"Wa'alaikumsalam, selamat datang." Ucap sang istri seperti biasa. Wajah ayu yang tengah tersenyum itu menyambut kepulangannya dipintu masuk.
Dimas pun tidak kuasa menahan senyuman. Bulan sabit itu melengkung jelas menambah ketampanan pemuda populer tersebut.
Cup!! Tanpa disuruh ia menghadiahkan ciuman pulang didahi sang istri. Pipi putih Erina seketika merona dengan tindakan yang di lakukan suaminya secara tiba-tiba. Degup jantung yang bertalu kencang tidak baik bagi kesehatannya. Ia pun memalingkan muka ke arah lain. Entah kenapa akhir-akhir ini ia selalu merasakan hal tak biasa pada Dimas. Apa mungkin karena dia sudah biasa menghabiskan waktu bersamanya? Sehingga perasaan Erina pada Dimas berubah? Gadis itu masih belum menyadarinya.
"Eum, mau makan atau mandi dulu? Biar aku siapkan." Tawar Erina sembarai membawa tas suaminya.
Grepp!!
Bukan memilih salah satu, tapi Dimas malah memeluk istrinya erat. "Aku ingin kamu." Bisiknya tepat di samping telinga Erina.
Lagi, kedua pipinya semakin merah bak kepiting rebus yang di masak berkali-kali. Aroma mint yang menguar dari tubuh suaminya membuat ia tidak bisa berkutik. Erina sangat menikmati pelukannya.
Tidak biasanya Dimas bersikap seperti ini. Perasaan Erina semakin tidak menentu. Ia pikir jika Dimas akan selalu bersikap dingin dan hanya memperlakukannya sebagai seorang teman hidup. Namun, ternyata pemikirannya itu salah.
Sang suami menganggap ia sebagai seorang istri. Perlahan air mata jatuh, Dimas pun merasakannya lalu melepaskan pelukan itu. Ia menatap ke dalam bola mata yang tengah mengeluarkan kerital bening di hadapannya.
"Kenapa kamu menangis?" tanyanya khawtair.
Erina tersenyum ditengah air mata yang terus mengalir, "aku bahagia. Ternyata kamu menganggapku sebagai istri" jawabnya malu-malu, menunduk menyembunyikan wajahnya.
Dimas tercengang mendengar pengakuannya. Ia pun menangkup kedua pipi bulat itu seraya mengusap air matanya dan berkata, "aku mau mandi dulu"
"Kalau begitu aku siapkan air hangatnya." Erina pikir Dimas akan mengatakan sesuatu lebih dari itu. Ternyata harapannya kembali melambung jauh.
Kehidupan sebagai sepasang pengantin telah merubah hidup mereka. Bisa dibilang Erina dan Dimas dewasa sebelum waktunya. Masa remaja, sekolah, mereka lalui dengan rahasia besar di pundak keduanya.
Mesikpun begitu Erina maupun Dimas terlihat bahagia menjalani hari berbeda dari yang lain. Sepertinya, mereka cukup bersyukur dengan adanya pernikahan tersebut.
Ting..nong!!
Terdengar bel apartmen di tekan seseorang. Erina yang tengah menyiapkan makan malam berjalan menuju pintu depan menyambut tamu yang datang. Tidak lama berselang pintu terbuka lebar menampilkan seorang pemuda tengah tersenyum padanya.
"Hai, Erina." Sapa pemuda dengan rambut hitam rapihnya penuh semangat.
"Ilham, silakan masuk." Tawarnya mempersilakan Ilham Prawidita masuk.
Ilham adalah satu-satunya orang yang mengetahui rahasia mereka. Waktu Erina dan Dimas menikah, pemuda tersebut menjadi salah satu saksinya. Terlebih Ilham juga sudah di anggap sebagai kakak oleh Dimas, meksipun umur mereka tidak terpaut jauh.
Pertemanan mereka yang sudah terjalin selama hampir 9 tahun membuat Dimas percaya jika Ilham bisa menyimpan rahasia besar itu. Ilham juga satu-satunya orang yang tahu alasan kenapa Dimas bisa menikahi Erina, meskipun masih berstatus sebagai seorang pelajar.
"Nah, ayo makan bersama. Aku sudah menyiapkannya." Ujar Erina.
"Wah, kamu sudah pandai memasak ternyata." Puji Ilham seraya memakan masakannya.
"Hahaha terima kasih. Aku masih belajar." Jawabnya malu-malu.
Merasa ada seseorang di dapur, buru-buru Dimas keluar kamar setelah memakai baju sehabis mandi. Di sana ia melihat sahabat rivalnya tengah makan bersama dengan sang istri. Ia pun berjalan mendekati mereka.
"Ehh, kapan kau datang?" tanya Dimas duduk di samping sang istri.
"Baru saja" jawab Ilham cuek.
"Dan makan begitu saja? benar-benar tidak tahu malu" sindirnya menatap sahabat baiknya itu.
"Istrimu sendiri yang menawarkannya padaku. Yah mau tidak mau aku menerimanya saja." Balas Ilham tidak mau kalah.
"Tapikan aku_"
"Sudahlah kalian berdua tidak baik bertengkar di depan makanan. Lebih baik kita makan bersama saja." Lerai Erina membuat keduanya tidak lagi berargumen.
***
Selesai makan malam Dimsa dan Ilham mengasingkan diri ke balkon. Sedangkan Erina tengah membersihkan perlatan makan. Dimas memainkan minuman kaleng di tangannya seraya menatap langit penuh bintang berkelap-kelip. Semilir angin menggoyangkan anak rambut kedua pemuda tersebut. Keheningan tercipta mengiringi kebersamaannya.
"Jadi, apa kamu sudah melakukan 'itu' padanya?" tanya Ilham spontan membuat Dimas tersedak minumannya. Ia pun menoleh ke samping kanan dengan bola mata membulat sempurna.
Bletak!!
Jitakan pun mendarat di kepalanya membuat pemuda itu menggerutu "kau... kenapa menjitak kepalaku?"
"Karena kau bodoh" balas Dimas menatapnya nyalang.
"A...apa? Ja...jadi kalian belum melakukannya?"
"Ya Allah. Tentu saja karena kami masih pelajar" bisik Dimas tidak ingin istrinya mendengar percakapan itu.
Hening, Ilham tidak lagi membalas ucapannya. Dimas pun kembali menengadahkan kepalanya diikuti sang sahabat.
"Apa kamu juga belum mengatakan yang sebenarnya?" tanya Ilham lagi tanpa mengalihkan tatapannya.
Dimas menggelengkan kepalanya. "Aku masih belum bisa mengatakan hal itu."
"Eum, aku sudah menduganya. Tapi, lama-kelamaan rahasiamu akan terungkap juga. Jadi siapkan dirimu sebelum hal itu tiba"
"Eum, aku tahu"
Kkreekk!!
Terdengar kaca besar itu di dorong olah seseorang. Otomatis kedua pemuda tersebut menoleh ke belakang dan mendapati Erina tengah menatapnya bergantian.
"Kalian berdua, jika di luar terus nanti masuk angin loh. Ayo masuk aku sudah buatkan teh hangat" ucapnya kemudian.
Mereka pun mengangguk seraya tersenyum dan menuruti perintahnya. Namun, kenyataannya mereka terlihat panik. Apa Erina mendengar pembicaraan barusan? Kalau pun iya kenapa gadis itu biasa saja? Pikir keduanya.
'Aku harap Erina tidak mendengar apapun.' batin Dimas khawatir. Pun dengan Ilham yang terus menerus berdo'a agar Erina tidak mendengar pembicaraan mereka tadi. Terutama obrolan yang terakhir.
Kini di ruang keluarga mereka berbincang-bincang membicarakan keseharian mengenai sekolah. Terlihat akrab satu sama lain, hingga tidak akan ada yang menyangka jika mereka menyimpan rahasia lain dari seseorang.
Sedangkan Erina sudah pergi ke kamarnya. Ia membiarkan waktu untuk sang suami bercengkrama dengan sahabatnya.
Dimas dan Ilham bisa bernafas lega melihat gadis itu bersikap seperti biasanya.
'Aku yakin Erina tidak mendengar apapun tadi'
'Mungkin Erina tidak mendengarnya, syukurlah'
Kedua pemuda itu menatap satu sama lain seolah memikirkan hal yang sama.
***
Jam menunjukan pukul 22:00 malam. Seorang gadis berparas cantik dengan hijab modisnya keluar dari Bandara Seokarno-Hatta dan dikawal dengan 4 pria berjas hitam. Gadis itu berjalan bak seorang model professional menuju kendaraannya berada.
Kacamata hitam yang bertengger di hidungnya ia lepas, menatap ke arah depan seraya bergumam. "Aku kembali" lalu masuk ke dalam mobil mewah di hadapannya.
Sepanjang perjalanan menuju kediamannya ia melihat kota Jakarta sudah banyak berubah. Lebih maju dan tentunya terlihat modern. "Sudah 5 tahun berlalu, bagaimana kabarmu? Apakah kamu merindukanku, Dimas?" gumamnya lagi sembari memikirkan seseorang dalam benaknya.
Jakarta High School menjadi salah satu sekolah favorite di kota tersebut. Sekolah yang terkenal banyak menghasilkan lulusan terbaik, juga selalu juara dalam berbagai perlombaan. Seperti olahraga atau pun pengetahuan. Banyak para murid yang ingin masuk, membuat mereka menggunakan berbagai cara.Pagi ini sekolah kembali di hebohkan dengan kedatangan murid baru pindahan dari Inggris. Seorang siswi kini tengah berdiri di depan para murid kelas XII IPA-1. Keberadaannya tentu saja menarik semua penghuni sekolah. Dari berbagai kelas yang memiliki jam kosong pun berdatangan ke sana. Mereka penasran mengenai murid baru tersebut.Hawar-hawar terdengar jika siswi tersebut begitu cantik dengan kulit putih mulus, bermata bening bulat serta bibir merahnya. Kebanyakan yang melihat adalah para siswa."Silakan perkenalkan dirimu." Titah bu Sarah selaku wali kelas tersebut."Selamat pagi. Assalamu'alaikum, per
Pagi telah datang. Seperti biasa, saat ini Erina tengah menyiapkan sarapan. Apron merah muda bertengger ditubuh mungilnya. Ia berusaha menjadi istri yang baik dan membuktikan pada siapa pun jika dirinya bisa bersanding dengan most wanted sekolah.Aroma masakan menggugah selera membangunkan sang suami. Perlahan Dimas bangun lalu membersihkan dirinya. Setelah selesai dengan ritual paginya, ia pun keluar dengan wangi mint menguar. Seketika bau tersebut membuat Erina terpana. Ia tahu pemuda itu sudah berada dekat dengannya."Selamat pagi, Dimas. Ayo sarapan dulu" ajaknya seraya menoleh ke belakang, di mana sang suami berdiri tepat di depan meja makan lengkap dengan seragam sekolahnya.Dimas pun mengangguk seraya tersenyum. Kemudian netranya memandangi makanan lezat tersaji di sana. Tidak lama kemudian ia duduk di salah satu kursi kosong dan mulai menikmati sarapan."Bagaimana rasanya?" tanya Erina penasar
Semacam luka tapi tak berdarah. Semacam sakit tapi tak terasa, semacam harum tapi tak berbau. Perasaan itulah yang saat ini aku rasakan _ Falisha Erina _.Bel pergantian pelajaran telah terdengar beberapa saat lalu. Kedua kelas itu pun membubarkan diri dari aula. Mereka mulai membersihkan diri dari keringat sebelum kembali masuk ke dalam kelas mengikuti pelajaran terakhir.Selesai berganti pakaian, satu persatu para murid tersebut kembali ke kelas masing-masing. Entah mereka memperhatikan guru yang tengah mengajar di depan atau tidak, tapi semuanya nampak serius mendengarkan.Setelah menjelaskan pelajaran, tugas pun diberikan. Dengan rasa kantuk dan lelah mereka berusaha mengerjakannya."Erina boleh ibu minta tolong? Selesai pelajaran nanti tolong antarkan tugas ini ke ruangan ibu, yah." ucap ibu guru Bahasa Indonesia tersebut saat Erina berjalan bermaksud untuk memb
Bagian 7Pagi kembali datang menyambut hari baru bagi semua siswa di sekolah tersebut. Hari ini semua angkatan XII berkumpul di aula mendengarkan pengumuman yang akan di sampaikan oleh wakil kepala sekolah.Raut tegang bercampur haru tidak bisa terelakan. Mereka sadar jika sebentar lagi langkahnya hendak memasuki dunia baru. Dunia yang tidak pernah mereka sangka bisa seperti apa. Menuju dewasa dan menghadapi kehidupan yang lebih kejam lagi."Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi semuanya. Tidak terasa perjalanan kalian menempuh pendidikan di sini sudah mencapai titik terakhir. Sebelum itu kami sepakat akan melakukan study tour terakhir bagi kalian untuk mengenang kebersamaan kita semua. Tahun ini sekolah kita akan pergi ke pantai yang berada di luar kota Jakarta. Tepatnya berada di Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur, yaitu Pantai Pink." jelas Pak Geri membuat keadaan heboh seketika.
Tidak lama kemudian Erina pun kembali ke apartemennya. Ia melangkah gontai menapaki satu demi satu anak tangga menuju kamarnya berada. Lift yang biasa digunakan mendadak tidak bisa dipakai. Mau tidak mau ia pun harus menggunakan tangga darurat. Dengan kepala menunduk ia pun mencapai pintu masuk.Cklekk!!Pintu terbuka, ia pun bergegas melangkah memasukinya."Assalamu'alaikum." Salamnya lemah."Wa'alaikumsalam, dari mana saja? Kenapa baru pulang?" tanya Dimas menyambut kedatangannya.Erina tersenyum seraya melepaskan sepatunya lalu melirik ke arahnya sekilas. "Aku habis mengantar Rahel.""Ke mana?""Emm, tadi dia membeli pakaian dan aku mengantarnya ke toko yang lumayan jauh dari sini. Maaf, aku tidak menyiapkan makan malam. Kalau begitu aku pergi mandi dulu." Setelah mengatakan itu, Erina pun pergi dari hadapannya.
Bagian 9Jam terus berputar mengikuti poros. Tidak terasa kegiatan yang dilakukan para siswa Jakarta High Scholl memakan banyak waktu. Kini jam sudah menunjukan pukul 20:00 malam. Semua murid kembali bersatu untuk mendengarkan pengarahan lain dari guru.Rasa lelah nampak diwajah mereka. Namun, semangat masa muda tidak pernah luntur. Mereka senang bisa melakukan kegiatan bermanfaat seperti sekarang. Tidak banyak waktu yang bisa mereka lewati. Sepulang dari pantai ujian pun tengah menunggu."Nah, semuanya karena kegiatan sudah selesai untuk hari ini kita cukupkan saja. Kalian bisa beristirahat dan besok adalah hari bebas. Jadi bersenang-senanglah. Selamat malam." Penjelasan terakhir pun seketika mengundang suka cita bagi setiap murid.Suara teriakan dan tepuk tangan pun mengakhiri ucapan Pak Geri. Mereka sudah tidak sabar menunggu hari esok tiba. Bermain sepuasnya bersama teman-teman menciptakan kenanga
Bagian 10Setelah kejadian yang menggemparkan tadi siang, Erina pun langsung di bawa ke kamar hotel oleh guru yang tidak lama kemudian datang ke tempat mereka. Dan hal tersebut pun mengundang berbagai pertanyaan dari setiap siswi yang mengetahui jika Dimaslah yang menyelamatkan Erina.Namun, pemuda itu tidak ambil pusing saat bisikan demi bisikan para siswi sampai ke telinganya. Sekarang yang ia pedulikan hanyalah keselamatan sang istri.Setelah memastikan Erina mendapatkan penanganan, Dimas pun kembali ke kamarnya. Ia pun berjalan menuju balkon. Seketika angin sore berhembus menerpa wajah tampannya. Iris jelaganya menatap lurus pemandangan indah di hadapannya.Masih ada jejak kekhawatiran yang tergambar jelas di sana. Ingin sekali ia menemani Erina. Namun, apa boleh buat hubungan mereka harus tetap disembunyikan.Ilham yang baru saja keluar kamar mandi langsung menatap sang sahabat. Ia tahu apa yang tengah dirasakannya. Ia pun melangkahkan kaki me
Bagian 11Melarikan diri menjadi satu-satunya cara agar ia bisa melupakan rasa sakit dalam hatinya. Namun, itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Ia terkejut saat melihat orang yang dicintainya direngkuh oleh gadis lain tepat di depan matanya. Awan kelabu menempati kedua netranya saat ini.Langkahnya pun membawa ia ke atap sekolah. Erina duduk dan bersandar pada kawat pembatas seraya melihat kalung berbandul cincin dalam genggaman tangannya. Ia sengaja melepaskan cincin itu dan menjadikannya bandul. Hal itu ia lakukan setelah melihat kebersamaan Dimas dan Reina di pantai.Ia menyadari sesuatu jika masa lalu memang tidak mudah untuk dilupakan. Terlebih mereka sempat menjalin hubungan."Hah~ apa yang aku pikirkan? Apa artinya pernikahan ini? Kebohongan? Kepura-puraan? Atau sebuah permainan? Sakit sekali rasanya. Hahaha bodoh sekali, apa yang kamu harapkan Erina? Dia hanya membantu kehidupanmu saja. Dan jangan berharap dia mencintaimu juga." Gumamnya s
Kembali ke pertandingan basket, saat ini skor yang di hasilkan oleh para pemain JHS berhasil mendapatkan 2-0. Pertandingan semakin meriah saja, para pendukung dari masing-masing sekolah berteriak antusias ketika para pemain bersemangat memasukan bola ke ring lawan.Saat bola berada di pihak lawan Ilham berhasil merebutnya. Ia pun segera melemparkannya ke arah Dimas yang tengah berada di depan ring lawan. Namun sayang, dari pihak lawan seseorang yang tidak suka dengan kehebatan Dimas pun diam-diam menggelindingkan bola basket ke arahnya. Di saat Dimas berhasil melompat dan mencetak angka, dari arah depan bola menggelinding tepat ke arahnya hingga.....Brughh!!Ia terjatuh menginjak bola tersebut. Semua orang yang melihat hal itu tidak percaya dan segera berlarian menuju pada Dimas yang tengah kesakitan."Dimas, kamu tidak apa-apa?" Tanya Ilham melihatnya tengah meringkuk seraya men
Angin berhembus perlahan, air mata terus saja mengalir membasahi pipinya. Erina menerjang dinginnya udara malam ini. Ia membenci dirinya sendiri yang terlihat lemah akan hal seperti tadi. Terlebih ia juga sudah menepis tangan hangat itu dari wajahnya.Kejadian itu juga entah kenapa membuatnya kembali mengingat tentang kematian orang tuanya. Darah yang mengalir dari bekas tembakan menembus jantung dua orang paling berharga baginya membuat ia terpaku. Kala itu hanya ada keheningan dan kekosongan yang menemani. Sakit. Satu kata yang mengawali perasaannya. Irisnya harus menangkap momen mengerikan secara langsung. Hingga hal itu membuatnya takut akan hal-hal berbau mistis.Rasa sakit pun kembali saat kenangan hari itu teringat lagi. Erina merasa gagal menjadi seorang anak. Ia tidak bisa melindungi orang tuanya sendiri. Itulah penyesalan yang sampai sekarang terus melekat dalam ingatannya."Bodoh.... Bodoh.... Bodoh.... Seha
Keesokan harinya, seperti yang sudah di katakan tadi malam saat ini Erina sudah berada di tempat latihan. Sekolah telah berakhir beberapa menit lalu, setiap murid yang mengikuti lomba juga tengah berlatih bersama.Kedatangan Erina di tempat latihan pun disambut meriah oleh adik kelas serta pelatihnya. Seorang gadis yang lebih dikenal dengan aksi perkelahiannya itu sekarang sudah kembali. Senyum mengembang diwajah ayunya, keadaan seperti inilah yang ia rindukan beberapa bulan terakhir ini. Semenjak menikah tidak ada lagi yang namanya latihan, Erina selalu disibukan dengan belajar, mengurusi rumah tangga dan tentunya janji pada sang suami. Bahwa ia tidak akan lagi berada di dunia tersebut.Namun, sekarang situasinya telah berbeda. Tujuan Erina datang ke sana bukan untuk berkelahi melainkan melatih kemampuannya untuk berlomba. Dan Dimas mengizinkannya untuk kembali."Kak Erina. Aku senang kakak kembali" ucap gadis bernama Ghe
Belajar mengajar tengah berlangsung. Kelas Dimas yang seharusnya pergi ke lapangan untuk mengolah fisik, tetapi kenyataannya mereka malah mendekam di kelas mendengarkan ceramah dari Pak Rio yang memberikan pengumaman penting."Semuanya, seperti yang sudah kita ketahui jika setiap setahun sekali sekolah kita akan mengadakan kompetisi olahraga. Banyak sekolah yang mengikutinya dan kita sebagai tuan rumah harus bekerja keras dalam menghadapi mereka. Olahraga yang dilombakan tahun ini adalah renang, sepak bola, bulu tangkis, tenis, karate dan basket. Bapak harap kalian yang tergabung dalam olahraga tersebut mengikutinya dan berlatih bersungguh-sungguh." Jelas Pak Rio membuat para murid bersemangat.Terutama para siswa begitu antusias mendengar pengumuman tersebut. Sama seperti tahun lalu mereka bekerja keras dan latihan terus menerus untuk memberikan yang terbaik bagi sekolah. Dan usahanya tidak sia-sia. Mereka mendapatkan juara 1 dan 3.
Fajar menyingsing menyunggingkan cahaya pagi pada setiap insan di dunia. Kehidupan rumah tangga Dimas dan Erina pun sudah kembali seperti biasa. Selepas menjalankan kewajibannya, Erina bertugas layaknya istri sesungguhnya. Saat ini ia tengah menyiapkan sarapan untuk dirinya dan sang suami. Dimas yang sedari tadi duduk di meja makan menyunggingkan senyum menawan melihat istrinya."Sepertinya sudah lama kita tidak makan bersama. Aku merindukanmu." Kata Dimas ketika Erina menghidangkan nasi goreng ke hadapannya.Seulas senyum hadir menyambut perkataannya lalu Erina pun duduk di depannya. "Eum, aku juga sudah berhari-hari tidak memasak untukmu. Maaf, aku tidak ikut makan bersamamu dua hari ini."Dimas menatapnya lekat. "Tidak apa-apa, aku mengerti. Mulai sekarang apapun yang terjadi dan apa yang kamu rasakan beritahu aku secepatnya. Aku juga berjanji akan memberitahu segalanya padamu." Erina mengangguk mengiy
Saat ini Reina tengah bersama Dei dan Kil. Ia duduk di samping keduanya merasakan keheningan malam di atap sekolah. Angin menerpa wajah ketiganya, udara dingin tersebut memberikan ketenangan dan kesejukan.Reina tersadar akan apa yang telah diperbuatnya. Perasaan yang di pendam membuat ia buta dengan kenyataan. Harusnya ia lebih bisa menerima kenyataan, jika pemuda yang ia cintai telah bersanding dengan gadis lain. Dan sudah tidak ada tempat lain baginya untuk kembali, untuk itu ia menyesalinya."Aku minta maaf, kalian harus menanggung akibatnya." Ucap Reina menatap mereka bergantian."Sial, seharusnya kau beritahu kami dari awal jika gadis dia itu si pemberontak." Kesal Dei menyentak Reina."Sudahlah Dei, salah kita juga. Biarkanlah, toh semua sudah terjadi." Balas Kil menerima apa yang terjadi padanya.Reina menundukan wajah, menyembunyikan rasa penesalannya pada mereka. Beberapa saat lalu ia
Pagi-pagi sekali Erina sudah berangkat sekolah tanpa sepengetahuan Dimas. Hal itu membuatnya merasa aneh. Tidak biasanya Erina pergi melewatkan sarapan. Netra jelaganya menatap pada kursi kosong di hadapannya. Dimas merenung saat mengetahui sang istri sudah tidak ada."Aku yakin ada sesuatu. Kenapa Erina bersikap dingin yah? Bahkan dia tidak sarapan sama sekali." Ujar Dimas di tengah kebingungannya.Setelah selesai sarapan, ia pun bersiap untuk pergi ke sekolah. Jalanan nampak lengang tidak terlalu banyak orang hilir mudik. Langit sedikit mendung kali ini. Dimas berjalan masih dengan memikirkan perubahan yang terjadi pada istrinya.Sedangkan gadis itu, kini sudah berada di atap sekolah. Di sana ia merasa nyaman dan tenang. Sesekali angin dingin berhembus menyapu wajah putihnya. Kejadian yang menimpa dirinya membuat ia memikirkan banyak hal. Erina tidak berani untuk bertanya langsung pada Dimas. Ia sudah tahu jika kemungkinan
Bagian 11Melarikan diri menjadi satu-satunya cara agar ia bisa melupakan rasa sakit dalam hatinya. Namun, itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Ia terkejut saat melihat orang yang dicintainya direngkuh oleh gadis lain tepat di depan matanya. Awan kelabu menempati kedua netranya saat ini.Langkahnya pun membawa ia ke atap sekolah. Erina duduk dan bersandar pada kawat pembatas seraya melihat kalung berbandul cincin dalam genggaman tangannya. Ia sengaja melepaskan cincin itu dan menjadikannya bandul. Hal itu ia lakukan setelah melihat kebersamaan Dimas dan Reina di pantai.Ia menyadari sesuatu jika masa lalu memang tidak mudah untuk dilupakan. Terlebih mereka sempat menjalin hubungan."Hah~ apa yang aku pikirkan? Apa artinya pernikahan ini? Kebohongan? Kepura-puraan? Atau sebuah permainan? Sakit sekali rasanya. Hahaha bodoh sekali, apa yang kamu harapkan Erina? Dia hanya membantu kehidupanmu saja. Dan jangan berharap dia mencintaimu juga." Gumamnya s
Bagian 10Setelah kejadian yang menggemparkan tadi siang, Erina pun langsung di bawa ke kamar hotel oleh guru yang tidak lama kemudian datang ke tempat mereka. Dan hal tersebut pun mengundang berbagai pertanyaan dari setiap siswi yang mengetahui jika Dimaslah yang menyelamatkan Erina.Namun, pemuda itu tidak ambil pusing saat bisikan demi bisikan para siswi sampai ke telinganya. Sekarang yang ia pedulikan hanyalah keselamatan sang istri.Setelah memastikan Erina mendapatkan penanganan, Dimas pun kembali ke kamarnya. Ia pun berjalan menuju balkon. Seketika angin sore berhembus menerpa wajah tampannya. Iris jelaganya menatap lurus pemandangan indah di hadapannya.Masih ada jejak kekhawatiran yang tergambar jelas di sana. Ingin sekali ia menemani Erina. Namun, apa boleh buat hubungan mereka harus tetap disembunyikan.Ilham yang baru saja keluar kamar mandi langsung menatap sang sahabat. Ia tahu apa yang tengah dirasakannya. Ia pun melangkahkan kaki me