Beranda / Romansa / Luka Cinta Aluna / Bab 26 Meminta Izin

Share

Bab 26 Meminta Izin

Penulis: Ray Puspa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sudah sejam Aluna menemani Marfel di halaman privasinya. Tempat yang tidak semua orang boleh masuk. Ukurannya sangat luas, terdapat kolam ikan peliharan Marfel di tengah halaman dan beberapa macam bunga hias yang mempercantik halaman. Rumah ini lebih besar dari yang Aluna perkirakan, masih banyak tempat yang belum ia kunjungi.

Tawa mereka menggelegar, saat Marfel bercerita hal lucu. Teringat perkataan Fatma saat menelepon Aluna, ia mengajak untuk berlibur ke Bali. Aluna belum menyetujui, meski saat ini ia sangat butuh liburan. Aluna harus meminta izin terlebih dahulu ke Marfel, Seharusnya ia juga meminta izin ke Zolan, tetapi rasanya itu tidak mungkin terjadi, ia masih menjauhi Zolan. Bertubi-tubi masalah yang datang menguji, membuat Aluna sejenak ingin menenangkan hati.

Aluna ke kamar Marfel untuk meminta izin, ternyata ia langsung di ajak ke Halaman. Ini pertama kali Aluna datang ke halaman ini. Marfel sangat menyukai ikan hias, hampir di setiap halaman terdapat ko

Ray Puspa

Terimakasih banyak-banyak untuk kalian yang masih terus mengikuti novel ini. Jangan lupa vote yaa

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Luka Cinta Aluna   Bab 27 Kota Bali

    *** "Zolan!" panggil Marfel, "mau ke kantor?" lanjutnya saat melihat Zolan terburu-buru menuju pintu utama. "Aku akan ke Bali selama lima hari, Ayah!" Zolan melangkah menuju Marfel, "aku pergi dulu!” pamit Zolan, mengambil tangan Marfel dan menciumnya. “Ke Bali?” tanya Marfel. “Iya, Ayah! Ada apa?” tanya Zolan, heran melihat respon Marfel. “Tidak ada apa-apa!” ucap Marfel, “Hati-hati di jalan!” pesannya. Zolan tersenyum dan langsung meninggalkan Marfel yang sedang duduk santai membaca koran. Marfel menatap kepergian Zolan, “Semoga tidak terjadi apa-apa di antara kalian berdua. Sekarang Aluna mungkin sudah tiba di Bali. Untung mereka tidak satu pesawat. Apakah mereka akan bertemu? Sekarang Aluna sedang menjauhi Zolan! Ahh, tidak mungkin! Bali itu luas,” lirih Marfel. Di lain tempat, Aluna dan Fatma baru saja keluar dari Bandara Ngurah Rai. Sedari tadi Aluna hanya terdiam, meskipun Fatma terus saja mengajak bercerita. Ia

  • Luka Cinta Aluna   Bab 28 Cantik

    Beberapa menit kemudian Aluna dan Fatma tiba di Hotel, mereka di sambut karpet merah sejak turun dari mobil. Acara peresmian hotel sangat mewah. Ada yang berbeda dengan Aluna, saat ini ia lebih percaya diri di banding saat pesta ulang tahun perusahaan. Meski menggunakan high heels, ia bisa berjalan dengan santai. Aluna juga tidak melangkah sambil menunduk. "Mengapa semua orang menatapku seperti itu, tidak berkedip! Mungkin karena gaun yang aku pakai? Tetapi gaun ini tidak seksi seperti perempuan lain,” batin Aluna. Saat melewati cermin besar di dinding hotel, ia berjalan pelan, memastikan jika tidak ada yang salah dengannya, "apa make up di wajahku ketebalan? Sepertinya tidak, banyak perempuan lain yang dandanannya lebih menor dariku,” Aluna terus saja membatin. “Aluna, kamu sadar tidak. Sejak turun dari mobil sampai sekarang, banyak yang memandang kagum kecantikkanmu,” ucap Fatma saat mereka mengambil makanan. Aluna dan Fatma sudah terlalu lapar, hingga saat tiba, y

  • Luka Cinta Aluna   Bab 29 Kehidupan Baru

    “Aku ingin kita hidup layaknya suami istri, tidak ada jarak seperti ini,” ucap Zolan, menatap lekat Aluna. “Benarkah apa yang baru saja di ucapkan Zolan? Ia akan belajar mencintaiku!” batin Aluna, menengokan wajah melihat Zolan, mencari kebohongan di matanya. Lama menatap, tidak ia temukan apa yang di cari. Zolan terlihat sangat tulus. Mata Aluna berkaca, tidak mampu berkata. "Aku pikir, beberapa hari ini Zolan mendekatiku untuk berkata-kata kasar. Ternyata aku salah," batin Aluna. Melihat Aluna yang belum berucap, Zolan akhirnya mencondongkan badan, memeluk Aluna. Ia terisak dalam pelukan Zolan. “Maafkan aku, Aluna!” ucap Zolan lagi. Beberapa menit menangis terharu, Aluna melepas pelukan. Zolan menghapus sisa air mata di pipi Aluna, dengan lembut, sambil menatap, “Mari memulai kehidupan yang baru!” ucap Zolan. Aluna tersenyum dan mengangguk. Menarik napas, menghapus sisa air mata, “Aku akan panggil Kak Zolan, Abang Zolan, atau Apa? Ti

  • Luka Cinta Aluna   Bab 30 Sahabat

    *** Tok tok tok! Suara pintu mengganggu tidur Aluna. Ia belum ingin beranjak dari tempat tidur. Tok tok tok! Ketukan itu kembali terdengar. Mata Aluna masih mengantuk, dengan gaya malas, ia berdiri dari tempat tidur menuju ke arah pintu. “Alunaa! Buka pintunya!” suara Fatma, dari balik pintu. “Iyaa! Tunggu sebentar!” teriak Aluna, agar di dengar Fatma, "ternyata Fatma, orang yang sudah mengganggu tidurku," tuturnya, pelan. Aluna membuka pintu, Fatma langsung masuk menarik tangan dan duduk di tempat tidur. Ia menatap Aluna serius. “Jujur sama aku, Al! Kamu sudah menikah?” tanya Fatma. Kedua tangannya di letakan pada bahu Aluna. Kaget mendengar pertanyaan Fatma. Mata ngantuk Aluna berubah segar, bingung untuk memulai. "Fatma sudah tahu, mungkin dari kak Fahmi," batin Aluna. Melihat Aluna tidak berkata, Fatma melanjutkan ucapannya, “jadi benar, kamu sudah menikah!” Fatma menarik napas, “maafkan, aku! Belum

  • Luka Cinta Aluna   Bab 31 Anton dan Anggel

    "Aku mau siap-siap, sebentar lagi Zolan akan datang menjemputku,” ucap Aluna. “Ya sudah, aku tinggal dulu. Nggak nyangka, aku akan di tinggal sendiri di Villa,” ucap Fatma, memasang wajah sok sedih. “Haha, maafkan aku, sudah menjadi orang yang sangat egois di dunia,” tutur Aluna sambil berdiri menuju kamar mandi. “Aku mau kembali ke kamarku. Kalau terjadi apa apa kabari yaa!” tutur Fatma sambil berdiri, “Ingin aku katakan, kamu begitu tega meninggalkanku sendiri, di sini, sendiri, oh tegaaa,” lanjut Fatma, ia berjalan sambil bersenandung. “Hahaha! Maafkan aku yang tega menyakitimu,” tutur Aluna sambil menirukan nada senandung Fatma. Mereka tertawa bersama. Sampai akhirnya Fatma menutup pintu kamar. "Terimakasih Fatma, sudah menjadi sahabatku," batin Aluna. Bagi Aluna, Fatma bukan sekedar sahabat, ia sudah di anggap seperti saudara sendiri. Aluna percaya, jika Tuhan tidak akan menciptakan seseorang untuk hidup seorang diri, selalu ada manusia b

  • Luka Cinta Aluna   Bab 32. Kematian Istri Anton

    Anton sedang menunggu di depan kamar bersalin. Tidak lama kemudian keluar seorang perawat sambil tersenyum, menggendong bayi cantik yang baru saja menyapa dunia lewat tangisannya. Istrinya sedang di tangani oleh Raka dan rekan-rekan yang sedang bertugas di Ruang Persalinan. Semua berjalan dengan lancar. Tiga puluh menit kemudian, Anton melihat tiga orang mahasiswa bidan keluar dengan beberapa perawat di belakangnya, mendorong ranjang jenazah yang sudah tertutup kain putih, Anton membeku. Anton berdiri dari duduknya. "Tidak mungkin! Ini tidak mungkin! Apa maksud kalian? JAWAB!" teriak Anton, menggelegar, "Selama ini istriku baik-baik saja! Aku selalu menemani ke dr. Raka setiap bulan! Tidak pernah terjadi apa-apa!" lanjutnya, marah, suara gemetar menahan tangis. Mereka semua terdiam melihat kondisi Anton, tidak satu pun yang berani menjawab. Anton masih bekerja sebagai dokter spesialis paru di Rumah Sakit Nusantara. “Kita bisa bi

  • Luka Cinta Aluna   Bab 33 Panggilan Sayang

    *** “Besok kalian balik ke Kendari jam berapa?” tanya Zolan “Pagi pukul delapan, soalnya besok jam satu ada kuliah,” jawab Aluna, “kita mau kemana sekarang?” lanjutnya. “Hari ini sayang di larang banyak bertanya!” ucap Zolan. Sedari tadi mobil berjalan dan belum menunjukan titik terang akan ke mana. Aluna belum terbiasa mendengar Zolan memanggilnya, sayang. Garis wajah berbentuk senyuman, ia berkata, “Baiklah!" Ia tidak ingin berdebat dengan Zolan. Tidak lama kemudian, mobil memasuki sebuah butik, Zolan menyuruh Aluna turun dari mobil, “Mungkin Zolan ingin di temani berbelanja,” batin Aluna. “Yukk!” ajak Zolan, sambil membuka pintu mobil untuk Aluna. Setelah ke dua kaki berpijak di halaman butik, Zolan mengaitkan jari tangan dengan Aluna. Mereka berjalan sambil berpegangan tangan. “Sayang, pilihlah baju yang kamu suka!” tutur Zolan, saat mereka telah berada di dalam butik. Mata Aluna membola, kaget, “kenapa aku yang di

  • Luka Cinta Aluna   Bab 34 Nasehat Sahabat

    "Antar aku pulang sekarang!" Tanpa melihat Zolan. "Sayang, ada apa? Hmmm!" ucap Zolan sambil memegang ke dua tangan Aluna. “Nanti saja kita bicarakan! Sekarang, antar aku pulang!” Tutur Aluna lagi. "Mengapa Zolan melakukan semua ini, aku rasa semua orang ingin di cinta dengan apa adanya," batinnya. Tidak ingin Zolan melihat ia menangis. Sejenak, Aluna ingin berpikir jernih. Tanpa menjawab, Zolan melajukan mobil menuju Villa. Setibanya, Aluna langsung membuka pintu mobil, keluar dan masuk ke dalam Villa. Dari ekor mata, Aluna melihat Zolan bingung dengan apa yang terjadi. . “Kita tidak pantas untuk hidup bersama, Zolan! Kamu menyukai perempuan yang cantik. Jika harus merubah penampilanku, aku memilih untuk mundur!” lirih Aluna, berlari menuju kamar. Ia melewati Fatma yang sedang menonton televisi. “Aluna, kamu kenapa?” Fatma memanggil, suaranya keras. Aluna masuk ke dalam kamar, berbaring di atas kasur, Fatma mengikuti.

Bab terbaru

  • Luka Cinta Aluna   Bab 110 Tatapan Kagum

    “Itu benaran Aluna. Tanpa bedak tebal saja, dia sudah menjadi perempuan paling cantik hari ini. Apalagi jika Aluna, menggunakan jasa perias,” tutur Lilis pelan pada Fatma. Mereka duduk berdampingan. “Aluna punya trauma, dia tidak ingin berdandan seperti layaknya perempuan lain dan akan di puji cantik. Aluna sangat membenci jika ada yang mengagumi kecantikannya,” ucap Fatma, sambil menatap Aluna yang saat ini sedang berbicara di podium. “Trauma … kenapa bisa?” tanya Lilis, menoleh ke Fatma. “Ceritanya panjang. Nanti saja aku ceritakan. Sekarang aku ingin fokus mendegar Aluna bicara,” ucap Fatma, tanpa melihat wajah penasaran Lilis. Ia mendengar Aluna yang sedang berucap, “atas apa yang dapat di raih hari ini, kita patut berterimakasih pada seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu semua proses. Untuk itu perkenankanlah saya mewakili wisudawan untuk menyampaikan banyak terimakasih.” Lilis tidak melanjutkan percakapan mereka. Ia pun ikut fokus meny

  • Luka Cinta Aluna   Bab 109 Aluna Wisuda

    *** Aluna sedang bersiap-siap, ia menggunakan kebaya berwarna biru nafi, dipadukan dengan rok batik bermotif kupu-kupu kecil. Kemudian ia menutupi dengan baju toga hitam pemberian kampus untuk wisudawan. Aluna tidak menggunakan jasa perias. Dengan kemampuan pas-pasan, ia menempel tipis bedak di wajah. Tidak lupa, Aluna juga memakai lip cream di bibir agar tidak terlihat kering. Kali ini, Aluna tidak akan mengepang dua rambut. Ia sudah membeli pengikat khusus agar bagian kepala terlihat cantik. Ia lalu memakai anting cantik berukuran kecil di telinga. Aluna hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit untuk selesai. Ia lalu memakai high hells. Bercermin kembali, untuk memastikan jika ia sudah selesai. Aluna mengambil toga yang sudah ia siapkan di atas meja belajar. “Kok rasanya, aku malu. Ini pertama kali aku memakai bedak ke kampus,” tutur Aluna, ia memalingkan pandangan pada kacamata. “Sepertinya untuk hari ini, aku tidak memakai kacamata. Hanya untuk hari

  • Luka Cinta Aluna   Bab 108 Rencana Fahmi

    Mengikuti kata hati, Sindy akhirnya masuk ke dalam warung untuk memesan makanan yang akan di bawa pulang. Ia bercerita dengan seorang ibu yang juga menunggu pesanan. Lima belas menit keasyika, Sindy menyadari jika lelaki itu sudah tidak ada. Dengan cepat Sindy membayar ketika namanya di panggil. Sambil memperbaiki masker dan topi yang ia pakai, Sindy melangkah lebar menuju rumah kos. Setibanya, sebelum memasuki rumah Sindy menoleh ke kiri dan ke kanan. Ingin memastikan jika tidak ada lagi yang mengikuti. "Sekarang aku harus lebih berhati-hati," Sindy berucap lirih sambil mengusap dada dari balik pintu. Beberapa jam telah berlalu. Waktu menunjukan pukul sepuluh malam, Fahmi masih berada di sebuah kafe menunggu seseorang. Saat ia meneguk kopi, orang yang di tunggu akhirnya datang. “Maaf aku telat, bos,” ucap lelaki yang sedang memakai topi hitam. Ia membuka masker yang ada di wajah dan menarik kursi untuk duduk. “Informasi apa yang sudah kamu dapa

  • Luka Cinta Aluna   Bab 107 Kembali Semangat

    Aluna kembali ke kamar dan memilih berbaring di atas ranjang. Mata menatap langit-langit dan tidak berpindah. “Tidak mengapa Aluna. Sebentar lagi kamu akan koas. Kalian akan jarang bertemu, jadi kamu pasti bisa kuat,” batin Aluna menyemangati diri, "apa aku harus menyerah?" Aluna memiringkan badan ke samping. Menatap tempat Zolan jika tidur di kamarnya. Tangan mengusap bantal yang sering digunakan suaminya, ia berucap lirih, “aku harusnya sadar dari dulu, jika tidak boleh mencintai kamu, Zolan. Ini akibatnya, karena telah lancang berharap dicintai.” Tidak terasa, air mata yang sudah ia tahan sejak berada di kamar Zolan, akhirnya tumpah. “Aku tidak pernah meminta takdir seperti ini. Mengapa harus aku yang merasakan?” Bantal yang digunakan Aluna telah basah. Tangan menutup mulut dan membiarkan air di mata keluar begitu deras.Satu jam lebih ia berbaring di atas kasur, meratapi hati yang di rasa begitu sakit. Aluna akhirnya bangkit menuju meja belajar,

  • Luka Cinta Aluna   Bab 106 Pelukan Terimakasih

    ***Hari ini, tepat sepekan Marfel berpulang. Aluna sedang berada di kamar Zolan. Sudah seminggu Zolan tidak keluar rumah, begitupun dengan Aluna.“Aku masih kenyang, Aluna. Kamu saja yang makan,” tutur Zolan, melihat Aluna masih memegang sendok berisi makan, dari tadi Aluna terus memaksa.“Kamu harus makan Zolan! Hari ini kamu belum makan. Tiga sendok saja, terus aku akan keluar dari kamar kamu.” Aluna terus berusaha merayu. Sejak meninggalnya Marfel, Zolan sudah jarang makan. Makanan yang sering di antar ke kamar, selalu di ambil kembali dalam keadaan utuh.Melihat Zolan, yang masih menutup mulut. Aluna berdiri untuk menyimpan piring yang di tangan ke atas meja. Ia lalu kembali duduk di dekat Zolan. “Aku tahu kamu merasa bersalah! Aku tidak tahu sebelumnya apa yang terjadi antara kamu dengan ayah! ... Tetapi, kamu tidak bisa begini terus ... Badan kamu juga punya hak untuk sehat!” Aluna berkata dengan suara sedi

  • Luka Cinta Aluna   Bab 105 Menguatkan Zolan

    Asisten itu menarik lembut Aluna. Ia langsung memeluk tanpa banyak berkata. Ia tahu bagaimana rapuhnya Aluna. “Ada kami, Non. Non Aluna masih punya kami, tidak sendiri,” ia berbisik pelan di telinga Aluna, berusaha menguatkan.Semua asisten mengetahui hubungan Aluna dan Zolan. Meskipun sudah tidur sekamar, tetapi masih nampak di mata semua asisten, jika Zolan tidak mencintai Aluna. Bukan hanya itu, asisten yang setiap hari membersihkan rumah mengetahui, jika Zolan masih menyimpan semua baju di kamarnya, tidak memindahkan ke kamar Aluna.Di tempat lain, Zolan masih berada di depan sekolah. Setelah bertengkar hebat dengan Marfel, ia tidak bisa fokus untuk bekerja, sehingga ia pergi meninggalkan kantor dan menuju sekolah yang sudah mempertemukannya dengan Sindy. Zolan juga tidak mengaktifkan handphone, ia sedang tidak ingin di ganggu.Zolan memarkir mobil di seberang sekolah. Dari jauh ia melihat anak-anak sekolah keluar dari gerbang. Ada yang jail, ada

  • Luka Cinta Aluna   Bab 104 Marfel Meninggal

    Empat puluh menit mengendara motor, ia sudah memasuki gerbang rumah sakit. Tadi setelah tiba di parkiran kampus Aluna menelepon Bi Sarti, menanyakan rumah sakit tempat Marfel dirawat. Aluna mengendara dengan sangat laju, tiga kali ia mendapatkan lampu merah yang macet. Dengan langkah terburu ia masuk, menuju ruang ICU.Di sana ada enam orang asisten yang menunggu di depan pintu. Aluna mempercepat langkah. Setibanya, dengan napas yang masih terengah-engah, Aluna langsung berucap, “apa yang terjadi? .. Tadi pagi ayah masih baik-baik saja. Kami sarapan pagi bersama dan aku juga meminnta doa karena sidang hari ini. Kenapa ini bisa terjadi?”“Kami tidak tahu pasti, apa yang sebenarnya terjadi. Tadi setelah Non Aluna ke kampus. Tuan besar memanggil tuan muda di dalam kamar. Kami tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Bi Sarti menemukan tuan besar pingsan di lantai dekat ranjang,” ucap asisten yang berada di hadapan Aluna.“Zolan sudah tahu

  • Luka Cinta Aluna   Bab 103 Sidang akhir

    ***Setelah tiga tahun lebih menjalani kuliah, hari ini Aluna sidang akhir. Fatma dan Lilis menunggu di luar ruang sidang. Di tangan mereka ada satu buket bunga yang akan di berikan untuk Aluna. Sedangkan di dalam sana, Aluna masih menghadapi rentetan pertanyaan dari penguji.Satu jam lebih berlalu, Aluna di suruh keluar oleh dosen pembimbingnya. Menunggu di luar ruangan.“Alunaa!” Suara cempreng Fatma terdengar, ketika melihat Aluna membuka pintu. Ia dan Lilis berdiri menghampiri.“Bagaimana, kamu di kasih nilai apa?” tanya Fatma ketika mereka sudah berada di samping Aluna.“Ya, belum di tahu lah, Fatma … dosen ‘kan masih rembuk di dalam. Aku di suruh keluar dulu. Nanti masuk lagi kalau sudah ada perintah untuk masuk,” tutur Aluna, sambil berjalan menuju tempat duduk.“Kamu yang sidang, aku yang degdegan, Aluna. Gimana nanti kalau aku yang ujian yah?” Fatma berucap, ketika mereka

  • Luka Cinta Aluna   Bab 102 Rencana ke Jepang

    Di tempat berbeda, di sebuah rumah sakit. Anton kaget, ia melihat ada pergerakan di tangan Angel. Meskipun masih menutup mata, jari-jari mungil tangan kanan Angel bergerak. Ia memencet tombol untuk memanggil perawat jaga, yang terletak tidak jauh dari hospital bed. Tidak menunggu lama, tiga orang perawat bersama seorang dokter datang dengan membawa beberapa alat yang mereka butuhkan. “Bagaimana keadaanya?” tanya Anton. ketika dokter menempelkan stetoskop di tubuh Angel. Ada sedikit kebahagian terpancar di wajah Anton. “Dokter Anton, bisa ikut aku ke ruangan?” ujar seorang lelaki yang memakai jas putih. “Apa yang terjadi? Aku tidak bisa meninggalkannya sendiri di sini,” ucap Anton tegas, sambil menatap Angel. “Ini juga untuk Angel. Ada yang ingin aku beritahu, dan aku tidak bisa mengatakannya di sini.” Kembali membujuk Anton yang terlihat kukuh dengan keinginan. “Nanti dua orang perawat ini, yang akan menggantikan kamu menjaga Angel,” lanjutnya.

DMCA.com Protection Status