Tidak lama kemudian Erina pun kembali ke apartemennya. Ia melangkah gontai menapaki satu demi satu anak tangga menuju kamarnya berada. Lift yang biasa digunakan mendadak tidak bisa dipakai. Mau tidak mau ia pun harus menggunakan tangga darurat. Dengan kepala menunduk ia pun mencapai pintu masuk.
Cklekk!!
Pintu terbuka, ia pun bergegas melangkah memasukinya.
"Assalamu'alaikum." Salamnya lemah.
"Wa'alaikumsalam, dari mana saja? Kenapa baru pulang?" tanya Dimas menyambut kedatangannya.
Erina tersenyum seraya melepaskan sepatunya lalu melirik ke arahnya sekilas. "Aku habis mengantar Rahel."
"Ke mana?"
"Emm, tadi dia membeli pakaian dan aku mengantarnya ke toko yang lumayan jauh dari sini. Maaf, aku tidak menyiapkan makan malam. Kalau begitu aku pergi mandi dulu." Setelah mengatakan itu, Erina pun pergi dari hadapannya.
Dimas terdiam di tempatnya. Ia tahu jika sang istri tahu habis menangis. Jejak air mata masih terlihat jelas dikekedua pipinya. Entah apa yang Erina sembunyikan, hal itu membuat Dimas tidak nyaman. Namun, ia merasakan firasat.
"Aku tahu apa yang sedang dia pikirkan. Maaf, Erina." Gumamnya menyesal.
35 menit berlalu, Eina telah selesai dengan rutinitasnya dan kini tengah membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ruangan gelap hanya ada cahaya bulan merembes masuk melalui celah jendela kamar. Ia pun menghadap samping kanan melihat potret kedua orang tuanya dalam figura kecil di nakas. Entah kenapa tiba-tiba saja rasa rindu menyeruak dalam dada. Ia kembali menangis. Mesikpun sudah ada orang yang menanggung dirinya, tapi tetap saja ia tidak bisa menceritakan hal perasaan itu padanya.
Erina merasa hubungan mereka masih belum bisa dikatakan dekat. Kecanggungan masih tercipta kala mereka bersama.
Tanpa ia sadari sang suami sedari tadi berada di ambang pintu kamarnya. Dimas mendengar dengan jelas isakan tangis memilukan istrinya. Ia pun perlahan berjalan mendekati tempat tidur Erina lalu berbaring di sampingnya seraya memeluknya dari belakang.
Seketika Erina pun tersentak dibuatnya. Tubuhnya tiba-tiba saja beku tidak bisa digerakan. Perlakuan sang suami membuatnya bungkam. Apalagi sekarang ia berada begitu dekat dengan sosoknya.
Namun, ia tidak bisa menahan kesedihannya. Air mata itu terus bercururan tanpa bisa dicegah.
"Ma....af " bisik Erina.
Dimas pun mengeratkan pelukannya mencoba menenangkan sang istri. Ia tahu sekarang Erina tengah merindukan orang tuanya. Ia juga merasakan perasaan itu. Karena mereka sama-sama sudah tak memiliki ayah atau pun ibu.
"Tidak, seharusnya aku yang minta maaf. Maafkan aku karena tidak mengetahui apa yang kamu rasakan. Kamu merindukan mereka bukan?" jawab Dimas lalu membalikan sang istri untuk menghadapnya.
Kini ia bisa melihat dengan jelas air mata itu berjatuhan. Tangannya terulur menghapus jejak kepedihan di sana dan berakhir menangkup kedua pipi gembilnya.
"Maaf, aku sudah membuatmu meneteskan air mata lagi. Padahal tepat di hari pernikahan kita, aku berjanji tidak akan membuatmu menangis. Maafkan aku" kata-kata yang keluar dari mulut suaminya sarat akan penyesalan.
Erina pun membalas tangan kekar itu yang masih bertengger di pipinya. Memegangnya erat seolah tidak ingin dilepaskan. "Tidak. Kamu tidak bersalah. Aku hanya merindukan ayah dan ibu saja. Maaf, sudah membuatmu menyalahkan dirimu sendiri"
Bruhh!!
Bukan jawaban yang didapatkannya, melainkan Dimas kembali memeluknya erat. Seketika matanya terbelalak dengan perlakuan tiba-tiba suaminya. Ia juga merasakan elusan lembut dipucnak kepalanya.
Tangisan kembali pecah membasahi baju tidur sang suami, ia mencengkramnya kuat menumpahkan semua perasaannya.
"Ternyata aku benar-benar telah jauh cinta padanya." Batin Erina sadar.
Malam itu, ketika bulan memancarkan cahaya terangnya pasangan suami istri tersebut saling mendekap satu sama lain. Menangkan perasaan masing-masing mencoba mehilangkan rasa sakit.
Hingga dipertengahan malam keduanya pun menggelar sajadah bersama lalu bermunajat pada Sang Pemilik Cinta. Berharap akan ada kebaikan menyertai bagi hubungan mereka.
***
Di tempat lain seorang pemuda berambut hitam rapih tengah berbincang bersama seorang gadis di apartemennya. Sejak sepulang sekolah gadis itu tak henti-hentinya bertanya mengenai tempat tinggal siswa berprestasi tersebut. Sudah jelas jika gadis itu masih menginginkannya, tanpa tahu hal yang sebenarnya telah terjadi.
"Ayolah Ilham aku hanya ingin tahu di mana Dimas tinggal sekarang" rengek Reina pada Ilham yang tengah duduk menikmati secangkir kopi.
Pemuda itu memutar bola matanya, jengah. "Aku tidak tahu, sudahlah Reina kenapa juga kamu menanyakan tempat tinggalnya? Kalian sudah besar dan tahu hubungan sebelum pernikahan itu tidak dibenarkan." Ujarnya sedikit menasehati.
"Aku hanya ingin tahu saja. Kata tante Akira, Dimas sudah tidak tinggal bersamanya lagi. Aku penasaran jadi bertanya padamu. Karena mereka tidak memberitahukannya padaku. Dan lagi aku tahu perkataanmu yang terakhir. Jadi, tidak usah menasehatiku." Jelas Reina lalu mengerucutkan bibirnya.
"Jika aku memberikan keadaan yang sebenarnya, pasti kamu tidak percaya. Hah~ bodohnya, diakan tinggal disebalahku. Dan lagi jika dia tahu mengenai hal yang dilarang kenapa masih nekad menanyakannya? Hah~ aku tidak mengerti gadis ini." Monolog Ilham dalam diamnya.
"Lebih baik sekarang kamu pulang saja dan tanyakan sendiri besok padanya." Itulah ucapan terakhir Ilham yang diberikan.
Ia pun bergegas menyuruhnya pulang. Mau tidak mau Rerina pun keluar dari kediaman Ilham. Seolah mendapatkan firasat ia pun menatap pintu kamar 202 yang berada di sebelahnya, setelah itu ia pun acuh tak acuh dan berlalu dari sana.
***
Akhirnya hari keberangkatan study tour pun tiba. Ada 6 bus yang siap mengantar keberangkatan mereka. Semangat membara kala hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Kegaduhan tercipta kala semuanya tidak sabar untuk segera berangkat.
Satu persatu siswa pun mulai masuk ke dalam bus. Tidak lama berselang kendaaraan besar tersebut melaju. Selama dalam perjalanan menuju Nusa Tenggara Timur mereka bercanda gurai bersama teman duduknya.
Setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya rombongan Jakarta High School tiba di tempat tujuan. Gemuruh ombak samar-samar terdengar, aroma pantai mulai tercium membuat tatapan mereka langsung tertuju ke satu titik, laut.
"Yeeyyy kita sampai."
"Hore"
"Yeeeaaahhhhh"
Itulah beberapa ucapa kegembiaraan dari mereka.
Bus pun berhenti tepat di depan hotel. Satu persatu murid turun lalu berkumpul mendengarkan pengarahan dari guru. Semangat mereka bertambah tat kala laut kini sudah di depan mata.
"Baiklah sekarng kita sudah tiba di tempat tujuan. Bapak harap, kita bisa menjaga sikap, prilaku dan tidak merusak pemandangan indah ini. Dan satu lagi jangan membuang sampah sembarangan, kalau begitu kita lanjut pada kegiatan selanjutnya" jelas Pak Geri.
Semua murid mengangguk mengiyakan. Setelah pengarahan itu berakhir kini mereka mengikuti para guru yang menjadi pembimbing kelas masing-masing untuk mengunjungi berbagai tempat yang ada disana. Kegiatan tersebut dilakukan bukan semata-mata untuk liburan saja melainkan refreshing sembari belajar.
Setiap kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok membagi tugas kepada masing-masing siswa untuk bertanya kepada narasumber di tempat tersebut yang mereka kunjungi untuk mengetahui usaha yang dikunjunginya.
Kebetulan, kini kelas Dimas berkesempatan mengunjungi sentral aksesoris hasil laut. Para siswi terlihat senang saat melihat hasil para pengraji. Mulai dari gelang, kalung, bross dan berbagai aksesoris lainnya.
Tidak sengaja mata kecoklatan Dimas menangkap gelang couple yang terbuat dari kerang-kerang kecil terpajang di depan toko. Tatapannya tak lepas dari gelang tersebut seolah ingin memilikinya.
"Nah, gelang ini cocok sekali untuk pasangan. Lihat kerang berwarna lavender ini berpadu dengan warna jingga terlihat memesona. Seperti senja disore hari" ucap si pengrajin menjelaskan hasil karyanya.
"Apa boleh kami mencobanya?" tanya salah satu siswi.
"Tentu, silakan." Si pengrajin pun melepaskannya dari gantungan lalu memberikannya pada mereka.
Dalam diam Dimas mengamati gelang tersebut. Seulas senyum pun bertengger diwajah tampannya. "Gelang ini bagus sekali. Apa Erina juga suka gelang seperti ini?" Batinnya kemudian.
"Dimas, kamu pasti akan membelinya untuk akukan?" tiba-tiba saja suara Reina mengejutkannya. Dimas pun kelabakan dibuatnya dan buru-buru menyimpan kembali gelang itu di tempatnya, "tidak, aku hanya melihat saja" jawabnya acuh lalu berlalu dari sana.
Merasa tidak di perhatikan Reina pun mengerucutkan bibirnya. Ia pun mengikuti ke mana Dimas pergi mencoba mencari perhatiannya. Namun setelah beberapa menit berlalu, setelah Reina berpisah darinya, diam-diam Dimas kembali ke toko tersebut dan membawa gelang tadi untuk di belinya tanpa sepengetahuan siapa pun.
Setiap murid melakukan tugas dengan baik. Karena itu adalah kegiatan terakhir sebelum mereka semakin sibuk menghadapi berbagai ujian yang akan dating. Mereka menikmati dan memanfaatkannya dengan sebaik mungkin.
"Hah~ Rahel aku lelah" rengek Erina seraya menyimpan dagunya di bahu kanan sang sahabat.
"Kamu ini manja sekali. Lepaskan aku bukan suamimu." Sora pun mendorong paksa kepalanya untuk menjauh.
Erina jadi teringat akan suaminya. Sudah 3 jam ini ia belum melihat di mana sosoknya berada. Ia pun menoleh ke segala arah, tapi hasilnya sama saja. Dimas tidak ada di mana pun.
"Ke mana dia pergi?" batinnya.
Bagian 9Jam terus berputar mengikuti poros. Tidak terasa kegiatan yang dilakukan para siswa Jakarta High Scholl memakan banyak waktu. Kini jam sudah menunjukan pukul 20:00 malam. Semua murid kembali bersatu untuk mendengarkan pengarahan lain dari guru.Rasa lelah nampak diwajah mereka. Namun, semangat masa muda tidak pernah luntur. Mereka senang bisa melakukan kegiatan bermanfaat seperti sekarang. Tidak banyak waktu yang bisa mereka lewati. Sepulang dari pantai ujian pun tengah menunggu."Nah, semuanya karena kegiatan sudah selesai untuk hari ini kita cukupkan saja. Kalian bisa beristirahat dan besok adalah hari bebas. Jadi bersenang-senanglah. Selamat malam." Penjelasan terakhir pun seketika mengundang suka cita bagi setiap murid.Suara teriakan dan tepuk tangan pun mengakhiri ucapan Pak Geri. Mereka sudah tidak sabar menunggu hari esok tiba. Bermain sepuasnya bersama teman-teman menciptakan kenanga
Bagian 10Setelah kejadian yang menggemparkan tadi siang, Erina pun langsung di bawa ke kamar hotel oleh guru yang tidak lama kemudian datang ke tempat mereka. Dan hal tersebut pun mengundang berbagai pertanyaan dari setiap siswi yang mengetahui jika Dimaslah yang menyelamatkan Erina.Namun, pemuda itu tidak ambil pusing saat bisikan demi bisikan para siswi sampai ke telinganya. Sekarang yang ia pedulikan hanyalah keselamatan sang istri.Setelah memastikan Erina mendapatkan penanganan, Dimas pun kembali ke kamarnya. Ia pun berjalan menuju balkon. Seketika angin sore berhembus menerpa wajah tampannya. Iris jelaganya menatap lurus pemandangan indah di hadapannya.Masih ada jejak kekhawatiran yang tergambar jelas di sana. Ingin sekali ia menemani Erina. Namun, apa boleh buat hubungan mereka harus tetap disembunyikan.Ilham yang baru saja keluar kamar mandi langsung menatap sang sahabat. Ia tahu apa yang tengah dirasakannya. Ia pun melangkahkan kaki me
Bagian 11Melarikan diri menjadi satu-satunya cara agar ia bisa melupakan rasa sakit dalam hatinya. Namun, itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Ia terkejut saat melihat orang yang dicintainya direngkuh oleh gadis lain tepat di depan matanya. Awan kelabu menempati kedua netranya saat ini.Langkahnya pun membawa ia ke atap sekolah. Erina duduk dan bersandar pada kawat pembatas seraya melihat kalung berbandul cincin dalam genggaman tangannya. Ia sengaja melepaskan cincin itu dan menjadikannya bandul. Hal itu ia lakukan setelah melihat kebersamaan Dimas dan Reina di pantai.Ia menyadari sesuatu jika masa lalu memang tidak mudah untuk dilupakan. Terlebih mereka sempat menjalin hubungan."Hah~ apa yang aku pikirkan? Apa artinya pernikahan ini? Kebohongan? Kepura-puraan? Atau sebuah permainan? Sakit sekali rasanya. Hahaha bodoh sekali, apa yang kamu harapkan Erina? Dia hanya membantu kehidupanmu saja. Dan jangan berharap dia mencintaimu juga." Gumamnya s
Pagi-pagi sekali Erina sudah berangkat sekolah tanpa sepengetahuan Dimas. Hal itu membuatnya merasa aneh. Tidak biasanya Erina pergi melewatkan sarapan. Netra jelaganya menatap pada kursi kosong di hadapannya. Dimas merenung saat mengetahui sang istri sudah tidak ada."Aku yakin ada sesuatu. Kenapa Erina bersikap dingin yah? Bahkan dia tidak sarapan sama sekali." Ujar Dimas di tengah kebingungannya.Setelah selesai sarapan, ia pun bersiap untuk pergi ke sekolah. Jalanan nampak lengang tidak terlalu banyak orang hilir mudik. Langit sedikit mendung kali ini. Dimas berjalan masih dengan memikirkan perubahan yang terjadi pada istrinya.Sedangkan gadis itu, kini sudah berada di atap sekolah. Di sana ia merasa nyaman dan tenang. Sesekali angin dingin berhembus menyapu wajah putihnya. Kejadian yang menimpa dirinya membuat ia memikirkan banyak hal. Erina tidak berani untuk bertanya langsung pada Dimas. Ia sudah tahu jika kemungkinan
Saat ini Reina tengah bersama Dei dan Kil. Ia duduk di samping keduanya merasakan keheningan malam di atap sekolah. Angin menerpa wajah ketiganya, udara dingin tersebut memberikan ketenangan dan kesejukan.Reina tersadar akan apa yang telah diperbuatnya. Perasaan yang di pendam membuat ia buta dengan kenyataan. Harusnya ia lebih bisa menerima kenyataan, jika pemuda yang ia cintai telah bersanding dengan gadis lain. Dan sudah tidak ada tempat lain baginya untuk kembali, untuk itu ia menyesalinya."Aku minta maaf, kalian harus menanggung akibatnya." Ucap Reina menatap mereka bergantian."Sial, seharusnya kau beritahu kami dari awal jika gadis dia itu si pemberontak." Kesal Dei menyentak Reina."Sudahlah Dei, salah kita juga. Biarkanlah, toh semua sudah terjadi." Balas Kil menerima apa yang terjadi padanya.Reina menundukan wajah, menyembunyikan rasa penesalannya pada mereka. Beberapa saat lalu ia
Fajar menyingsing menyunggingkan cahaya pagi pada setiap insan di dunia. Kehidupan rumah tangga Dimas dan Erina pun sudah kembali seperti biasa. Selepas menjalankan kewajibannya, Erina bertugas layaknya istri sesungguhnya. Saat ini ia tengah menyiapkan sarapan untuk dirinya dan sang suami. Dimas yang sedari tadi duduk di meja makan menyunggingkan senyum menawan melihat istrinya."Sepertinya sudah lama kita tidak makan bersama. Aku merindukanmu." Kata Dimas ketika Erina menghidangkan nasi goreng ke hadapannya.Seulas senyum hadir menyambut perkataannya lalu Erina pun duduk di depannya. "Eum, aku juga sudah berhari-hari tidak memasak untukmu. Maaf, aku tidak ikut makan bersamamu dua hari ini."Dimas menatapnya lekat. "Tidak apa-apa, aku mengerti. Mulai sekarang apapun yang terjadi dan apa yang kamu rasakan beritahu aku secepatnya. Aku juga berjanji akan memberitahu segalanya padamu." Erina mengangguk mengiy
Belajar mengajar tengah berlangsung. Kelas Dimas yang seharusnya pergi ke lapangan untuk mengolah fisik, tetapi kenyataannya mereka malah mendekam di kelas mendengarkan ceramah dari Pak Rio yang memberikan pengumaman penting."Semuanya, seperti yang sudah kita ketahui jika setiap setahun sekali sekolah kita akan mengadakan kompetisi olahraga. Banyak sekolah yang mengikutinya dan kita sebagai tuan rumah harus bekerja keras dalam menghadapi mereka. Olahraga yang dilombakan tahun ini adalah renang, sepak bola, bulu tangkis, tenis, karate dan basket. Bapak harap kalian yang tergabung dalam olahraga tersebut mengikutinya dan berlatih bersungguh-sungguh." Jelas Pak Rio membuat para murid bersemangat.Terutama para siswa begitu antusias mendengar pengumuman tersebut. Sama seperti tahun lalu mereka bekerja keras dan latihan terus menerus untuk memberikan yang terbaik bagi sekolah. Dan usahanya tidak sia-sia. Mereka mendapatkan juara 1 dan 3.
Keesokan harinya, seperti yang sudah di katakan tadi malam saat ini Erina sudah berada di tempat latihan. Sekolah telah berakhir beberapa menit lalu, setiap murid yang mengikuti lomba juga tengah berlatih bersama.Kedatangan Erina di tempat latihan pun disambut meriah oleh adik kelas serta pelatihnya. Seorang gadis yang lebih dikenal dengan aksi perkelahiannya itu sekarang sudah kembali. Senyum mengembang diwajah ayunya, keadaan seperti inilah yang ia rindukan beberapa bulan terakhir ini. Semenjak menikah tidak ada lagi yang namanya latihan, Erina selalu disibukan dengan belajar, mengurusi rumah tangga dan tentunya janji pada sang suami. Bahwa ia tidak akan lagi berada di dunia tersebut.Namun, sekarang situasinya telah berbeda. Tujuan Erina datang ke sana bukan untuk berkelahi melainkan melatih kemampuannya untuk berlomba. Dan Dimas mengizinkannya untuk kembali."Kak Erina. Aku senang kakak kembali" ucap gadis bernama Ghe
Kembali ke pertandingan basket, saat ini skor yang di hasilkan oleh para pemain JHS berhasil mendapatkan 2-0. Pertandingan semakin meriah saja, para pendukung dari masing-masing sekolah berteriak antusias ketika para pemain bersemangat memasukan bola ke ring lawan.Saat bola berada di pihak lawan Ilham berhasil merebutnya. Ia pun segera melemparkannya ke arah Dimas yang tengah berada di depan ring lawan. Namun sayang, dari pihak lawan seseorang yang tidak suka dengan kehebatan Dimas pun diam-diam menggelindingkan bola basket ke arahnya. Di saat Dimas berhasil melompat dan mencetak angka, dari arah depan bola menggelinding tepat ke arahnya hingga.....Brughh!!Ia terjatuh menginjak bola tersebut. Semua orang yang melihat hal itu tidak percaya dan segera berlarian menuju pada Dimas yang tengah kesakitan."Dimas, kamu tidak apa-apa?" Tanya Ilham melihatnya tengah meringkuk seraya men
Angin berhembus perlahan, air mata terus saja mengalir membasahi pipinya. Erina menerjang dinginnya udara malam ini. Ia membenci dirinya sendiri yang terlihat lemah akan hal seperti tadi. Terlebih ia juga sudah menepis tangan hangat itu dari wajahnya.Kejadian itu juga entah kenapa membuatnya kembali mengingat tentang kematian orang tuanya. Darah yang mengalir dari bekas tembakan menembus jantung dua orang paling berharga baginya membuat ia terpaku. Kala itu hanya ada keheningan dan kekosongan yang menemani. Sakit. Satu kata yang mengawali perasaannya. Irisnya harus menangkap momen mengerikan secara langsung. Hingga hal itu membuatnya takut akan hal-hal berbau mistis.Rasa sakit pun kembali saat kenangan hari itu teringat lagi. Erina merasa gagal menjadi seorang anak. Ia tidak bisa melindungi orang tuanya sendiri. Itulah penyesalan yang sampai sekarang terus melekat dalam ingatannya."Bodoh.... Bodoh.... Bodoh.... Seha
Keesokan harinya, seperti yang sudah di katakan tadi malam saat ini Erina sudah berada di tempat latihan. Sekolah telah berakhir beberapa menit lalu, setiap murid yang mengikuti lomba juga tengah berlatih bersama.Kedatangan Erina di tempat latihan pun disambut meriah oleh adik kelas serta pelatihnya. Seorang gadis yang lebih dikenal dengan aksi perkelahiannya itu sekarang sudah kembali. Senyum mengembang diwajah ayunya, keadaan seperti inilah yang ia rindukan beberapa bulan terakhir ini. Semenjak menikah tidak ada lagi yang namanya latihan, Erina selalu disibukan dengan belajar, mengurusi rumah tangga dan tentunya janji pada sang suami. Bahwa ia tidak akan lagi berada di dunia tersebut.Namun, sekarang situasinya telah berbeda. Tujuan Erina datang ke sana bukan untuk berkelahi melainkan melatih kemampuannya untuk berlomba. Dan Dimas mengizinkannya untuk kembali."Kak Erina. Aku senang kakak kembali" ucap gadis bernama Ghe
Belajar mengajar tengah berlangsung. Kelas Dimas yang seharusnya pergi ke lapangan untuk mengolah fisik, tetapi kenyataannya mereka malah mendekam di kelas mendengarkan ceramah dari Pak Rio yang memberikan pengumaman penting."Semuanya, seperti yang sudah kita ketahui jika setiap setahun sekali sekolah kita akan mengadakan kompetisi olahraga. Banyak sekolah yang mengikutinya dan kita sebagai tuan rumah harus bekerja keras dalam menghadapi mereka. Olahraga yang dilombakan tahun ini adalah renang, sepak bola, bulu tangkis, tenis, karate dan basket. Bapak harap kalian yang tergabung dalam olahraga tersebut mengikutinya dan berlatih bersungguh-sungguh." Jelas Pak Rio membuat para murid bersemangat.Terutama para siswa begitu antusias mendengar pengumuman tersebut. Sama seperti tahun lalu mereka bekerja keras dan latihan terus menerus untuk memberikan yang terbaik bagi sekolah. Dan usahanya tidak sia-sia. Mereka mendapatkan juara 1 dan 3.
Fajar menyingsing menyunggingkan cahaya pagi pada setiap insan di dunia. Kehidupan rumah tangga Dimas dan Erina pun sudah kembali seperti biasa. Selepas menjalankan kewajibannya, Erina bertugas layaknya istri sesungguhnya. Saat ini ia tengah menyiapkan sarapan untuk dirinya dan sang suami. Dimas yang sedari tadi duduk di meja makan menyunggingkan senyum menawan melihat istrinya."Sepertinya sudah lama kita tidak makan bersama. Aku merindukanmu." Kata Dimas ketika Erina menghidangkan nasi goreng ke hadapannya.Seulas senyum hadir menyambut perkataannya lalu Erina pun duduk di depannya. "Eum, aku juga sudah berhari-hari tidak memasak untukmu. Maaf, aku tidak ikut makan bersamamu dua hari ini."Dimas menatapnya lekat. "Tidak apa-apa, aku mengerti. Mulai sekarang apapun yang terjadi dan apa yang kamu rasakan beritahu aku secepatnya. Aku juga berjanji akan memberitahu segalanya padamu." Erina mengangguk mengiy
Saat ini Reina tengah bersama Dei dan Kil. Ia duduk di samping keduanya merasakan keheningan malam di atap sekolah. Angin menerpa wajah ketiganya, udara dingin tersebut memberikan ketenangan dan kesejukan.Reina tersadar akan apa yang telah diperbuatnya. Perasaan yang di pendam membuat ia buta dengan kenyataan. Harusnya ia lebih bisa menerima kenyataan, jika pemuda yang ia cintai telah bersanding dengan gadis lain. Dan sudah tidak ada tempat lain baginya untuk kembali, untuk itu ia menyesalinya."Aku minta maaf, kalian harus menanggung akibatnya." Ucap Reina menatap mereka bergantian."Sial, seharusnya kau beritahu kami dari awal jika gadis dia itu si pemberontak." Kesal Dei menyentak Reina."Sudahlah Dei, salah kita juga. Biarkanlah, toh semua sudah terjadi." Balas Kil menerima apa yang terjadi padanya.Reina menundukan wajah, menyembunyikan rasa penesalannya pada mereka. Beberapa saat lalu ia
Pagi-pagi sekali Erina sudah berangkat sekolah tanpa sepengetahuan Dimas. Hal itu membuatnya merasa aneh. Tidak biasanya Erina pergi melewatkan sarapan. Netra jelaganya menatap pada kursi kosong di hadapannya. Dimas merenung saat mengetahui sang istri sudah tidak ada."Aku yakin ada sesuatu. Kenapa Erina bersikap dingin yah? Bahkan dia tidak sarapan sama sekali." Ujar Dimas di tengah kebingungannya.Setelah selesai sarapan, ia pun bersiap untuk pergi ke sekolah. Jalanan nampak lengang tidak terlalu banyak orang hilir mudik. Langit sedikit mendung kali ini. Dimas berjalan masih dengan memikirkan perubahan yang terjadi pada istrinya.Sedangkan gadis itu, kini sudah berada di atap sekolah. Di sana ia merasa nyaman dan tenang. Sesekali angin dingin berhembus menyapu wajah putihnya. Kejadian yang menimpa dirinya membuat ia memikirkan banyak hal. Erina tidak berani untuk bertanya langsung pada Dimas. Ia sudah tahu jika kemungkinan
Bagian 11Melarikan diri menjadi satu-satunya cara agar ia bisa melupakan rasa sakit dalam hatinya. Namun, itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Ia terkejut saat melihat orang yang dicintainya direngkuh oleh gadis lain tepat di depan matanya. Awan kelabu menempati kedua netranya saat ini.Langkahnya pun membawa ia ke atap sekolah. Erina duduk dan bersandar pada kawat pembatas seraya melihat kalung berbandul cincin dalam genggaman tangannya. Ia sengaja melepaskan cincin itu dan menjadikannya bandul. Hal itu ia lakukan setelah melihat kebersamaan Dimas dan Reina di pantai.Ia menyadari sesuatu jika masa lalu memang tidak mudah untuk dilupakan. Terlebih mereka sempat menjalin hubungan."Hah~ apa yang aku pikirkan? Apa artinya pernikahan ini? Kebohongan? Kepura-puraan? Atau sebuah permainan? Sakit sekali rasanya. Hahaha bodoh sekali, apa yang kamu harapkan Erina? Dia hanya membantu kehidupanmu saja. Dan jangan berharap dia mencintaimu juga." Gumamnya s
Bagian 10Setelah kejadian yang menggemparkan tadi siang, Erina pun langsung di bawa ke kamar hotel oleh guru yang tidak lama kemudian datang ke tempat mereka. Dan hal tersebut pun mengundang berbagai pertanyaan dari setiap siswi yang mengetahui jika Dimaslah yang menyelamatkan Erina.Namun, pemuda itu tidak ambil pusing saat bisikan demi bisikan para siswi sampai ke telinganya. Sekarang yang ia pedulikan hanyalah keselamatan sang istri.Setelah memastikan Erina mendapatkan penanganan, Dimas pun kembali ke kamarnya. Ia pun berjalan menuju balkon. Seketika angin sore berhembus menerpa wajah tampannya. Iris jelaganya menatap lurus pemandangan indah di hadapannya.Masih ada jejak kekhawatiran yang tergambar jelas di sana. Ingin sekali ia menemani Erina. Namun, apa boleh buat hubungan mereka harus tetap disembunyikan.Ilham yang baru saja keluar kamar mandi langsung menatap sang sahabat. Ia tahu apa yang tengah dirasakannya. Ia pun melangkahkan kaki me