Share

Part 8

Author: DazedGirl
last update Last Updated: 2021-06-10 12:49:11

Dean berjalan memasuki sebuah rumah mewah bergaya khas eropa lalu menuju ruang keluarga yang berada di bagian tengah rumah . Ia bisa melihat Kakeknya yang sedang duduk di kursi roda dan di sekelilingnya ada anak-anak dan menantunya. Dean pun segera bergabung dan memilih duduk di kursi yang jauh dengan Kakeknya.

Lesmana Balin, Kakek Dean yang kini berusia hampir 70 tahun tersenyum lebar saat melihat lima Cicitnya yang berlarian di dalam ruangan luas itu sambil bercanda. Kakek tua itu memang sudah tak mampu berjalan sejak ia terserang stroke lima tahun lalu. Namun semangatnya masih kuat, ia bahkan masih berkontribusi pada semua Firma Hukum yang ia miliki. Alpha Law Firm hanyalah salah satu dari empat Firma Hukum yang ia punya, tiga Firma Hukum lainnya terdapat di Surabaya, Bali, dan Malaysia.

"Jangan kencang-kencang larinya." titahnya pada seorang cicitnya yang baru berusia lima tahun.

Lesmana memiliki empat orang anak, dan semuanya laki-laki, Ayah Dean adalah anak pertamanya, lalu anak kedua adalah Alfian Balin yang merupakan direktur Di Alpha Law Firm yang berada di Surabaya, lalu anak ketiganya adalah Devano Balin, yang bertanggung jawab pada Firma Hukum yang berada di Malaysia, barulah Hendra anak terakhir yang awalnya bertanggung jawab memegang divisi Bali, namun sejak kematian Ayah Dean, ia di pindahkan ke Jakarta. Namun ia tetap bertanggung jawab pada divisi Bali.

Saat makanan sudah siap, seluruh keluarga itu pun pindah ke ruang makan untuk makan siang bersama. Tak terkecuali Dean, ia ikut makan sambil sesekali bercanda dengan para keponakannya yang masih kecil.

Meski Dean tak ikut mengobrol, namun mata Kakeknya sesekali melirik waspada ke arahnya tanpa sepengetahuannya. Kakek tua itu memang sudah ingin berbicara dengan Dean secepatnya. Dan setelah makan-makan selesai, seluruh anak-anaknya pun pamit pulang.

"Dean, teteap di sini, ikut Kakek!" perintahnya lalu mendorong kursi rodanya sendiri dengan tangan menuju halaman belakang rumahnya.

Sesampainya di halaman belakang yang merupakan sebuah taman yang didesign cantik dengan ditanami banyak bunga dan adanya kolam ikan koi berbagai corak, Dean duduk di bangku kayu panjang, tepat di depan Kakeknya.

“Ngapain kamu di sini?” tanya Lesmana heran karena Hendra ikut duduk di samping Dean.

“Ah… cuacanya cerah.” sahutnya tak nyambung sambil menghirup napas kencang.

Kening Lesmana langsung mengernyit, ia sudah paham pasti ia disini untuk mendampingi Dean. Hendra memang selalu menjadi penengah diantara hubungan dinginnya dengan Dean.

“Terserah lah.” ucap Lesmana pasrah sambil membuka kacamata minusnya.

Hendra pun tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya pada Dean. Ia tak akan membiarkan Dean berbicara empat mata saja dengan Ayahnya. Jika tidak diawasi, bisa saja Dean berulah dan membuat Kakeknya semakin kesal padanya. Padahal ia sungguh ingin Dean mendapat perhatian dari Ayahnya sama seperti Ayahnya memberi perhatian pada anak kandungnya.

“Kakek dengar kamu berulah lagi di persidangan.” ucap Lesmana membuka obrolan.

Dean mendesah pelan, kaliamat awal yang Kakeknya ucapkan saja sudah tak enak di dengar telinganya, bagaimana ia bisa berdamai dengan Kakeknya.

“Ah… itu bukan apa-apa, ada kesalahpahaman kecil di pengadilan, tapi itu semua udah selesai, gak ada yang perlu di khawatirkan.” Jelas Hendra cepat.

“Ayah nanya Dean, bukan kamu!” ucapnya tegas.

Lesmana kembali melihat ke arah Dean yang masih terdiam, “Kamu masih pergi ke psikiater?” tanyanya lagi.

“Sekarang dia sudah jarang pergi ke sana, karena memang kondisinya udah jauh lebih baik.” Sahut Hendra lagi tanpa diminta.

Lesmana langsung menatap tajam ke arah Hendra agar Hendra menutup mulutnya.

“Gimana kabar Ibu kamu?” tanya Lesmana, kali ini terdengar lebih dingin dari dua pertanyaan sebelumnya.

“Baik.” Sahut Dean singkat tanpa menatap Kakeknya.

Lesmana menghela napas berat, Anak ini memang tak pernah menunjukan rasa hormat padanya.

“Jangan khawatir, saya dan Ibu saya gak Gila.” Sahut Dean dingin yang membuat Lesmana dan Hendra terkejut.

Karin memang mengalami syok luar biasa akibat kecelakaan 15 tahun lalu, sebelum kecelakaan itu terjadi, Ayah Dean yaitu Darren dan Karin terlibat cekcok karena Karin mengetahui jika suaminya berselingkuh dengan wanita lain, padahal ia begitu tulus mencintai suaminya hingga ia meninggalkan karir keartisannya agar bisa mengabdi pada Sang Suami. Itu sebabnya kenyataan itu amat membuat Karin terpukul. Hingga saat ia siuman dari kecelakaan itu, yang tersisa di ingatannya hanya Suaminya yang berselingkuh, ia tak mengingat kejadian lain dalam hidupnya.

Karin bahkan tak mengingat wajah dan nama Dean sama sekali yang saat itu masih berusia 12 tahun, yang ia ingat ia hanya memiliki seorang anak laki-laki dari pernikahannya dengan suaminya. Hingga bertahun-tahun lamanya, ingatan itulah yang tersisa dan melekat di pikiran Karin, sampai Dean tumbuh dewasa ia masih tetap tak mengenali Dean dan menganggap jika anaknya yang masih berumur 12 tahun masih menunggunya di rumah.

“Ah, Dean ini emang suka bercanda hahaha, ya kan Dean, jangan bercanda begitu, emang siapa yang bilang kamu dan Ibu kamu Gila.” Hendra berusaha memperbaiki kata-kata Dean dengan tawa canggungnya.

“Kamu masih saja seperti ini, apa kamu pikir yang terjadi sama Ibu kamu itu salah Kakek? Kalau kamu gak suka dengan keluarga ini, silakan pergi, kenapa masih di sini?” tantang Lesmana.

Gigi Dean kembali bergemeretak, tangannya bahkan terkepal kuat hingga urat di punggung tangannya terlihat.

Andai saja Kakeknya tau jika anak laki-lakinya justru berselingkuh menghianati Ibunya, mungkin ia akan merasa malu, namun Dean menutup rahasia ini rapat-rapat karena tak ingin ada masalah lain yang menimpa Ibunya, belum tentu pula Kakeknya percaya jika ia ceritakan yang sebenarnya. Mungkin ia malah akan dituduh meusak nama baik Ayahnya sendiri.

Hendra pun segera bangun dari duduknya, “Ayah panasnya mulai terik, kita masuk aja ke dalam, biar saya yang bicara sama Dean.” ajaknya lalu bersiap mendorong kursi roda Lesmana.

“Tunggu! Ayah mau dengar jawaban anak ini!” tolaknya tegas.

Hendra pun ketar-ketir, ia benar-benar takut Dean akan meledak, apalagi wajah anak itu sudah memerah.

“Jawab Dean! Kamu masih mau bertahan di keluarga ini atau tidak?” tanyanya lagi penuh penekanan.

Dean menelan salivanya yang tertahan di tenggorokannya yang terasa kering. Ingin rasanya ia keluar dari keluarga ini, namun jika mengingat perjuangan dan pengorbanan Ibunya dulu, ditambah dengan kondisinya sekarang yang amat menyedihkan, membuatnya tak tega bila Ibunya masih harus menghadapi kenyataan bila ia juga ditendang dari keluarganya sendiri.

“Kalau kamu masih mau menyandang nama Balin, setidaknya tunjukan rasa hormat kamu!”

Hendra pun langsung menghampiri Dean, “Dean, minta maaf cepet!” bisiknya pelan.

Dean tak mengatakan apapun, ia hanya membungkuk kecil pada Kakeknya.

Lesmana membuang napasnya kasar, “Menikahlah.” Ucap lesmana tiba-tiba yang membuat Hendra dan Dean sedikit terkejut.

“Menikah?” tanya Hendra dengan wajah bingung.

“Kalo kamu masih mau berada di keluarga ini, menikahlah, kamu harus meneruskan keturunan keluarga Balin, bukan jadi orang menyedihkan yang selalu menyalahkan orang lain atas kejadian yang menimpa kamu.” tuturnya yang membuat Dean menatap ke arahnya.

“Nikahi seorang wanita baik-baik dan jelas asal usulnya, bersikap baik pada semua anggota keluarga Balin, dengan begitu kamu masih Kakek akui sebagai anggota keluarga, bahkan jika kamu benar-benar melakukannya dengan baik, Kakek akan biarkan kamu memimpin Alpha Bali.” Tambahnya tegas.

Hendra langsung melongo, ia tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Ayahnya. Ini benar-benar kesempatan emas bagi Dean untuk mendapat pengakuan Ayahnya.

Namun pikiran Dean jauh berbeda dengan Hendra, ia bahkan semakin membenci Kakeknya. Haruskah seorang Kakek menunjukan perhatiannya dengan syarat? Bukankah harusnya Kakeknya menyayanginya tanpa syarat apapun?

“Jangan datang kesini lagi sebelum kamu bisa memperbaiki sikap kamu, atau paling tidak harus bawa calon istri kamu.” Tutupnya lalu menyuruh Hendra untuk membawanya ke dalam rumah.

Dean menyugar rambutnya ke atas, kepalanya kini berdenyut kencang mendengar persyaratan konyol yang diajukan Kakeknya. Haruskah ia melakukan semua itu demi mendapat pengakuan Kakeknya?

*** 

Kara melipat selimut Ayahnya lalu menggantungnya di pinggir ranjang Ayahnya. Setelah itu ia merapikan gelas-gelas kosong dan kulit buah yang berantakan di atas meja.

“Sore ini kamu balik aja ke Jakarta, nanti kerjaan kamu terganggu.” Ucap Sanjaya yang sedang menghabiskan makan siangnya.

“Nanti aja, kalo Ayah udah pulang.” Sahut Kara.

“Ayah udah gak apa-apa, paling besok boleh pulang.”

“Ya berarti Kara pulangnya lusa atau nanti aja sekalian pas weekend.”

“Jangan lama-lama di sini, nanti kerjaan kamu terganggu.”

“Ayah kan tau aku biasa kerja di rumah.”

“Ya tetep aja, kamu bisa gak fokus, katanya kamu lebih seneng nulis di kompter dari pada di laptop.”

Kara tersenyum, Ayahnya memang benar, ia memang sangat nyaman dengan komputernya, ia jarang pergi menulis di luar seperti di café atau taman karena tentu saja ia tak bisa membawa komputernya ikut serta.

“Udah lah, lagian emang Ayah anak kecil pake ditemenin segala, Gilang noh temenin, nanti dia bolos lagi mentang-mentang gak ada kamu.”

“Tenang aja, udah Kara ancem kok, pasti dia gak akan macem-macem.”

Sanjaya tertawa kecil, “Kamu sehat kan? Kok keliatannya malah makin kurus ya?”

“Di Jakarta kurus tuh cantik.” Sahut Kara asal.

Yeuh nih anak, cantik tapi sakit teh buat apa.”

“Yah, ikut Kara aja yuk ke Jakarta.”

“Enggak ah, Ayah gak suka, panas.”

“Nanti Kara pasangin AC di kamar Ayah deh.”

“Beda atuh Neng, udara AC sama udara alami.”

“Rumah Kara jauh dari jalan raya kok, gak bakal panas atau berisik.” Paksa Kara yang terus berusaha.

“Udah ah, kamu ganggu acara makan besar Ayah.” Tolaknya sambil menggigit sepotong perkedel kentang.

“Makan besar apanya, cuma makan makanan rumah sakit hambar aja.” Gumam Kara yang langsung mendapat sentilan di dahi dari Ayahnya.

Ngagerenyem wae kaya mesin kapal macet.” ejek Sanjaya.

Kara pun mengusap dahinya sambil mengerucutkan bibirnya, setelah itu ia menarik kursi lalu duduk menghadap Ayahnya.

“Yah, kemaren Bu Diana lama di sini?”

“Gak terlalu lama, soalnya dia mau jenguk temennya juga yang dirawat di lantai atas.”

Bibir Kara membulat otomatis sambil mengangguk, “Em… Ayah emang masih deket sama Bu Diana ya?” tanyanya lagi.

Sanjaya meletakkan sendoknya lalu mengelap mulutnya dengan tisu. Sepertinya ia sudah tau arah pembicaraan putrinya.

“Lagi Kar?” tanyanya.

“Lagi apanya?” tanya Kara balik pura-pura tak tau.

“Ayah masih baik-baik aja sendiri, kamu gak perlu pusingin itu.”

“Tapi yah, Bu Diana kan orang baik, nanti nyesel tau-tau Bu Diana diambil orang.”

“Dimana-mana orang tua yang nyuruh anaknya menikah, bukan sebaliknya.” Ucap Sanjaya gregetan.

“Iya tapi kan sambil nunggu, Ayah aja duluan.” Seloroh Kara santai.

“Gak, Ayah mau liat kamu jadi Manten dulu.”

Kara menyugar rambutnya ke atas, sudah pasti Ayahnya akan meberinya jawaban seperti ini.

“Lagian emang kamu belom punya calon Kar? Kalo udah kenalin atuh ke Ayah.”

“Calon dari Hongkong!”

“Tuh kan, yaudah kamu fokus aja sama kerjaan kamu, sekaligus cari calon, gak usah mikirin Ayah.”

Kara tak menjawab, ia hanya menunduk sambil memainkan kukunya. Sanjaya tentu paham maksud putrinya, namun ia tak bisa menikah begitu saja hanya karena keadaannya yang sedang sakit. Ia memang menyukai Diana, namun ia ingin menikah karena ingin memiliki teman berbagi di masa tuanya nanti, bukan menikah agar ada seseorang yang bisa mengurusnya ketika sakit.

“Kara, Ayah masih bisa urus diri Ayah sendiri, doakan aja supaya Ayah sesat selalu, itu udah cukup.” Ucapnya bijak sambil mengusap kepala anak gadisnya.

“Apa kalau Kara menikah, Ayah juga akan menikah?”

Sanjaya mengangguk, “Bu Diana wanita yang baik, tentu Ayah mau menikahi dia, tapi kami juga punya kewajiban untuk mengurus anak-anak kami dulu, kalau kami berjodoh suatu saat pasti akan menikah.” Ucapnya lembut.

“Apa Ayah masih belum bisa lupain Ibu?” tanya Kara hati-hati.

“Seburuk apapun Ibu kamu, dia tetaplah Ibumu, dia juga tetap Istri Ayah, jadi sampai kapan pun, jangan pernah lupakan Ibumu ya.”

Kara mengangguk kecil. Andai saja Ibunya tak tergoda dengan materi yang diberikan laki-laki lain saat itu, mungkin mereka masih hidup bersama hingga saat ini.

Saat Kara berumur 10 tahun, Ibu Kara meninggalkan rumah karena pergi dengan laki-laki lain yang jauh lebih kaya dari Ayahnya yang saat itu masih berpangkat Kopral di satuan Angkatan Laut. Ia tega meninggalkan Kara dan juga Gilang yang masih berusia 3 tahun. Namun satu tahun kemudian malah datang berita duka jika Ibu Kara meninggal karena tertabrak mobil saat hendak menyeberang jalan.

Kara selalu berusaha mengubur kenangan tentang Ibunya karena ia begitu sakit hati dengan apa yang dilakukan Ibunya. Mengapa Ibunya begitu tega menelantarkan anak dan suaminya dan berakhir dengan kematian yang mengenaskan tanpa berusaha meminta maaf lebih dulu pada ia, Ayah dan juga adiknya.

Itulah yang membuat Kara selalu merasa prihatin pada Ayahnya, Ayahnya berjuang membesarkannya dan Gilang seorang diri. Ditengah kewajibannya yang sering pergi berlayar demi menafkahi keluarganya.Ia berjanji dalam hatinya jika ia akan menikah secepatnya, agar Ayahnya juga bisa merasakan sedikit kebahagiaan di sisa hari tuanya. Agar Ayahnya tak perlu merasa kesepian lagi setiap malamnya.

Related chapters

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 9

    Dean membasuh wajahnya dengan air wastafel yang dingin berkali-kali untuk menyegarkan wajahnya. Ia tak bisa tidur dengan nyenyak semalam karena perkataan Kakeknya yang terus terngiang-ngiang di kepalanya. Mengapa Kakeknya menyuruhnya menikah tiba-tiba seperti ini.Apa Kakeknya pikir ia tak cukup dewasa sampai ia harus menikah terlebih dahulu? Apa kedewasaan bisa diukur jika orang itu sudah menikah? Hal ini justru semakin membuatnya malas berada di dalam keluarga ini, namun lagi-lagi ia teringat oleh Ibunya. Haruskah ia mengikuti perintah Kakeknya? Lagi pula bukankah Kakeknya akan memberikan salah satu Firma Hukum miliknya kepadanya? Dean menatap wajahnya yang basah lewat cermin yang ada di depannya. Pikirannya malah semakin kalut. Lebih baik ia segera mandi dan pergi bekerja, karena hari ini ia ada janji dengan Ibu Wilson yang akan datang ke kantornya. Sementara itu di waktu yang sama, Kara sedang memasukkan baju-baju Ayahnya ke dalam

    Last Updated : 2021-06-10
  • MADried Couple (Indonesia)   part 10

    Dean menarik selimutnya sampai setinggi leher. Lalu memandang langit-langit kamarnya yang gelap sambil mengatur ritme napasnya. Sudah beberapa hari ini ia tak bisa tidur nyenyak. Ia pun mencoba mengosongkan pikirannya agar bisa cepat terlelap. Namun bunyi dering telepon tiba-tiba memecah keheningan di kamarnya. Ia melihat kontak Hendra di layar ponselnya, apalagi yang akan dikatakan Pamannya kali ini? “Ya Om.” Sapa Dean. “Kamu hari ini kemana aja? kenapa gak ke kantor?” tanya Hendra langsung. “Meeting di luar sama klien.” “Selama itu? Berapa klien yang kamu temui? Bukanya Om udah bilang untuk mengurangi kasus yang kamu pegang.” “Om, bisa kita bicara besok aja? Saya lelah.” Ucap Dean dengan dengan suara lirih. “Eh tunggu-tunggu jangan di tutup dulu!” cegah Hendra cepat. “Apa lagi?” “Besok kamu pergi ke tempat yang Om suruh ya, ketemu sama kenalannya temen Om.”

    Last Updated : 2021-06-11
  • MADried Couple (Indonesia)   part 11

    Dean membuka kancing kemejanya yang paling atas agar bisa bernapas leluasa sambil membalas tatapan Kara yang kini sedang menatapnya dengan tatapan yang sengit. “Kayaknya gue memang salah orang, orang yang gue temuin VANYA, bukan siapa tadi nama lo?” ketus Dean malas. Kara mendengus kasar, “Kalo gitu sejak kapan nama lo berubah jadi KAIVAN? Bukanya lama lo Preman atau sejenisnya?” ketus Kara balik. Ia lalu memperhatikan Dean dari ujung kaki sampai ujung kepala, Pria mana yang mengenakan pakaian serba hitam di acara kencan pertama, apa ia habis pulang melayat? Jelas sekali Pria ini tak ada niat berkencan sama sekali. Dean mengancing jasnya kembali, “Kayaknya kita salah paham, jadi lebih baik gue pergi sekarang.” ucapnya lalu bangkit. “Ya, sana pergi, gue juga salah orang.” sahut Kara jutek sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Dean pun langsung keluar dari Café untuk mengambil mobilnya yang terparkir. Sementara Kara langsung menghela napas k

    Last Updated : 2021-06-12
  • MADried Couple (Indonesia)   part 12

    Dean menghentikan mobilnya begitu sampai di depan Aprodite café, ia sengaja tak turun, hanya membuka kaca mobilnya saja karena Kara dan Rumi memang sudah berdiri di depan pintu café. “Ayo masuk, gue anterin pulang.” ajak Dean. Kara langsung menoleh ke arah Rumi, untuk memastikan Rumi juga mendengar hal yang sama dengannya. “Dia mau nganterin gue Rum?” bisik Kara. Rumi mengangguk cepat, dengan wajah sama bingungnya dengan Kara. “Tenang aja, gue gak akan nurunin lo di tengah jalan lagi.” tambah Dean. “Udah sana cepet, ikut aja.” bisik Rumi sambil mendorong Kara agar menerima ajakan Dean. Meski ragu namun akhirnya Kara masuk juga ke mobil Dean, lagi pula ia harus mengambil tasnya. Dan setelah Kara masuk ke mobilnya, Dean pun segera memacu kembali mobilnya. Kara curi-curi pandang ke arah Dean yang masih fokus menyetir, namun meski pandangannya lurus ke depan, entah mengapa Kara merasa pandangan Dean terlihat kosong.

    Last Updated : 2021-06-13
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 13

    Bau harum semur Ayam berkumpul di dapur rumah Kara. Gilang yang masih mengenakan kolor pendek terlihat sedang menyendok sedikit kuah Semur yang sudah mendidih sejak 10 menit lalu. “Hm… kurang kecapnya dikit lagi.” gumamnya lalu menuang kecap sebanyak dua sendok makan. Setelah itu ia berjoget kecil sambil menunggu Semur Ayamnya matang sempurna. Ia mengencangkan volume musik yang ia dengarkan melalui ear phone dan mulai bergoyang asal sambil pura-pura lipsing dengan centong semurnya yang ia anggap sebagai mic. Kara yang terbangun dengan aroma enak semur pun langsung masuk ke dapur dan mendapati Adiknya sedang berjoget tak jelas di depan kompor. “Gilang!” panggil Kara, namun Gilang tak mendengarnya dan masih asik berjoget. Kara pun mengambil daun bawang yang ada di atas meja dan menggunakannya untuk menyambit Gilang. “Anjir kaget gue!” seru Gilang sambil melepas earphone-nya. “Ya lo ngapain pagi-pagi kesurupan di dapur?”

    Last Updated : 2021-06-14
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 14

    Romlah : Setelah menikah kamu tetap tinggal di rumah ini, jangan tinggal di rumah lain. (Sambil meminum teh bunga rosela.) Jamal : Kenapa Mam? Jamal kan punya banyak rumah dan apartemen kenapa Jamal masih harus tinggal dengan Mami dan Papi? Romlah : sudah turuti saja apa kata Mami, kamu dan istrimu tetap tinggal di rumah ini. Jamal : (Memakan ubi goreng lalu meminum kopinya) Tapi Mami kan gak terlalu suka sama Jamila, apa Mami bisa bersikap baik selama Jamila tinggal di sini? Romlah : (Tersenyum licik di balik cangkir tehnya) Tenang saja, justru Mami mau memperbaiki hubungan Mami dengan Jamila. Jamal : Baiklah, jika memang itu tujuan Mami, Jamal akan membawa Jamila ke rumah ini. Romlah : (Berkata dalam hati) Hahahaha…. Tidak semudah itu Jamal, Mami tidak akan membiarkan wanita itu hidup dengan tenang, beraninya wanita kampung itu mengusik keluargaku yang terpandang…

    Last Updated : 2021-06-15
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 15

    Tiga jam lamanya Dean memacu mobilnya hingga sampai ke Bandung Kota, kini Ia dan Kara hanya perlu waktu 30 menit untuk sampai di Lembang, tempat Ayah Kara tinggal. “Nanti mampir dulu ke toko kue.” kata Kara yang dari tadi lebih banyak diam. “Lo mau beli kue?” tanya Dean yang masih fokus menyetir. “Ckckck, lo beneran gay ya?” “Apa hubungannya kue sama gay?” tanya Dean sambil meringis heran ke arah Kara. “Lo pasti gak pernah main ke rumah Pacar, udah jadi kebiasaan kalo cowok dateng ke rumah cewek itu harus bawa sesuatu.” Bibir Dean membulat, “Oh… yaudah kita mampir aja dulu Mall, beli baju atau sepatu gitu buat Ayah lo.” Kara berdecak malas sambil geleng-geleng kepala, “Kan, makin yakin gue.” gumamnya. “Kenapa? Kenapa cuma bawa kue? Lo bilang gue harus buat Ayah lo terkesan supaya dia nerima gue. beliin aja sekalian apa yang dia suka.” tanya Dean bingung. “Ah udah-udah, males gue jelasinnya, nanti setelah lampu m

    Last Updated : 2021-06-17
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 16

    “Silakan pesanannya Pak.” Rumi memberikan segelas ice latte pada seorang pelanggan. “Terima kasih.” sahut pelanggan itu lalu pergi ke mejanya. Andrea yang sedang berada di area kasir datang menghampiri Rumi sambil melepas apronnya. “Mbak Rumi, saya istirahat dulu ya.” Rumi melirik ke arah Andrea lalu berpindah ke arah jam dinding yang tetempel di dinding. “Iya Ndre, tinggal aja dulu.” ucapnya karena jam memang sudah menunjukan pukul 12.25 siang. Namun tiba-tiba ada seorang pelanggan datang. Rumi yang mengenali pelanggan itu langsung berlari menyambutnya, menyalip Andre yang baru akan keluar dari meja kasir. “Mas Hadi!” seru Rumi senang begitu Om Cabang Garutnya datang. Ia bahkan langsung menggandeng lengan Hadi dan membawanya ke salah satu meja yang kosong. Andre yang menyadari Bosnya mendapat tamu langsung mengurungkan niatnya untuk istirahat. Ia pun masuk kembali ke area kasir dan memakai apronnya.

    Last Updated : 2021-06-18

Latest chapter

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 56

    Kara mengetuk pelan pintu ruang Dokter Helen begitu tiba gilirannya masuk. Seorang perawat pun langsung menyambutnya dan menyuruhnya masuk. setelah itu ia menurut saat Perawat itu menyuruhnya duduk sejenak karena Dokter Helen sedang keluar sebentar.Bisa ia lihat map rekam medis Dean sudah tergeletak di atas meja, map itu pun terlihat tebal, menandakan jika sudah banyak sesi yang Dean lewati bersama Dokter ini.“Bu Kara ya?” sapa seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan.Kara pun langsung berdiri untuk menyambut seserorang yang ia yakin adalah Dokter Helen.“Iya Dok.” sahut Kara sopan.“Silakan duduk.” ucap Dokter Helen lalu duduk juga di kursinya.“Pak Dean gak ikut?” tanya Dokter Helen.“Enggak Dok, dia masih ada kerjaan, gak apa-apa kan?” tanya Kara balik.“Gak apa-apa, saya memang mau ngobrol sama Bu Kara aja kok.” sahutnya sambil tersenyum hingg

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 55

    Dean masuk ke dalam ruangan Dokter Helen setelah seorang perawat memanggil namanya. Setelah itu ia duduk di depan meja Dokter Helen yang sudah menyambutnya dengan senyuman hangatnya.“Siang Dok.” sapa Dean.“Siang Pak Dean, hm... kenapa baru ke sini sekarang? sesi kita harusnya 2 minggu yang lalu.” ucap Dokter Helen sambil memicingkan matanya.Dean tersenyum simpul, “Maaf Dokter, saya gak sempat, banyak kerjaan di kantor.”“Tapi sepertinya Pak Dean baik-baik saja, apa sudah gak ada keluhan sakit kepala lagi?”“Iya, saya rasa kondisi saya saat ini jauh lebih baik.”“Masih minum obat?”“Masih, tapi obat penghilang rasa sakitnya udah gak pernah saya minum dua minggu terakhir ini.” ungkap Dean.Dokter Helen pun mengangguk pelan, ia kemudian membuka map yang berisi rekam medis Dean dan mulai mencatat perkembangan terbaru Dean.“Gimana ka

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 54

    Pelanggan terakhir Aprodite Café mulai bangun dari kursinya lalu keluar lewat pintu keluar yang ada di samping. Andrea pun segera bergegas menuju pintu depan untuk membalik papan tanda buka menjadi tutup agar tak ada pelanggan lain yang masuk.Dari mesin kasir, Rumi melirik ke arah Andrea yang tampak bekerja seperti biasa. Selama ini memang hanya ia sendiri yang bersikap berbeda, ia lebih sering menghindari tatapan mata dengan Andrea dan lebih banyak menyibukkan diri dengan melayani pelanggan.“Mbak Rumi, lampu neon box di depan mati.” teriak Andrea dari arah pintu.“Em… Iya Ndre, besok aja gantinya, gue beli lampunya dulu.” sahut Rumi.“Sekarang aja, toko listriknya masih buka.” balas Andrea lalu pergi begitu saja, padahal Rumi berniat ingin memberinya uang lebih dulu.Rumi pun menghela napas berat, sepertinya sikap Andrea menjadi lebih dingin padanya. biar bagaimanapun sudah seminggu lamanya ia me

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 53

    Romlah : Kamu temui dulu Stela, jangan membantah perintah Mami.Jamal : Apa Mami serius? Mi aku ini udah menikah, bagaimana bisa Mami nyuruh aku ketemu wanita lain!Romlah : Apa salahnya? Kan hanya ketemu aja, siapa tau aja kalian bisa jadi teman baik.Jamal : Gimana kalau Jamila denger Mi? dia pasti akan sakit hati.Romlah : Jamila biar Mami yang urus, dia gak akan tau, lagian siapa suruh sampai sekarang belum juga hamil!Jamal : Mami benar-benar keterlaluan!“Hm… waktunya tepat gak ya buat munculin orang ketiga?” Kara mengoceh sendiri di depan komputernya, lebih tepatnya komputer Dean.“Apanya yang orang ketiga?” Dean yang sedang mengutak-atik laci rak bukunya jadi teralihkan sejenak.“Oh enggak, ini naskah gue.” sahut Kara lalu membetulkan letak kacamatanya dan kembali fokus ke layar komputernya.“Oh iy

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 52

    Hujan gerimis membuat Kara jadi berlari kecil menuju lobby Apartemen sambil memeluk tasnya agar tak basah. Namun sebelum ia masuk ke dalam lift ia terhenti karena ada seseorang yang memanggilnya dari arah lobby.“Bu Dean!” Bu Bambang melambaikan tangannya.Kara pun jadi mundur selankah dari depan lift dan menunggu sampai Bu Bambang dan dua Ibu-ibu lainnya datang menghampirinya.“Dari mana Bu Dean?” sapa Bu Haikal yang membawa plastik besar yang berisi banyak roti.“Dari rumah temen, Ibu-ibu mau kemana?”“Ini, kami mau ke rumahnya Jojo.” sahut Bu Rudi.“Ke rumah Jojo?”“Iya, sejak kejadian waktu itu kami gak sempat-sempat ke rumahnya Jojo buat minta maaf ke Bu Lucy.” ungkap Bu Haikal.“Bukannya gak sempat, tapi Bu Rudi sama Bu Haikal masih gengsi kan?” seloroh Bu Bambang.“Bukan gitu Bu, kan kita sibuk waktu itu, segala ngurus Bakti

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 51

    Kara mengintip dari balik pintu kaca Aprodite Café yang masih tertutup rapat, padahal jam sudah menunjukan pukul 10 pagi. Harusnya Café ini sudah buka sejak satu jam yang lalu.“Sepi banget sih?” gumam Kara, ia memang sedikit khawatir pada Rumi makanya ia memutuskan untuk datang menemuinya saja dari pada mendengarnya bicara lewat telepon.Namun baru saja ia ingin mengambil ponselnya untuk menelepon Rumi, Andrea keburu datang dan menepuk pundaknya dari belakang.“Mbak Kara.” sapa Andrea.“Eh kaget!” Kara sedikit melenjit, “Gak ada suaranya lo Ndre ah!” protes Kara.“Heheh maaf Mbak, Mbak Kara ngapain?”“Kok masih tutup Cafenya? Rumi mana?” tanya Kara langsung.“Mbak Rumi masih di jalan katanya, tadi abis dari salon dulu katanya.” jelas Andrea.Kara pun mengangguk mengerti, “Em… lo masih kerja di Club waktu itu Ndre?&rdq

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 50

    Hubungan Dean dan Kara benar-benar berubah 180º. Kontrak penuh poin perjanjian yang sudah mereka buat sebelumnya seperti sengaja mereka lupakan begitu saja tanpa ada yang berniat membahasnya. Kini tak ada lagi batas kontak fisik, keduanya bisa saling menyentuh satu-sama lain kapanpun mereka mau. Kini mereka tak lagi berpisah saat malam datang. Entah itu di kamar Kara, atau di kamar Dean, melewati malam bersama kini sudah menjadi hal rutin yang tak bisa mereka lewatkan, baik hanya untuk saling bercengkrama, berkeluh kesah, berpelukan, atau bercinta sampai lelah.Satu bulan pun terlewat begitu saja dengan bertambahnya kisah Kara dan Dean yang sedang dimabuk cinta.“Lo lagi baca apa?” tanya Dean yang dari tadi merasa dicueki.“Buku baru.” sahut Kara yang masih asik membaca Novel berbahasa Inggris yang baru ia beli.Dean menyentuh lengan Kara dengan jari telunjuknya dan mengusapnya lembut, sambil mengamati wajah Kara dari samping.

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 49

    Pintu ruangan Dean terbuka setelah diketuk dua kali. Lalu masuklah seorang Pria yang membawa tumpukan kertas tebal di tangannya.“Siang Pak Dean, ini print out kasus Pak Hendra yang tadi Pak Dean minta.” ucap Pria kurus itu yang bernama Dikta, dia adalah Junior Dean di Fakultas Hukum dulu, dan kini ia menjadi asisten Dean di Alpha Law Firm.“Hm, taro aja di meja.” sahut Dean sambil menunjuk meja sofa dengan dagunya.“Ah iya Pak, sidang kasus perceraian Bu Sarah itu saya kasih ke siapa ya? Pak Dean udah gak bisa urus itu kan?” tanya Dikta.Dean berhenti sejenak untuk berpikir, “Hm… kamu lagi ngerjain kasus apa?”“Saya masih bantuin kasus sengketa tanah Apotek yang di Ancol.”“Kamu bisa kalo pegang kasusnya Bu Sarah sekalian?”Mata Dikta langsung berbinar, “Beneran Pak? Saya boleh pegang kasus ini?”Dean mengangguk, “Ya, pela

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 48

    Kara mengekori Dean begitu Pria itu masuk ke dalam rumah setelah kembali dari unit Apartemen Bu Bambang yang ada di lantai 11.“Gimana? Lo gak di laporin Polisi kan?” tanya Kara penasaran.“Gue gak akan bisa masuk penjara, itu kan bentuk pertahanan diri, yang penting udah ada buktinya dia nyerang lo duluan.” sahut Dean sambil mengambil air dingin dari kulkas.“Tapi tuh orang sampe babak belur hampir mati begitu, kalo dia nuntut lo gimana?”“Bodo, salah sendiri mancing emosi gue.” sahut Dean enteng, namun setelah itu ia mendelik ke arah Kara.“Yak! Udah gue bilang, segalak-galaknya lo, jangan coba-coba cari masalah sama orang jahat, kenapa lo hobi banget nantangin orang? Seandainya gak ada gue semalem bisa-bisa lo yang ada di rumah sakit sekarang.” omel Dean.Kara langsung melengos, pasti ada saja ocehan Dean yang hinggap padanya.“Itu karena lo gak percaya sama gue, kan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status