Share

Part 4

Author: DazedGirl
last update Last Updated: 2021-06-08 14:09:10

Romlah : Apa bagusnya wanita itu Jamal? Begitu banyak wanita lain di dunia ini dan kamu memilih gadis kampung itu? (Berdiri sambil memegang kening)

Jamal : Mami, Jamila adalah wanita yang baik, dia pasti akan menjadi menantu yang bisa mengangkat derajat keluarga kita. (Menatap Romlah dengan tatapan lirih dan sendu)

Romlah : Persetan dengan derajat! Derajat dia saja jauh dibawah kita!

Jamal : Mami Please, tolong sekali ini percaya pada Jamal, Jamal begitu mencintai Jamila. (merangkul lengan Romlah)

Romlah : Kamu tau apa tentang cinta, Mami akan jodohkan kamu dengan keluarga terpandang di Depok, bukan dengan Jamila yang gak jelas asalnya!  (Menepis tangan Jamal)

Jamal : (Mulai menangis)

Suara keripik kentang yang dikunyah Rumi terdengar jelas dari ruang tengah karena suasana rumah Kara sangat sunyi saat ini. Sementara matanya tak lepas dari layar TV yang tengah memutar sinetron ‘Menantu Beban Mertua’ yang kini sudah memasuki eps 20.

“Oh udah mulai ya?” tanya Kara yang baru selesai mandi.

“Ssssst…” bisik Rumi karena ia tak mau fokusnya terganggu.

Kara pun duduk bergabung dengan Rumi di atas karpet bulu lalu membuka kaleng soda dan menyeruputnya perlahan.

“Mau gue kasih tau gak Jamal sama Jamila bakal nikah apa enggak?” tanya Kara lagi.

“Sssst… diem ah, jangan spoiler, sombong banget mentang-mentang yang nulis naskahnya.” omel Rumi yang lebih suka menikmati alur sinetron ini secara alami.

“Jadi nanti Jamal ba―”

“Karaaaa… jangan rese deh lo!” Rumi buru-buru menutup telinganya.

“Hahaha!!! Emangnya lo gak penasaran?”

”Penasaran sih, tapi gue mau gak mau denger spoiler, biarin gue penasaran kaya Ibu-ibu di luaran sana.”

Kara hanya bisa terkekeh kecil lalu meminum lagi sodanya.

“Eh Kar, tapi gue gak nyangka kalo Mas Fatur ternyata masih punya Istri.”

“Emang selama ini dia ngakunya gimana sama lo?”

“Ya dia bilang kalo Istrinya udah meninggal, terus punya anak satu sekolah di luar negri.”

Kara langsung memutar bola matanya dan membuat gestur seperti ingin muntah.

“Bener kan tapi bukti-bukti transfer dia cuma yang tadi doang? Nanti jangan-jangan lo punya kontrakan dimana gitu.”

“Enak aja lo, gak lah!”

“Coba lo telepon lagi, kali aja diangkat ama tuh Om Buncit.”

“Bosen, tadi pas lo mandi juga abis gue telepon, tapi gak diangkat juga.”

“Iya lah, orang udah jadi buronan polisi.” komentar Kara cuek sambil membuka bungkus keripik kentang dengan rasa balado.

“Mudah-mudahan bukti-bukti gue cukup buat ngebebasin gue.”

“Tenang aja, bukti-bukti lo kuat kok.”

“Tapi ya Kar, Pengacaranya Bu Wilson kira-kira masih single gak ya?”

“Berandalan yang tadi?” tanya Kara dengan mulut penuh remahan keripik.

“Yeh dasar, orang sekolah tinggi-tinggi sampe jadi Pengacara lo panggil berandalan.”

Kara mendengus kecil, “Emang apa lagi? Pengacara juga gak becus.”

“Menurut pendapat lo dia gimana?” tanya Rumi yang langsung menggeser posisi duduknya agar menghadap ke arah Kara.

“Gimana apanya?” tanya Kara malas yang matanya malah fokus ke layar TV.

“Ya lo kan udah paham soal beginian, menurut lo dia cowok yang gimana?”

Kara mendengus lagi, “Oke, dia cowok berengsek, selesai!” sahut Kara singkat.

Rumi langsung merengut, “Gak asik lo ah!”

“Udah ah jangan ngomongin dia lagi, bikin gue emosi.”

“Yang nyiram lo pake kopi kan Bu Wilson, bukan dia, kenapa lo jadi lebih kesel ke Pak Dean?”

Kara meletakkan bungkus keripiknya sejenak, “Sebenarnya gue bisa memaklumi tindakan Bu Singa itu ke gue sih, karena dia salah orang, ditambah dia memang lagi kena tipu sama suaminya sendiri, tapi Pengacara itu yang udah jelas-jelas tau kesalahan Bu Wilson, dia gak ada itikad baik sama gue, boro-boro minta maaf, dia malah ngancam gue balik, dibilang gue menghalangi penyelidikan lah, apa lah. Lo gak tau sih gimana muka tengilnya kemaren pas baru ketemu gue di pos polisi. Kaya ‘oh nih orang korbannya klien gue, yaudah lah biarin aja’.” cerocos Kara panjang lebar.

Rumi menggaruk keningnya mendengar ocehan Kara, percuma juga jika sahabatnya ini sudah mengibarkan bendera perang pada orang yang tidak disukainya, tak akan ada ampun.

“Pokoknya kalo mereka gak ngebebasin lo dari kasus ini, gue bakal tuntut tuh Ibu Singa dan gue cari pengacara yang kuat buat ngelawan tuh pengacara berengsek!” tekad Kara.

***

Setelah tiga hari tutup, akhirnya Aprodite Café beroperasi kembali. Padahal baru satu hari Rumi membuka Cafenya, namun karena kasus kemarin ia jadi baru bisa membuka Cafenya lagi hari ini.

Kara pun masih membantunya, karena baru besok pegawai yang Rumi pekerjakan mulai masuk kerja. Untungnya customer datang berselang dan tidak dalam waktu yang bersamaan, sehingga mereka masih bisa meng-handle meski hanya berdua.

Kara yang bertugas sebagai pramusaji dengan gesit mengantar pesanan pelanggan ke mejanya masing-masing. Sementara Rumi bertugas membuat pesanan sekaligus memegang mesin kasir. Untuk menu minuman yang di sajikan di Café ini, Rumi membuatnya sendiri dengan menggiling biji kopi yang ia datangkan dari lampung. Dan untuk makanan, Café ini tak menjual makanan berat, hanya hidangan penutup seperti cake, puding, dan pastri yang semuanya Rumi ambil dari toko kue teman arisannya yang sudah sepakat untuk bekerja sama sebagai suplyer tetap di Aprodite Café.

“Tinggal aja dulu Kar, biar nanti gue yang cuci.” ucap Rumi pada Kara yang terlihat hendak mencuci tumpukan cangkir di bowlsink.

“Biarin, mumpung sepi.”

Namun tiba-tiba terdengar suara lonceng yang tertempel di pintu masuk, tanda bahwa ada seseorang yang masuk ke dalam Café.”

Kara pun langsung memutar tubuhnya untuk menyambut pelanggan yang datang, namun senyumnya langsung memudar saat itu juga saat melihat orang yang tak asing baginya.

“Gilang!” seru Rumi begitu melihat Adik Kara masuk.

“Ngapain nih bocah ke sini.” cibir Kara yang malas melihat Adiknya, apalagi Gilang datang dengan senyum merekah di wajahnya yang merupakan tanda bila anak ini pasti menginginkan sesuatu.

“Hai Kak Rumi.” sapa Gilang riang yang masih mengenakan seragam sekolahnya.

“Baru pulang Lang?” tanya Rumi.

“Iya, sorry Kak baru sempet mampir, abis dari kemaren sibuk, biasa lah latian buat turnamen Futsal sebentar lagi.”

“Gak ada yang nanya.” sambar Kara yang melanjutkan mencuci cangkir.

“Iya gak apa-apa Lang, lagian kemaren juga tutup kok.” sahut Rumi.

“Tutup? Kok tutup? Kan baru buka?”

“Em… ya gitu deh hahaha.” jawab Rumi sambil tertawa garing.

“Ngapain lo ke sini?” sambar Kara sambil meletakkan kembali cangkir yang mau ia cuci.

Gilang pun berjalan menghampiri Kakaknya, “Gue mau makan.”

“Makan?” Kara mendelik heran mendengar jawaban Gilang. “Kan lo udah megang uang jajan, gue bilang selama gue gak ada di rumah lo tanggung jawab sama makanan lo sendiri.”

“Udah tau.”

“Ya terus ngapain lo ke sini?”

“Duit gue abis.” gumam Gilang yang nyaris tak terdengar.

“Hah? Apa?” tanya Kara.

“Gak ada duit.” lagi-lagi Gilang bergumam tak jelas.

“Oh, gue tau nih, gelagat lo, lo kemanain duit jajan yang udah gue jatah? Ini belom akhir bulan ya Lang, kebiasaan banget lo!” pekik Kara tertahan agar omelannya tak terdengar oleh pelanggan Café.

Rumi terkekeh kecil, melihat Kara dan Gilang bertengkar selalu menjadi hiburan kecil untuknya.

“Sewa lapangan futsal naik sekarang, duit gue abis buat patungan.” Gilang mencoba membela diri.

“Udah gue bilang mainnya di sekolah aja, atau lo cari kek kebon kosong, lo main deh sama temen-temen lo di sana.”

“Emang gue bocah, main futsal di kebon jadi!”

“Emang lo bocah!”

“Udah-udah jangan berantem, kalo mau makan kebelakang aja Lang, tadi gue bawa bekel dari rumah, lo angetin aja di microwave dulu.” lerai Rumi.

“Nah ini baru betul!” seru Gilang lalu berniat masuk ke area dapur.

Namun sebelum Gilang masuk, Kara buru-buru menarik kerah belakang Gilang, “Gak boleh, kerja dulu baru makan.”

“Apaan sih!” elak Gilang.

“Nih lo cuci dulu semua cangkir ini, baru abis itu lo makan.”

“Gak ah, ini namanya eksploitasi anak di bawah umur.”

“Eksploitasi pala lo, KTP lo aja udah jadi dari tahun kemaren, cepet cuci dulu!” omel Kara sambil menarik Gilang ke depan bowlsink.

Gilang pun tak bisa menolak, akhirnya terpaksa ia mencuci dulu semua cangkir-cangkir kotor itu hingga bersih.

Kara pun terkekeh diam-diam melihat Adiknya yang mencuci cangkir dengan wajah cemberut. Biar saja, itu hukuman baginya karena tak bisa berhemat.

Namun suara lonceng di pintu masuk tiba-tiba terdengar lagi, Kara pun kembali menoleh ke arah pintu untuk melihat siapa yang datang. Dan untuk kedua kalinya senyumnya langsung lenyap. Karena saat ini Dean lah yang sedang melangkah masuk ke dalam Café.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 5

    Dean memarkir mobilnya tepat di depan Aprodite Café. Ia mengambil sebuah kotak dari kursi belakang mobilnya lalu turun dari mobil. Setelah itu ia berjalan ke arah pintu masuk dengan percaya diri.ia lega karena saat pintu terbuka, orang pertama yang ia lihat adalah orang yang ia cari. Apalagi orang itu kini sedang menatapnya dengan tatapan tak suka. Sesuai tebakannya.“Pak Dean?” Suara Rumi membuat Dean menoleh ke arah lain.“Selamat siang Mbak Rumi.” Sapa Dean ramah.“Ada apa ke sini? Apa ada masalah lagi?” tanya Rumi takut.“Ah, enggak, berkas Mbak Rumi kemarin udah saya serahkan ke pengadilan. Pak Fatur juga sudah di tangkap semalam, tinggal nunggu persidangan aja.” jelas DeanMata rumi langsung membulat saking kagetnya, “Beneran? Mas Fatur udah ketangkep?” tanyanya takpercaya.Dean mengangguk, “Ya, dia sembunyi di rumah temannya selama ini.”&ldq

    Last Updated : 2021-06-08
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 6

    Kara mematikan komputernya setelah merampungkan naskah untuk episode minggu depan. Setelah itu ia bergegas mandi karena hari ini ia akan pergi ke kantor Pengacara bernama Dean itu untuk mengembalikan uang sogokan yang diberikan Ibu Wilson. Sesuai pendiriannya, ia tak akan bergeming dengan semua tawaran Ibu Wilson sampai Rumi bisa dibebaskan dari kasus ini. Setelah tiga puluh menit bersiap, Kara pun keluar dari kamarnya lalu langsung menuju pintu keluar. Namun langkahnya terhenti sejenak karena ada telepon yang masuk. Ia melihat kata Ayah di layar ponselnya, maka ia pun langsung buru-buru mengangkatnya. “Ya Yah, kenapa?” “Kar, kamu lagi sibuk?” “Mau keluar sih, tapi gak apa-apa, kenapa Yah?” “Oh kamu mau pergi, yaudah nanti aja Ayah telepon lagi.” “Eh gak apa-apa Yah, ngomong aja.” “Sudah nanti aja, Ayah tutup teleponnya ya.” Sedetik kemudian sambungan telepon pun terputus, mes

    Last Updated : 2021-06-09
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 7

    Kara menghabiskan segelas air putih dingin dengan banyak es batu dalam waktu singkat untuk mendinginkan suhu tubuhnya yang terasa panas. Rumi yang melihat wajah suntuk Kara hanya bisa menunggu sampai Kara menceritakan kejadian apa yang baru saja ia alami sampai wajahnya semerah udang rebus. Pulang dari kantor Dean, Kara memang langsung pergi ke Aprodite Café. “Gila! Dasar orang gila, stress, psyco, preman!” rutuk Kara sambil menggenggam gelasnya dengan kuat. “Ada apalagi sih Kar? Lo abis berantem sama preman mana lagi?” tanya Rumi tak habis pikir. “Pengacara Berandalan itu lah, siapa lagi!” sahut Kara ketus. “Pak Dean? Lo beneran jadi balikin uang yang kemaren?” “Iya lah, ogah gue nerimanya!” Rumi mendesah berat, “Pasti lo ribut di sana kan?” “Gue dateng baik-baik ya, eh tau-tau dia bentak gue, ngancam mau masukin gue ke penjara lagi!” “Udah deh Kar lupain aja, biarin deh gue jadi saksi di persidangan, dari pada

    Last Updated : 2021-06-09
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 8

    Dean berjalan memasuki sebuah rumah mewah bergaya khas eropa lalu menuju ruang keluarga yang berada di bagian tengah rumah . Ia bisa melihat Kakeknya yang sedang duduk di kursi roda dan di sekelilingnya ada anak-anak dan menantunya.Dean pun segera bergabung dan memilih duduk di kursi yang jauh dengan Kakeknya. Lesmana Balin, Kakek Dean yang kini berusia hampir 70 tahun tersenyum lebar saat melihat lima Cicitnya yang berlarian di dalam ruangan luas itu sambil bercanda. Kakek tua itu memang sudah tak mampu berjalan sejak ia terserang stroke lima tahun lalu. Namun semangatnya masih kuat, ia bahkan masih berkontribusi pada semua Firma Hukum yang ia miliki. Alpha Law Firm hanyalah salah satu dari empat Firma Hukum yang ia punya, tiga Firma Hukum lainnya terdapat di Surabaya, Bali, dan Malaysia. "Jangan kencang-kencang larinya." titahnya pada seorang cicitnya yang baru berusia lima tahun. Lesmana memiliki empat orang anak, dan semuanya laki-laki, Ayah Dean ad

    Last Updated : 2021-06-10
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 9

    Dean membasuh wajahnya dengan air wastafel yang dingin berkali-kali untuk menyegarkan wajahnya. Ia tak bisa tidur dengan nyenyak semalam karena perkataan Kakeknya yang terus terngiang-ngiang di kepalanya. Mengapa Kakeknya menyuruhnya menikah tiba-tiba seperti ini.Apa Kakeknya pikir ia tak cukup dewasa sampai ia harus menikah terlebih dahulu? Apa kedewasaan bisa diukur jika orang itu sudah menikah? Hal ini justru semakin membuatnya malas berada di dalam keluarga ini, namun lagi-lagi ia teringat oleh Ibunya. Haruskah ia mengikuti perintah Kakeknya? Lagi pula bukankah Kakeknya akan memberikan salah satu Firma Hukum miliknya kepadanya? Dean menatap wajahnya yang basah lewat cermin yang ada di depannya. Pikirannya malah semakin kalut. Lebih baik ia segera mandi dan pergi bekerja, karena hari ini ia ada janji dengan Ibu Wilson yang akan datang ke kantornya. Sementara itu di waktu yang sama, Kara sedang memasukkan baju-baju Ayahnya ke dalam

    Last Updated : 2021-06-10
  • MADried Couple (Indonesia)   part 10

    Dean menarik selimutnya sampai setinggi leher. Lalu memandang langit-langit kamarnya yang gelap sambil mengatur ritme napasnya. Sudah beberapa hari ini ia tak bisa tidur nyenyak. Ia pun mencoba mengosongkan pikirannya agar bisa cepat terlelap. Namun bunyi dering telepon tiba-tiba memecah keheningan di kamarnya. Ia melihat kontak Hendra di layar ponselnya, apalagi yang akan dikatakan Pamannya kali ini? “Ya Om.” Sapa Dean. “Kamu hari ini kemana aja? kenapa gak ke kantor?” tanya Hendra langsung. “Meeting di luar sama klien.” “Selama itu? Berapa klien yang kamu temui? Bukanya Om udah bilang untuk mengurangi kasus yang kamu pegang.” “Om, bisa kita bicara besok aja? Saya lelah.” Ucap Dean dengan dengan suara lirih. “Eh tunggu-tunggu jangan di tutup dulu!” cegah Hendra cepat. “Apa lagi?” “Besok kamu pergi ke tempat yang Om suruh ya, ketemu sama kenalannya temen Om.”

    Last Updated : 2021-06-11
  • MADried Couple (Indonesia)   part 11

    Dean membuka kancing kemejanya yang paling atas agar bisa bernapas leluasa sambil membalas tatapan Kara yang kini sedang menatapnya dengan tatapan yang sengit. “Kayaknya gue memang salah orang, orang yang gue temuin VANYA, bukan siapa tadi nama lo?” ketus Dean malas. Kara mendengus kasar, “Kalo gitu sejak kapan nama lo berubah jadi KAIVAN? Bukanya lama lo Preman atau sejenisnya?” ketus Kara balik. Ia lalu memperhatikan Dean dari ujung kaki sampai ujung kepala, Pria mana yang mengenakan pakaian serba hitam di acara kencan pertama, apa ia habis pulang melayat? Jelas sekali Pria ini tak ada niat berkencan sama sekali. Dean mengancing jasnya kembali, “Kayaknya kita salah paham, jadi lebih baik gue pergi sekarang.” ucapnya lalu bangkit. “Ya, sana pergi, gue juga salah orang.” sahut Kara jutek sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Dean pun langsung keluar dari Café untuk mengambil mobilnya yang terparkir. Sementara Kara langsung menghela napas k

    Last Updated : 2021-06-12
  • MADried Couple (Indonesia)   part 12

    Dean menghentikan mobilnya begitu sampai di depan Aprodite café, ia sengaja tak turun, hanya membuka kaca mobilnya saja karena Kara dan Rumi memang sudah berdiri di depan pintu café. “Ayo masuk, gue anterin pulang.” ajak Dean. Kara langsung menoleh ke arah Rumi, untuk memastikan Rumi juga mendengar hal yang sama dengannya. “Dia mau nganterin gue Rum?” bisik Kara. Rumi mengangguk cepat, dengan wajah sama bingungnya dengan Kara. “Tenang aja, gue gak akan nurunin lo di tengah jalan lagi.” tambah Dean. “Udah sana cepet, ikut aja.” bisik Rumi sambil mendorong Kara agar menerima ajakan Dean. Meski ragu namun akhirnya Kara masuk juga ke mobil Dean, lagi pula ia harus mengambil tasnya. Dan setelah Kara masuk ke mobilnya, Dean pun segera memacu kembali mobilnya. Kara curi-curi pandang ke arah Dean yang masih fokus menyetir, namun meski pandangannya lurus ke depan, entah mengapa Kara merasa pandangan Dean terlihat kosong.

    Last Updated : 2021-06-13

Latest chapter

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 56

    Kara mengetuk pelan pintu ruang Dokter Helen begitu tiba gilirannya masuk. Seorang perawat pun langsung menyambutnya dan menyuruhnya masuk. setelah itu ia menurut saat Perawat itu menyuruhnya duduk sejenak karena Dokter Helen sedang keluar sebentar.Bisa ia lihat map rekam medis Dean sudah tergeletak di atas meja, map itu pun terlihat tebal, menandakan jika sudah banyak sesi yang Dean lewati bersama Dokter ini.“Bu Kara ya?” sapa seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan.Kara pun langsung berdiri untuk menyambut seserorang yang ia yakin adalah Dokter Helen.“Iya Dok.” sahut Kara sopan.“Silakan duduk.” ucap Dokter Helen lalu duduk juga di kursinya.“Pak Dean gak ikut?” tanya Dokter Helen.“Enggak Dok, dia masih ada kerjaan, gak apa-apa kan?” tanya Kara balik.“Gak apa-apa, saya memang mau ngobrol sama Bu Kara aja kok.” sahutnya sambil tersenyum hingg

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 55

    Dean masuk ke dalam ruangan Dokter Helen setelah seorang perawat memanggil namanya. Setelah itu ia duduk di depan meja Dokter Helen yang sudah menyambutnya dengan senyuman hangatnya.“Siang Dok.” sapa Dean.“Siang Pak Dean, hm... kenapa baru ke sini sekarang? sesi kita harusnya 2 minggu yang lalu.” ucap Dokter Helen sambil memicingkan matanya.Dean tersenyum simpul, “Maaf Dokter, saya gak sempat, banyak kerjaan di kantor.”“Tapi sepertinya Pak Dean baik-baik saja, apa sudah gak ada keluhan sakit kepala lagi?”“Iya, saya rasa kondisi saya saat ini jauh lebih baik.”“Masih minum obat?”“Masih, tapi obat penghilang rasa sakitnya udah gak pernah saya minum dua minggu terakhir ini.” ungkap Dean.Dokter Helen pun mengangguk pelan, ia kemudian membuka map yang berisi rekam medis Dean dan mulai mencatat perkembangan terbaru Dean.“Gimana ka

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 54

    Pelanggan terakhir Aprodite Café mulai bangun dari kursinya lalu keluar lewat pintu keluar yang ada di samping. Andrea pun segera bergegas menuju pintu depan untuk membalik papan tanda buka menjadi tutup agar tak ada pelanggan lain yang masuk.Dari mesin kasir, Rumi melirik ke arah Andrea yang tampak bekerja seperti biasa. Selama ini memang hanya ia sendiri yang bersikap berbeda, ia lebih sering menghindari tatapan mata dengan Andrea dan lebih banyak menyibukkan diri dengan melayani pelanggan.“Mbak Rumi, lampu neon box di depan mati.” teriak Andrea dari arah pintu.“Em… Iya Ndre, besok aja gantinya, gue beli lampunya dulu.” sahut Rumi.“Sekarang aja, toko listriknya masih buka.” balas Andrea lalu pergi begitu saja, padahal Rumi berniat ingin memberinya uang lebih dulu.Rumi pun menghela napas berat, sepertinya sikap Andrea menjadi lebih dingin padanya. biar bagaimanapun sudah seminggu lamanya ia me

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 53

    Romlah : Kamu temui dulu Stela, jangan membantah perintah Mami.Jamal : Apa Mami serius? Mi aku ini udah menikah, bagaimana bisa Mami nyuruh aku ketemu wanita lain!Romlah : Apa salahnya? Kan hanya ketemu aja, siapa tau aja kalian bisa jadi teman baik.Jamal : Gimana kalau Jamila denger Mi? dia pasti akan sakit hati.Romlah : Jamila biar Mami yang urus, dia gak akan tau, lagian siapa suruh sampai sekarang belum juga hamil!Jamal : Mami benar-benar keterlaluan!“Hm… waktunya tepat gak ya buat munculin orang ketiga?” Kara mengoceh sendiri di depan komputernya, lebih tepatnya komputer Dean.“Apanya yang orang ketiga?” Dean yang sedang mengutak-atik laci rak bukunya jadi teralihkan sejenak.“Oh enggak, ini naskah gue.” sahut Kara lalu membetulkan letak kacamatanya dan kembali fokus ke layar komputernya.“Oh iy

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 52

    Hujan gerimis membuat Kara jadi berlari kecil menuju lobby Apartemen sambil memeluk tasnya agar tak basah. Namun sebelum ia masuk ke dalam lift ia terhenti karena ada seseorang yang memanggilnya dari arah lobby.“Bu Dean!” Bu Bambang melambaikan tangannya.Kara pun jadi mundur selankah dari depan lift dan menunggu sampai Bu Bambang dan dua Ibu-ibu lainnya datang menghampirinya.“Dari mana Bu Dean?” sapa Bu Haikal yang membawa plastik besar yang berisi banyak roti.“Dari rumah temen, Ibu-ibu mau kemana?”“Ini, kami mau ke rumahnya Jojo.” sahut Bu Rudi.“Ke rumah Jojo?”“Iya, sejak kejadian waktu itu kami gak sempat-sempat ke rumahnya Jojo buat minta maaf ke Bu Lucy.” ungkap Bu Haikal.“Bukannya gak sempat, tapi Bu Rudi sama Bu Haikal masih gengsi kan?” seloroh Bu Bambang.“Bukan gitu Bu, kan kita sibuk waktu itu, segala ngurus Bakti

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 51

    Kara mengintip dari balik pintu kaca Aprodite Café yang masih tertutup rapat, padahal jam sudah menunjukan pukul 10 pagi. Harusnya Café ini sudah buka sejak satu jam yang lalu.“Sepi banget sih?” gumam Kara, ia memang sedikit khawatir pada Rumi makanya ia memutuskan untuk datang menemuinya saja dari pada mendengarnya bicara lewat telepon.Namun baru saja ia ingin mengambil ponselnya untuk menelepon Rumi, Andrea keburu datang dan menepuk pundaknya dari belakang.“Mbak Kara.” sapa Andrea.“Eh kaget!” Kara sedikit melenjit, “Gak ada suaranya lo Ndre ah!” protes Kara.“Heheh maaf Mbak, Mbak Kara ngapain?”“Kok masih tutup Cafenya? Rumi mana?” tanya Kara langsung.“Mbak Rumi masih di jalan katanya, tadi abis dari salon dulu katanya.” jelas Andrea.Kara pun mengangguk mengerti, “Em… lo masih kerja di Club waktu itu Ndre?&rdq

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 50

    Hubungan Dean dan Kara benar-benar berubah 180º. Kontrak penuh poin perjanjian yang sudah mereka buat sebelumnya seperti sengaja mereka lupakan begitu saja tanpa ada yang berniat membahasnya. Kini tak ada lagi batas kontak fisik, keduanya bisa saling menyentuh satu-sama lain kapanpun mereka mau. Kini mereka tak lagi berpisah saat malam datang. Entah itu di kamar Kara, atau di kamar Dean, melewati malam bersama kini sudah menjadi hal rutin yang tak bisa mereka lewatkan, baik hanya untuk saling bercengkrama, berkeluh kesah, berpelukan, atau bercinta sampai lelah.Satu bulan pun terlewat begitu saja dengan bertambahnya kisah Kara dan Dean yang sedang dimabuk cinta.“Lo lagi baca apa?” tanya Dean yang dari tadi merasa dicueki.“Buku baru.” sahut Kara yang masih asik membaca Novel berbahasa Inggris yang baru ia beli.Dean menyentuh lengan Kara dengan jari telunjuknya dan mengusapnya lembut, sambil mengamati wajah Kara dari samping.

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 49

    Pintu ruangan Dean terbuka setelah diketuk dua kali. Lalu masuklah seorang Pria yang membawa tumpukan kertas tebal di tangannya.“Siang Pak Dean, ini print out kasus Pak Hendra yang tadi Pak Dean minta.” ucap Pria kurus itu yang bernama Dikta, dia adalah Junior Dean di Fakultas Hukum dulu, dan kini ia menjadi asisten Dean di Alpha Law Firm.“Hm, taro aja di meja.” sahut Dean sambil menunjuk meja sofa dengan dagunya.“Ah iya Pak, sidang kasus perceraian Bu Sarah itu saya kasih ke siapa ya? Pak Dean udah gak bisa urus itu kan?” tanya Dikta.Dean berhenti sejenak untuk berpikir, “Hm… kamu lagi ngerjain kasus apa?”“Saya masih bantuin kasus sengketa tanah Apotek yang di Ancol.”“Kamu bisa kalo pegang kasusnya Bu Sarah sekalian?”Mata Dikta langsung berbinar, “Beneran Pak? Saya boleh pegang kasus ini?”Dean mengangguk, “Ya, pela

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 48

    Kara mengekori Dean begitu Pria itu masuk ke dalam rumah setelah kembali dari unit Apartemen Bu Bambang yang ada di lantai 11.“Gimana? Lo gak di laporin Polisi kan?” tanya Kara penasaran.“Gue gak akan bisa masuk penjara, itu kan bentuk pertahanan diri, yang penting udah ada buktinya dia nyerang lo duluan.” sahut Dean sambil mengambil air dingin dari kulkas.“Tapi tuh orang sampe babak belur hampir mati begitu, kalo dia nuntut lo gimana?”“Bodo, salah sendiri mancing emosi gue.” sahut Dean enteng, namun setelah itu ia mendelik ke arah Kara.“Yak! Udah gue bilang, segalak-galaknya lo, jangan coba-coba cari masalah sama orang jahat, kenapa lo hobi banget nantangin orang? Seandainya gak ada gue semalem bisa-bisa lo yang ada di rumah sakit sekarang.” omel Dean.Kara langsung melengos, pasti ada saja ocehan Dean yang hinggap padanya.“Itu karena lo gak percaya sama gue, kan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status