Share

Part 3

Author: DazedGirl
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Kara menarik Rumi ke dalam dapur begitu mereka sampai di Café milik Rumi. Ia langsung memojokkan Rumi di balik kulkas agar Sang Pengacara yang kini sedang duduk di area Café tak mendengar percakapan mereka.

“Heh, sebenarnya ada apaan sih? Jelasin ke gue!” pekik Kara pelan.

Rumi menatap penampilan Kara yang kacau akibat ulahnya lalu mulai menangis.

“Dih malah nangis lagi, jawab gue!” sengit Kara gemas.

Sorry, harusnya gue langsung keluar belain lo, tapi Mas Fatur ngelarang dan malah nyuruh ngumpet.” jawab Rumi yang selalu takut pada Kara yang sedang marah, baginya Kara seperti penyihir yang bisa menelannya bulat-bulat.

“Terus kenapa lo malah keluar! Udah bener-bener ngumpet!”

 “Tadi Gue sebenarnya udah mau pergi, tapi tuh orang keburu muncul, alhasil gue terpaksa ngaku.”

Sebenarnya Rumi dan Fatur mendengar keributan Kara dan Wilson, dan mereka pun memutuskan untuk bersembunyi di dalam, dan baru akan pergi saat Wilson sudah pergi. Dan saat kedaan sudah aman, Fatur pun pergi lebih dulu. Barulah selang 15 menit kemudian, Rumi menyusul pergi. Namun sialnya saat hendak pergi, Dean keburu menemukannya dan menghentikannya.

Dean sendiri sebelumnya sudah mendapat telepon dari Wilson yang mengatakan jika ia sudah menangkap wanita selingkuhan suaminya dengan tangannya sendiri. Itulah yang membuat Dean bergegas menyusul Wilson. Padahal sebelumnya ia sudah mewanti-wanti Wilson agar menahan diri dan tak bertindak gegabah, karena ia bahkan belum pernah menunjukan bukti-bukti hasil penyelidikannya selama ini. Makanya ia heran bagaimana Wilson bisa menangkap wanita itu jika wajahnya saja ia tidak tau.

Maka sebelum ke Pos Polisi, Dean sengaja melewati Café milik Rumi dan benar saja ia malah mendapati sosok Rumi baru akan masuk ke dalam mobil dan hendak pergi. Saat itu juga ia yakin jika kliennya pasti salah menangkap orang.

“Lo ngaku apa aja ama tuh orang? Lo gak ngomong macem-macem kan?”

“Ya ngaku kalo gue pacaran sama Mas Fatur.” lirih Rumi.

“Tapi lo gak ngaku kalo lo bawa kabur uang Istrinya tuh Om Buncit kan?”

“He? Bawa kabur uang?” Rumi malah bertanya balik.

Kara menghela napas kasar, benar saja, pasti ada yang tak beres dengan Pacar Rumi cabang Tangerang itu.

“Maksud lo apaan Kar? Uang apa?”

“Lo pikir masalahnya sebatas labrak-labrakan karena ketauan selingkuh? Istrinya nuduh lo gelapin uang hasil penjualan propertinya tau gak!”

What? Seriously? Denger Kar, demi Tuhan, gue bahkan baru tau kalau dia masih punya Istri, lo tau gue kan, gue jadi Janda gara-gara Suami gue diambil Pelakor, makanya gue selalu cari pacar yang udah gak ada Istrinya karena gue gak mau jadi Pelakor juga!”

“Itulah masalahnya sekarang! Istrinya ngancam bakal bawa ini ke pengadilan!”

“Terus gimana dong, beneran deh gue gak tau apa-apa!” Rumi mulai frustasi.

“EHM…”

Suara dehaman keras membuyarkan obrolan seru dua sahabat itu.

Kara pun langsung menarik Rumi ke area Café untuk menemui Dean. Namun sebelumnya ia mewanti-wanti Rumi agar tidak mengatakan hal-hal yang aneh yang justru bisa membahayakan dirinya.

Mata Dean pun mengikuti dua wanita yang baru saja keluar dari dapur sampai duduk di depannya.

“Kenapa? Baru liat orang kesiram air kopi seember?” tanya Kara sinis yang langsung disikut oleh Rumi. Kenapa Kara malah mengibarkan bendera perang, harusnya ia bersikap baik pada Pengacara ini, atau bahkan kalau perlu menjilatnya agar ia tak dituntut.

Dean tersenyum sinis lalu memperbaiki sikap duduknya dengan bersandar dan menyilangkan kakinya.

“Hm… Mbak Rumi, jelas mengakui hubungan dengan Bapak Fatur yang tak lain adalah Suami sah Ibu Wilson kan?” tanya Dean langsung.

Rumi tak menjawab, ia malah menatap Kara agar Kara membantunya menjawab.

“Mereka memang berhubungan, tapi hanya sebatas hubungan asmara, dia gak tau apa-apa soal penggelapan uang yang dibilang Ibu Singa tadi!” sahut Kara mewakili Rumi.

“Tolong hargai Klien saya, dia Ibu Wilson.” ucap Dean sabar sambil menggertakan giginya.

“Terserah!” ujar Kara malas.

“Gini aja, karena saat ini juga udah kelewat malam, Mbak Rumi, kita ketemu lagi besok, silakan datang ke kantor saya jam 10 pagi.” pinta Dean lalu memberikan kartu namanya langsung pada Rumi.

Dengan ragu Rumi mengambil kartu nama itu lalu mengangguk pelan.

“Jangan takut kalau memang anda merasa tidak bersalah, datang saja sendiri, jangan dulu menyewa pengacara, kita bicara dulu baik-baik.” ucap Dean tenang, beda sekali nada bicaranya saat bicara dengan Kara.

“Saya pamit, selamat malam.” pamit Dean lalu pergi.

Rumi dan Kara pun mengawasi dari balik jendela sampai mobil Sang Pengacara itu benar-benar pergi.

“Gimana dong Kar?” Rumi langsung berjongkok sambil menenggelamkan kepalanya di atas lutut.

“Aneh!” gumam Kara yang masih melihat ke luar jendela.

Rumi pun mendongak, “Apanya yang aneh?”

“Bagaimana bisa Pengacara ngomong gitu ke pihak lawan?” “Maksud lo?”

Kara mendecak malas atas ketelmian sahabatnya itu.

“Dia terlihat mau belain lo ketimbang nuntut lo, apa jangan-jangan itu trik liciknya buat ngejebak lo ya?”

“Ah lo jangan nakut-nakutin gue dong! Gue takut ah, gue gak mau pergi ke kantornya besok!”

“Lo harus dateng, kalo lo gak dateng nanti dia bisa kesini, mending datengnya sendiri, kalo bawa-bawa polisi gimana?”

“Aaaaah… dasar Fatur berengsek! Udah bohongin gue, fitnah gue juga lagi!” geram Rumi sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat.

“Dia pasti terdesak karena ketauan selingkuh dan gelapin uang istrinya sendiri, makanya dia nyari kambing hitam buat disalahin.”

“Temenin gue dong Kar, lo tau kan kapasitas otak gue, mana bisa gue ngadepin orang yang urusannya udah sama hukum begitu, di tilang polisi pinggir jalan aja gue langsung gagu.”

“Ngegombal ke Om-om aja lo jago!” sindir Kara telak.

Bibir Rumi langsung mengerucut, “Please Kar lo harus bantuin gue.”

“Hhh… ya, besok gue temenin, kita jelasin semua besok ke mereka dengan bawa bukti-bukti data keuangan lo semenjak lo kenal sama Fatur.”

Rumi mengangguk pelan lalu mendesah berat, baru saja ia memulai bisnisnya, namun ia harus menutupnya sementara karena masalah ini.

***

Kara mencabut ponselnya yang sudah semalaman di isi daya, setelah itu ia mengirim pesan chat pada Sutradara untuk mengabarkan jika ia baru bisa mengirimkan naskahnya nanti malam.

Tak lupa ia juga mengabari Adiknya jika ia menginap di rumah Rumi semalam. Kara dan Gilang memang hanya tinggal berdua, Ayah mereka tinggal kampung halaman, tepatnya di Bandung sementara Ibu mereka sudah meninggal 15 tahun yang lalu.

“Udah siap?” tanya Kara  pada Rumi lalu meletakkan ponselnya ke dalam tas.

“Udah, yuk!” sahut Rumi. Mereka pun turun ke basement untuk mengambil mobil Rumi yang terparkir, setelah itu mereka melesat menuju ke sebuah gedung Firma Hukum yang memiliki nama ALPHA LAW FIRM.

Tak butuh waktu lama, hanya 40 menit, mobil Rumi sudah masuk ke pelataran parkir gedung tingkat delapan itu.

“Gue takut Kar.” Rumi mulai pesimis begitu mobilnya berhenti.

“Jangan takut, lo kan gak salah. Justru kita ke sini mau buktiin semuanya kan.”

“Iya sih, tapi mereka semua kan orang-orang pinter dan paham soal hukum, kalo mereka malah bikin gue bersalah gimana?”

“Udah lo santai aja, rileks.” ucap Kara enteng.

“Gue serius Kar, lo liat kan di TV banyak orang yang gak bersalah masuk penjara.”

“Kebanyakan nonton sinetron lo!”

“Kan lo juga yang bikin cerita sinetron.”

“Iya juga ya, ah udah lah cepet keluar, semakin cepet kita hadapi semakin cepet juga masalah ini selesai.” ajak Kara lalu keluar dari mobil.

Rumi pun berjalan mengekori Kara yang berjalan dengan percaya diri. Mereka menuju arah meja Resepsionis untuk bertanya bagaimana mereka bisa bertemu Si Pengacara Ibu Singa. Dan sepertinya pertemuan mereka memang sudah di jadwalkan, karena Resepsionis itu langsung mengantar mereka ke sebuah ruangan di lantai 4, yang di pintunya tertera papan nama Dean Kaivan Balin M.H..

Kara dan Rumi saling pandang sebelum mengetuk pintu itu, setelah itu Kara masuk lebih dulu baru diikuti Rumi.

Dean yang memang sudah menunggu kedatangan mereka berdua langsung mempersilakan kedua wanita itu duduk di sofa panjang yang ada di depan meja kerjanya.

 “Terima kasih Mbak Rumi sudah bersedia datang.” sapa Dean pada Rumi, namun ia sempat memperhatikan Kara sebentar, jadi ini wanita Singa yang rambut dan  tubuhnya penuh kopi semalam? Terlihat berbeda sekali jika dalam keadaan normal seperti ini.

“Sebentar, saya pesankan minum.” ujar Dean lalu berjalan ke mejanya dan berbicara dengan seseorang lewat telepon kantornya.

Rumi menyikut lengan Kara sambil berbisik agar Kara merubah posisi duduknya yang terlewat santai, bersandar dengan kaki menyilang dan tangan yang terlipat di atas dada. Namun tentu saja Kara tidak mengindahkannya.

“Baik, kita langsung saja ya, seperti yang Mbak Rumi tau, saya Pengacara yang ditunjuk Ibu Wilson untuk mengurus perceraiannya dengan Pak Fatur. Namun dalam proses perceraiannya dia juga menuntut suaminya karena suaminya diduga menggelapkan aset milik keluarga Ibu Wilson, yaitu gedung tempat klinik kecantikan, dan dua buah rumah yang ada di daerah Jakarta dan Bogor.” tutur Dean sambil melampirkan bukti sertifikat bangunan yang telah disita oleh pihak Bank.

Rumi menatap lembaran kertas di depannya yang berisi tulisan yang tak ia mengerti sama sekali. Bagaimana bisa ia dituduh menggelapkan semua ini?

“Ibu Wilson beranggapan jika Mbak Rumi menghasut Suaminya untuk menggadaikan semua sertifikat properti ini, dan melepas tanggung jawab pembayaran ke bank sampai semua bangunannya di sita oleh Bank.” tambah Dean.

“Tapi saya tidak ada hubungannya sama sekali, saya juga korban, saya bahkan gak tau kalau dia masih punya Istri.” jawab Rumi yang kedua telapak tangannya mulai dingin.

“Apa Mbak Rumi punya bukti?”

Rumi langsung mengeluarkan sebuah amplop dari tasnya, amplop yang berisi print semua rekening koran yang ia miliki. Kebetulan ia memang baru mengenal Fatur enam bulan yang lalu. Ia juga meyerahkan ponselnya pada Dean agar Dean mengecek mulai tanggal berapa ia berhubungan dengan Fatur yang berawal dari pertemuan tak sengaja di pernikahan teman SMP-nya.

Dean fokus sesaat untuk memeriksa bukti-bukti yang Rumi serahkan, memang ada beberapa transferan masuk yang berasal dari Fatur, namun hanya empat kali, dan semuanya dalam jumlah yang sedikit, masih dalam rentang 2-4 juta saja. Jumlah yang wajar karena Fatur selalu mengirimkan uang jika mereka akan bertemu dengan tujuan agar Rumi membeli baju baru atau pergi ke salon sebelum mereka pergi berkencan.

“Saya gak bohong, saya jawab sejujur-jujurnya, saya gak tau menau soal penggelapan uang yang dilakukan Mas Fatur, saya gak punya renening lain selain rekening-rekening ini.” tambah Rumi lagi.

“Apa Mbak Rumi udah coba hubungi Pak Fatur?”

“Sudah, tapi gak dijawab sejak kejadian kemarin.”

“Dasar berandal berengsek!” gumam Kara yang terdengar oleh Rumi dan Dean sampai keduanya menoleh ke arah Kara bersamaan.

“Kenapa? Gue gak liat tanda dilarang mengumpat di sini.” ucap Kara jutek.

Dean menghela napas perlahan untuk mencoba kembali fokus dan mengabaikan wanita barbar itu.

“Saya akan menyimpan semua berkas ini untuk saya pelajari lagi, tapi saya minta kerjasama Mbak Rumi, jika nantinya kesaksian Mbak Rumi diperlukan di persidangan.”

“Bukanya semua bukti itu udah cukup? Lepasin temen saya sekarang, dia gak ada sangkut pautnya sama sekali.” Kara mulai buka suara.

“Tetap saja, semua orang yang terlibat transaksi dengan Pak Fatur selama dia menggelapkan uang harus terlibat.” jelas Dean yang mau tak mau meladeni Kara.

“Ah, harus ada jaminan barangkali Si Berandal Fatur gak ditemukan jadi nanti tinggal mengkambinghitamkan salah satu saksi, begitu Pak Pengacara?” sinis Kara.

Dean lagi-lagi menghela napas, wanita ini memang selalu memancing emosinya.

“Saya dan tim saya akan berusaha sebaik mungkin agar tidak ada pihak yang dirugikan.” sahutnya tenang.

 “Kalo gitu kami bisa pergi kan Pak Dean?” tanya Rumi yang sudah merasa tak nyaman.

Dean mengangguk lalu berdiri, “Iya Mbak Rumi, nanti akan saya hubungi kembali, dan saya pastikan Ibu Wilson tidak akan menemui anda untuk sementara ini.” ucap Dean.

“Baik Pak, terima kasih.” Sahut Rumi lalu buru-buru menarik Kara keluar dari ruangan itu. Namun Kara tak bisa pergi begitu saja, ia malah berjalan menghampiri Dean untuk membisikkan sesuatu.

“Urusan Rumi dan Ibu Singa mungkin bisa selesai, tapi urusan Ibu Singa sama gue belum, kalau lo bisa bebasin temen gue dari kasus ini, gue gak akan nuntut Ibu Singa, tapi kalau temen gue tetep lo libatkan di kasus ini, gue akan cari pengacara buat ngelawan lo di pengadilan.” Bisik Kara tepat di depan wajah Dean.

Dean mengepalkan tangannya sampai urat di tangannya terlihat. Setelah itu ia memasang senyum terbaik yang bisa ia berikan sambil menggiring Kara ke arah pintu lalu nguncinya rapat-rapat agar Wanita Singa itu tak bisa masuk lagi.

“ARRRRRRGH!!!” pekik Dean pelan lalu menyambar sebotol air mineral dari kulkas kecil yang ada di sudut ruangannya dan menenggaknya hingga habis. Setelah itu menarik napas dalam-dalam sambil menghitung satu sampai lima dengan perlahan agar detak jantungnya normal kembali.

Sementara itu Kara dan Rumi sudah dalam perjalanan kembali menuju parkiran. Kara yang baru saja diusir begitu saja tentu saja masih mengumpati Dean yang terkesan tak menghargainya.

“Dasar Berandal! dikira gue ngancem doang kali, liat aja kalo terpaksa harus nyewa pengacara, gue bakal minta tolong Pak Sunil yang pasti punya kenalan Pengacara Mahal!” Kara komat-kamit di sepanjang perjalanan menuju mobil. Pak Sunil adalah Sutradara dari Sinetron kejar tayang yang naskahnya Kara kerjakan.

“Lo kenapa sih Kar, sewot mulu bawaannya.” Komentar Rumi.

“Gimana gue gak sewot tuh orang gak ngehargain gue. Gue pikir hari ini gue bakal dapet permintaan maaf dari tuh Ibu Singa, tapi mana? Nongol aja enggak!”

Rumi menghentikan langkahnya sejenak, “Maaf ya Kar, gara-gara gue lo jadi dapet perlakuan yang gak enak semalem.”

“Kenapa jadi lo yang minta maaf, yang salah tuh Istrinya Om Buncit sialan lo tuh!”

“Ya tapi kan tetep aja, harusnya gue yang disiram air kopi, bukan lo.” sesal Rumi.

Kara tersenyum kecil lalu menggandeng tangan Rumi agar berjalan kembali, “Biarin, seenggaknya ini bisa jadi jaminan biar lo gak keseret masalah penipuan Si Fatur.”

Rumi membalas senyum Kara, ia tau jika Kara  adalah orang terdepan yang akan membantunya karena ia sudah tak memiliki siapa-siapa lagi di sekitarnya. Keluarganya hanya tinggal Sang Nenek yang kini tinggal di Kampung halamannya di Semarang, sedangkan kedua orang tuanya sudah bercerai sejak ia masih SD dan sudah memiliki keluarga masing-masing tanpa memedulikan Rumi.

“Oke, sebagai penebus rasa bersalah gue, gimana kalo sekarang kita makan, gue yang traktir.”

“Pesen aja gimana? Gue harus pulang nih, mesti nyetor naskah.” tawar Kara.

“Oke! Setuju!”

Rumi dan Kara pun melangkah ringan masuk ke dalam mobil. Setidaknya mereka akan melupakan sejenak masalah ini untuk sementara waktu.

Related chapters

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 4

    Romlah : Apa bagusnya wanita itu Jamal? Begitu banyak wanita lain di dunia ini dan kamu memilih gadis kampung itu? (Berdiri sambil memegang kening) Jamal : Mami, Jamila adalah wanita yang baik, dia pasti akan menjadi menantu yang bisa mengangkat derajat keluarga kita. (Menatap Romlah dengan tatapan lirih dan sendu) Romlah : Persetan dengan derajat! Derajat dia saja jauh dibawah kita! Jamal : Mami Please, tolong sekali ini percaya pada Jamal, Jamal begitu mencintai Jamila. (merangkul lengan Romlah) Romlah : Kamu tau apa tentang cinta, Mami akan jodohkan kamu dengan keluarga terpandang di Depok, bukan dengan Jamila yang gak jelas asalnya! (Menepis tangan Jamal) Jamal : (Mulai menangis) Suara keripik kentang yang dikunyah Rumi terdengar jelas dari ruang tengah karena suasana rumah Kara sangat sunyi saat ini. Sementara matanya tak lepas dari layar TV yang tengah mem

    Last Updated : 2024-10-29
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 5

    Dean memarkir mobilnya tepat di depan Aprodite Café. Ia mengambil sebuah kotak dari kursi belakang mobilnya lalu turun dari mobil. Setelah itu ia berjalan ke arah pintu masuk dengan percaya diri.ia lega karena saat pintu terbuka, orang pertama yang ia lihat adalah orang yang ia cari. Apalagi orang itu kini sedang menatapnya dengan tatapan tak suka. Sesuai tebakannya.“Pak Dean?” Suara Rumi membuat Dean menoleh ke arah lain.“Selamat siang Mbak Rumi.” Sapa Dean ramah.“Ada apa ke sini? Apa ada masalah lagi?” tanya Rumi takut.“Ah, enggak, berkas Mbak Rumi kemarin udah saya serahkan ke pengadilan. Pak Fatur juga sudah di tangkap semalam, tinggal nunggu persidangan aja.” jelas DeanMata rumi langsung membulat saking kagetnya, “Beneran? Mas Fatur udah ketangkep?” tanyanya takpercaya.Dean mengangguk, “Ya, dia sembunyi di rumah temannya selama ini.”&ldq

    Last Updated : 2024-10-29
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 6

    Kara mematikan komputernya setelah merampungkan naskah untuk episode minggu depan. Setelah itu ia bergegas mandi karena hari ini ia akan pergi ke kantor Pengacara bernama Dean itu untuk mengembalikan uang sogokan yang diberikan Ibu Wilson. Sesuai pendiriannya, ia tak akan bergeming dengan semua tawaran Ibu Wilson sampai Rumi bisa dibebaskan dari kasus ini. Setelah tiga puluh menit bersiap, Kara pun keluar dari kamarnya lalu langsung menuju pintu keluar. Namun langkahnya terhenti sejenak karena ada telepon yang masuk. Ia melihat kata Ayah di layar ponselnya, maka ia pun langsung buru-buru mengangkatnya. “Ya Yah, kenapa?” “Kar, kamu lagi sibuk?” “Mau keluar sih, tapi gak apa-apa, kenapa Yah?” “Oh kamu mau pergi, yaudah nanti aja Ayah telepon lagi.” “Eh gak apa-apa Yah, ngomong aja.” “Sudah nanti aja, Ayah tutup teleponnya ya.” Sedetik kemudian sambungan telepon pun terputus, mes

    Last Updated : 2024-10-29
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 7

    Kara menghabiskan segelas air putih dingin dengan banyak es batu dalam waktu singkat untuk mendinginkan suhu tubuhnya yang terasa panas. Rumi yang melihat wajah suntuk Kara hanya bisa menunggu sampai Kara menceritakan kejadian apa yang baru saja ia alami sampai wajahnya semerah udang rebus. Pulang dari kantor Dean, Kara memang langsung pergi ke Aprodite Café. “Gila! Dasar orang gila, stress, psyco, preman!” rutuk Kara sambil menggenggam gelasnya dengan kuat. “Ada apalagi sih Kar? Lo abis berantem sama preman mana lagi?” tanya Rumi tak habis pikir. “Pengacara Berandalan itu lah, siapa lagi!” sahut Kara ketus. “Pak Dean? Lo beneran jadi balikin uang yang kemaren?” “Iya lah, ogah gue nerimanya!” Rumi mendesah berat, “Pasti lo ribut di sana kan?” “Gue dateng baik-baik ya, eh tau-tau dia bentak gue, ngancam mau masukin gue ke penjara lagi!” “Udah deh Kar lupain aja, biarin deh gue jadi saksi di persidangan, dari pada

    Last Updated : 2024-10-29
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 8

    Dean berjalan memasuki sebuah rumah mewah bergaya khas eropa lalu menuju ruang keluarga yang berada di bagian tengah rumah . Ia bisa melihat Kakeknya yang sedang duduk di kursi roda dan di sekelilingnya ada anak-anak dan menantunya.Dean pun segera bergabung dan memilih duduk di kursi yang jauh dengan Kakeknya. Lesmana Balin, Kakek Dean yang kini berusia hampir 70 tahun tersenyum lebar saat melihat lima Cicitnya yang berlarian di dalam ruangan luas itu sambil bercanda. Kakek tua itu memang sudah tak mampu berjalan sejak ia terserang stroke lima tahun lalu. Namun semangatnya masih kuat, ia bahkan masih berkontribusi pada semua Firma Hukum yang ia miliki. Alpha Law Firm hanyalah salah satu dari empat Firma Hukum yang ia punya, tiga Firma Hukum lainnya terdapat di Surabaya, Bali, dan Malaysia. "Jangan kencang-kencang larinya." titahnya pada seorang cicitnya yang baru berusia lima tahun. Lesmana memiliki empat orang anak, dan semuanya laki-laki, Ayah Dean ad

    Last Updated : 2024-10-29
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 9

    Dean membasuh wajahnya dengan air wastafel yang dingin berkali-kali untuk menyegarkan wajahnya. Ia tak bisa tidur dengan nyenyak semalam karena perkataan Kakeknya yang terus terngiang-ngiang di kepalanya. Mengapa Kakeknya menyuruhnya menikah tiba-tiba seperti ini.Apa Kakeknya pikir ia tak cukup dewasa sampai ia harus menikah terlebih dahulu? Apa kedewasaan bisa diukur jika orang itu sudah menikah? Hal ini justru semakin membuatnya malas berada di dalam keluarga ini, namun lagi-lagi ia teringat oleh Ibunya. Haruskah ia mengikuti perintah Kakeknya? Lagi pula bukankah Kakeknya akan memberikan salah satu Firma Hukum miliknya kepadanya? Dean menatap wajahnya yang basah lewat cermin yang ada di depannya. Pikirannya malah semakin kalut. Lebih baik ia segera mandi dan pergi bekerja, karena hari ini ia ada janji dengan Ibu Wilson yang akan datang ke kantornya. Sementara itu di waktu yang sama, Kara sedang memasukkan baju-baju Ayahnya ke dalam

    Last Updated : 2024-10-29
  • MADried Couple (Indonesia)   part 10

    Dean menarik selimutnya sampai setinggi leher. Lalu memandang langit-langit kamarnya yang gelap sambil mengatur ritme napasnya. Sudah beberapa hari ini ia tak bisa tidur nyenyak. Ia pun mencoba mengosongkan pikirannya agar bisa cepat terlelap. Namun bunyi dering telepon tiba-tiba memecah keheningan di kamarnya. Ia melihat kontak Hendra di layar ponselnya, apalagi yang akan dikatakan Pamannya kali ini? “Ya Om.” Sapa Dean. “Kamu hari ini kemana aja? kenapa gak ke kantor?” tanya Hendra langsung. “Meeting di luar sama klien.” “Selama itu? Berapa klien yang kamu temui? Bukanya Om udah bilang untuk mengurangi kasus yang kamu pegang.” “Om, bisa kita bicara besok aja? Saya lelah.” Ucap Dean dengan dengan suara lirih. “Eh tunggu-tunggu jangan di tutup dulu!” cegah Hendra cepat. “Apa lagi?” “Besok kamu pergi ke tempat yang Om suruh ya, ketemu sama kenalannya temen Om.”

    Last Updated : 2024-10-29
  • MADried Couple (Indonesia)   part 11

    Dean membuka kancing kemejanya yang paling atas agar bisa bernapas leluasa sambil membalas tatapan Kara yang kini sedang menatapnya dengan tatapan yang sengit. “Kayaknya gue memang salah orang, orang yang gue temuin VANYA, bukan siapa tadi nama lo?” ketus Dean malas. Kara mendengus kasar, “Kalo gitu sejak kapan nama lo berubah jadi KAIVAN? Bukanya lama lo Preman atau sejenisnya?” ketus Kara balik. Ia lalu memperhatikan Dean dari ujung kaki sampai ujung kepala, Pria mana yang mengenakan pakaian serba hitam di acara kencan pertama, apa ia habis pulang melayat? Jelas sekali Pria ini tak ada niat berkencan sama sekali. Dean mengancing jasnya kembali, “Kayaknya kita salah paham, jadi lebih baik gue pergi sekarang.” ucapnya lalu bangkit. “Ya, sana pergi, gue juga salah orang.” sahut Kara jutek sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Dean pun langsung keluar dari Café untuk mengambil mobilnya yang terparkir. Sementara Kara langsung menghela napas k

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 56

    Kara mengetuk pelan pintu ruang Dokter Helen begitu tiba gilirannya masuk. Seorang perawat pun langsung menyambutnya dan menyuruhnya masuk. setelah itu ia menurut saat Perawat itu menyuruhnya duduk sejenak karena Dokter Helen sedang keluar sebentar.Bisa ia lihat map rekam medis Dean sudah tergeletak di atas meja, map itu pun terlihat tebal, menandakan jika sudah banyak sesi yang Dean lewati bersama Dokter ini.“Bu Kara ya?” sapa seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan.Kara pun langsung berdiri untuk menyambut seserorang yang ia yakin adalah Dokter Helen.“Iya Dok.” sahut Kara sopan.“Silakan duduk.” ucap Dokter Helen lalu duduk juga di kursinya.“Pak Dean gak ikut?” tanya Dokter Helen.“Enggak Dok, dia masih ada kerjaan, gak apa-apa kan?” tanya Kara balik.“Gak apa-apa, saya memang mau ngobrol sama Bu Kara aja kok.” sahutnya sambil tersenyum hingg

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 55

    Dean masuk ke dalam ruangan Dokter Helen setelah seorang perawat memanggil namanya. Setelah itu ia duduk di depan meja Dokter Helen yang sudah menyambutnya dengan senyuman hangatnya.“Siang Dok.” sapa Dean.“Siang Pak Dean, hm... kenapa baru ke sini sekarang? sesi kita harusnya 2 minggu yang lalu.” ucap Dokter Helen sambil memicingkan matanya.Dean tersenyum simpul, “Maaf Dokter, saya gak sempat, banyak kerjaan di kantor.”“Tapi sepertinya Pak Dean baik-baik saja, apa sudah gak ada keluhan sakit kepala lagi?”“Iya, saya rasa kondisi saya saat ini jauh lebih baik.”“Masih minum obat?”“Masih, tapi obat penghilang rasa sakitnya udah gak pernah saya minum dua minggu terakhir ini.” ungkap Dean.Dokter Helen pun mengangguk pelan, ia kemudian membuka map yang berisi rekam medis Dean dan mulai mencatat perkembangan terbaru Dean.“Gimana ka

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 54

    Pelanggan terakhir Aprodite Café mulai bangun dari kursinya lalu keluar lewat pintu keluar yang ada di samping. Andrea pun segera bergegas menuju pintu depan untuk membalik papan tanda buka menjadi tutup agar tak ada pelanggan lain yang masuk.Dari mesin kasir, Rumi melirik ke arah Andrea yang tampak bekerja seperti biasa. Selama ini memang hanya ia sendiri yang bersikap berbeda, ia lebih sering menghindari tatapan mata dengan Andrea dan lebih banyak menyibukkan diri dengan melayani pelanggan.“Mbak Rumi, lampu neon box di depan mati.” teriak Andrea dari arah pintu.“Em… Iya Ndre, besok aja gantinya, gue beli lampunya dulu.” sahut Rumi.“Sekarang aja, toko listriknya masih buka.” balas Andrea lalu pergi begitu saja, padahal Rumi berniat ingin memberinya uang lebih dulu.Rumi pun menghela napas berat, sepertinya sikap Andrea menjadi lebih dingin padanya. biar bagaimanapun sudah seminggu lamanya ia me

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 53

    Romlah : Kamu temui dulu Stela, jangan membantah perintah Mami.Jamal : Apa Mami serius? Mi aku ini udah menikah, bagaimana bisa Mami nyuruh aku ketemu wanita lain!Romlah : Apa salahnya? Kan hanya ketemu aja, siapa tau aja kalian bisa jadi teman baik.Jamal : Gimana kalau Jamila denger Mi? dia pasti akan sakit hati.Romlah : Jamila biar Mami yang urus, dia gak akan tau, lagian siapa suruh sampai sekarang belum juga hamil!Jamal : Mami benar-benar keterlaluan!“Hm… waktunya tepat gak ya buat munculin orang ketiga?” Kara mengoceh sendiri di depan komputernya, lebih tepatnya komputer Dean.“Apanya yang orang ketiga?” Dean yang sedang mengutak-atik laci rak bukunya jadi teralihkan sejenak.“Oh enggak, ini naskah gue.” sahut Kara lalu membetulkan letak kacamatanya dan kembali fokus ke layar komputernya.“Oh iy

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 52

    Hujan gerimis membuat Kara jadi berlari kecil menuju lobby Apartemen sambil memeluk tasnya agar tak basah. Namun sebelum ia masuk ke dalam lift ia terhenti karena ada seseorang yang memanggilnya dari arah lobby.“Bu Dean!” Bu Bambang melambaikan tangannya.Kara pun jadi mundur selankah dari depan lift dan menunggu sampai Bu Bambang dan dua Ibu-ibu lainnya datang menghampirinya.“Dari mana Bu Dean?” sapa Bu Haikal yang membawa plastik besar yang berisi banyak roti.“Dari rumah temen, Ibu-ibu mau kemana?”“Ini, kami mau ke rumahnya Jojo.” sahut Bu Rudi.“Ke rumah Jojo?”“Iya, sejak kejadian waktu itu kami gak sempat-sempat ke rumahnya Jojo buat minta maaf ke Bu Lucy.” ungkap Bu Haikal.“Bukannya gak sempat, tapi Bu Rudi sama Bu Haikal masih gengsi kan?” seloroh Bu Bambang.“Bukan gitu Bu, kan kita sibuk waktu itu, segala ngurus Bakti

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 51

    Kara mengintip dari balik pintu kaca Aprodite Café yang masih tertutup rapat, padahal jam sudah menunjukan pukul 10 pagi. Harusnya Café ini sudah buka sejak satu jam yang lalu.“Sepi banget sih?” gumam Kara, ia memang sedikit khawatir pada Rumi makanya ia memutuskan untuk datang menemuinya saja dari pada mendengarnya bicara lewat telepon.Namun baru saja ia ingin mengambil ponselnya untuk menelepon Rumi, Andrea keburu datang dan menepuk pundaknya dari belakang.“Mbak Kara.” sapa Andrea.“Eh kaget!” Kara sedikit melenjit, “Gak ada suaranya lo Ndre ah!” protes Kara.“Heheh maaf Mbak, Mbak Kara ngapain?”“Kok masih tutup Cafenya? Rumi mana?” tanya Kara langsung.“Mbak Rumi masih di jalan katanya, tadi abis dari salon dulu katanya.” jelas Andrea.Kara pun mengangguk mengerti, “Em… lo masih kerja di Club waktu itu Ndre?&rdq

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 50

    Hubungan Dean dan Kara benar-benar berubah 180º. Kontrak penuh poin perjanjian yang sudah mereka buat sebelumnya seperti sengaja mereka lupakan begitu saja tanpa ada yang berniat membahasnya. Kini tak ada lagi batas kontak fisik, keduanya bisa saling menyentuh satu-sama lain kapanpun mereka mau. Kini mereka tak lagi berpisah saat malam datang. Entah itu di kamar Kara, atau di kamar Dean, melewati malam bersama kini sudah menjadi hal rutin yang tak bisa mereka lewatkan, baik hanya untuk saling bercengkrama, berkeluh kesah, berpelukan, atau bercinta sampai lelah.Satu bulan pun terlewat begitu saja dengan bertambahnya kisah Kara dan Dean yang sedang dimabuk cinta.“Lo lagi baca apa?” tanya Dean yang dari tadi merasa dicueki.“Buku baru.” sahut Kara yang masih asik membaca Novel berbahasa Inggris yang baru ia beli.Dean menyentuh lengan Kara dengan jari telunjuknya dan mengusapnya lembut, sambil mengamati wajah Kara dari samping.

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 49

    Pintu ruangan Dean terbuka setelah diketuk dua kali. Lalu masuklah seorang Pria yang membawa tumpukan kertas tebal di tangannya.“Siang Pak Dean, ini print out kasus Pak Hendra yang tadi Pak Dean minta.” ucap Pria kurus itu yang bernama Dikta, dia adalah Junior Dean di Fakultas Hukum dulu, dan kini ia menjadi asisten Dean di Alpha Law Firm.“Hm, taro aja di meja.” sahut Dean sambil menunjuk meja sofa dengan dagunya.“Ah iya Pak, sidang kasus perceraian Bu Sarah itu saya kasih ke siapa ya? Pak Dean udah gak bisa urus itu kan?” tanya Dikta.Dean berhenti sejenak untuk berpikir, “Hm… kamu lagi ngerjain kasus apa?”“Saya masih bantuin kasus sengketa tanah Apotek yang di Ancol.”“Kamu bisa kalo pegang kasusnya Bu Sarah sekalian?”Mata Dikta langsung berbinar, “Beneran Pak? Saya boleh pegang kasus ini?”Dean mengangguk, “Ya, pela

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 48

    Kara mengekori Dean begitu Pria itu masuk ke dalam rumah setelah kembali dari unit Apartemen Bu Bambang yang ada di lantai 11.“Gimana? Lo gak di laporin Polisi kan?” tanya Kara penasaran.“Gue gak akan bisa masuk penjara, itu kan bentuk pertahanan diri, yang penting udah ada buktinya dia nyerang lo duluan.” sahut Dean sambil mengambil air dingin dari kulkas.“Tapi tuh orang sampe babak belur hampir mati begitu, kalo dia nuntut lo gimana?”“Bodo, salah sendiri mancing emosi gue.” sahut Dean enteng, namun setelah itu ia mendelik ke arah Kara.“Yak! Udah gue bilang, segalak-galaknya lo, jangan coba-coba cari masalah sama orang jahat, kenapa lo hobi banget nantangin orang? Seandainya gak ada gue semalem bisa-bisa lo yang ada di rumah sakit sekarang.” omel Dean.Kara langsung melengos, pasti ada saja ocehan Dean yang hinggap padanya.“Itu karena lo gak percaya sama gue, kan

DMCA.com Protection Status