sang istri yang lututnya sedang terlipat. “Mas salah, Sayang. Jangan bales dendam ya?”Insting Adnan mengatakan jika otak pintar san
Nyatanya, hal itu merupakan bagian dari pengujian yang sengaja Cinta berikan.Cinta ingin melihat seberapa seriusnya si pria dalam mencari pekerjaan. Jika dia memang memiliki niat yang dalam, entah apapun pekerjaannya, dia pasti tidak akan melewatkan kesempatan yang ada dan pada ujian pertamanya, pria itu pun lolos.Zaman sekarang, jumlah pengangguran jauh lebih besar dibandingkan persentase lowongan kerja yang tersedia. Memilah pekerjaan sesuai dengan standar pribadi hanya akan membuat seseorang lebih lama menganggur.Sepenggal kisah dari seseorang yang Cinta kenal dengan nama panggungnya— sebut saja dia Qeynov weleh-weleh blaem-blaem. Dia seorang gadis dengan usia kelulusan di angka 26 pada tahun 2021. Eung! 7 tahun lamanya Qeynov mengenyam bangku perkuliahan. Untung saja dia tidak di drop out dari kampus tempatnya berkuliah.Setelah mendapatkan ijazahnya pada bidang ilmu psikologi, Qeynov sudah mengirim lamaran dengan jumlah yang tak terhitung banyaknya. Kala itu, Qeynov masih berp
“Hoho-hohoho! Warteg Baharriw.” Ucap Cinta setelah mengacakkan lengan dipinggang. Wanita hamil itu menarik sebuah anggukkan kemudian berseru, “jengkol! I’m coming!” Cinta tampak begitu exited memasuki Warung Tegal yang menggoda imannya. Sungguh emosi yang berbanding terbalik, dengan apa yang suaminya tampakkan.Adnan sendiri sedang merasakan jantungnya yang terus saja berdetak tanpa irama. Laki-laki itu tak berhenti merapalkan mantra, memohon agar setidaknya ada keajaiban yang dapat mengubah pikiran istrinya.“Aaaak! Nggak sabar.” Pekik Cinta sembari memperhatikan aktivitas jual-beli dihadapannya.Sebagai anak tunggal yang tumbuh dengan limpahan kasih sayang sang ayah— eung, ayahnya, Bapak Dimas yang rasa sayangnya tidak bisa diukur menggunakan segala macam alat di dunia.Kali ini, Bunda Nirmala tidak diajak. Alasannya tentu karena bundanya membesarkan dirinya dengan cara yang berbeda dari sang ayah. Wanita yang melahirkannya itu meminjam kekuatan komplotan para ibu tiri sadis, yang m
Untuk apapun itu, asal kamunya bahagia— Kalimat tersebut menjadi penutup suksesnya perayaan ke 3 bulan jabang bayi dirahim Cinta.Keterkejutan yang membuat Adnan terperangah pun tak berlangsung lama. Ia dengan cepat mengubah mimik mukanya, menyadarkan diri, bahwasanya haram hukumnya menaruh ekspektasi yang begitu tinggi pada istri uniknya.Unpredictable, begitu definisi yang pas untuk menggambarkan betapa uniknya jalan pikiran Cinta. Manusia mana yang akan melobi Tuhannya dengan cara licik seperti yang dilakukan oleh istri Adnan itu.Hanya Cinta yang bisa. Hanya wanita itu seorang karena yang lainnya pasti takut kalau harus bercosplay menjadi pemeran dalam sinetron bertemakan pengazaban.“Bye-Bye, nanti empat bulan lagi, kita seru-seruan lagi ya..” Seru Cinta yang saat ini tengah melepas kepulangan para tamu spesialnya.“Masih ada acara 7 bulanan. Kalian yang sehat-sehat. Pokoknya nanti kalau Mbak Cinta undang, kalian harus dateng semua. Dilarang sok sibuk! Soalnya Bu Kepala Panti baka
Sejak cahaya matahari menggantikan sinar penerangan ruas-ruas jalan perumahan elit kediaman orang tua Adnan, sebuah rumah bergaya Eropa dengan halamannya yang luas kini tengah diramaikan oleh puluhan pekerja dari tiap-tiap tenan. Mereka merupakan orang-orang terpilih yang diusung dalam satu vendor untuk perayaan kehamilan ke-3 bulan Cinta.Sejak terjaganya si bintang utama pula, kedua orang tuanya yang tak lagi tinggal bersamanya, sudah berbondong, memindahkan diri mereka guna menemani sang putri tercinta.Dimas sendiri menyengajakan diri untuk mengosongkan seluruh jadwalnya, begitupun dengan papi mertua Cinta, Samuel. Keduanya sepakat untuk hanya fokus pada acara syukuran cucu pertama mereka. Meninggalkan segala bentuk pekerjaan walau harus menanggung kerugian berkat gagalnya transaksi bisnis mereka hari ini.“Kok ada Mamang-Mamang cilok segala?”Cinta menyengir, memamerkan deretan giginya. “Spesial dipanggil, soalnya itu cilok pertama yang bisa masuk ke perut Cinta, Yah.”“Owh, itu y
“Mami ayo! Mas Adnannya pingsan, Mami!” rengek Cinta dengan tangan terus menyeret paksa lengan ibu mertuanya.Tepat dibelakang tubuh keduanya, Samuel mengekor dengan mata kurang dari satu watt. Sebelum gedoran pada daun pintu kamarnya, orang tua Adnan itu memang telah bersiap untuk mengistirahatkan diri. Mereka hampir saja memejamkan mata jika saja suara kepanikan menantunya tak terdengar menembus daun pintu.“Iya, Sayang. Tenang ya. Suami kamu nggak akan kenapa-napa. Dari kecil dia nggak punya riwayat sakit keras kok.”Sebenarnya Diah sendiri sanksi putranya bisa tak sadarkan diri. Sejak kecil pun Adnan memiliki daya tahan tubuh yang sangat baik. Meski menghabiskan sebagian besar waktunya untuk belajar dan mengembangkan wawasan bisnisnya, anak itu sama sekali tak melupakan rutinitas olahraga hariannya.Sebelum menikah pun, Adnan selalu menyempatkan diri untuk berolahraga di pagi hari. Entah itu sekedar berlari mengelilingi komplek perumahan, atau aktivitas fisik seperti gym ringan di
Jenuh— satu kata itu akhirnya menyambangi benak & hati Cinta.Aneh kan, Pemirsa?Padahal ia sudah menamatkan diri untuk menjadi manusia mageran dengan memanfaatkan kehamilannya. Akan tetapi... Wush! Bak dilahap oleh sapuan ombak, kejenuhan pun tiba-tiba datang, menggulung dan menenggelamkan dirinya ke dasar laut.Kira-kira, apa yang harus dirinya lakukan untuk mengusir kejenuhannya ini. Sejak mengandung anak suaminya, ruang geraknya menjadi begitu terbatas. Rutinitas yang ia lakoni pun selalu sama setiap harinya.Fix! Ia benar-benar membutuhkan sebuah penyegaran. Tapi apa?!“Huft, payah! Nih otak tumben nggak mau jalan.” Keluh Cinta, mengomentari kerja otaknya yang tiba-tiba saja melambat. Biasanya, tanpa bersusah payah pun, perangkat lunaknya itu selalu memunculkan ide-ide segar. Kenapa disaat ia membutuhkan, pengontrol utama tubuh itu malah mengadat, seperti motor matic karbu yang tidak pernah dibawa ke bengkel untuk melakukan perawatan.“Bingung banget kayaknya, Cin. Kenapa? Pengen