Jalan cerita tidak selalu indah, terkadang terdapat kerikil yang bisa membuat luka.
***
Tidak lama berselang Erina sudah berada di dalam kamarnya. Duduk dimeja belajar lalu membuka buku pelajaran dan mulai membacanya. Sungguh hal tersebut menjadi sebuah kemajuan yang sangat besar baginya.
Lembar demi lembar kata yang tertuang seketika menyuguhkan eksistensi berbeda dalam pikirannya. Matanya berkuang-kunang kala pembahasan yang tercantum di sana tidak sedikit pun dimengerti.
1 jam 15 menit berlalu, kepalanya pening tidak karuan. Hingga,
"Aaarrggghhh, aku tidak menyukai hal ini" teriaknya di tengah keheningan. Erina pun menyenderkan punggung di kursi seraya menengadah ke atas melihat langit-langit kamar. "Aku tidak bisa seperti Dimas. Apa dia belajar lebih dari ini? Bodoh Erina tentu saja dia belajar lebih dari aku. Ohh iya aku harus membuatkannya teh agar dia bisa semangat belajarnya." Kemudian Erina beranjak dari sana menuju dapur.
Uap panas yang mengepul dari teh manis itu menyembur dalam cangkir kramik hadiah pernikahan mereka. Perlahan Erina membawanya menuju ruang sebelah tempat sang suami menghabiskan waktu hingga larut malam. Apa lagi jika bukan belajar, belajar dan belajar. Seolah sudah menjadi hobi dan kebiasaannya. Benar-benar siswa yang pandai. Pikir gadis itu.
Tok!! Tok!!
Pintu diketuk perlahan. Tidak ada jawaban, Erina pun langsung membukanya dan melihat sang suami tertidur dimeja.
"Oh, tidak jika tidur seperti ini nanti kamu bisa masuk angin." Gumam Erina seraya meletakan teh di atas meja.
Dilihatnya wajah polos tengah tertidur itu dengan seksama. Ia tersenyum senang hanya dengan melihatnya seperti itu. "Bahkan saat tidur pun dia sangat tampan.Aahh bulu matanya panjang sekali hihihi lucunya. Tidurnya nyenyak juga, aku tidak bisa membangunkannya. Lebih baik aku membawakan selimut saja." Lanjut Erina lalu bergegas pergi.
Tidak lama berselang gadis itu kembali dengan selimut tebal ditangannya. Dengan perlahan ia pun menyelimuti tubuh tegap sang suami. "Tidur yang nyenyak." Bisik Erina setelahnya.
Saat ia hendak pergi meninggalkan ruangan itu, tiba-tiba saja tangan kekar pemuda tersebut mencekalnya kuat. Erina sontak terkejut lalu memandangi kelopak mata itu perlahan terbuka. Keterkejutannya tidak sampai di sana saja, sedetik kemudian sang suami menariknya ke dalam pangkuan.
Pipi putih itu memerah merasakan jika jarak mereka begitu dekat. Meskipun Erina sudah menjadi istri sahnya, tapi tetap saja ia masih belum terbiasa dengan kehidupan barunya itu.
"Di.... Dimas." bisik Erina malu seraya mencoba menetralkan detak jantungnya.
Seketika Dimas menatapnya lekat, wajah mengantuk nan lelahnya terpampang jelas di sana. Ia pun menyenderkan kepalanya pada pundak sang istri lalu memeluknya erat.
"Aku lelah sekali. Izinkan aku bersandar padamu sebentar saja." Suara serak khas bangun tidur mengalun memberikan efek berbeda kepada yang mendengarnya. Erina menegang dan membiarkan kepala bersurai hitam legam tersebut menimpa bahunya.
Erina mengerti seperti apa aktivitas yang di lakukan suaminya itu. Dimas juga manusia biasa yang mempunyai batas kemampuan. "Eum, baiklah. Jika kamu memang lelah tidur saja jangan memaksakan diri." Jawab Erina seraya membalas pelukannya seraya mengusap kepalanya dengan lembut.
Berada dalam pelukan seorang istri dengan aroma bunga yang menguar dalam tubuhnya membuat Dimas nyaman dan tenang. Tidak salah jika ia menjadikan Erina sebagai seorang istri. 9 bulan ini telah banyak momen dan kejadian yang telah mereka lewatkan bersama.
Pada awalnya mereka hanyalah sebatas teman biasa. Bahkan berbicara akrab saja sangat jarang dilakukan. Hanya kepentingan biasa yang bisa membuat keduanya berbicara satu sama lain.
Namun, takdir berbicara lain. Dimas datang dengan tekadnya yang kuat untuk melamar Erina dan mempersuntingnya sebagai istri. Dimas tahu dalam kepercayaannya hubungan tanpa adanya ikatan pernikahan tidaklah dibenarkan. Dan untuk menghindari fitnah pemuda itu memutuskan untuk memberikan keseriusan pada Erina.
Pernikahan mereka diberlangsungkan sangat sederhana. Hanya kerabat dekat yang datang dan sebagai saksi momen mendebarkan tersebut. Ada alasan yang masih menjadi sebuah misteri dalam pernikahan itu.
9 bulan mereka lebih mengenal satu sama lain. Meskipun pada awalnya Dimas dan Erina pernah satu kelas selama setahun. Tetapi, mereka tidak pernah mengenal sosok masing-masing. Dan sekarang semua itu perlahan terungkap. Bagaimana sikap dan sifat mereka satu sama lain.
Dimas akhirnya mengerti kenpa Erina sering bersikap arogan di sekolah. Itu semua ia lakukan untuk menutupi luka hatinya. Ia juga baru mengetahui jika Erin mengikuti olahraga karate dan sudah bersabuk hitam, itu sebabnya ia pandai berkelahi.
Pun dengan Erina. Ia bisa mengetahui siapa Dimas sebenarnya. Dulu yang Erina tahu tentang Dimas hanyalah sosok pemuda yang hanya menyukai musik. Namun, setelah mereka menikah Dimas hebat dalam segala bidang. Dan hal tersebutlah yang terkadang membuat Erina merasa tidak cocok berada di sampingnya. Meskipun terkadang sang suami masih tertutup terhadapnya. Karena Erina pun demikian.
***
Brug!!
Prangg!!
Buk!!
Terdengar suara ribut-ribut di apartemen kamar 202. Sepasang suami istri muda itu tengah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Mereka bangun kesiangan akibat tidur kembali setelah melakukan salat subuh berjamaah. Posisinya pun masih sama seperti semalam, tentu hal itu membuat keduanya tidak nyaman dan berakhir seperti sekarang.
"Kenapa kamu tidak membangunkanku?" teriak Dimas di tengah-tengah memakai seragamnya.
"Bukan salahku, kau juga yang salah. Tidur dalam pelukanku" bela Erina tidak mau kalah.
Buru-buru keduanya sibuk dengan persiapan masing-masing, membuat kegaduhan itu mengenyahkan keindahan pagi ini.
"DIMAS JANGAN LUPA MENGUNCI PINTU. AKU DULUAN!!" teriak Erina seraya melenggang pergi meninggalkan suaminya.
"Hah, gadis itu." Gumam Dimas seraya mengunci pintu. Dan setelah sadar...... "AKU TERLAMBAT!!!!" ia pun berteriak dengan kencang lalu pergi dari gedung apartemen.
Kota Jakarta dipagi hari terlihat sibuk. Semua orang kembali beraktivitas seperti biasa. Hiruk pikuk kota membuat Erina dan Dimas harus rela berdesak-desakan di kereta yang penuh dengan orang.
20 menit berlalu, mereka pun akhirnya tiba di sekolah. Keduanya pun datang dengan nafas terengah-engah akibat berlarian di jalanan yang sedikit menanjak. Jarak antara stasiun kereta dengan sekolah lumayan jauh mau tidak mau mereka harus menguras energi di pagi hari.
"Hah.... Hah... hhaahhh.... Untung saja masih keburu" ucap Erina setelah tiba di kelas.
Rahel yang melihat sahabatnya masuk ke dalam dengan nafas tersengal-sengal pun mengerutkan dahi bingung. Tidak biasanya Erina seperti itu, "kamu kenapa?" tanyanya kemudian.
"Aku hosh.... hosh.... Habis maraton" jawabnya singkat.
"Hahahahaha, makanya jangan tidur terus jadi kesiangan, kan"
"He..he..hehe" kekehnya.
'Dimas bodoh..... hahaha tapi aku senang. Ehhh apa yang aku pikirkan? Bodoh Erina....' Batinnya seraya memukul pelan kepalanya sendiri.
"Erina, kamu tidak gilakan setelah berlari tadi?" tanya Rahel cemas melihat kelakuan sahabatnya itu.
"A...ahahaha aku tidak apa-apa, tenang saja" gugupnya ketahuan.
Beda di kelas Erina, beda juga di kelas Dimas. Ruang kelas IPA-1 dengan para muridnya yang terkenal dengan kecerdasannya itu kini tengah melihat sang juara olimpiade baru saja tiba dengan penampilan tidak biasanya..
"Di.... Dimas?" ucap seorang siswi bernama Marsya.
"Dimas, kenapa kamu baru tiba?"
"Apa yang terjadi?"
"Apa ada sesuatu yang salah padamu?"
Pertanyaan demi pertanyaan itu keluar dari para siswi sekelasnya yang mulai mengerbungi meja tersebut. Berita mengejutkan pagi ini menjadi kejanggalan yang dirasakan oleh mereka. Bagaimana bisa siswa teladan seperti Dimas kesiangan? Hal tersebut mengundang tanda tanya besar.
"Sudah-sudah aku hanya bangun kesiangan saja." Balas Dimas.
"Ahh aku tahu kau pasti begadang untuk belajar, kan?" kembali Marsya bersuara.
"Iya, aku begadang." Dustanya.
Tentu saja, mana mungkin ia bisa mengatakan sebenarnya? Itu pasti akan menjadi berita yang menghebohkan sekolah.
***
Waktu istirahat pun tiba. Setiap murid yang merasa kelaparan langsung berhamburan keluar menuju kantin untuk mengisi perut mereka. Sama seperti yang lain, kini Erina dan Rahel juga sudah berada di sana.
Erina makan dengan lahap menikmati nasi gorengnya membuat kerutan muncul didahi sang sahabat.
"Sudah berapa lama kamu tidak makan?" cerocos Rahel heran.
"Aku lapar sekali. Kamu tahukan tadi pagi aku kesiangan? Nah karena tidak sempat sarapan dan harus lari ke sekolah membuat energiku terkuras habis." Jawabnya.
"Hmm, itu alasanmu saja"
"Eum, Rahel aku sedang tidak berbohong."
"Baiklah-baiklah."
Erina tersenyum senang lalu menikmati makanannya lagi.
Tidak lama berselang kegaduhan pun terdengar memekikan telinga. Suara para siswi bergema di sana meneriakan sosok yang sama. Pemuda tampan menjadi most wanted sekolah tersebut.
"Lihat, lihat Kak Dimas datang ke kantin"
"Wah dia tampan seperti biasanya"
"Kakak"
Bisikan demi bisikan terdengar dari murid kelas X. Tanpa sengaja Erina dan Rahel yang mendengar hal itu pun langsung mengarahkan pandangannya ke samping kiri. Benar saja di sana sudah ada Dimas yang tengah di kerubungi oleh para siswi mulai dari kelas X-XII.
"Pangeran sekolah telah datang" celetuk Rahel cuek.
"Enaknya jadi terkenal" balas Erina, entah apa yang dirasakannya.
"Apa kamu bilang? Bukankah kamu juga sudah terkenal?"
"Apa maksudmu Rahel?" tanya Erina kembali memandang sahabatnya.
"Kamukan terkenal karena brutal, hahahahahahha"
Seketika tawa Rahel meledak membuat sang pangeran menatap ke arah mereka. Di sana Dimas melihat kedua gadis tersebut. Tanpa sengaja pandangan mereka bertemu, buru-buru Erina pun berpaling ke sembarang tempat.
'Tidak, kami tidak boleh bertatapan di sekolah' batin Erina.
'Aku ingin bicara dengannya meskipun kami berada di sekolah_ Eehhh apa yang kamu pikirkan Erina? Bodoh...bodoh....bodoh lanjutnya menepis semua perasaan yang ada.
Pandangan itu terus mengikuti ke mana langkah kaki tegapnya membawa ia pergi. Banyak orang berada di sampingnya membuat pemuda bernama lengkap Muhammad Dimas Pratama itu terlihat bercahaya dan sulit digapai.
Namun, pada kenyataannya pemuda itu sudah beristri.
"Wa'alaikumsalam, selamat datang." Ucap sang istri seperti biasa. Wajah ayu yang tengah tersenyum itu menyambut kepulangannya dipintu masuk.Dimas pun tidak kuasa menahan senyuman. Bulan sabit itu melengkung jelas menambah ketampanan pemuda populer tersebut.Cup!! Tanpa disuruh ia menghadiahkan ciuman pulang didahi sang istri. Pipi putih Erina seketika merona dengan tindakan yang di lakukan suaminya secara tiba-tiba. Degup jantung yang bertalu kencang tidak baik bagi kesehatannya. Ia pun memalingkan muka ke arah lain. Entah kenapa akhir-akhir ini ia selalu merasakan hal tak biasa pada Dimas. Apa mungkin karena dia sudah biasa menghabiskan waktu bersamanya? Sehingga perasaan Erina pada Dimas berubah? Gadis itu masih belum menyadarinya."Eum, mau makan atau mandi dulu? Biar aku siapkan." Tawar Erina sembarai membawa tas suaminya.Grepp!!
Jakarta High School menjadi salah satu sekolah favorite di kota tersebut. Sekolah yang terkenal banyak menghasilkan lulusan terbaik, juga selalu juara dalam berbagai perlombaan. Seperti olahraga atau pun pengetahuan. Banyak para murid yang ingin masuk, membuat mereka menggunakan berbagai cara.Pagi ini sekolah kembali di hebohkan dengan kedatangan murid baru pindahan dari Inggris. Seorang siswi kini tengah berdiri di depan para murid kelas XII IPA-1. Keberadaannya tentu saja menarik semua penghuni sekolah. Dari berbagai kelas yang memiliki jam kosong pun berdatangan ke sana. Mereka penasran mengenai murid baru tersebut.Hawar-hawar terdengar jika siswi tersebut begitu cantik dengan kulit putih mulus, bermata bening bulat serta bibir merahnya. Kebanyakan yang melihat adalah para siswa."Silakan perkenalkan dirimu." Titah bu Sarah selaku wali kelas tersebut."Selamat pagi. Assalamu'alaikum, per
Pagi telah datang. Seperti biasa, saat ini Erina tengah menyiapkan sarapan. Apron merah muda bertengger ditubuh mungilnya. Ia berusaha menjadi istri yang baik dan membuktikan pada siapa pun jika dirinya bisa bersanding dengan most wanted sekolah.Aroma masakan menggugah selera membangunkan sang suami. Perlahan Dimas bangun lalu membersihkan dirinya. Setelah selesai dengan ritual paginya, ia pun keluar dengan wangi mint menguar. Seketika bau tersebut membuat Erina terpana. Ia tahu pemuda itu sudah berada dekat dengannya."Selamat pagi, Dimas. Ayo sarapan dulu" ajaknya seraya menoleh ke belakang, di mana sang suami berdiri tepat di depan meja makan lengkap dengan seragam sekolahnya.Dimas pun mengangguk seraya tersenyum. Kemudian netranya memandangi makanan lezat tersaji di sana. Tidak lama kemudian ia duduk di salah satu kursi kosong dan mulai menikmati sarapan."Bagaimana rasanya?" tanya Erina penasar
Semacam luka tapi tak berdarah. Semacam sakit tapi tak terasa, semacam harum tapi tak berbau. Perasaan itulah yang saat ini aku rasakan _ Falisha Erina _.Bel pergantian pelajaran telah terdengar beberapa saat lalu. Kedua kelas itu pun membubarkan diri dari aula. Mereka mulai membersihkan diri dari keringat sebelum kembali masuk ke dalam kelas mengikuti pelajaran terakhir.Selesai berganti pakaian, satu persatu para murid tersebut kembali ke kelas masing-masing. Entah mereka memperhatikan guru yang tengah mengajar di depan atau tidak, tapi semuanya nampak serius mendengarkan.Setelah menjelaskan pelajaran, tugas pun diberikan. Dengan rasa kantuk dan lelah mereka berusaha mengerjakannya."Erina boleh ibu minta tolong? Selesai pelajaran nanti tolong antarkan tugas ini ke ruangan ibu, yah." ucap ibu guru Bahasa Indonesia tersebut saat Erina berjalan bermaksud untuk memb
Bagian 7Pagi kembali datang menyambut hari baru bagi semua siswa di sekolah tersebut. Hari ini semua angkatan XII berkumpul di aula mendengarkan pengumuman yang akan di sampaikan oleh wakil kepala sekolah.Raut tegang bercampur haru tidak bisa terelakan. Mereka sadar jika sebentar lagi langkahnya hendak memasuki dunia baru. Dunia yang tidak pernah mereka sangka bisa seperti apa. Menuju dewasa dan menghadapi kehidupan yang lebih kejam lagi."Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi semuanya. Tidak terasa perjalanan kalian menempuh pendidikan di sini sudah mencapai titik terakhir. Sebelum itu kami sepakat akan melakukan study tour terakhir bagi kalian untuk mengenang kebersamaan kita semua. Tahun ini sekolah kita akan pergi ke pantai yang berada di luar kota Jakarta. Tepatnya berada di Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur, yaitu Pantai Pink." jelas Pak Geri membuat keadaan heboh seketika.
Tidak lama kemudian Erina pun kembali ke apartemennya. Ia melangkah gontai menapaki satu demi satu anak tangga menuju kamarnya berada. Lift yang biasa digunakan mendadak tidak bisa dipakai. Mau tidak mau ia pun harus menggunakan tangga darurat. Dengan kepala menunduk ia pun mencapai pintu masuk.Cklekk!!Pintu terbuka, ia pun bergegas melangkah memasukinya."Assalamu'alaikum." Salamnya lemah."Wa'alaikumsalam, dari mana saja? Kenapa baru pulang?" tanya Dimas menyambut kedatangannya.Erina tersenyum seraya melepaskan sepatunya lalu melirik ke arahnya sekilas. "Aku habis mengantar Rahel.""Ke mana?""Emm, tadi dia membeli pakaian dan aku mengantarnya ke toko yang lumayan jauh dari sini. Maaf, aku tidak menyiapkan makan malam. Kalau begitu aku pergi mandi dulu." Setelah mengatakan itu, Erina pun pergi dari hadapannya.
Bagian 9Jam terus berputar mengikuti poros. Tidak terasa kegiatan yang dilakukan para siswa Jakarta High Scholl memakan banyak waktu. Kini jam sudah menunjukan pukul 20:00 malam. Semua murid kembali bersatu untuk mendengarkan pengarahan lain dari guru.Rasa lelah nampak diwajah mereka. Namun, semangat masa muda tidak pernah luntur. Mereka senang bisa melakukan kegiatan bermanfaat seperti sekarang. Tidak banyak waktu yang bisa mereka lewati. Sepulang dari pantai ujian pun tengah menunggu."Nah, semuanya karena kegiatan sudah selesai untuk hari ini kita cukupkan saja. Kalian bisa beristirahat dan besok adalah hari bebas. Jadi bersenang-senanglah. Selamat malam." Penjelasan terakhir pun seketika mengundang suka cita bagi setiap murid.Suara teriakan dan tepuk tangan pun mengakhiri ucapan Pak Geri. Mereka sudah tidak sabar menunggu hari esok tiba. Bermain sepuasnya bersama teman-teman menciptakan kenanga
Bagian 10Setelah kejadian yang menggemparkan tadi siang, Erina pun langsung di bawa ke kamar hotel oleh guru yang tidak lama kemudian datang ke tempat mereka. Dan hal tersebut pun mengundang berbagai pertanyaan dari setiap siswi yang mengetahui jika Dimaslah yang menyelamatkan Erina.Namun, pemuda itu tidak ambil pusing saat bisikan demi bisikan para siswi sampai ke telinganya. Sekarang yang ia pedulikan hanyalah keselamatan sang istri.Setelah memastikan Erina mendapatkan penanganan, Dimas pun kembali ke kamarnya. Ia pun berjalan menuju balkon. Seketika angin sore berhembus menerpa wajah tampannya. Iris jelaganya menatap lurus pemandangan indah di hadapannya.Masih ada jejak kekhawatiran yang tergambar jelas di sana. Ingin sekali ia menemani Erina. Namun, apa boleh buat hubungan mereka harus tetap disembunyikan.Ilham yang baru saja keluar kamar mandi langsung menatap sang sahabat. Ia tahu apa yang tengah dirasakannya. Ia pun melangkahkan kaki me
Kembali ke pertandingan basket, saat ini skor yang di hasilkan oleh para pemain JHS berhasil mendapatkan 2-0. Pertandingan semakin meriah saja, para pendukung dari masing-masing sekolah berteriak antusias ketika para pemain bersemangat memasukan bola ke ring lawan.Saat bola berada di pihak lawan Ilham berhasil merebutnya. Ia pun segera melemparkannya ke arah Dimas yang tengah berada di depan ring lawan. Namun sayang, dari pihak lawan seseorang yang tidak suka dengan kehebatan Dimas pun diam-diam menggelindingkan bola basket ke arahnya. Di saat Dimas berhasil melompat dan mencetak angka, dari arah depan bola menggelinding tepat ke arahnya hingga.....Brughh!!Ia terjatuh menginjak bola tersebut. Semua orang yang melihat hal itu tidak percaya dan segera berlarian menuju pada Dimas yang tengah kesakitan."Dimas, kamu tidak apa-apa?" Tanya Ilham melihatnya tengah meringkuk seraya men
Angin berhembus perlahan, air mata terus saja mengalir membasahi pipinya. Erina menerjang dinginnya udara malam ini. Ia membenci dirinya sendiri yang terlihat lemah akan hal seperti tadi. Terlebih ia juga sudah menepis tangan hangat itu dari wajahnya.Kejadian itu juga entah kenapa membuatnya kembali mengingat tentang kematian orang tuanya. Darah yang mengalir dari bekas tembakan menembus jantung dua orang paling berharga baginya membuat ia terpaku. Kala itu hanya ada keheningan dan kekosongan yang menemani. Sakit. Satu kata yang mengawali perasaannya. Irisnya harus menangkap momen mengerikan secara langsung. Hingga hal itu membuatnya takut akan hal-hal berbau mistis.Rasa sakit pun kembali saat kenangan hari itu teringat lagi. Erina merasa gagal menjadi seorang anak. Ia tidak bisa melindungi orang tuanya sendiri. Itulah penyesalan yang sampai sekarang terus melekat dalam ingatannya."Bodoh.... Bodoh.... Bodoh.... Seha
Keesokan harinya, seperti yang sudah di katakan tadi malam saat ini Erina sudah berada di tempat latihan. Sekolah telah berakhir beberapa menit lalu, setiap murid yang mengikuti lomba juga tengah berlatih bersama.Kedatangan Erina di tempat latihan pun disambut meriah oleh adik kelas serta pelatihnya. Seorang gadis yang lebih dikenal dengan aksi perkelahiannya itu sekarang sudah kembali. Senyum mengembang diwajah ayunya, keadaan seperti inilah yang ia rindukan beberapa bulan terakhir ini. Semenjak menikah tidak ada lagi yang namanya latihan, Erina selalu disibukan dengan belajar, mengurusi rumah tangga dan tentunya janji pada sang suami. Bahwa ia tidak akan lagi berada di dunia tersebut.Namun, sekarang situasinya telah berbeda. Tujuan Erina datang ke sana bukan untuk berkelahi melainkan melatih kemampuannya untuk berlomba. Dan Dimas mengizinkannya untuk kembali."Kak Erina. Aku senang kakak kembali" ucap gadis bernama Ghe
Belajar mengajar tengah berlangsung. Kelas Dimas yang seharusnya pergi ke lapangan untuk mengolah fisik, tetapi kenyataannya mereka malah mendekam di kelas mendengarkan ceramah dari Pak Rio yang memberikan pengumaman penting."Semuanya, seperti yang sudah kita ketahui jika setiap setahun sekali sekolah kita akan mengadakan kompetisi olahraga. Banyak sekolah yang mengikutinya dan kita sebagai tuan rumah harus bekerja keras dalam menghadapi mereka. Olahraga yang dilombakan tahun ini adalah renang, sepak bola, bulu tangkis, tenis, karate dan basket. Bapak harap kalian yang tergabung dalam olahraga tersebut mengikutinya dan berlatih bersungguh-sungguh." Jelas Pak Rio membuat para murid bersemangat.Terutama para siswa begitu antusias mendengar pengumuman tersebut. Sama seperti tahun lalu mereka bekerja keras dan latihan terus menerus untuk memberikan yang terbaik bagi sekolah. Dan usahanya tidak sia-sia. Mereka mendapatkan juara 1 dan 3.
Fajar menyingsing menyunggingkan cahaya pagi pada setiap insan di dunia. Kehidupan rumah tangga Dimas dan Erina pun sudah kembali seperti biasa. Selepas menjalankan kewajibannya, Erina bertugas layaknya istri sesungguhnya. Saat ini ia tengah menyiapkan sarapan untuk dirinya dan sang suami. Dimas yang sedari tadi duduk di meja makan menyunggingkan senyum menawan melihat istrinya."Sepertinya sudah lama kita tidak makan bersama. Aku merindukanmu." Kata Dimas ketika Erina menghidangkan nasi goreng ke hadapannya.Seulas senyum hadir menyambut perkataannya lalu Erina pun duduk di depannya. "Eum, aku juga sudah berhari-hari tidak memasak untukmu. Maaf, aku tidak ikut makan bersamamu dua hari ini."Dimas menatapnya lekat. "Tidak apa-apa, aku mengerti. Mulai sekarang apapun yang terjadi dan apa yang kamu rasakan beritahu aku secepatnya. Aku juga berjanji akan memberitahu segalanya padamu." Erina mengangguk mengiy
Saat ini Reina tengah bersama Dei dan Kil. Ia duduk di samping keduanya merasakan keheningan malam di atap sekolah. Angin menerpa wajah ketiganya, udara dingin tersebut memberikan ketenangan dan kesejukan.Reina tersadar akan apa yang telah diperbuatnya. Perasaan yang di pendam membuat ia buta dengan kenyataan. Harusnya ia lebih bisa menerima kenyataan, jika pemuda yang ia cintai telah bersanding dengan gadis lain. Dan sudah tidak ada tempat lain baginya untuk kembali, untuk itu ia menyesalinya."Aku minta maaf, kalian harus menanggung akibatnya." Ucap Reina menatap mereka bergantian."Sial, seharusnya kau beritahu kami dari awal jika gadis dia itu si pemberontak." Kesal Dei menyentak Reina."Sudahlah Dei, salah kita juga. Biarkanlah, toh semua sudah terjadi." Balas Kil menerima apa yang terjadi padanya.Reina menundukan wajah, menyembunyikan rasa penesalannya pada mereka. Beberapa saat lalu ia
Pagi-pagi sekali Erina sudah berangkat sekolah tanpa sepengetahuan Dimas. Hal itu membuatnya merasa aneh. Tidak biasanya Erina pergi melewatkan sarapan. Netra jelaganya menatap pada kursi kosong di hadapannya. Dimas merenung saat mengetahui sang istri sudah tidak ada."Aku yakin ada sesuatu. Kenapa Erina bersikap dingin yah? Bahkan dia tidak sarapan sama sekali." Ujar Dimas di tengah kebingungannya.Setelah selesai sarapan, ia pun bersiap untuk pergi ke sekolah. Jalanan nampak lengang tidak terlalu banyak orang hilir mudik. Langit sedikit mendung kali ini. Dimas berjalan masih dengan memikirkan perubahan yang terjadi pada istrinya.Sedangkan gadis itu, kini sudah berada di atap sekolah. Di sana ia merasa nyaman dan tenang. Sesekali angin dingin berhembus menyapu wajah putihnya. Kejadian yang menimpa dirinya membuat ia memikirkan banyak hal. Erina tidak berani untuk bertanya langsung pada Dimas. Ia sudah tahu jika kemungkinan
Bagian 11Melarikan diri menjadi satu-satunya cara agar ia bisa melupakan rasa sakit dalam hatinya. Namun, itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Ia terkejut saat melihat orang yang dicintainya direngkuh oleh gadis lain tepat di depan matanya. Awan kelabu menempati kedua netranya saat ini.Langkahnya pun membawa ia ke atap sekolah. Erina duduk dan bersandar pada kawat pembatas seraya melihat kalung berbandul cincin dalam genggaman tangannya. Ia sengaja melepaskan cincin itu dan menjadikannya bandul. Hal itu ia lakukan setelah melihat kebersamaan Dimas dan Reina di pantai.Ia menyadari sesuatu jika masa lalu memang tidak mudah untuk dilupakan. Terlebih mereka sempat menjalin hubungan."Hah~ apa yang aku pikirkan? Apa artinya pernikahan ini? Kebohongan? Kepura-puraan? Atau sebuah permainan? Sakit sekali rasanya. Hahaha bodoh sekali, apa yang kamu harapkan Erina? Dia hanya membantu kehidupanmu saja. Dan jangan berharap dia mencintaimu juga." Gumamnya s
Bagian 10Setelah kejadian yang menggemparkan tadi siang, Erina pun langsung di bawa ke kamar hotel oleh guru yang tidak lama kemudian datang ke tempat mereka. Dan hal tersebut pun mengundang berbagai pertanyaan dari setiap siswi yang mengetahui jika Dimaslah yang menyelamatkan Erina.Namun, pemuda itu tidak ambil pusing saat bisikan demi bisikan para siswi sampai ke telinganya. Sekarang yang ia pedulikan hanyalah keselamatan sang istri.Setelah memastikan Erina mendapatkan penanganan, Dimas pun kembali ke kamarnya. Ia pun berjalan menuju balkon. Seketika angin sore berhembus menerpa wajah tampannya. Iris jelaganya menatap lurus pemandangan indah di hadapannya.Masih ada jejak kekhawatiran yang tergambar jelas di sana. Ingin sekali ia menemani Erina. Namun, apa boleh buat hubungan mereka harus tetap disembunyikan.Ilham yang baru saja keluar kamar mandi langsung menatap sang sahabat. Ia tahu apa yang tengah dirasakannya. Ia pun melangkahkan kaki me