Home / All / MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA / 1. Bapak yang Menyusahkan

Share

MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA
MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA
Author: Yenika Koesrini

1. Bapak yang Menyusahkan

last update Last Updated: 2022-01-18 12:06:16

PRANK!

 

Aku yang tengah menyisir rambut sehabis mandi sore, terkaget mendengar suara benda kaca terjatuh.

 

"Jangan, Bang! Itu uang buat bayar sekolahnya Gadis dan beli tasnya Bintang." Suara Ibu terdengar memohon.

 

"Berisik!"

 

BRUGH!

 

"Akhhh!"

 

Seketika aku menghambur keluar kamar. Tampak Ibu tengah tersungkur dengan mengernyit. Sepertinya Ibu sedang menahan sakit.

 

"Bang, kasihan Gadis sudah nunggak SPP-nya, Bintang pun tasnya sudah robek-robek," mohon Ibu dengan suara memelas. 

 

Wanita itu mencoba bangkit, lalu bergerak menyusul Bapak yang sudah mencapai pintu. Ibu berusaha merebut kembali uangnya. Namun, tangan Bapak menampiknya dengan kasar. Membuat Ibu kembali terhalau.

 

"Bapaaak!" Aku berteriak geram. Kaki ini menderap cepat untuk menghentikan langkah Bapak. "Kembalikan uang Ibu!" suruhku berani.

 

Bapak menatapku datar. "Gak usah berisik! Bapak cuma pinjam sebentar, nanti pasti bapak ganti," ujarnya sedikit berjanji dengan suara pelan.

 

Setelahnya Bapak pun berlalu. Tidak percaya dengan omongan pria empat puluh lima tahun itu, aku kembali mencegah kepergian Bapak. Pasalnya uang itu pasti akan digunakan Bapak untuk berjudi.

 

"Jangan buat bapak marah, Kiran!" gertak Bapak saat aku berdiri di depannya untuk menghalangi. Tatapannya cukup dingin. Namun, aku tidak gentar sedikitpun.

 

"Kembalikan uangnya ibu!" Aku mengulangi perintah. Tidak peduli pada tetangga sekitar. Mereka sudah hapal pada suara keributan di rumah ini. Bapak memang kerap kali kasar pada Ibu dan anak-anaknya jika tengah kalut.

 

"Kamu mau jadi anak yang durhaka dengan melawan bapak?" Suara Bapak masih cukup tenang. Matanya menyapu sekitar.

 

"Melawan bapak yang lalim itu bukan durhaka."

 

Bapak tidak membalas. Dia hanya melangkah maju. Tangannya menarik lenganku. Lalu menghempaskan tubuhku dengan keras ke lantai teras. Selanjutnya pria yang teramat kubenci itu beranjak pergi dengan langkah yang panjang-panjang.

 

"Kamu baik-baik saja, Ran?" tanya Ibu memapahku berdiri. 

 

"Aku gak papa, Bu," balasku menenangkan kekhawatiran Ibu. Namun, rasa sakit pada pinggang membuat aku mendesis kecil.

 

"Sudah berapa kali ibu bilang jangan melawan bapakmu," nasihat Ibu sembari membimbingku duduk di kursi teras.

 

"Tetapi orang macam bapak memang harus dilawan, Bu," tukasku cepat. "Bapak sudah keterlaluan. Tidak terhitung berapa kali tangan kotornya memukul kita," lanjutku menahan geram.

 

"Sabar, Kiran," saran Ibu lembut. Wanita berbego cokelat itu mengusap rambutku lembut.

 

"Mau sampai kapan, Bu? Bapak sudah terlalu semena-mena sama kita," sahutku menggebu-gebu karena emosi yang menghimpit dada ini. "Andai Ibu mengizinkan, seharusnya sudah lama ba ji ngan itu membusuk di penjara."

 

"Kiran, jaga bicaramu!" Ibu menegur dengan tegas, "ingat tanpa dia, kamu tidak akan ada di dunia ini."

 

"Andai bisa memilih, aku tidak mau menjadi anaknya."

 

Ibu menarik napas dalam-dalam. "Setiap orang punya ujian hidup masing-masing. Mungkin ujian kita adalah bapakmu, Nak. Jadi bersabarlah! Mohon pada Gusti Allah untuk melembutkan hati bapakmu di setiap sujudmu," wejang Ibu bersungguh-sungguh.

 

"Aku gak sekuat Ibu," balasku sambil berdiri. "Kalo aku punya suami kasar kayak bapak, mending minta cerai saja. Daripada makan hati setiap hari." 

 

Ibu hanya terdiam. Wanita itu kembali menghirup napas yang sesak.

 

"Ada banyak hal yang mesti ibu pertimbangkan jika harus bercerai dari bapakmu," kilah Ibu lirih. "Terutama kalian." Wanita itu menatapku lurus.

 

Kaki ini aku yang menghela napas. Kucondongkan badan untuk memegang kedua pundak Ibu. "Aku, Gadis, dan Bintang akan sangat bahagia jika Ibu bisa lepas dari jeratan lelaki jahat itu," tuturku serius. "Pikirkan kondisi Ibu! Jangan sampai Ibu jatuh sakit karena tekanan batin."

 

Usai berkata seperti itu, aku masuk ke rumah kembali. Kaki ini menuju kamar. Penat hati dan pikiran membuatku melempar tubuh ini ke ranjang. 

 

Ada sebersit rasa penyesalan menyergap dada. Andai uang gaji tadi sore tidak langsung kubagi ke Ibu. Seharusnya langsung saja kubelikan sepatu buat Bintang dan kasih ke Gadis. Sehingga Bapak tidak akan merampas uang hasil jerih payahku itu.

 

Huffff!

 

Aku menghela napas berat. Menyesal benar-benar menyesal. Andai aku punya banyak waktu luang. Akan kuajak Bintang ke pasar untuk memilih sendiri sepatu yang ia mau. 

 

Sayang hari-hariku sudah penuh dengan pekerjaan. Berangkat pagi pulang petang. Bahkan kadang sampai malam jika lemburan tengah banyak.

 

Usiaku baru menginjak dua puluh tahun bulan lalu. Masih cukup muda. Namun, kehidupan menempaku tumbuh lebih cepat dewasa dari teman-teman sebaya.

 

Sedari umur sembilan tahun aku sudah terbiasa membantu Ibu mencari nafkah. Ibu bukan seorang janda. Namun, kehidupannya tidak berbeda jauh dari seorang wanita tanpa suami.

 

Bapak memang bekerja sebagai buruh pabrik sama sepertiku. Namun, tabiatnya yang suka main judi membuat kami sekeluarga sengsara. Lalu ketika aku sudah bisa menghasilkan uang, Bapak benar-benar lepas tangan.

 

Lelaki itu justru ikut menambah beban. Setiap hari harus dibelikan rokok. Jika tidak maka Ibu akan kena tangan. 

 

Untuk pria macam itu apakah aku harus tetap hormat?

 

***

 

Semalaman Bapak tidak pulang. Itu sudah biasa. Paling pria itu tengah menghabiskan uang rampasan dariku di tempat hiburan.

 

Namun, sudah tiga hari ini Bapak tidak pulang. Biasanya lelaki itu akan pulang di pagi hari dengan badan bau minuman. Hal ini tentu saja mencemaskan hati Ibu.

 

"Ibu takut bapakmu kenapa-kenapa, Ran," ujar Ibu cemas sembari sesekali melongok pintu.

 

Kami sedang duduk santai bersama. Aku dan Gadis asyik bermain ponsel. Sedang Ibu dan Bintang menonton televisi.

 

"Biarin sajalah, Bu. Mungkin bapak menang judi jadi lupa pulang," sahutku acuh. Mata ini fokus pada ponsel. Hari Minggu seperti ini kugunakan waktu untuk bersantai. "Nanti kalo uangnya sudah habis pasti juga balik," lanjutku asyik men-scroll time-line media sosial.

 

TOK TOK TOK!

 

"Ahhh ... itu mungkin bapak," tebak Ibu dengan senyum semringah. Wanita kalem itu berlalu menuju pintu.

 

"MANA BAMBANG!"

 

Aku terkaget mendengar bentakan keras itu. Begitu juga dengan Gadis dan Bintang. Gegas kami bertiga menyusul Ibu ke depan.

 

"Suami saya belum pulang dari tiga hari lalu," jawab Ibu sedikit ketakutan. Tentu saja ada tiga pria orang berbadan kekar mencari Bapak.

 

"JANGAN BOHONG!" bentak si gondrong.

 

"Buat apa saya bohong." Ibu kembali berujar.

 

"Bagaimana, Bos?" Pria gondrong itu mengerling ke lelaki botak yang lebih pendek darinya itu.

 

"Geledah!" titah pria plontos yang lengannya penuh dengan tato itu.

 

"Siap, Bos!"

 

"Tungguuu!" Kami semua menoleh ke pintu. Bapak dengan pakaian lusuh mendekat.

 

"Ke mana saja kamu selama ini, Bambang?!" gertak teman si gondrong langsung menyeret tubuh Bapak.

 

"Maaf ... saya belum dapat uangnya," ucap Bapak tampak sedikit takut.

 

"Alahhhh ... alasan!"

 

Tanpa bicara lagi kedua orang pria berbadan besar itu langsung meng ha jar Bapak. Tak ayal tubuh Bapak langsung terjungkal mendapat se rang mendadak seperti itu. Kesempatan itu digunakan oleh keduanya untuk me nen dangi Bapak.

 

"Hentikaaan!" jerit Ibu ketakutan.

 

Namun, kedua preman itu tidak juga mengindahkan teriakan Ibu. Keduanya asyik me mu kul Bapak sampai pria itu berdarah-darah.

 

"Sudah-sudah! Tolong hentikan!" Ibu memohon. Wanita itu telungkup melindungi tubuh lemah Bapak. "Memangnya utang suami saya nyampai berapa?" tanya Ibu dengan air mata berurai.

 

"Delapan puluh juta." Si plontos berbicara.

 

"Apaaah?" Aku dan Ibu ternganga tidak percaya. Sementara Gadis terus memeluk Bintang yang menangis ketakutan.

 

"Ya. Dan Bambang sudah berjanji hari ini akan melunasinya. Kalo tidak bisa maka ...." Si plontos menjeda ucapannya. Pria pendek buncit itu menatapku dari ujung kepala sampai kaki. "Bambang harus menyerahkan anak gadisnya yang sudah ia jadikan sebagai jaminan," tuturnya dengan seringai menyeramkan.

 

Aku sendiri membeku mendengar penuturan itu.

 

Lanjut?

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ummi Khai
gemblung bapake. kalah judi anak segala dijaminin ......
goodnovel comment avatar
Widya Resthu Salam
sangat menyedihkan ......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   2. Aku Tak Sudi

    MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA"Bambang sudah berjanji hari ini akan melunasinya. Kalo tidak bisa maka ...." Si plontos menjeda ucapannya. Pria pendek buncit itu menatapku dari ujung kepala sampai kaki. "Bambang harus menyerahkan anak gadisnya yang sudah ia jadikan sebagai jaminan," tuturnya dengan seringai menyeramkan.Aku sendiri membeku mendengar penuturan itu.Si plontos mendekat. Pria itu menatapku lagi. "Bodi anakmu terlalu rata, Mbang. Untung mukanya lumayan manis," ujarnya menilai fisikku, "kalo bos gak mau, kamu mesti segera lunasin hutangmu! Kalo enggak ... siapkan nyawa cadanganmu!" lanjutnya menggertak. "Ayo cabut!"Ketika Si plontos mengibaskan tangan, kedua anak buahnya mengikuti. Sebelum pergi salah seorang dari mereka menendang pintu rumahku dengan teramat kencang. Membuat Bintang bergidik ngeri."Kamu gak papa, Bang

    Last Updated : 2022-01-18
  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   3. Nasihat-nasihat

    "Aku mohon Mbak Kiran pulang." Gadis memohon manik yang mulai merebak, "kalo Bapak gak bisa bayar utang, mereka akan mengambilku secara paksa. Apa Mbak Kiran tega melihat itu?"Jleb!Hatiku bagai tertohok palu. Tentu saja aku tidak tega membiarkan mereka mengambil Gadis. Tapi, aku sendiri juga tidak mau dijadikan budak. Bagaimana ini?"Mbak ...." Gadis mengguncang pelan pundakku.Aku tergagap. Kutarik napas perlahan. "Gak ada jalan lain lagi. Sebaiknya kamu ikut aku aja pergi dari rumah," putusku serius."Apaaah?!" Gadis tersentak kaget, "aku gak salah dengar kan?""Gak ... emang gak ada cara lain lagi." Aku menggeleng lemah. "Duit delapan puluh juta itu gak sedikit. Kita mau cari di mana uang sebanyak itu dalam waktu dekat ini?""Aku gak nyangka Mbak Kiran punya pikiran sedangkal

    Last Updated : 2022-01-18
  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   4. Pertemuan Pertama

    Pria bermata elang itu menatapku dingin. Ada belahan pada dagunya yang lumayan runcing. Warna kulitnya yang tan menambah kesan seksi. Ahhh ... kenapa aku melantur begini?Tidak seperti yang lain, penampilan lelaki yang dipanggil bos besar itu terlihat lebih rapi. Kemeja putih yang melekat pas di badan, ia gulung hingga ke siku. Rambutnya pun ia pangkas dengan rapi."Maju!" Dia menyuruh dengan menggerakkan telunjuknya. Manik cokelatnya masih menatapku dingin.Dengan keberanian yang dipaksakan aku pun mengikuti perintahnya. Maju tiga langkah. Berdiri di depan si plontos."Kamu anaknya Bambang?" tanya dia sembari membuka bungkus sigaret. Menaruhnya di bibir dan mulai menyalakan korek."Eum ... iya." Aku mengangguk pelan."Tahu bapakmu punya hutang banyak pa

    Last Updated : 2022-01-18
  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   5. Permintaan Bapak

    "Memangnya berapa orang itu memberimu uang, Ran?" tanya Ibu terlihat penasaran.Sebab total biaya rumah sakit Bapak itu saja sudah sangat mahal. Mungkin Ibu berpikir bagaimana bisa aku masih memegang uang."Delapan puluh juta, Bu," jawabku jujur."Delapan puluh juta?" Ibu tampak terperanjat. Itu wajar. Karena seumur hidup baru pertama kali bagi kami melihat uang sebanyak itu."Sebenarnya orang itu tidak memberikan, tapi ... aku yang minta pinjaman padanya," tuturku berterus terang.Ibu tampak tertegun lagi. "Lalu ... bagaimana kamu akan melunasinya, Ran? Kita sendiri tidak punya tabungan."Aku tersenyum getir. "Bukankah aku sudah jadikan jaminan oleh Bapak dalam taruhannya?"Ibu bergeming mendengarkan."Sisa uang ini akan aku berikan untuk I

    Last Updated : 2022-01-18
  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   6. Pemuda Baik Itu Bernama Iqbal

    "Saya tahu kamu pria yang baik, Rain," ucap Bapak terdengar bergetar.Tidak disangka tiba-tiba dia mendekati kursi Rain. Aku cukup terpana saat menyaksikan Bapak bersimpuh di kaki lelaki itu."Tolong jangan sentuh dia sebelum, kamu resmi menikahinya," mohonnya seraya menunjuk aku.Aku cukup tercengang mendengar permintaan Bapak. Rain pun menunjukkan ekspresi wajah yang sama denganku. Tanpa diduga mata kami saling bertemu pandang. Tatapannya yang tajam dan dingin membuat aku menunduk pada detik kelima. Rasanya aku tak sanggup menatap lebih lama mata elang itu.Rain tampak melepas belitan tangan Bapak. Pria itu membimbing Bapak agar bangkit dan tidak lagi bersimpuh padanya. Lelaki yang hari ini terlihat macho dengan jaket jeans belel itu justru memutari meja, lalu berdiri tepat di hadapan

    Last Updated : 2022-03-08
  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   7. Keterangan Dari Iqbal

    Rain hanya menatapku sejenak. Lelaki itu membuka pintu mobil. Tidak lama kendaraan roda empat itu pun melaju."Kiran, ayo kita berangkat!"Panggilan dari Iqbal membuatku tersadar. Pemuda itu sudah duduk di atas motor besar berwarna hitam. Wajahnya cukup tampan dengan kacamata hitam. Penampilannya kian keren dengan sebuah tas kecil di pinggangnya.Perlahan aku menuruni undakan teras, ketika Iqbal menunjukkan helm. Ketika mendekat, dia langsung memasangkan alat pengaman tersebut pada kepalaku."Biar aku aja!" tolakku saat tangan Iqbal memasang pengait helm.

    Last Updated : 2022-03-08
  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   8. Gadis Di Sarang Preman

    "Kita ke dapur lagi yuk, Ran!"Aku mengangguk menyetujui ajakan Iqbal. Kami akan membuat makanan."Makanan kesukaanmu apa?" tanya Iqbal mulai mengeluarkan sayuran dari kulkas.Aku berpikir sejenak. "Semua makanan aku suka. Kami tidak punya kesempatan untuk memilih. Apa yang ada ya dilahap saja," jawabku jujur disertai seringai malu. Tapi, memang seperti itu kenyataannya.Iqbal tersenyum tipis mendengarnya. "Tapi setidaknya ada kan makanan yang paling kamu suka?""Eum ... apa ya?" Mataku menerawang, "aku suka ayam

    Last Updated : 2022-03-08
  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   9. Dokter Dadakan

    Tinggal di kamar sendirian pada tempat baru sungguh tidak menyenangkan. Aku bingung harus melakukan apa. Di kamar ini tidak ada televisi, buku bacaan, atau majalah. Sementara jika memutuskan untuk tidur, ini masih terlampau sore.Baru pukul delapan malam. Satu setengah jam dari kepergian Rain dan anak buahnya. Belum ada tanda-tanda mereka akan kembali.Aku gelisah sendiri di sini. Dari kata-kata yang terlontar tadi sore, sepertinya Rain dan anak buahnya akan memerangi pengacau yang juga penganiaya Bang Tigor.Hatiku masih bimbang untuk melakukan apa. Tiba-tiba mata ini tertuju pada sebuah buku tebal di nakas kamar ini. Ketika kutengok, ternyata sebuah kitab suci umat Islam.Pada halaman pertama tertulis nama almarhumah Bik Yati. Pasti ini punya beliau. Akhirnya, hati ini sedikit tercerahkan. Untuk membunuh waktu, aku akan mengaji saja.Walau pun bukan seorang penghap

    Last Updated : 2022-03-09

Latest chapter

  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   68. Kirei

    Rain dan Kirani sendiri langsung menuju kamar. Sementara Iqbal memilih bergabung dengan teman-temannya di gazebo belakang rumah. Anak-anak sedang main gitar dan bakar-bakar."Aduuuh!" Kirani mengaduh saat memasuki kamar."Nendang lagi?" tanya Rain melihat istrinya mengernyit menahan nyeri. Pria itu membimbing Kirani duduk di tepi ranjang."Kayaknya gak nendang lagi, tapi lagi koprol deh," balas Kirani menyandarkan tubuhnya pada headbed.Rain tersenyum mendengar jawaban lucu sang istri. Mata menangkap ada pergerakan pada perut buncit istrinya. Tangannya tergerak untuk mengelus.Tidak puas mengelus, Rain ingin mengecup permukaan perut Kirani. Dirinya ingin mengajak calon bayinya berbincang. Namun, saat ia membuka baju atas, tangan istrinya mencegah."Kenapa?" tanya Rain bingung.Kirani menggeleng lemah. "Malu."

  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   67. Pertemuan Keluarga

    Lima bulan kemudian.Rain dan Nathan baru saja pulang dari kantor. Semenjak melamar Shila di rumah sakit dulu, Nathan memutuskan untuk tinggal di markas. Karena rasanya tidak etis jika harus seatap bersama Shila padahal keduanya belum sah. Walau pun ada si Bibik di antara mereka.Nathan dan Shila tidak segera melangsungkan pernikahan karena banyak banget agenda yang menunggu di depan mata. Di antaranya adalah menghadiri sidang kasusnya Ingga dan Tama. Baik Rain, Nathan, Shila, Kirani, dan Iqbal datang untuk memberikan kesaksian tentang kelakuan busuk sejoli itu.Setelah melewati beberapa kali sidang, akhirnya hakim memutuskan jika Tama dan Ingga dijatuhi vonis dua puluh tahun penjara. Keduanya divonis bersalah telah melakukan percobaan pembunuhan.Selain kasus, ada agenda lain yang membuat Nathan dan Shila menunda hari bahagia mereka yakni tentangpenyerahan aset. Shila sudah ditemukan. Rain dengan kesadaran diri menyerahkan hak milik gad

  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   66. Kebahagiaan

    Shila tidak menjawab. Dia hanya menghambur pada dada yang terlapis baju khusus rumah sakit berwarna hijau tersebut. Gadis itu menyembunyikan wajahnya pada dada Nathan."Lho-lho ... kok udah main peluk-pelukan begini?"Tiba-tiba Rain datang sembarim merangkul pundak Kirani. Sementara tangan sang wanita memegang kue tart dengan beberapa lilin kecil. Lalu ada Ayon, Iqbal, Gadis, dan Ibu Sakina di belakang mereka. Melihat ada banyak orang yang masuk tentu saja Shila melerai pelukannya."Lho ... siapa yang ulang tahun, Ran?" tanya Shila bingung melihat kue yang dibawa istri sahabatnya itu."Kamu, Mit, eum maksud aku Shila." Kiran menjawab usai mendekati sahabatnya.Shila menyipit. Gadis itu tampak berpikir sejenak. Dia tengah mencoba mengingat sesuatu.Peristiwa terbenturnya kepala akibat pendorongan yang dilakukan Tama tempo hari membuat ingatan Shila sedikit demi sedikit kembali. Gadis itu memejam. Tiba-tiba kenangan akan sweet seve

  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   65. Jawaban Untuk Nathan

    "Eum ... kata dokter bayi kita ....""Apa?" potong Kirani tidak sabaran. Rain terdiam. Pria itu mendongak, lantas menarik napas perlahan. "Kak, jawab! Jangan buat aku mati penasaran!" Kirani mengguncang lengan suaminya. Ketakutan membuatnya super panik."Tenang, Kiran," pinta Rain pelan. Tangannya mengusap lembut rambut sang istri."Gimana aku bisa tenang kalo kamu lama ngejawabnya?" sergah Kirani kasar. Hal yang belum pernah ia lakukan selama hidup dengan Rain. "Aku inget banget, tadi siang perutku sakitnya kayak ditusuk-tusuk pisau. Aku ... aku takut dia gak selamat." Tangis Kirani pecah.Rain memeluk istrinya. "Husst ... gak ngomong yang buruk-buruk! Gak baik itu." Dia menasihati sang istri."Tapi, aku takut, Kak." Kirani merengek.Rain mengusap air mata yang membasahi pipi istrinya. "Gak ada yang perlu ditakutkan, kamu hanya butuh bedrest total saja," terangnya kalem.Kirani menatap suaminya dengan serius. "Maksudnya bedrest aja b

  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   64. Nasib Kirani

    Dia merasa ada banyak tangan yang meremas perutnya. Ketika rasa sakit itu kian menggigit, maka wanita itu akan mencengkeram kuat lengan Rain."Sabar, Sayang. Demi anak kita," ujar Rain lembut. "Tolong tambah kecepatan, Bal!" titah Rain panik."Iya, Bang. Ini juga ngebut kok," balas Iqbal di depan.Rain terus saja menyuruh Iqbal untuk menambah laju mobilnya. Apalagi saat dia merasa cengkeraman kuat dari sang istri. Hatinya benar-benar dilanda takut.Rain bahkan mengumpat kesal saat lampu merah menyala. Dia tidak tega mendengar suara kesakitan sang istri. Andai bisa diwakilkan, Rain memilih dia saja yang merasakan sakit itu.Akhirnya setelah melewati jalanan macet dan beberapa lampu merah, Iqbal telah berhasil mencapai parkiran rumah sakit. Pemuda itu membantu membukakan pintu mobil.Rain keluar dengan hati-hati. Dirinya membopong tubuh sang istri

  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   63. Perjalanan Ke Rumah Sakit

    Shila terus saja tersedu menangisi kondisi Nathan yang tidak sadarkan diri. Wanita itu takut jika Nathan tidak bangun lagi untuk selamanya. Kepedulian dan perhatian Nathan selama beberapa hari terakhir begitu membekas di hatinya. Sementara hari ini dengan mata kepalanya sendiri, Shila melihat kesungguhan dalam diri Nathan.Nathan begitu tulus menjaganya agar tidak lecet sedikit pun. Bahkan pemuda itu rela berkorban nyawa demi dirinya. Melihat itu mata hati Shila terbuka lebar.Sekarang gadis itu tidak meragukan lagi keseriusan ucapan Nathan. Dalam hati Shila bertekad jika nanti Nathan sembuh dia akan lekas menjawab ungkapan hati pemuda itu tempo hari.Tidak jauh dari Shila dan Nathan berdiri Kirani. Dia dan sang suami tengah menunggu kedatangan ambulans untuk mengangkut Nathan ke rumah sakit. Tadinya Rain akan membawanya pulang saat komplotan Tama berhasil dibekuk oleh Komandan Bumi dan pasukannya. Namun, Kirani menolak dengan dalih ingin menemani Sh

  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   62. Takluknya Gembong Mafia

    Tama memuntahkan isi pistolnya. Nathan sempat menghindar dengan melengoskan tubuh. Namun, timah panas tersebut tetap mengenai lengan atasnya."Nathaaan!" Shila dan Kirani menjerit bersamaan melihat bisep pemuda itu sudah berlumuran darah. Shila langsung memdekap Nathan.*Satu jam sebelum kejadian di apartemen Tama.Di rumah sakit, Ijong tengah menjenguk Iqbal. Keduanya tengah asyik berbincang. Sementara di brankar sebelahnya Gadis asyik bermain game di gadget untuk menghilangkan jenuh.Dalam hati, Gadis merutuk kedatangan Ijong. Karena moment mengobrolnya dengan Iqbal jadi tertunda. Apalagi kedua lelaki itu berbicara topik yang tidak dipahami oleh Gadis. Pokok tentang dunia bisnis dan mafia.Ketika tengah asyik berbincang, ponsel Ijong bergetar. Pemuda setengah gondrong itu melihat siapa yang menghubungi. Ternyata Ayon."Ada apa, Yon?" tany

  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   61. Nathan Tameng Shila

    Tama bergegas menarik Shila kembali begitu mendengar peringatan dari polisi. Dia menjadikan Shila sebagai tawanan. Pistol di tangannya ia arahkan pada kepala Shila.Tentu saja gadis itu ketakutan. Tubuh Shila sampai bergetar saking ngerinya. Bibirnya merintih takut.Didan pun memperlakukan Kirani sama seperti bosnya. Wanita itu ia sekap. Moncong senjatanya ia arahkan pada pelipis istri dari Rain.Berbeda dengan Shila yang gemetar ketakutan, Kirani terlihat sedikit tenang. Bukan karena dia berani. Namun, keadaan ini sudah pernah ia alami sebelumnya. Dia memilih diam sembari memikirkan jalan keluar."Sekali kami peringatkan untuk membuka pintu apartemen ini atau kami buka paksa!" Suara Kapten Bumi terdengar lebih keras doorbell interkom.Tama mendekat pintu. Lewat layar LCD tujuh inchi dia bisa melihat keadaan di luar. Ada Komandan Bumi berserta anak buahnya dan

  • MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA   60. Bertarung Melawan Tama

    Tangannya bergerak cepat menarik pistol dari dalam persembunyian. Gegas ia todongkan senjata tersebut pada Rain.Kirani yang ngeri memekik keras. Dia masih trauma dengan insiden beberapa bulan lalu yang merenggut nyawa bapaknya."Tetap tenang dan terus berada di belakang aku," ujar Rain memenangkan hati sang istri. Dia menggenggam kuat tangan Kirani."Tama, buka pintunyaaa!" Sementara di atas Shila terus berteriak dan menggedor pintu. "Taaam!"Teriakan keras dari Shila sedikit mengalihkan perhatian Tama. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Rain. Ketika Tama tengah mendongak, tangannya langsung menampik senjata yang tengah dipegang oleh Tama.Senjata api itu terjatuh ke lantai. Tama terkesiap. Lagi-lagi Rain tidak melewatkan kesempatan. Kakinya bergerak cepat menendang perut Tama hingga lelaki itu terjatuh.Rain dengan sigap meraih pistol Tama dengan kakinya. Setelah dapat dia mengarahkan senjata tersebut pada Tama."Kiran, kamu kel

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status