Share

Part 7

Author: DazedGirl
last update Last Updated: 2021-06-09 15:57:15

Kara menghabiskan segelas air putih dingin dengan banyak es batu dalam waktu singkat untuk mendinginkan suhu tubuhnya yang terasa panas.

Rumi yang melihat wajah suntuk Kara hanya bisa menunggu sampai Kara menceritakan kejadian apa yang baru saja ia alami sampai wajahnya semerah udang rebus. Pulang dari kantor Dean, Kara memang langsung pergi ke Aprodite Café.

“Gila! Dasar orang gila, stress, psyco, preman!” rutuk Kara sambil menggenggam gelasnya dengan kuat.

“Ada apalagi sih Kar? Lo abis berantem sama preman mana lagi?” tanya Rumi tak habis pikir.

“Pengacara Berandalan itu lah, siapa lagi!” sahut Kara ketus.

“Pak Dean? Lo beneran jadi balikin uang yang kemaren?”

“Iya lah, ogah gue nerimanya!”

Rumi mendesah berat, “Pasti lo ribut di sana kan?”

“Gue dateng baik-baik ya, eh tau-tau dia bentak gue, ngancam mau masukin gue ke penjara lagi!”

“Udah deh Kar lupain aja, biarin deh gue jadi saksi di persidangan, dari pada lo jadi ikut terlibat gini.”

“Enggak enggak, udah kita harus kekeuh seperti rencana awal, lo mau di salahin sama keluarganya Bu Wilson? Belum lagi kalo Si Fatur masih nyalahin lo di persidangan.”

Rumi menunduk sambil memainkan kukunya, ia memang takut dan tak siap menerima semua itu.

“Tapi kalo lo jadi ikut keseret kaya gini, gue gak tega, lo kan gak salah apa-apa Kar, biarin deh, gue ikhlas jadi saksi, tapi nanti lo temenin gue di persidangan ya.”

Kara menatap wajah sedih Rumi sesaat lalu menghabiskan minumannya.

“Gue gak akan kenapa-napa, udah lo jangan khawatir, serahin aja semuanya sama gue.” ucap Kara dengan suara yang lebih tenang.

Rumi membalas tatapan Kara yang terlihat tulus, setelah itu ia mengangguk kecil. Beruntungnya ia punya sahabat yang begitu mengerti dirinya.

“Terus gimana kelanjutannya?”

“Tadi gue sempet ngobrol sama direktur Alpha Law Firm, dia bilang nanti bakal usahain lo bisa bebas dari kasus ini, apalagi keterlibatan lo sama Fatur itu kecil.”

“Beneran?”

Kara mengangguk mantap, “Emang dasar tuh Pengacara Berandal aja yang pengen gedein kasus ini, segala semua orang mau ditarik jadi saksi, sekalian aja tukang parkir, karyawan minimarket, tukang bakso atau siapapun yang pernah ngobrol sama Fatur dijadiin saksi juga.” Oceh Kara.

Rumi terkekeh pelan, “Yaudah syukur kalau memang begitu, tapi mulai sekarang mending lo menjauh dari Pak Dean deh, biar gak makin runyam lagi.”

“Lo pikir gue seneng berurusan sama tuh Preman? Liat mukanya aja gue males.”

Rumi terkekeh lagi, “Eh telepon tuh.” Tunjuk Rumi yang menyadari ponsel Kara di atas meja bergetar.

Kara pun buru-buru mengangkatnya karena ia melihat nomor Bibinya dari Bandung.

“Halo Bi?”

“Kar, kamu bisa pulang ke Bandung sekarang?” Bibinya langsung bertanya begitu mendengar suara Kara. Tentu saja hal itu membuat Kara degdegan.

“Kenapa Bi?”

“Ayah kamu masuk rumah sakit lagi.”

Jantung Kara langsung berdebar, “Ayah kenapa Bi? Kambuh lagi?”

“Iya, tapi ini mah kata dokternya kudu dirawat.”

Pikiran Kara langsung blank, “Oke oke, Kara pulang sore ini ya, Ayah di rawat di RS mana Bi?”

“Di RSUD biasa, nanti kamu ke rumah aja dulu, minta anterin Mang Farid ke RS-nya.”

“Gak usah Bi, nanti Kara langsung ke RS aja, titip Ayah dulu sebentar sampe Kara dateng ya, mungkin malem Kara sampe.”

“Ya udah kalo begitu, hati-hati ya.”

Sambungan telepon pun terputus.

“Kenapa Si Abah?” tanya Rumi penasaran yang yang biasa memanggil Ayah kara dengan panggilan Abah.

“Kambuh lagi jantungnya.” Sahut Kara lemas.

“Dirawat?”

Kara mengangguk, “Jangan-jangan karena itu lagi tadi pagi dia telepon.”

“Sempet telepon lo tadi pagi?”

“Iya, yaudah gue balik dulu ya, mau ambil laptop sama baju.” Pamit Kara cepat.

***

Kara memindahkan file naskah dari komputernya ke dalam flashdisk lalu meletakkan flashdisk itu bersama dengan laptopnya ke dalam tas. Ia juga memasukan beberapa potong baju juga dompet dan perlengkapan make-up. Setelah itu ia langsung pergi ke stasiun dengan ojek online untuk naik kereta dengan jadwal terdekat agar bisa sampai ke Bandung dengan segera.

Untungnya ia tak menunggu lama, satu jam setelah ia sampai di stasiun ada kereta yang berangkat menuju Bandung.Di kereta ia menelepon Adiknya karena ia belum sempat mengabarinya. 

Kereta cepat yang membawa Kara ke bandung akhirnya sampai setelah tiga jam perjalanan. Untungnya rumah sakit tempat Ayahnya di rawat tak jauh dari stasiun, sehingga ia bisa langsung naik ojek pangkalan agar cepat tiba di rumah sakit.Setelah menelepon Bibinya untuk menanyakan dimana letak ruang rawat Ayahnya, Kara pun langsung mempercepat langkahnya.

Ia pun tiba di lantai rumah sakit besar itu, ia berjalan ke sebuah lorong pertama yang ia temui dan masuk ke dalam ruangan berntanda Angrek 2A.

“Ayah.” Panggil Kara begitu melihat Ayahnya sedang duduk di kasur paling pojok di ruang rawat yang memiliki 4 kasur.

“Kara?” Ekspresi Ayahnya justru sama kagetnya dengan wajah Kara.

“Ayah gimana? Masih sakit?” tanya Kara khawatir sambil mengusap punggung Ayahnya.

“Edah, kamu manggil Kara?” Ayahnya malah bertanya pada Bibi Kara tadi yang bernama Edah.

“Iya.” Sahutnya sambil meringis.

Ayah Kara pun langsung meringis, setelah itu ia berpaling menatap Anak gadisnya.

“Ayah gak apa-apa, tadi cuma sesak sedikit.” Jelas Sanjaya Ahmad, Ayah Kara.

Kara langsung meghela napas lega, beruntung Ayahnya tak dalam kondisi serius.

“Edah, ngapain kamu manggil Kara segala, dia kan sibuk, kasian jauh-jauh ke sini.” Omelnya pada Adiknya.

“Cuma sesek apa, tapi sampi pingsan kok.” Elak Edak.

“Pingsan Yah?” tanya Kara penasaran.

“Ayah cuma kecapean, kemarin abis kerja bakti di masjid.”

“Kan kara udah bilang, jangan kerja yang berat-berat ah.” Omel Kara yang sudah ratusan kali menasihati Ayahnya agar tak melakukan aktifitas fisik yang berlebihan.

“Iya iya hehehe…” kekeh Sanjaya.

Kara mendengus sebal, bagaimana bisa Ayahnya tertawa seperti ini setelah membuat ia khawatir bukan kepayang.

Namun selang beberapa detik, tiba-tiba datang seorang wanita paruh baya dengan membawa sekeranjang buah. Kara yang mengenali wanita itu langsung bangun dari duduknya dan menyapanya.

“Bu Diana.” Sapa Kara sambil tersenyum.

“Loh ada Kara?” tanyanya kaget begitu melihat Kara.

“Iya Bu, baru datang?”

Diana mengangguk lalu langsung berpindah melihat ke arah Sanjaya, “Pak Jaya gimana keadaannya?”

“Eh, oh iya udah gak apa-apa kok.” sahutnya kikuk.

“Edah ngabarin tadi katanya pingsan di kamar mandi.” Jelas Diana.

“Iya, tapi gak apa-apa kok.”

“Syukur lah, saya takutnya jatoh.”

Edah pun langsung mencolek Kara agar ikut dengannya.

“Em saya sama Kara mau beli minum ke luar dulu, kasian ini Kara baru sampe, pasti belum makan juga.” Ucapnya sambil menarik lengan Kara.

“Yaudah pesen dulu, nanti makannya di sini aja ya Kar.” Sahut Sanjaya.

“Gak ah, nanti Ayah minta.” Ledek Kara yang langsung di balas dengan wajah masam Sanjaya.

“Tinggal dulu ya Bu Diana.” Pamit Kara lalu pergi keluar bersama Bibinya menuju kantin rumah sakit yang berada di lantai 1.

Sesampainya di sana ia dan Bibinya lalu memesan teh hangat dan pisang goreng.

“Bi, Ayah beneran pingsan tadi?” Kara masih penasaran dengan konsisi Ayahnya yang  sebenarnya.

“Iya, yang tau Si Baron, pas mau pinjem pompa sepeda.” Jelas Edah yang teringat kejadian tadi siang saat anaknya berlari melapor padanya jika Sanjaya pingsan di kamar mandi.

“Terus kata Dokter tadi gimana?”

“Ya memang sesek aja sih, mungin bener juga karena kecapean kemaren, kerja baktinya seharian.”

Kara menghela napas berat, bagaimana jika di masa depan hal ini akan terulang lagi. Ia tau jika penyakit Ayahnya memang sewaktu-waktu bisa kambuh karena penyakit jantung yang di derita Ayahnya sudah lama, seingatnya sejak ia lulus SMA.

“Maaf ya Bi, Kara suka ngerepotin, makasih udah jagain Ayah.”

Yeh Si Kara, Ayah kamu kan Aanya Bibi, ya sudah sepatutnya Bibi jagain atuh.”

Kara tersenyum getir, andai saja Ayahnya mau ikut tinggal di jakarta bersamanya.

“Tapi Kar, mumpung kamu di sini, Bibi mau ngomong.”

“Ngomong aja Bi.” Ucap Kara lalu menyesap the hangatnya.

“Kamu tau kan Mang Farid suka pindah-pindah dinas, nah insyaallah bulan depan Mang Farid mau dipindahin ke Batam dan kayaknya Bibi sama Baron the mau ikut, soalnya dinasnya lama, sampe empat tahun.” Curhat Edah yang suaminya adalah seorang Marinir.

“Jauh amat Bi, ati-ati nanti Bibi gak punya temen di sana, kan gak ada yang bisa bahasa sunda.” Ledek Kara.

“Ih kamu mah becanda wae.” Seru Edah sambil menepuk lengan Kara.

“Yaudah bagus, ikut aja Bi, zaman sekarang banyak pelakor, kalo gak diikutin nanti Mang Farid buka cabang di sana gimana.” Kara lanjut meledek.

“Bisa aja nyautnya kamu mah! Eh tapi gimana itu akhirnya nanti, Jamal ama Jamila bakal nikah gak? Pada heboh itu Ibu-ibu di rumah ngomongin sinetron kamu.” Rumpi Edah yang memang tau pekerjaan Kara.

“Rahasia! Enak aja mau tau duluan.” Tolak Kara dengan wajah tengilnya.

“Ih percuma kenal ama orang dalem, tetep aja Bibi gak bisa tau jalan ceritanya duluan.” Cibir Edah.

Kara tertawa kecil, memang Bibinya ini hanya meneleponnya untuk dua alasan, pertama untuk memberi tau kabar Ayahnya, kedua menerornya untuk memberi tau kelanjutan alur sinetron ‘Menantu Beban Mertua’.

“Tapi gini loh Kar maksud Bibi cerita begini, kamu kan tau cuma Bibi saudara yang tinggal deket sama Ayah kamu, kalau Bibi pergi nanti yang jagain Ayah kamu siapa? Kamu tau kan Ayah kamu suka kambuh begitu. Coba kamu bayangin kalau suatu hari dia pingsan kaya tadi dan baru beberapa hari ketauan. Kan bahaya.”

Raut wajah Kara langsung berubah. Apa yang dikatakan Bibinya memang benar, bagaimana jika kejadian hari ini terulang lagi suatu hari nanti.

“Kar, maaf bukan Bibi mau ikut campur masalah urusan keluarga kamu. Tapi kalau Bibi boleh kasih saran, lebih baik paksa aja Ayah kamu buat tinggal sama kamu di jakarta.”

“Bi, kaya gak tau Ayah aja, mana mau dia Ikut Kara ke Jakarta.”

“Itu dia yang bikin Bibi gak tenang dan kepikiran mau pergi.”

Kara terdiam, namun ia harus memikirkan cara agar ia bisa menjaga Ayahnya.

“Kar, bukanya Bibi usil, tapi memang kamu belum ada rencana buat menikah?” tanya Edah hati-hati yang tau jika anak-anak zaman sekarang sering sensitif bila ditanya soal pernikahan.

Kara menggeleng, “Belum Bi, calon aja gak punya.” Sahut Kara.

“Kita semua kan tau kalo Ayah kamu deket sama Bu Diana, tapi tiap disuruh nikah bilangnya nanti aja kalau kamu udah nikah.”

“Emang Bu Diana masih deket sama Ayah?”

“Masih atuh, kalo Bibi liat mah emang dua-duanya sama-sama suka.” bisiknya.

Kara terdiam sesaat, ia memang tau jika ayahnya dekat dengan Diana, seorang janda yang berprofesi sebagai Bidan di desanya. Ia juga pernah meminta Ayahnya untuk menikah saja dengan Diana, lagi pula Kara juga tak keberatan, Diana sepertinya orang yang baik dan tulus. Namun Ayahnya mengatakan jka ia tak mau menikah jika Kara belum menikah dengan alasan ia tak mau mendahului anaknya.

“Mungkin aja Kar kalau Ayah kamu menikah lagi, dia jadi punya teman, yang bisa saling menjaga.”

Kara menyesap lagi tehnya yang mulai dingin.

“Kalau kamu memang belum siap menikah, coba kamu bicara lagi sama Ayah kamu, barangkali dia mau menikah lebih dulu. Gak enak juga kan diliat tetangga, Ayah kamu sering ngobrol sama Bu Diana, yah walau ngobrolnya juga di tempat ramai dan banyak orang, tapi keduanya kan statusnya sama-sama single, bisa jadi fitnah dan omongan tetangga.” Tambah Edah lagi.

Kara mengangguk pelan, ia paham dengan maksud nasihat Edah, sepertinya ia memang harus berbicara pada Ayahnya.

Related chapters

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 8

    Dean berjalan memasuki sebuah rumah mewah bergaya khas eropa lalu menuju ruang keluarga yang berada di bagian tengah rumah . Ia bisa melihat Kakeknya yang sedang duduk di kursi roda dan di sekelilingnya ada anak-anak dan menantunya.Dean pun segera bergabung dan memilih duduk di kursi yang jauh dengan Kakeknya. Lesmana Balin, Kakek Dean yang kini berusia hampir 70 tahun tersenyum lebar saat melihat lima Cicitnya yang berlarian di dalam ruangan luas itu sambil bercanda. Kakek tua itu memang sudah tak mampu berjalan sejak ia terserang stroke lima tahun lalu. Namun semangatnya masih kuat, ia bahkan masih berkontribusi pada semua Firma Hukum yang ia miliki. Alpha Law Firm hanyalah salah satu dari empat Firma Hukum yang ia punya, tiga Firma Hukum lainnya terdapat di Surabaya, Bali, dan Malaysia. "Jangan kencang-kencang larinya." titahnya pada seorang cicitnya yang baru berusia lima tahun. Lesmana memiliki empat orang anak, dan semuanya laki-laki, Ayah Dean ad

    Last Updated : 2021-06-10
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 9

    Dean membasuh wajahnya dengan air wastafel yang dingin berkali-kali untuk menyegarkan wajahnya. Ia tak bisa tidur dengan nyenyak semalam karena perkataan Kakeknya yang terus terngiang-ngiang di kepalanya. Mengapa Kakeknya menyuruhnya menikah tiba-tiba seperti ini.Apa Kakeknya pikir ia tak cukup dewasa sampai ia harus menikah terlebih dahulu? Apa kedewasaan bisa diukur jika orang itu sudah menikah? Hal ini justru semakin membuatnya malas berada di dalam keluarga ini, namun lagi-lagi ia teringat oleh Ibunya. Haruskah ia mengikuti perintah Kakeknya? Lagi pula bukankah Kakeknya akan memberikan salah satu Firma Hukum miliknya kepadanya? Dean menatap wajahnya yang basah lewat cermin yang ada di depannya. Pikirannya malah semakin kalut. Lebih baik ia segera mandi dan pergi bekerja, karena hari ini ia ada janji dengan Ibu Wilson yang akan datang ke kantornya. Sementara itu di waktu yang sama, Kara sedang memasukkan baju-baju Ayahnya ke dalam

    Last Updated : 2021-06-10
  • MADried Couple (Indonesia)   part 10

    Dean menarik selimutnya sampai setinggi leher. Lalu memandang langit-langit kamarnya yang gelap sambil mengatur ritme napasnya. Sudah beberapa hari ini ia tak bisa tidur nyenyak. Ia pun mencoba mengosongkan pikirannya agar bisa cepat terlelap. Namun bunyi dering telepon tiba-tiba memecah keheningan di kamarnya. Ia melihat kontak Hendra di layar ponselnya, apalagi yang akan dikatakan Pamannya kali ini? “Ya Om.” Sapa Dean. “Kamu hari ini kemana aja? kenapa gak ke kantor?” tanya Hendra langsung. “Meeting di luar sama klien.” “Selama itu? Berapa klien yang kamu temui? Bukanya Om udah bilang untuk mengurangi kasus yang kamu pegang.” “Om, bisa kita bicara besok aja? Saya lelah.” Ucap Dean dengan dengan suara lirih. “Eh tunggu-tunggu jangan di tutup dulu!” cegah Hendra cepat. “Apa lagi?” “Besok kamu pergi ke tempat yang Om suruh ya, ketemu sama kenalannya temen Om.”

    Last Updated : 2021-06-11
  • MADried Couple (Indonesia)   part 11

    Dean membuka kancing kemejanya yang paling atas agar bisa bernapas leluasa sambil membalas tatapan Kara yang kini sedang menatapnya dengan tatapan yang sengit. “Kayaknya gue memang salah orang, orang yang gue temuin VANYA, bukan siapa tadi nama lo?” ketus Dean malas. Kara mendengus kasar, “Kalo gitu sejak kapan nama lo berubah jadi KAIVAN? Bukanya lama lo Preman atau sejenisnya?” ketus Kara balik. Ia lalu memperhatikan Dean dari ujung kaki sampai ujung kepala, Pria mana yang mengenakan pakaian serba hitam di acara kencan pertama, apa ia habis pulang melayat? Jelas sekali Pria ini tak ada niat berkencan sama sekali. Dean mengancing jasnya kembali, “Kayaknya kita salah paham, jadi lebih baik gue pergi sekarang.” ucapnya lalu bangkit. “Ya, sana pergi, gue juga salah orang.” sahut Kara jutek sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Dean pun langsung keluar dari Café untuk mengambil mobilnya yang terparkir. Sementara Kara langsung menghela napas k

    Last Updated : 2021-06-12
  • MADried Couple (Indonesia)   part 12

    Dean menghentikan mobilnya begitu sampai di depan Aprodite café, ia sengaja tak turun, hanya membuka kaca mobilnya saja karena Kara dan Rumi memang sudah berdiri di depan pintu café. “Ayo masuk, gue anterin pulang.” ajak Dean. Kara langsung menoleh ke arah Rumi, untuk memastikan Rumi juga mendengar hal yang sama dengannya. “Dia mau nganterin gue Rum?” bisik Kara. Rumi mengangguk cepat, dengan wajah sama bingungnya dengan Kara. “Tenang aja, gue gak akan nurunin lo di tengah jalan lagi.” tambah Dean. “Udah sana cepet, ikut aja.” bisik Rumi sambil mendorong Kara agar menerima ajakan Dean. Meski ragu namun akhirnya Kara masuk juga ke mobil Dean, lagi pula ia harus mengambil tasnya. Dan setelah Kara masuk ke mobilnya, Dean pun segera memacu kembali mobilnya. Kara curi-curi pandang ke arah Dean yang masih fokus menyetir, namun meski pandangannya lurus ke depan, entah mengapa Kara merasa pandangan Dean terlihat kosong.

    Last Updated : 2021-06-13
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 13

    Bau harum semur Ayam berkumpul di dapur rumah Kara. Gilang yang masih mengenakan kolor pendek terlihat sedang menyendok sedikit kuah Semur yang sudah mendidih sejak 10 menit lalu. “Hm… kurang kecapnya dikit lagi.” gumamnya lalu menuang kecap sebanyak dua sendok makan. Setelah itu ia berjoget kecil sambil menunggu Semur Ayamnya matang sempurna. Ia mengencangkan volume musik yang ia dengarkan melalui ear phone dan mulai bergoyang asal sambil pura-pura lipsing dengan centong semurnya yang ia anggap sebagai mic. Kara yang terbangun dengan aroma enak semur pun langsung masuk ke dapur dan mendapati Adiknya sedang berjoget tak jelas di depan kompor. “Gilang!” panggil Kara, namun Gilang tak mendengarnya dan masih asik berjoget. Kara pun mengambil daun bawang yang ada di atas meja dan menggunakannya untuk menyambit Gilang. “Anjir kaget gue!” seru Gilang sambil melepas earphone-nya. “Ya lo ngapain pagi-pagi kesurupan di dapur?”

    Last Updated : 2021-06-14
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 14

    Romlah : Setelah menikah kamu tetap tinggal di rumah ini, jangan tinggal di rumah lain. (Sambil meminum teh bunga rosela.) Jamal : Kenapa Mam? Jamal kan punya banyak rumah dan apartemen kenapa Jamal masih harus tinggal dengan Mami dan Papi? Romlah : sudah turuti saja apa kata Mami, kamu dan istrimu tetap tinggal di rumah ini. Jamal : (Memakan ubi goreng lalu meminum kopinya) Tapi Mami kan gak terlalu suka sama Jamila, apa Mami bisa bersikap baik selama Jamila tinggal di sini? Romlah : (Tersenyum licik di balik cangkir tehnya) Tenang saja, justru Mami mau memperbaiki hubungan Mami dengan Jamila. Jamal : Baiklah, jika memang itu tujuan Mami, Jamal akan membawa Jamila ke rumah ini. Romlah : (Berkata dalam hati) Hahahaha…. Tidak semudah itu Jamal, Mami tidak akan membiarkan wanita itu hidup dengan tenang, beraninya wanita kampung itu mengusik keluargaku yang terpandang…

    Last Updated : 2021-06-15
  • MADried Couple (Indonesia)   Part 15

    Tiga jam lamanya Dean memacu mobilnya hingga sampai ke Bandung Kota, kini Ia dan Kara hanya perlu waktu 30 menit untuk sampai di Lembang, tempat Ayah Kara tinggal. “Nanti mampir dulu ke toko kue.” kata Kara yang dari tadi lebih banyak diam. “Lo mau beli kue?” tanya Dean yang masih fokus menyetir. “Ckckck, lo beneran gay ya?” “Apa hubungannya kue sama gay?” tanya Dean sambil meringis heran ke arah Kara. “Lo pasti gak pernah main ke rumah Pacar, udah jadi kebiasaan kalo cowok dateng ke rumah cewek itu harus bawa sesuatu.” Bibir Dean membulat, “Oh… yaudah kita mampir aja dulu Mall, beli baju atau sepatu gitu buat Ayah lo.” Kara berdecak malas sambil geleng-geleng kepala, “Kan, makin yakin gue.” gumamnya. “Kenapa? Kenapa cuma bawa kue? Lo bilang gue harus buat Ayah lo terkesan supaya dia nerima gue. beliin aja sekalian apa yang dia suka.” tanya Dean bingung. “Ah udah-udah, males gue jelasinnya, nanti setelah lampu m

    Last Updated : 2021-06-17

Latest chapter

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 56

    Kara mengetuk pelan pintu ruang Dokter Helen begitu tiba gilirannya masuk. Seorang perawat pun langsung menyambutnya dan menyuruhnya masuk. setelah itu ia menurut saat Perawat itu menyuruhnya duduk sejenak karena Dokter Helen sedang keluar sebentar.Bisa ia lihat map rekam medis Dean sudah tergeletak di atas meja, map itu pun terlihat tebal, menandakan jika sudah banyak sesi yang Dean lewati bersama Dokter ini.“Bu Kara ya?” sapa seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan.Kara pun langsung berdiri untuk menyambut seserorang yang ia yakin adalah Dokter Helen.“Iya Dok.” sahut Kara sopan.“Silakan duduk.” ucap Dokter Helen lalu duduk juga di kursinya.“Pak Dean gak ikut?” tanya Dokter Helen.“Enggak Dok, dia masih ada kerjaan, gak apa-apa kan?” tanya Kara balik.“Gak apa-apa, saya memang mau ngobrol sama Bu Kara aja kok.” sahutnya sambil tersenyum hingg

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 55

    Dean masuk ke dalam ruangan Dokter Helen setelah seorang perawat memanggil namanya. Setelah itu ia duduk di depan meja Dokter Helen yang sudah menyambutnya dengan senyuman hangatnya.“Siang Dok.” sapa Dean.“Siang Pak Dean, hm... kenapa baru ke sini sekarang? sesi kita harusnya 2 minggu yang lalu.” ucap Dokter Helen sambil memicingkan matanya.Dean tersenyum simpul, “Maaf Dokter, saya gak sempat, banyak kerjaan di kantor.”“Tapi sepertinya Pak Dean baik-baik saja, apa sudah gak ada keluhan sakit kepala lagi?”“Iya, saya rasa kondisi saya saat ini jauh lebih baik.”“Masih minum obat?”“Masih, tapi obat penghilang rasa sakitnya udah gak pernah saya minum dua minggu terakhir ini.” ungkap Dean.Dokter Helen pun mengangguk pelan, ia kemudian membuka map yang berisi rekam medis Dean dan mulai mencatat perkembangan terbaru Dean.“Gimana ka

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 54

    Pelanggan terakhir Aprodite Café mulai bangun dari kursinya lalu keluar lewat pintu keluar yang ada di samping. Andrea pun segera bergegas menuju pintu depan untuk membalik papan tanda buka menjadi tutup agar tak ada pelanggan lain yang masuk.Dari mesin kasir, Rumi melirik ke arah Andrea yang tampak bekerja seperti biasa. Selama ini memang hanya ia sendiri yang bersikap berbeda, ia lebih sering menghindari tatapan mata dengan Andrea dan lebih banyak menyibukkan diri dengan melayani pelanggan.“Mbak Rumi, lampu neon box di depan mati.” teriak Andrea dari arah pintu.“Em… Iya Ndre, besok aja gantinya, gue beli lampunya dulu.” sahut Rumi.“Sekarang aja, toko listriknya masih buka.” balas Andrea lalu pergi begitu saja, padahal Rumi berniat ingin memberinya uang lebih dulu.Rumi pun menghela napas berat, sepertinya sikap Andrea menjadi lebih dingin padanya. biar bagaimanapun sudah seminggu lamanya ia me

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 53

    Romlah : Kamu temui dulu Stela, jangan membantah perintah Mami.Jamal : Apa Mami serius? Mi aku ini udah menikah, bagaimana bisa Mami nyuruh aku ketemu wanita lain!Romlah : Apa salahnya? Kan hanya ketemu aja, siapa tau aja kalian bisa jadi teman baik.Jamal : Gimana kalau Jamila denger Mi? dia pasti akan sakit hati.Romlah : Jamila biar Mami yang urus, dia gak akan tau, lagian siapa suruh sampai sekarang belum juga hamil!Jamal : Mami benar-benar keterlaluan!“Hm… waktunya tepat gak ya buat munculin orang ketiga?” Kara mengoceh sendiri di depan komputernya, lebih tepatnya komputer Dean.“Apanya yang orang ketiga?” Dean yang sedang mengutak-atik laci rak bukunya jadi teralihkan sejenak.“Oh enggak, ini naskah gue.” sahut Kara lalu membetulkan letak kacamatanya dan kembali fokus ke layar komputernya.“Oh iy

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 52

    Hujan gerimis membuat Kara jadi berlari kecil menuju lobby Apartemen sambil memeluk tasnya agar tak basah. Namun sebelum ia masuk ke dalam lift ia terhenti karena ada seseorang yang memanggilnya dari arah lobby.“Bu Dean!” Bu Bambang melambaikan tangannya.Kara pun jadi mundur selankah dari depan lift dan menunggu sampai Bu Bambang dan dua Ibu-ibu lainnya datang menghampirinya.“Dari mana Bu Dean?” sapa Bu Haikal yang membawa plastik besar yang berisi banyak roti.“Dari rumah temen, Ibu-ibu mau kemana?”“Ini, kami mau ke rumahnya Jojo.” sahut Bu Rudi.“Ke rumah Jojo?”“Iya, sejak kejadian waktu itu kami gak sempat-sempat ke rumahnya Jojo buat minta maaf ke Bu Lucy.” ungkap Bu Haikal.“Bukannya gak sempat, tapi Bu Rudi sama Bu Haikal masih gengsi kan?” seloroh Bu Bambang.“Bukan gitu Bu, kan kita sibuk waktu itu, segala ngurus Bakti

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 51

    Kara mengintip dari balik pintu kaca Aprodite Café yang masih tertutup rapat, padahal jam sudah menunjukan pukul 10 pagi. Harusnya Café ini sudah buka sejak satu jam yang lalu.“Sepi banget sih?” gumam Kara, ia memang sedikit khawatir pada Rumi makanya ia memutuskan untuk datang menemuinya saja dari pada mendengarnya bicara lewat telepon.Namun baru saja ia ingin mengambil ponselnya untuk menelepon Rumi, Andrea keburu datang dan menepuk pundaknya dari belakang.“Mbak Kara.” sapa Andrea.“Eh kaget!” Kara sedikit melenjit, “Gak ada suaranya lo Ndre ah!” protes Kara.“Heheh maaf Mbak, Mbak Kara ngapain?”“Kok masih tutup Cafenya? Rumi mana?” tanya Kara langsung.“Mbak Rumi masih di jalan katanya, tadi abis dari salon dulu katanya.” jelas Andrea.Kara pun mengangguk mengerti, “Em… lo masih kerja di Club waktu itu Ndre?&rdq

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 50

    Hubungan Dean dan Kara benar-benar berubah 180º. Kontrak penuh poin perjanjian yang sudah mereka buat sebelumnya seperti sengaja mereka lupakan begitu saja tanpa ada yang berniat membahasnya. Kini tak ada lagi batas kontak fisik, keduanya bisa saling menyentuh satu-sama lain kapanpun mereka mau. Kini mereka tak lagi berpisah saat malam datang. Entah itu di kamar Kara, atau di kamar Dean, melewati malam bersama kini sudah menjadi hal rutin yang tak bisa mereka lewatkan, baik hanya untuk saling bercengkrama, berkeluh kesah, berpelukan, atau bercinta sampai lelah.Satu bulan pun terlewat begitu saja dengan bertambahnya kisah Kara dan Dean yang sedang dimabuk cinta.“Lo lagi baca apa?” tanya Dean yang dari tadi merasa dicueki.“Buku baru.” sahut Kara yang masih asik membaca Novel berbahasa Inggris yang baru ia beli.Dean menyentuh lengan Kara dengan jari telunjuknya dan mengusapnya lembut, sambil mengamati wajah Kara dari samping.

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 49

    Pintu ruangan Dean terbuka setelah diketuk dua kali. Lalu masuklah seorang Pria yang membawa tumpukan kertas tebal di tangannya.“Siang Pak Dean, ini print out kasus Pak Hendra yang tadi Pak Dean minta.” ucap Pria kurus itu yang bernama Dikta, dia adalah Junior Dean di Fakultas Hukum dulu, dan kini ia menjadi asisten Dean di Alpha Law Firm.“Hm, taro aja di meja.” sahut Dean sambil menunjuk meja sofa dengan dagunya.“Ah iya Pak, sidang kasus perceraian Bu Sarah itu saya kasih ke siapa ya? Pak Dean udah gak bisa urus itu kan?” tanya Dikta.Dean berhenti sejenak untuk berpikir, “Hm… kamu lagi ngerjain kasus apa?”“Saya masih bantuin kasus sengketa tanah Apotek yang di Ancol.”“Kamu bisa kalo pegang kasusnya Bu Sarah sekalian?”Mata Dikta langsung berbinar, “Beneran Pak? Saya boleh pegang kasus ini?”Dean mengangguk, “Ya, pela

  • MADried Couple (Indonesia)   Part 48

    Kara mengekori Dean begitu Pria itu masuk ke dalam rumah setelah kembali dari unit Apartemen Bu Bambang yang ada di lantai 11.“Gimana? Lo gak di laporin Polisi kan?” tanya Kara penasaran.“Gue gak akan bisa masuk penjara, itu kan bentuk pertahanan diri, yang penting udah ada buktinya dia nyerang lo duluan.” sahut Dean sambil mengambil air dingin dari kulkas.“Tapi tuh orang sampe babak belur hampir mati begitu, kalo dia nuntut lo gimana?”“Bodo, salah sendiri mancing emosi gue.” sahut Dean enteng, namun setelah itu ia mendelik ke arah Kara.“Yak! Udah gue bilang, segalak-galaknya lo, jangan coba-coba cari masalah sama orang jahat, kenapa lo hobi banget nantangin orang? Seandainya gak ada gue semalem bisa-bisa lo yang ada di rumah sakit sekarang.” omel Dean.Kara langsung melengos, pasti ada saja ocehan Dean yang hinggap padanya.“Itu karena lo gak percaya sama gue, kan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status