“Tibra, sebentar, Tibra!”“Dhir, sedikit, Dhir, tanggapannya!”“Sebentar yuk, sebentar saja.”“Aduh! kameraku!”Tibra merangkul Andhira. Mereka berjalan cepat berusaha menyibak kerumunan awak media yang mengerumuni dan terus mengikuti langkah mereka.Sejak berita pernikahan Aruna yang diselenggarakan di kapal pesiar mewah tersebar luas, perhatian publik langsung tertuju pada mantan suaminya, Tibra. Cabang utama resto hingga perumahan tempat Tibra tinggal tak urung menjadi tempat “tongkrongan” wartawan yang berharap bisa mewawancarainya. Tibra dan Andhira seolah hilang ditelan bumi. Pasangan itu menghilang begitu saja sejak berita Aruna mencuat dan menarik atensi publik.Absennya mereka dari layar kaca menimbulkan banyak tanya. Hal itu dapat dimengerti karena selama ini Tibra selalu terbuka di layar kaca. Baik saat masih bersama Aruna maupun setelah menikah dengan Andhira. Hampir semua kegiatannya menjadi konsumsi publik apalagi jika berhubungan dengan hal yang bisa mengangkat citra
“Menurut keterangan Aruna yang dihubungi lewat sambungan telepon, bulan depan mereka akan mengdakan resepsi pernikahan di salah satu hotel milik suaminya. Apakah kalian diundang?” Sekarang beberapa awak media malah berdehem mendengar pertanyaan temannya yang lain.“Ooh suaminya punya usaha perhotelan?” Tibra menoleh pada wartawan yang tadi bertanya. Dia memang belum sempat mencari tahu tentang calon Ayah sambung anak-anaknya itu.beberapa waktu lalu, Zahir dan Zafar memang sempat menyampaikan ada pesan dari Aruna yang mengajak Tibra dan Andhira bertemu. Katanya, Aruna ingin memperkenalkan mereka pada seseorang. Namun, karena dia sedang pusing dengan masalah perusahaan, persidangan Devan dan yang terbaru anaknya ternyata sakit serius, Tibra hanya menjawab nanti. Rencana yang tidak pernah terealisasi sampai pernikahan Aruna akhirnya digelar.“Menurut keterangan dari Google, Danartyo Abhirama merupakan pemilik salah satu hotel berbintang lima dan juga pengusaha pakan ikan. Namanya memang
“Sudah dulu ya, Teman-teman.” Tibra tersenyum lebar saat akan menutup pintu mobil. Sungguh, dia sudah lelah menanggapi setiap pertanyaan yang sejak tadi tak ada habisnya.“Oh iya, kalau boleh tahu apa kepentingan kalian di rumah sakit ini?” Salah satu awak media tersadar. Pertanyaan itu membuat yang lain saling lihat dan mengangguk, mereka menanti jawaban Tibra dan Andhira.“Selamat pagi.” Tibra menutup pintu mobil dan melambaikan tangan tanpa menjawab pertanyaan dari wartawan. Dia belum siap jika berita tentang anaknya diketahui publik.Dia memang sengaja merahasiakan perihal anaknya yang sakit. Sejak Andhira melahirkan dan bayinya butuh perawatan intensif, mereka memutuskan menyewa ruangan VVIP di sana agar anaknya mendapat perawatan yang baik.Dia tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya akan dibanding-bandingkan dengan Aruna. Saat mantan istrinya sedang berada di puncak kesuksesan usaha dan berbahagia dengan pernilakahan, dia sibuk mengurus penyakit anak dan segala masalah
"Kenapa dulu nggak langsung bagi gono-gini saja, Mas? 'Kan jadi jelas harta mana punya siapa." Andhira menoleh pada Tibra yang memejamkan mata. Walau selama ini dia tidak pernah diajak berdiskusi masalah keuangan, tapi dia tahu pasti suaminya itu sedang kesulitan."Sudahlah, Dhir, semua sudah berlalu sekian tahun lalu." Tibra menggenggam tangan Andhira dan meremasnya pelan. "Tenang, aku yakin semua akan baik-baik saja. Dedek akan sembuh, usaha kita akan bangkit lagi."Andhira mengangguk dan menyandarkan kepala pada bahu Tibra. Andai bukan karena Anna sudah merengek ditelepon, Andhira tidak akan mau meninggalkan bayinya sendirian. Namun, dia harus menyempatkan waktu menemui Anna sebentar agar anaknya tidak merasa terabaikan.Sementara, Tibra terhanyut dalam pikirannya sendiri. Dia sempat sakit setelah putusan sidang Devan dibacakan beberapa bulan lalu. Mantan rekan bisnisnya itu memang diputus bersalah, tapi dia tidak mendapat ganti rugi apapun karena semua aset Devan yang dia laporkan
Maldives atau yang biasa disebut juga Maladewa memiliki perairan biru kehijauan, pasir putih bersih, matahari terbenam, langit jingga dan tentu saja kemewahan.Aruna menarik napas panjang menikmati angin laut yang berhembus pelan memainkan rambutnya yang terurai. Wanita itu menoleh pada suaminya yang masih mendengkur di kasur.Mereka baru saja tiba di sini empat jam yang lalu. Tepat jam empat subuh, seaplane yang disewa secara khusus tiba dan membawa mereka kemari. Begitu selesai melaksanakan shalat Subuh, mereka langsung merebahkan diri di kasur karena rasa kantuk yang menyerang dan juga lelah perjalanan.Aruna memilih Maldives sebagai tempat bulan madu mereka. Alasannya karena dia belum pernah liburan kesana dan Tyo memang membebaskannya untuk memilih mau liburan kemana.Walau namanya bulan madu, tapi Tyo memboyong serta Zahir dan Zafar yang kebetulan sedang libur sekolah serta mengajak juga kedua orangtua dan mertuanya.Menurut Tyo, acara liburan kali ini bisa menjadi ajang mendeka
Suara ramai di depan bungalow yang mereka tempati mau tidak mau membuat mereka berlepas diri. Tyo masih sempat melabuhkan kecupan kecil di bibir ranum Aruna sebelum berjalan ke depan untuk membuka pintu. Di sini, Aruna terpaku mengingat sikap manis Tyo barusan. Hal kecil yang selama ini tidak pernah dia rasakan saat bersama Tibra.Dulu, dia terlalu sibuk diluar. Aruna menyadari sepanjang pernikahan mereka, kerja keras untuk memajukan usaha adalah visi dan misinya dengan Tibra. Jarang sekali ada waktu mereka menikmati waktu berlibur sekeluarga, bahkan bisa dikatakan hampir tidak pernah.Mereka seolah dikejar sesuatu yang menuntut agar bisa menjadi sukses. Ditentang dan dibuang oleh kedua keluarga membuat dua sejoli itu merasa harus membuktikan pilihan mereka benar dan mereka bisa sukses walau tanpa bantuan yang lainnya.Ah … kenapa dia jadi membandingkan pernikahannya kali ini dengan pernikahannya dulu? Apakah dia belum move on? Tentu saja sudah. Dia membandingkan semua lini agar bisa
Bungalow yang mereka tempati persis di atas laut, ada akses tangga langsung untuk nyemplung ke laut hingga mudah jika ingin snorkeling. Di tengah bungalow ada glass floor, sehingga bisa melihat aliran air dan hewan-hewan laut yang berenang bebas langsung dari dalam bungalow tanpa harus berbasah-basah.Tyo memang ingin memberikan pengalaman terbaik yang bisa dia berikan pada Aruna. Uang bukan masalah baginya. Sebagai pengusaha perhotelan bintang lima yang cabangnya tersebar di seluruh negeri dan juga mempunyai usaha di bidang produksi pakan ikan, lelaki itu memiliki materi yang berlimpah."Cari yang masih muda, Pak Tyo. Walau Bu Aruna memang cantik, tapi kan sudah dua kali turun mesin." Kekehan salah satu rekan bisnisnya beberapa saat sebelum dia melamar Aruna kembali terngiang.Banyak kolega dan teman dekat bahkan beberapa anggota keluarga yang menyayangkan dia saat memutuskan menikahi Aruna. Sebagai duda tanpa anak yang tampan dan mapan, dalam pandangan mereka Tyo bisa mendapatkan ga
Saat Aruna sedang menikmati indahnya bulan madu, di sini, Andhira menjerit kencang ketika alat yang mendeteksi detak jantung anaknya berdenging kencang. Wanita itu berteriak kalap pada Tibra yang sedang terduduk di luar ruangan memikirkan restonya yang semakin terbengkalai. Bahkan laporan dari pekerjanya, beberapa supplier sudah memutuskan kerjasama karena mereka sudah menunggak sekian bulan."Ada apa? Kenapa?" Tibra langsung menghampiri Andhira yang histeris. Tanpa banyak kata, dia langsung mengikuti Andhira yang menarik tangannya."Tunggu disini." Tibra meremas bahu Andhira kencang. Dia berbalik dan meninggalkan istrinya yang menangis kencang.Lelaki itu gelagapan berlari ke ruang dokter saat melihat layar disana hanya menampilkan garis lurus yang menandakan aktivitas jantung anaknya terhenti. Sebelum menutup pintu, matanya masih sempat melirik wajah anaknya yang baru beberapa bulan saja mengenal dunia."Semoga belum terlambat." Tibra mengepalkan tangan saat melihat ruang suster jag