Begitulah saat orang tua menghancurkan anak mereka sendiri dengan ucapan dan tingkah, orang dewasa tidak pernah sadar bahwa apa yang mereka lakukan, hal kecil yang mereka katakan akan berdampak sangat menyakitkan dan buruk. Satu kesalahan bisa berdampak perubahan selamanya dalam diri seorang anak.Kutemukan diriku sebagai sosok yang hancur, rapuh dalam kekecewaan, tumbuh jadi pribadi yang tidak puas dan pendendam. Padahal masih muda, aku kejam, sulit memaafkan dan tidak mudah mempercayai orang. Sungguh, apa yang dilakukan ayah telah merubah hidupku keseluruhannya. Aku membencinya, rasa itu bercampur dengan rasa cinta dan sakit yang mendalam.Ayah mengusap air matanya dan mencoba menenangkan diri sementara bunda hanya terdiam. "Sekarang apa yang akan kau lakukan naifa?""Terserah Mas saja, aku memang sudah memanjakan anak sehingga ia tumbuh sesuka hatinya. Kini terserah kau saja Mas.""Maukah jika anakmu kuserahkan pada pihak yang berwajib untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya?"
Aku terpuruk, kini, aku terpuruk di hadapan semua orang. Ibu Tante Priska sudah ambil keputusan, semua orang diam dan artinya semua orang setuju aku dihukum. Kupandangi wajah bunda dengan penuh harap sementara ibuku itu menggeleng lemah dan jatuh air matanya."Bunda...." Mendengar aku memelas putus asa,segera saja bunda bangun dan menghambur ke arah Oma Fatin. Dia menyentuh kaki wanita itu lalu memohon di sana."Hampura ibu, sekali lagi maaf... Kasihanilah anak saya... Dia masih belum sadar dan berpikir jernih, ia masih kecil.""Justru karena dia kecil aku akan mendidiknya. Kau juga ... kau juga wanita yang tak tahu diuntung, aku sudah membantu kesulitan ekonomi keluargamu, Priska juga banyak membantu, kenapa tak sedikit pun kau hendak mengendalikan sikap anakmu? Kalau kau tegas, peristiwa ini tidak akan pernah terjadi!" ucap Oma Fatin. dengan kemarahan yang benar benar parah.Aku menyadari bahwa kesalahanku sudah fatal, aku menyesal tidak mendengar ucapan Radit. Aku tahu anak muda s
Sungguh penasaran diri ini dengan Apa rencana ibuku. Dan seperti yang semua orang ketahui aku memang anak yang punya jiwa pemberontak maka aku putuskan untuk hari ini pura-pura meminta izin kepada wali kelas. Yang orang tuaku tahu aku tetap pergi ke sekolah dan mengenakan seragam Tapi yang sebenarnya terjadi aku malah akan mengikuti Bunda ke mana langkah dan kepergiannya aku ingin tahu apa yang akan dia lakukan dan apa rencananya ke depan. Memang tidak bagus terlalu kepo dan ingin tahu tapi aku benar-benar tidak bisa mengendalikan diri.Sini aku pelan-pelan mengikuti ibuku yang dari kejauhan terlihat berbelok ke Jalan Sudirman, sepertinya dia benar-benar akan ke rumah sakit untuk pergi menemui keluarga tante priska. Entah rencananya dan apa yang akan dia katakan aku dan jiwa bergejolak ingin tahuku meronta-ronta.Syukurnya Bunda tidak menyadari kalau aku mengikutinya dari kejauhan saat dia meletakkan motor di lokasi parkir hampir saja wanita tersayangku itu melirik kepada diri ini tap
"Merebut nyawa Putri Anda? maksudnya apa?""Ibu Priska Anindya telah diam-diam melangsungkan pernikahan dan kenyataannya itu yang tidak bisa diterima Putriku hingga Dia memutuskan untuk bunuh diri. Tadinya aku diam saja tapi lama-kelamaan wanita itu terus mengganggu kenyamanan keluargaku. Akhirnya aku kehilangan kesabaran dan tidak terima juga dengan perbuatan mereka....""Kenapa Ibu baru mengatakannya sekarang dan tidak melapor dari dulu," tanya lelaki dengan suara berat itu. Aku tidak melihat wajahnya tapi aku mendengar karakteristik suaranya yang benar-benar berwibawa."Saya memberi mereka kesempatan untuk berpisah dan memperbaiki semuanya tapi semakin hari semakin melunjak saja, malah sekarang suami saya mengabaikan kewajibannya kepada keluarga dan lebih memilih untuk bersama istri barunya, tentu dengan demikian hal itu menyulitkan kami sebagai istri dan anak yang bergantung kepada suami.""Kalau begitu Kenapa anda tidak melaporkan perbuatan suami Anda kepada instansinya?""Tent
"Apa maksudnya?" tanya ayah sambil mengernyit penasaran."Hahahha, kamu pikir aku akan bodoh untuk selalu mengikuti semua keinginan dan perkataanmu. Anggaplah begitu, jika kau berangapaan demikian?" Ucap Bunda dengan santai dan nadanya terdengar sangat sinis sekali di hadapan ayah."Lalu apa yang kalian rencanakan?" Tanya ayah sambil mendesak Bunda."Tidak ada, anggap kami boneka mainanmu yang bisa kau pelintir bagaimanapun kau suka... Bagaimanapun sekarang ini kami hanya selingan dan sampah di matamu, benarkan?"Ayah langsung mendengkus dan terlihat kesal sekali mendengar ibu menyindirnya. Ayah sampai kehilangan kata-kata dan hanya bisa memijiti keningnya."Kenapa diam saja?""Entahlah aku tidak tahu harus bicara apa lagi.""Kalau begitu, jika tidak ada yang akan kau katakan lagi,, maka izinkan aku dan Alana untuk pergi jalan-jalan karena kami juga butuh refreshing dan healing.""Hah?" Ayah tambah heran."Refreshing dari perbuatanmu," jawab Bunda sambil tersenyum miring.Baru saja a
"Ayolah suamiku... Jangan lemah, lihatlah kami, meski kami kehilangan Indira tapi kami tetap tegar dan mampu melanjutkan hidup." Bunda menyindir Ayah sambil tetap melanjutkan makan dengan santai."Jangan terus menyindirku aku bosan mendengarkan kata-kata itu.""Semoga kau bisa mengatasi masalahmu meski kami berharap tidak!""Kalian memang penjahat," gumam ayah sambil mengernyitkan bibir dengan sinis. Aku dan bunda tertawa.Kami puas, karena hari ini ayah akan benar-benar dapat masalah besar. Begitu pula tante Priska, suasana akan heboh jika tahu wanita secantik itu rela menjadi istri kedua dan tidak melangsungkan pernikahan dengan cara hukum yang sah. Aku yakin banyak orang yang akan menyesalkan pilihan hidup Tante priska yang konyol. Terserahlah.*Apa yang kudapatkan di sekolah tidak pernah kubayangkan sebelumnya karena baru saja masuk kelas tiba-tiba wali kelas menarik tanganku dan langsung menyeret diri ini, dari antara kerumunan siswa dan membuat diri ini menjadi pusat perhatia
Aku keluar dari ruang bimbingan konseling dengan wajah babak belur dan bengkak. Rambutku berantakan dan air mataku berderai. Suasana lorong ruang kantor dan ruang guru sepi karena ini adalah jam pelajaran pertama. Dengan tertatih, menahan denyut di seluruh tubuhku yang sakit bekas dipukuli, aku ke kamar mandi. Kubuka pintu rest room siswi lalu menuju wastafel, kubasuh wajah sambil menatap tampilan diriku yang menyedihkan. Sekali lagi, entah kenapa aku merasa iba pada diriku sendiri. Air mataku meleleh, aku mulai tergugu, marah, kesal dan dendam. Sakit hati karena dipermalukan dan dipukuli dengan cara yang brutal. Lalu, siapa yang bertanggung jawab, karena siapa masalah ini terjadi, ya, itu, karena ayahku! Semuanya karena dia.Aku menangis, menahan sakit di wajah, leher, kepala dan tanganku. Aku terjatuh duduk di lantai sambil memeluk lutut dan tergugu pilu tanpa disadari seorang pun. Kuraih ponsel dari saku rok, lalu melakukan panggilan video pada ayah. Ayah tidak mengangkatnya.
Usai membakar mobil orang, aku kembali ke rumah. Menyusuri jalan yang di sebelah kirinya ada danau dan tempat rekreasi dengan banyak pohon yang teduh, aku jadi tertarik sehingga kuputuskan untuk berhenti di sana duduk sambil merenungi rencana sembari menunggu matahari terbit.Aku terduduk sambil merindukan beberapa orang yang sudah hilang dalam hidupku, merenungi setiap perbuatanku dan memikirkan keputusan bahwa aku tidak akan berhenti membalaskan dendam atas perbuatan priska dan keluarganya. Memang tidak baik memupuk dendam tapi manusia yang lemah sepertiku ini tidak punya pilihan lain selain bersikap dengan gamblang.Ketika melihat waktu sudah hampir pukul 06 aku segera menyalakan motor lalu meluncur kembali ke rumah saat mendorong pintu gerbang dan memasukkan motor kebetulan bunda sedang menyapu halaman jadi beliau segera menghampiri dan menanyakanku."Kau dari mana? Kenapa penampilanmu aneh seperti ini, serba hitam dengan jaket yang longgar seperti itu, juga bau badanmu seperti