Beberapa jam tertidur setelah berbaikan dengan adikku, aku terbangun kembali karena ponselku terus berbunyi. Kulihat layar ponsel milikku, di sana terdapat puluhan panggilan tak terjawab dengan nama kontak Om Kevin. Hampir saja aku melupakan janji yang dibuat kemarin bersama Bos Secret Scarlett itu. Karena Om Kevin tidak lagi menghubungiku aku bergegas menghubunginya balik.
"Halo, Om!" sapaku canggung dari balik telepon yang baru saja tersambung."Ketiduran?" tanya Om Kevin blak-blakan dengan suara dinginnya."Iya, Om Kevin. Tunggu bentar ya, Om. Aku segera ke sana!" ucapku dan langsung menutup panggilan dari Om Kevin. Aku segera berganti pakaian dan bergegas ke caffe yang ada di persimpangan jalan dekat rumahku. Setelah sampai di sana, kulihat sosok laki-laki tinggi dengan tubuh tegap dan wajah yang tampan sedang duduk sambil bermain dengan anak perempuannya. Nama lengkap Om Kevin adalah Kevin Pranata Agraha. Umurnya 40 tahun, dia seorang duda beranak satu."Jessi, Sayang. Jessi pergi ke taman bermain yang ada di luar itu dahulu ya," ucap Om Kevin lembut. Sangat berbeda dengan saat dia berbicara pada rekannya, sangat serius dan dingin.
Aku duduk di kursi yang berseberangan dengan Om Kevin. Menunggunya membuka pembicaraan."Olivia!" panggil Om Kevin dingin. Namaku Olivia D'Rossa, umurku 20 tahun, hobiku adalah mengambil barang berkilau dari suatu tempat besar,sepi atau mungkin ramai. "Olivia, ini undangan seperti biasa untukmu. tetapi kali ini Secret Scarlett akan rapat di Markas Utama. Seperti yang kamu tahu, markas itu dijaga dengan keamanan yang super ketat. Hanya mereka yang membawa undangan ini yang boleh masuk ke tempat itu," ujar Om Kevin dengan ekspresi dinginnya yang terlihat keren di mataku."tetapi ,Om! mengapa Oliv yang harus pergi ke sana? Bukannya ada para senior yang lebih berpengalaman dari, Oliv?," tanya ku bingung pada Om Kevin. "Dirapat kali ini kita tidak mengandalkan pengalaman, tetapi kita lebih mengandalkan otak yang cepat tanggap seperti kamu, Olivia! Sama seperti biasa, Om yakin kecerdasanmu itu akan sangat membantu yang lain untuk mengambil keputusan yang terbaik. Sangat disayangkan kalau kecerdasan yang kamu punya itu tidak digunakan dengan baik," ucap Om Kevin sambil mengusap lembut kepalaku. Ucapannya yang dingin selalu berhasil menghipnotis otakku, apa aku baru saja mendapat pujian? Sulit memercayai ucapan laki-laki di zaman yang canggih ini."Terima kasih Om Kevin atas pujiannya!" ucapku malu-malu karena aku merasa kecerdasanku baru saja dipuji. Om Kevin mendekatkan wajahnya ke wajahku, dia mengangguk lalu tersenyum manis. Om Kevin adalah orang yang sangat pelit untuk memperlihatkan senyum indahnya pada orang lain. Dia akan medekatkan wajahnya kepada orang yang ingin diberinya sebuah senyuman. Bagi para wanita di Secret Scarlett diperlakukan oleh Om Kevin seperti ini adalah hal yang biasa. tetapi untuk wanita yang tidak mengenalnya, pasti akan berpikir bahwa Om Kevin memiliki perasaan lebih pada mereka. Lelaki yang berada di hadapanku ini memang sangat licik. Makanya di setiap kali kami beraksi dan ada keterlibatan wanita di dalamnya, Om Kevin pasti akan ikut terlibat dalam melancarkan aksinya.
Ketika aku dan om Kevin sedang asyik berbincang. Aku melihat ke arah meja yang ada di belakang Om Kevin. Seorang laki-laki mencurigakan menatap kami dengan penuh hati-hati. Mata Elangku memang tidak pernah salah jika harus menilai seseorang. Gelagat orang tersebut kuberitahu kepada Om Kevin, sehingga membuat kami menghentikan pembicaraan kami hari ini.Aku pulang dengan membawa undangan ditanganku. Saat sampai di depan rumah, kuselipkan undangan tersebut kedalam bajuku karena aku lupa membawa tas. "Sore, Ma!" sapaku pada Mama yang sedang duduk di teras rumah. "Sore, sayang! kamu kok udah pulang?" tanya Mama, dia memintaku duduk dikursi yang berada di sampingnya. Lihatlah dia sekarang, bersikap seakan-akan tidak terjadi apa-apa."Iya Ma, Oliv sudah pulang," ujar ku tersenyum kecut."Oh iya Ma, Stella mana? Kok belum pulang? Biasanya kan adek udah pulang jam segini?" tanyaku beruntun pada Mamah. "Dia bilang sih ada kelas malam tambahan. Maklumin saja lah, bentar lagi kan dia mau ujian," jawab Mama sambil menghirup teh hangat yang terletak di atas meja. Aku mengangguk lalu pamit sebentar untuk mengganti bajuku. Di dalam kamar, ku ambil undangan yang tadi ku selipkan ke dalam baju. Kubuka laci yang di dalamnya terdapat kotak berkode. Di dalam kotak itu, sudah terdapat pulahan undangan yang sama bentuknya. Kadang penyesalan terlintas beberapa kali setiap aku memandang kotak yang memiliki ukiran indah itu. Pertanyaan yang selalu aku tanyakan pada diriku setiap kali aku memandang kotak itu adalah "mengapa jalan hidupku tidak seindah ukiran ini?" tetapi jika dilihat lebih teliti. Ukiran itupun punya jalan sulit dan berliku untuk terlihat indah. Setelah meletakkan undangan dan berganti baju. Aku kembali keteras untuk menemani Mama. Di sana kami berbincang ringan sambil diselingi candaan yang membuat kami berdua sakit perut. tetapi candaan itu tidak betahan lama, sampai akhirnya Mama menanyakan tentang pekerjaan ku."Oliv, sayang! kok kamu gapernah cerita sama Mama tentang pekerjaan kamu?" tanya Mama kepadaku dengan tatapan serius. "Kerja cari uang yang banyak, Mah!" jawabku sedikit ketus. Aku memang begitu sensitif jika ditanyai soal pekerjaan oleh Mama atau Adikku. "Iya...Mama tahu, maksud Mama pekerjaannya seperti apa?" tanya Mama lagi yang kini mulai melembut. Dipegangnya tangan kanan ku dan diusapnya dengan lembut. Usapan tangan Mamah seperti pisau yang menusuk hatiku, begitu jahatkan aku jika terus berbohong seperti ini?.Meski kali ini aku berbohong lagi, tetapi setidaknya jawabanku kali ada sedikit sangkut pautnya dengan pekerjaan ku yang sebenarnya. "Aku kerja sebagai tour guide Ma. Makanya aku selalu pergi ke mana-mana. Lusa aku bakal kerja lagi, tetapi kali ini tempatnya ada di pusat kota, bolehkan, Ma?" tanyaku sambil berucap setenang mungkin sambil meminta izin padanya. Meski pekerjaan ku sebenarnya tidak baik, meminta izin orang tua tetaplah wajib."Oh tour guide! Pantes saja setiap kamu pulang, kamu selalu kelelahan. Iya sayang, kalau masalah pekerjaan, Mama akan selalu ngasih izin ke kamu," jawab Mamah sambil mengusap lembut kepalaku. Aku yang mendengar ucapan Mamah hanya bisa tersenyum kecut sambil menahan rasa sesak di dada yang tiba-tiba muncul begitu saja."Ma!" panggilku pelan. "Oliv mohon jangan kasar lagi dengan Stella selama Oliv tidak ada di rumah, dia tidak pantas disalahkan dalam hal apa pun." Aku memohon pada Mama agar dia punya sedikit rasa kasihan kepada Stella anaknya."tetapi, Oliv! dia itu...." Ucapan Mama terpotong oleh ucapanku."Stella tidak bersalah dalam hal ini MA! Yang harusnya disalahkan adalah ayah. Anak itu rezeki dari Tuhan, apa pun jenis kelaminnya hanya Tuhan yang bisa mengatur. Dan juga dibalik takdir setiap orang, pasti sudah ada rencana indah yang di atur Tuhan MA! Oliv berharap Mama sadar kalau Stella adalah anak yang istimewa," jelasku panjang lebar pada Mama untuk menyadarkan perbuatannya selama ini.Mama diam beberapa detik untuk mencerna ucapanku. setelah mengerti, Mama mengangguk dan tersenyum hangat kepadaku.Sehari sebelum rapat penting itu, aku ingin mengajak Mama dan Adikku jalan-jalan ke tempat yang tidak pernah mereka datangi selama ini. Sesekali, sebagai anak dan kakak yang jahat ini, aku ingin membahagiakan keluarga kecilku. "Kamu pulang jam berapa? Kakak nggak keluar kamar tadi malam, soalnya sibuk ngerjain beberapa dokumen penting," tanyaku pada adikku yang sedang menikmati sarapannya. "Jam 10 kak! Seharusnya Stella sudah sampai jam setengah 9, tapi dijalan utama menuju rumah kita ada kecelakaan. Jadi pak supirnya ngambil jalur lain yang lumayan jauh," ujar Stella menjelaskan padaku. "Hmm...kalau ada kelas malam lagi bilang ke Kakak. Biar Kakak aja nanti yang jemput kamu pulang. Jangan pulang pakai taksi dimalam hari! Kakak khawatir, kalau kamu kenapa-kenapa gimana? Kakak cuman punya kamu sama Mama, Stella!" Aku mengomelinya habis-habisan. Bagaimana aku tidak marah, mendengarnya pulang naik taksi jam 10 malam lewat jalan yang tidak biasa Adikku lewati. "Iya kak maaf, tapi k
Aku sampa di rumah jam 10.00. Ku lihat Stella dan Mama sudah menungguku di ruang tamu. Rasa haru sekaligus malu bercampur menjadi satu, haru karena baju yang kupilih untuk mereka terlihat sangat cantik, dan juga malu karena uang yang kugunakan bukanlah uang dari hasil pekerjaan yang baik. "Bajunya cantik banget ya, Kak!" puji Stella pada baju yang kubelikan. Aku hanya tersenyum menanggapi pujiannya. "Kakak ganti baju dulu ya, kalian tunggu bentar disini!" ujarku pamit ke kamar pada mereka. Mereka mengangguk dan kembali menunggu diruang tamu yang sama. Setelah beberapa menit berlalu, aku kembali dengan pakaian jumpsuit berwarna rose gold serta sepatu hills dengan warna senada. "Ayo berangkat,nanti waktu kita terbuang sia-sia. Hari ini kita akan mengunjungi banyak tempat yang sangat indah." Aku memegang tangan mereka berdua, dan membawa mereka kearah mobil. "Ini mobil siapa, sayang?" tanya Mama padaku. "Mobil ini punya Bos Oliv, Ma. Besok kan Oliv akan kerja di Pusat Kota, jadi
Dalam perjalanan, kami bertiga menghabiskan dua jam lebih untuk sampai ke Festival Malam Sonata. Di Festival ini terdapat banyak permainan dan kuliner dari berbagai macam Negara. "Mau kulineran dulu atau permainan dulu?" tanyaku pada Mama dan Stella. "Mama terserah kalian bedua saja," ujar Mama dengan nada lembutnya yang mampu membuat siapapun luluh. "Stella mau main dulu kak," rengek Stella padaku. "Oke, Stella mau main apa?" tanyaku lagi. Stella menunjuk beberapa permainan. Ada Disco Pang Pang, Rumah Hantu, Biang Lala, dan Kora Kora. Nyaliku sedikit ciut ketika Adikku menunjuk kerumah hantu. Meski aku seorang pencuri handal, aku tetap sedikit takut terhadap hantu. "Kakak gaberani ya masuk rumah hantu?" ujar Stella dengan Nada meledek "Ee-enggak kok, kk-kata siapa kakak t-takut!" jawabku yang tiba-tiba menjadi gagap. Aku dan Stella bermain Disco Pang Pang. Sedangkan Mamah hanya menunggu di ruang tunggu yang sudah disediakan khusus untuk orang tua. Disaat bermain Disco Pang-
"Tok Tok tok." Seseorang mengetuk pintu rumah kami. Aku masih sibuk dengan riasan dan pakaianku."Stella, ada yang mengetuk pintu. Tolong dibukakan!" teriakku meminta pada Stella yang kamarnya berada di samping kamarku.Beberapa menit kemudian, Stella masuk ke kamarku tanpa izin. Tapi bagiku itu bukanlah suatu masalah."Siapa yang datang?" tanyaku pada Adikku."Om Kevin, Kak!" Jawabnya sambil ingin melangkah pergi."Tunggu dek. Tolong buatkan dia air minum ya. Dan katakan padanya, kakak mau membereskan berkas dulu. Nanti kakak segera menyusul," pintaku pada Stella. Dia mengangguk dan pergi dari kamarku.Ku keluarkan sebuah Map besar dari laci meja di samping tempat tidurku. Lalu kuambil beberapa berkas penting dari laci lainnya. Tidak lupa dengan undangan penting itu juga kumasukkan dalam Map yang akan ku bawa untuk perjalanan bisnis ini. Sebelum menemui Om Kevin, aku berdo'a terlebih dahulu."Lindungi aku dan yang lainnya
Suara deburan ombak terdengar di luar ruangan. Aku terbangun di sebuah kamar besar yang lampunya lumayan redup. Sekilas ku ingat apa yang terjadi sebelum aku bangun. Aku tertidur di pesawat lalu bangun dikamar besar ini? Aku yakin pasti ini ulah Om Kevin. Aku pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamar itu. Rasanya segar ketika tubuhku mulai terguyur oleh air yang mengalir dengan deras dari sebuah shower. "Olivia! Ayo siap-siap, sebentar lagi kita berangkat!" panggil seseorang wanita dari luar kamar. Aku sangat mengenal suara wanita itu, dia adalah Gehna Febrilio adik kandungnya Om Kevin. Kedudukanya di Secret Scarlett hampir sama dengan kakaknya. "Iya, Kak!" jawabku sambil menyudahi mandiku yang lumayan menyegarkan. Beberapa menit berpakaian, aku keluar kamar dengan memakai jumpsuit berwarna hitam, jaket dengan bahan jeans, sepatu hitam dengan hak 2cm, dan tas tidak terlalu besar untuk membawa dokumen-dokumen penting. Kutemui Om Kevin dan Kak Gehna yang sedang duduk di ruang tamu
"Semua tamu yang berhadir diminta berdiri! Pemimpin Secret Scarlett akan memasuki ruangan!" beritahu seorang MC dari balik mimbar. Aku dan yang lain berdiri untuk menghormati pemimpin kami. Om Kevin berjalan dengan gagahnya menuju kursi kekuasaan. Om Kevin mengangkat tangannya, meminta kami untuk duduk. "Selamat datang para pencuri-pencuriku yang hebat! Kuucapkan Selamat kepada kalian karena telah terpilih untuk menghadiri rapat yang penting ini! Kalian pasti sudah tahu, bahwa untuk masuk ke markas ini harus memiliki akses berupa kode...." Saat Om Kevin asik berbicara, seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik memotong ucapnya tanpa merasa takut "Permisi, Mr.Kevin! Maaf karena saya telah dengan berani memotong pidato anda yang berharga itu! Tapi bisakah kita langsung saja ke intinya? Saya punya 2 anak bayi yang harus diurus!" ucapnya dengan berani. Para pengawal mengacungkan pistol ke arah wanita itu. Tapi tidak ada ketakutan sedikitpun di wajahnya. "Turunkan!" tegas Om
"Sekarang hanya tersisa satu orang yang belum mengeluarkan idenya. Saya persilahkan kepada Mrs. Olivia untuk menjelaskan rencana apa yang ada di otak jenius milik anda!" ucap Om Kevin tanpa memudarkan senyumannya. Semua orang yag ada di ruangan itu menatap pemimpin mereka dengan ekspresi heran dan bingung. Aku berjalan sambil membawa Tab yang tadi sudah ku otak-atik menuju LED Proyektor yang masih menyala. Kusambungkan kabel yang ada di alat itu ke Tab yang tadi kubawa. sebuah gambar pesta bertema Disney muncul dan menarik perhatian semua orang yang ada diruangan itu. "Tanpa bertele-tele,saya akan langung mejelaskan apa yang akan menjadi rencana saya. Seperti yang kalian lihat! Ini adalah gambar pesta bertema Disney yang selalu dirayakan setahun sekali di Kerajaan Inggris," jelasku pada mereka, aku terus menampilkan info-info yang tadi kucari. "Tapi, jika dilihat dari berita yang rilis dua minggu yang lalu. Perayaan akan dilaksanakan bulan depan dengan tema y
Setelah rapat berjalan dengan lancar, Om Kevin, Kak Gehna, dan aku pergi ke Restoran yang ada di seberang gedung untuk mengisi perut kami yang mulai bernyanyi. Begitu berat langkahku untuk meninggalkan gedung mewah ini. "Kenapa?" tanya Om Kevin datar. "Tidak apa-apa,Om! hanya saja Oliv begitu menyukai tempat ini," ucapku sambil menggandeng tangan. Ia menatapnya sebentar lalu kembali berjalan. Kakiku yang pendek membuatku kesulitan mengikuti langkah kaki pria tinggi ini. "Tidak adiknya! Tidak kakaknya! Sama saja, mereka tidak akan pernah mengerti betapa pendeknya kakiku!" gumamku pelan. Tapi hal itu kedengaran oleh Om Kevin. Sehingga Ia membungkukkan badannya dan memintaku naik ke punggungnya. "Naik!" perintahnya padaku dengan tegas. "Tidak perlu, kakiku masih bisa berjalan." Aku terus berjalan tanpa mempedulikan perintahnya. "Ayo! Ini perintah!" tegasnya sekali lagi. "Ish, aku bukan anak kecil!" Dengan terpaksa aku menaiki punggungnya dan berpegangan erat pada batang lehernya
*POV Kevin Pranata Agraha* Empat hari setelah pergi meninggalkan Oliv. Pagi itu bertepatan di kediaman Kevin, sebuah keributan besar terjadi di rumah itu. "Tak akan kubiarkan hak asuh Jessi jatuh ke tanganmu!" teriak seorang Pria yang terkenal dengan sifat dinginnya. Ia memeluk erat anak perempuan semata wayangnya itu. "Aku mohon, Kevin! Tolong berikan hak asuk Jessi padaku. Aku berjanji padamu akan merawat Jessi dengan sebaik mungkin," ucap wanita yang sudah tidak punya urat malu itu. "Plak." Satu pukulan melayang ke pipi yang sudah mengkhianati laki-laki itu. "Sadar dengan ucapan mu Grace! Atas dengan alasan apa aku harus memberikan hak asuh Jessi kepadamu? Selama lima tahun aku merawat Jessi sendirian tanpa ada sedikitpun kontribusi dari Ibunya! Sekarang, kamu datang dengan muka busukmu itu untuk meminta hak asuk Jessi? Dimana rasa malumu Grace?" cercah Kevin habis-habisan menghantam Grace dengan kata-kata tajamnya. "Aku mohon padamu Kevin, berikan aku satu kali kesempatan unt
"Prankkk!" sebuah barang jatuh dari dapur. "Juliuss!" teriak Angelina bersamaan dengan barang jatuh itu. Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Dua orang tamu yang baru datang tadi malam sedang membuat keributan di dapur. Aku yang masih menikmati waktu tidurku ikut terganggu mendengar keributan itu. "Mereka kenapa sih?" tanyaku sambil berusaha membuka mata yang kini terasa berat. Setelah mengumpulkan nyawa, aku berjalan ke arah cermin untuk melihat wajahku terutama di area mata. "Benar-benar sembab, apa mereka melihatnya?" gumamku dengan perasaan takut. Aku segera ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan merelaksasikan tubuhku yang mulai kelelahan. Selesai mandi aku memakai beberapa rangkaian perawatan kulit untuk menutrisi kulit dan juga mengurangi sembab yang ada di mataku. Kamar hotel yang aku tempati lumayan luas, aku tinggal di lantai 20 yang bertema VVIP yang hanya berisi enam kamar. Satu kamar sudah memiliki fasilitas lengkap, seperti ruang tamu dengan kursi yang bisa
Setelah di tinggal oleh Om Kevin, aku menghabiskan kesendirianku hanya dengan main game, menonton film, makan-makan dan masih banyak lagi. "Sekarang apa yang harus aku lakukan?" Bertanya pada diriku sendiri. Aku kembali duduk di balkon sambil menikmati angin dan matahari sore. Pemandangan yang indah jika dinikmati bersama orang yang menyayangimu. "Sekarang aku benar-benar kesepian," ucapku dengan kembali membuka game buatan Stella. Sebelum login game, seseorang tanpa nama mengirim pesan private kepadaku. "Aku akan balas dendam padamu!" "Tak akan kubiarkan kamu hidup tenang!" "Kamu akan mati di tanganku!" Tulisnya dalam pesan terkunci itu. Aku yang lebih mementingkan kesepianku hanya tersenyum tipis melihat pesan itu. "Mau aku mati di tanganmu atau di tangan orang lain, siapa yang akan peduli tentang kematianku!" gumamku dalam hati sambil meneruskan permainan yang sejak tadi menunggu dimainkan. ***Dua hari kemudian*** *Ting, ting, ting* bel pintu terus berbunyi. Aku yang s
Aku terbangun dengan sebuah kehangatan. Pelukan dari orang yang sama belum terlepas sejak kemaren malam. Kulepas pelan-pelan tangannya yang memelukku, lalu aku pergi ke balkon untuk menyegarkan otakku. "Pagi yang mendung mewakili hatiku yang remuk," gumamku sambil menikmati pendangan kota New York dari balkon di lantai 20. Di balkon itu sudah terdapat tempat penyeduhan kopi panas dan beberapa camilan. Tujuannya untuk mempermudahkan tamunya agar tidak perlu lagi berjalan ke dapur hanya untuk membuat kopi atau teh. "Aku merindukan Julius dan Angelina!" ucapku sambil menyantap beberapa camilan sambil duduk di kursi yang sudah disediakan. Tiba-tiba sebuah panggilan video terlihat di layar ponselku. Panggilan itu adalah dari mereka berdua yang baru saja aku rindukan. Setelah menarik nafas panjang karena senang, aku langsung mengangkat panggilan video itu. "Hai!" sapaku terlebih dahulu sebelum mereka menyapa. "Oh, Hai Oliv!" sapa mereka bali
Waktu menunjukkan pukul setengah delapan malam. Akhirnya kami berdua tiba di tujuan terakhir, yaitu Pasar Malam terbesar di Pusat Kota New York. Aku sebenarnya sudah cukup lelah karena jalan-jalan seharian. Tapi karena langkanya moment hari ini yang bisa membuatku melihat tawa Om Kevin. Aku menyingkirkan rasa lelahku agar tetap bisa membuat manusia salju ini mencair. "Ayo!" ucapnya sambil menarik tanganku. "Kita bagaikan Ayah dan Anak ya, Om!" kataku sambil terkekeh. Meski tinggi badanku dan Om Kevin tidak terlalu jauh, tapi jika dilihat oleh orang lain, kami seperti sepasang Ayah dan Anak. "Anggap saja begitu," sahutnya sambil terus memegang tanganku dengan erat agar tidak hilang di tengah kerumunan yang sedang ramai. Kami mampir kesemua penjual dan mencoba semua makanan yang ada di sana. Terdapat berbagai macam makanan di tempat itu, dari Korean food, Japanese food, Indonesian food, dan masih banyak lagi. "Dari tadi makan-makanan pedas terus, besok kita cek ke rumah sakit! Kala
Sebuah suara membangunkan mimpi yang sedang berlayar. Alarm di atas nakas itu sangat mengganggu waktu tidurku yang singkat. "Nyonya Olivia!" panggil seseorang dari balik pintu kamar tidurku. "Iya, siapa?" tanyaku pada suara tersebut. "Ini saya, Helly! Apakan Nyonya membutuhkan sesuatu? Atau mau saya bawakan makanan?" sambil bertanya balik kepadaku. Aku Berpikir Mendekatkan sebelum meminta sesuatu kepadanya. "Tolong bawakan air lemon yang ditambah dengan sedikit madu dan gula. Dan juga bawakan dua roti bakar yang diberi selai nanas dan coklat di tengahnya" pintaku kepada kepala ART itu. "Siap, Bu Mohon ditunggu!" sambil melangkahkan kaki pergi dari kamarku. Aku menunggu sambil memainkan ponselku dengan bermain game yang sering direkomendasikan adikku. Beberapa menit kemudian, aku melihat gagang pintu bergerak tanpa ada seseorang yang memanggilku. "Helly! Kenapa tidak ketuk pintu dulu?" teriakku kesal. "Kamu mau marah sama aku?" tanya seseorang dengan suara yang familiar memasuk
Setelah rapat berjalan dengan lancar, Om Kevin, Kak Gehna, dan aku pergi ke Restoran yang ada di seberang gedung untuk mengisi perut kami yang mulai bernyanyi. Begitu berat langkahku untuk meninggalkan gedung mewah ini. "Kenapa?" tanya Om Kevin datar. "Tidak apa-apa,Om! hanya saja Oliv begitu menyukai tempat ini," ucapku sambil menggandeng tangan. Ia menatapnya sebentar lalu kembali berjalan. Kakiku yang pendek membuatku kesulitan mengikuti langkah kaki pria tinggi ini. "Tidak adiknya! Tidak kakaknya! Sama saja, mereka tidak akan pernah mengerti betapa pendeknya kakiku!" gumamku pelan. Tapi hal itu kedengaran oleh Om Kevin. Sehingga Ia membungkukkan badannya dan memintaku naik ke punggungnya. "Naik!" perintahnya padaku dengan tegas. "Tidak perlu, kakiku masih bisa berjalan." Aku terus berjalan tanpa mempedulikan perintahnya. "Ayo! Ini perintah!" tegasnya sekali lagi. "Ish, aku bukan anak kecil!" Dengan terpaksa aku menaiki punggungnya dan berpegangan erat pada batang lehernya
"Sekarang hanya tersisa satu orang yang belum mengeluarkan idenya. Saya persilahkan kepada Mrs. Olivia untuk menjelaskan rencana apa yang ada di otak jenius milik anda!" ucap Om Kevin tanpa memudarkan senyumannya. Semua orang yag ada di ruangan itu menatap pemimpin mereka dengan ekspresi heran dan bingung. Aku berjalan sambil membawa Tab yang tadi sudah ku otak-atik menuju LED Proyektor yang masih menyala. Kusambungkan kabel yang ada di alat itu ke Tab yang tadi kubawa. sebuah gambar pesta bertema Disney muncul dan menarik perhatian semua orang yang ada diruangan itu. "Tanpa bertele-tele,saya akan langung mejelaskan apa yang akan menjadi rencana saya. Seperti yang kalian lihat! Ini adalah gambar pesta bertema Disney yang selalu dirayakan setahun sekali di Kerajaan Inggris," jelasku pada mereka, aku terus menampilkan info-info yang tadi kucari. "Tapi, jika dilihat dari berita yang rilis dua minggu yang lalu. Perayaan akan dilaksanakan bulan depan dengan tema y
"Semua tamu yang berhadir diminta berdiri! Pemimpin Secret Scarlett akan memasuki ruangan!" beritahu seorang MC dari balik mimbar. Aku dan yang lain berdiri untuk menghormati pemimpin kami. Om Kevin berjalan dengan gagahnya menuju kursi kekuasaan. Om Kevin mengangkat tangannya, meminta kami untuk duduk. "Selamat datang para pencuri-pencuriku yang hebat! Kuucapkan Selamat kepada kalian karena telah terpilih untuk menghadiri rapat yang penting ini! Kalian pasti sudah tahu, bahwa untuk masuk ke markas ini harus memiliki akses berupa kode...." Saat Om Kevin asik berbicara, seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik memotong ucapnya tanpa merasa takut "Permisi, Mr.Kevin! Maaf karena saya telah dengan berani memotong pidato anda yang berharga itu! Tapi bisakah kita langsung saja ke intinya? Saya punya 2 anak bayi yang harus diurus!" ucapnya dengan berani. Para pengawal mengacungkan pistol ke arah wanita itu. Tapi tidak ada ketakutan sedikitpun di wajahnya. "Turunkan!" tegas Om