Beranda / Romansa / Luka Cinta Aluna / Bab 109 Aluna Wisuda

Share

Bab 109 Aluna Wisuda

Penulis: Ray Puspa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

***

Aluna sedang bersiap-siap, ia menggunakan kebaya berwarna biru nafi, dipadukan dengan rok batik bermotif kupu-kupu kecil. Kemudian ia menutupi dengan baju toga hitam pemberian kampus untuk wisudawan. Aluna tidak menggunakan jasa perias. Dengan kemampuan pas-pasan, ia menempel tipis bedak di wajah. Tidak lupa, Aluna juga memakai lip cream di bibir agar tidak terlihat kering. Kali ini, Aluna tidak akan mengepang dua rambut. Ia sudah membeli pengikat khusus agar bagian kepala terlihat cantik. Ia lalu memakai anting cantik berukuran kecil di telinga.

Aluna hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit untuk selesai.  Ia lalu memakai high hells. Bercermin kembali, untuk memastikan jika ia sudah selesai. Aluna mengambil toga yang sudah ia siapkan di atas meja belajar.

“Kok rasanya, aku malu. Ini pertama kali aku memakai bedak ke kampus,” tutur Aluna, ia memalingkan pandangan pada kacamata. “Sepertinya untuk hari ini, aku tidak memakai kacamata. Hanya untuk hari

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Luka Cinta Aluna   Bab 110 Tatapan Kagum

    “Itu benaran Aluna. Tanpa bedak tebal saja, dia sudah menjadi perempuan paling cantik hari ini. Apalagi jika Aluna, menggunakan jasa perias,” tutur Lilis pelan pada Fatma. Mereka duduk berdampingan. “Aluna punya trauma, dia tidak ingin berdandan seperti layaknya perempuan lain dan akan di puji cantik. Aluna sangat membenci jika ada yang mengagumi kecantikannya,” ucap Fatma, sambil menatap Aluna yang saat ini sedang berbicara di podium. “Trauma … kenapa bisa?” tanya Lilis, menoleh ke Fatma. “Ceritanya panjang. Nanti saja aku ceritakan. Sekarang aku ingin fokus mendegar Aluna bicara,” ucap Fatma, tanpa melihat wajah penasaran Lilis. Ia mendengar Aluna yang sedang berucap, “atas apa yang dapat di raih hari ini, kita patut berterimakasih pada seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu semua proses. Untuk itu perkenankanlah saya mewakili wisudawan untuk menyampaikan banyak terimakasih.” Lilis tidak melanjutkan percakapan mereka. Ia pun ikut fokus meny

  • Luka Cinta Aluna   Bab 1 Rekaman Suara Ibu

    Aluna sedang terburu-buru ke kampus. Bernama lengkap Aluna Mentari, usia dua puluh satu tahun, seorang mahasiswa kedokteran di sebuah kampus di Kota Kendari, memiliki sahabat bernama Fatma. Saat ini ia sedang mengendarai motor kesayangannya. Kendaraan yang selalu menemani ke mana pun Aluna pergi. "Hari ini ada ujian dari Pak Anton. Dosen yang terkenal killer. Padahal ia tidak pernah membunuh mahasiswa. Jika pernah membunuh, pasti sekarang tidak menjadi Dosen. Mengapa Dosen yang terkenal disiplin, tidak pernah tersenyum, dan pelit nilai dikatakan Killer? Padahal 'kan Killer itu pembunuh. Kasian sekali mereka! Kapan negara kita bisa maju, jika sesuatu yang baik dikatakan membunuh?" batin Aluna, selama perjalanan menuju kampus, "entahlah itu bukan urusanku," lanjutnya sambil melihat lampu yang masih berwarna merah. Tiba di Kampus pukul tujuh lewat, lima belas menit lagi ujian akan dimulai. Masih ada waktu untuk belajar. Beberapa hari ini ia tidak belajar, di Toko Kue se

  • Luka Cinta Aluna   Bab 2 Permintaan Ayah

    *** Sore itu Zolan mendapat kabar bahwa ayahnya di rawat di Rumah Sakit. Ia sedang melakukan rapat pembangunan hotel baru di Kota Bali. Belum selesai rapat ia langsung berdiri. Pikirannya tertuju pada sang ayah. Tergesa-gesa, ia meninggalkan ruang rapat. Entah apa yang akan terjadi sesudahnya, ia tidak peduli. Yang ada di pikiran Zolan sekarang, ayahnya sedang berada di Rumah Sakit dan sangat membutuhkannya. Zolan tahu ayahnya sudah lama menderita penyakit ginjal. Ia tidak kuat jika ayahnya pergi meninggalkannya, meskipun ia tahu cepat atau lambat ayahnya pasti akan menyusul ibunya. Setiap kali mendengar ayahnya di Rumah Sakit, Zolan sangat takut. Hingga otaknya tak mampu untuk berpikir panjang, selain melihat langsung kondisi ayahnya. Setibanya Zolan di pintu ruangan, ia berdiri sejenak, menarik napas dan menguatkan mental. Zolan melihat sosok ayah yang terbaring lemah di atas tempat tidur, menatap wajah pucat yang berada di hadapan. Sepertinya sang ayah sed

  • Luka Cinta Aluna   Bab 3 Kenangan Tentang Sindy

    *** Aluna sedang berada di Kontrakan kecilnya. Setelah mendengar rekaman suara, Sejenak Aluna terdiam dan langsung menyimpan alat itu di tempat asalnya. Aluna langsung melangkah keluar ruangan tanpa mendengar sepatah kalimat yang keluar dari bibir Marfel. Wajah Marfel terlihat bingung untuk berucap, saat melihat respon Aluna. Tidak peduli dengan suara lemah Marfel yang berusaha memanggilnya. Tidak peduli juga dengan orang suruhan Marfel yang menatapnya iba. Air mata tanpa pamit keluar dari kelopak mata, wajahnya sudah sangat kusut. Sekarang Aluna sedang berdiam diri di depan foto ibunya, yang terpajang di dinding rumah. di raihnya foto yang saat ini sedang ia tatap, "mengapa ibu tega menjodohkan aku dengan lelaki yang tidak aku kenal? Apa Ibu tidak sayang aku? Mengapa Ibu tega? Bagaimana mungkin ini akan terjadi padaku, Ibu?" ucap Aluna sambil mengusap, foto ibu telah berada di pangkuannya, ia membiarkan air mata membasahi. Aluna masih terus menangis.

  • Luka Cinta Aluna   Bab 4 Semangat Aluna

    Setelah menghabiskan waktu tiga puluh menit di Sekolah SMA Pelita Bunda, Zolan mengendarai mobil menuju ke Rumah Sakit. Ingatannya masih tertuju pada Sindy. Malam itu adalah ulang tahun Zolan, bertepatan dengan acara kelulusan. Zolan sedang menunggu di luar pagar, menunggu sang pujaan hati. Satu jam berlalu yang di tunggu belum juga nampak. Zolan berkali kali menghubungi Sindy, namun nomornya sudah tidak aktif. Tidak ingin penasaran, Zolan membuka pagar Rumah. Ternyata, Rumah minimalis berlantai satu itu telah kosong. Hanya ada lampu teras yang menerangi. Zolan masih menaruh harapan, mungkin saja listrik rumah sedang bermasalah. Ia mengetuk pintu rumah. Tidak ada sahutan dari dalam. Tiga kali ketukan pintu sambil memanggil nama Sindy, tetapi masih tetap sama. Sepuluh kali ketukan, tidak berubah. Zolan duduk bersandar di depan pintu. Ia menunggu hingga jam satu malam. Pemilik rumah belum memunculkan diri. Sampai sekarang ia tidak tahu di mana

  • Luka Cinta Aluna   Bab 5 Menerima

    *** Hari ini Aluna bangun lebih pagi, ia harus menyiapkan semua barang yang akan di bawa. Tidak banyak, Hanya baju satu koper dan satu kardus berisi buku-buku yang ia anggap penting. Aluna memandang setiap sisi rumah, "aku akan tetap kontrak, di sini ada banyak kenangan bersama ibu. Lagian, tidak mungkin aku membawa semua barang yang ada di rumah ini. Mau aku taruh di mana?" Kemarin setelah mendapat pesan dari anak buah Marfel, Aluna berusaha bangkit dan pulang ke kontrakan. Tersadar, mungkin inilah yang terbaik untuknya. Tentang hati, tidak ada yang tahu, akan jatuh cinta pada siapa. Mungkin setelah hidup dengannya, Aluna bisa mencinta. Aluna juga sudah menghubungi Fatma, hari ini Toko kue di tutup. Ia tidak mungkin bisa bekerja dalam kondisi tidak baik. "Mungkin karena hari ini adalah minggu, semua orang libur, sehingga Pak Marfel ingin pernikahan di langsungkan hari ini," batin Aluna Tak lupa pula, Aluna membawa satu-satunya barang

  • Luka Cinta Aluna   Bab 6 Ijab Kabul

    "Ternyata lelaki ini yang akan menjadi suamiku. Oh Tuhan. Dia sangat ganteng!" batin Aluna, sambil sesekali melihat Zolan, tak ingin ketahuan jika sedang mengagumi indahnya ciptaan Tuhan di hadapannya. Mata bulat, hidung mancung, ada sedikit janggut yang ia bisa hitung jumlahnya, kulit putih bersih, dan alis tebal yang menambah kesempurnaan wajahnya. Di samping tempat tidur Marfel, sudah disediakan meja dan kursi untuk akad nikah. Aluna melangkah kecil menuju tempat duduk sakral itu. Hingga akhirnya tiba, tempat duduk begitu dingin. Terlihat Rozi dan Zomi, menyiapkan beberapa berkas. "Bagaimana, apakah anda sudah siap?" tanyanya pada Zolan. "Siap, Pak! Kita bisa mulai!" jawab Zolan tegas tanpa tersenyum. Situasi sangat menegangkan. Aluna memegang erat rok yang ia pakai. Tangannya sedari tadi sudah berkeringat. "Baik, Pak Zolan!" lanjut Rozi lagi. "Saya nikahkan engkau dengan Aluna Mentari binti Roslan dengan maskawin sebuah cincin emas

  • Luka Cinta Aluna   Bab 7 Orang Asing

    Aluna melipat kertas putih yang ada di tangannya. Lima point yang menyambut kedatangan di Rumah megah ini. Kamar yang terlalu besar jika ia tempati sendiri. Tetapi apa daya, Aluna harus tidur sendiri di sini. "Sendiri lagi, sepertinya aku memang diciptakan untuk selalu sendiri," batin Aluna, melipat kecil kertas dan di simpan dalam kotak cincin. Aluna melangkah untuk duduk depan cermin. Melepas kaca mata yang ia gunakan, membebaskan rambut dari pengikatnya, di biarkan lurus terurai. Mata terpejam, merasakan hembusan angin menusuk tubuh. Ia ingin sejenak tidak melihat dunia. Sungguh miris goresan takdir, belum cukup sehari ia menjadi seorang istri, sudah di kagetkan dengan peraturan nikah yang di buat oleh Zolan. "Selalu sendiri, dari kecil aku sudah sendiri! Ibu sibuk bekerja untuk membiayaiku. Hingga aku tidak bisa sepenuhnya mendapat kasih sayang Ibu. Aku tidak marah, Ibu melakukannya demi membuatku bahagia dengan hidup berkecukupan. Tetapi sebagai anak, aku juga b

Bab terbaru

  • Luka Cinta Aluna   Bab 110 Tatapan Kagum

    “Itu benaran Aluna. Tanpa bedak tebal saja, dia sudah menjadi perempuan paling cantik hari ini. Apalagi jika Aluna, menggunakan jasa perias,” tutur Lilis pelan pada Fatma. Mereka duduk berdampingan. “Aluna punya trauma, dia tidak ingin berdandan seperti layaknya perempuan lain dan akan di puji cantik. Aluna sangat membenci jika ada yang mengagumi kecantikannya,” ucap Fatma, sambil menatap Aluna yang saat ini sedang berbicara di podium. “Trauma … kenapa bisa?” tanya Lilis, menoleh ke Fatma. “Ceritanya panjang. Nanti saja aku ceritakan. Sekarang aku ingin fokus mendegar Aluna bicara,” ucap Fatma, tanpa melihat wajah penasaran Lilis. Ia mendengar Aluna yang sedang berucap, “atas apa yang dapat di raih hari ini, kita patut berterimakasih pada seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu semua proses. Untuk itu perkenankanlah saya mewakili wisudawan untuk menyampaikan banyak terimakasih.” Lilis tidak melanjutkan percakapan mereka. Ia pun ikut fokus meny

  • Luka Cinta Aluna   Bab 109 Aluna Wisuda

    *** Aluna sedang bersiap-siap, ia menggunakan kebaya berwarna biru nafi, dipadukan dengan rok batik bermotif kupu-kupu kecil. Kemudian ia menutupi dengan baju toga hitam pemberian kampus untuk wisudawan. Aluna tidak menggunakan jasa perias. Dengan kemampuan pas-pasan, ia menempel tipis bedak di wajah. Tidak lupa, Aluna juga memakai lip cream di bibir agar tidak terlihat kering. Kali ini, Aluna tidak akan mengepang dua rambut. Ia sudah membeli pengikat khusus agar bagian kepala terlihat cantik. Ia lalu memakai anting cantik berukuran kecil di telinga. Aluna hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit untuk selesai. Ia lalu memakai high hells. Bercermin kembali, untuk memastikan jika ia sudah selesai. Aluna mengambil toga yang sudah ia siapkan di atas meja belajar. “Kok rasanya, aku malu. Ini pertama kali aku memakai bedak ke kampus,” tutur Aluna, ia memalingkan pandangan pada kacamata. “Sepertinya untuk hari ini, aku tidak memakai kacamata. Hanya untuk hari

  • Luka Cinta Aluna   Bab 108 Rencana Fahmi

    Mengikuti kata hati, Sindy akhirnya masuk ke dalam warung untuk memesan makanan yang akan di bawa pulang. Ia bercerita dengan seorang ibu yang juga menunggu pesanan. Lima belas menit keasyika, Sindy menyadari jika lelaki itu sudah tidak ada. Dengan cepat Sindy membayar ketika namanya di panggil. Sambil memperbaiki masker dan topi yang ia pakai, Sindy melangkah lebar menuju rumah kos. Setibanya, sebelum memasuki rumah Sindy menoleh ke kiri dan ke kanan. Ingin memastikan jika tidak ada lagi yang mengikuti. "Sekarang aku harus lebih berhati-hati," Sindy berucap lirih sambil mengusap dada dari balik pintu. Beberapa jam telah berlalu. Waktu menunjukan pukul sepuluh malam, Fahmi masih berada di sebuah kafe menunggu seseorang. Saat ia meneguk kopi, orang yang di tunggu akhirnya datang. “Maaf aku telat, bos,” ucap lelaki yang sedang memakai topi hitam. Ia membuka masker yang ada di wajah dan menarik kursi untuk duduk. “Informasi apa yang sudah kamu dapa

  • Luka Cinta Aluna   Bab 107 Kembali Semangat

    Aluna kembali ke kamar dan memilih berbaring di atas ranjang. Mata menatap langit-langit dan tidak berpindah. “Tidak mengapa Aluna. Sebentar lagi kamu akan koas. Kalian akan jarang bertemu, jadi kamu pasti bisa kuat,” batin Aluna menyemangati diri, "apa aku harus menyerah?" Aluna memiringkan badan ke samping. Menatap tempat Zolan jika tidur di kamarnya. Tangan mengusap bantal yang sering digunakan suaminya, ia berucap lirih, “aku harusnya sadar dari dulu, jika tidak boleh mencintai kamu, Zolan. Ini akibatnya, karena telah lancang berharap dicintai.” Tidak terasa, air mata yang sudah ia tahan sejak berada di kamar Zolan, akhirnya tumpah. “Aku tidak pernah meminta takdir seperti ini. Mengapa harus aku yang merasakan?” Bantal yang digunakan Aluna telah basah. Tangan menutup mulut dan membiarkan air di mata keluar begitu deras.Satu jam lebih ia berbaring di atas kasur, meratapi hati yang di rasa begitu sakit. Aluna akhirnya bangkit menuju meja belajar,

  • Luka Cinta Aluna   Bab 106 Pelukan Terimakasih

    ***Hari ini, tepat sepekan Marfel berpulang. Aluna sedang berada di kamar Zolan. Sudah seminggu Zolan tidak keluar rumah, begitupun dengan Aluna.“Aku masih kenyang, Aluna. Kamu saja yang makan,” tutur Zolan, melihat Aluna masih memegang sendok berisi makan, dari tadi Aluna terus memaksa.“Kamu harus makan Zolan! Hari ini kamu belum makan. Tiga sendok saja, terus aku akan keluar dari kamar kamu.” Aluna terus berusaha merayu. Sejak meninggalnya Marfel, Zolan sudah jarang makan. Makanan yang sering di antar ke kamar, selalu di ambil kembali dalam keadaan utuh.Melihat Zolan, yang masih menutup mulut. Aluna berdiri untuk menyimpan piring yang di tangan ke atas meja. Ia lalu kembali duduk di dekat Zolan. “Aku tahu kamu merasa bersalah! Aku tidak tahu sebelumnya apa yang terjadi antara kamu dengan ayah! ... Tetapi, kamu tidak bisa begini terus ... Badan kamu juga punya hak untuk sehat!” Aluna berkata dengan suara sedi

  • Luka Cinta Aluna   Bab 105 Menguatkan Zolan

    Asisten itu menarik lembut Aluna. Ia langsung memeluk tanpa banyak berkata. Ia tahu bagaimana rapuhnya Aluna. “Ada kami, Non. Non Aluna masih punya kami, tidak sendiri,” ia berbisik pelan di telinga Aluna, berusaha menguatkan.Semua asisten mengetahui hubungan Aluna dan Zolan. Meskipun sudah tidur sekamar, tetapi masih nampak di mata semua asisten, jika Zolan tidak mencintai Aluna. Bukan hanya itu, asisten yang setiap hari membersihkan rumah mengetahui, jika Zolan masih menyimpan semua baju di kamarnya, tidak memindahkan ke kamar Aluna.Di tempat lain, Zolan masih berada di depan sekolah. Setelah bertengkar hebat dengan Marfel, ia tidak bisa fokus untuk bekerja, sehingga ia pergi meninggalkan kantor dan menuju sekolah yang sudah mempertemukannya dengan Sindy. Zolan juga tidak mengaktifkan handphone, ia sedang tidak ingin di ganggu.Zolan memarkir mobil di seberang sekolah. Dari jauh ia melihat anak-anak sekolah keluar dari gerbang. Ada yang jail, ada

  • Luka Cinta Aluna   Bab 104 Marfel Meninggal

    Empat puluh menit mengendara motor, ia sudah memasuki gerbang rumah sakit. Tadi setelah tiba di parkiran kampus Aluna menelepon Bi Sarti, menanyakan rumah sakit tempat Marfel dirawat. Aluna mengendara dengan sangat laju, tiga kali ia mendapatkan lampu merah yang macet. Dengan langkah terburu ia masuk, menuju ruang ICU.Di sana ada enam orang asisten yang menunggu di depan pintu. Aluna mempercepat langkah. Setibanya, dengan napas yang masih terengah-engah, Aluna langsung berucap, “apa yang terjadi? .. Tadi pagi ayah masih baik-baik saja. Kami sarapan pagi bersama dan aku juga meminnta doa karena sidang hari ini. Kenapa ini bisa terjadi?”“Kami tidak tahu pasti, apa yang sebenarnya terjadi. Tadi setelah Non Aluna ke kampus. Tuan besar memanggil tuan muda di dalam kamar. Kami tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Bi Sarti menemukan tuan besar pingsan di lantai dekat ranjang,” ucap asisten yang berada di hadapan Aluna.“Zolan sudah tahu

  • Luka Cinta Aluna   Bab 103 Sidang akhir

    ***Setelah tiga tahun lebih menjalani kuliah, hari ini Aluna sidang akhir. Fatma dan Lilis menunggu di luar ruang sidang. Di tangan mereka ada satu buket bunga yang akan di berikan untuk Aluna. Sedangkan di dalam sana, Aluna masih menghadapi rentetan pertanyaan dari penguji.Satu jam lebih berlalu, Aluna di suruh keluar oleh dosen pembimbingnya. Menunggu di luar ruangan.“Alunaa!” Suara cempreng Fatma terdengar, ketika melihat Aluna membuka pintu. Ia dan Lilis berdiri menghampiri.“Bagaimana, kamu di kasih nilai apa?” tanya Fatma ketika mereka sudah berada di samping Aluna.“Ya, belum di tahu lah, Fatma … dosen ‘kan masih rembuk di dalam. Aku di suruh keluar dulu. Nanti masuk lagi kalau sudah ada perintah untuk masuk,” tutur Aluna, sambil berjalan menuju tempat duduk.“Kamu yang sidang, aku yang degdegan, Aluna. Gimana nanti kalau aku yang ujian yah?” Fatma berucap, ketika mereka

  • Luka Cinta Aluna   Bab 102 Rencana ke Jepang

    Di tempat berbeda, di sebuah rumah sakit. Anton kaget, ia melihat ada pergerakan di tangan Angel. Meskipun masih menutup mata, jari-jari mungil tangan kanan Angel bergerak. Ia memencet tombol untuk memanggil perawat jaga, yang terletak tidak jauh dari hospital bed. Tidak menunggu lama, tiga orang perawat bersama seorang dokter datang dengan membawa beberapa alat yang mereka butuhkan. “Bagaimana keadaanya?” tanya Anton. ketika dokter menempelkan stetoskop di tubuh Angel. Ada sedikit kebahagian terpancar di wajah Anton. “Dokter Anton, bisa ikut aku ke ruangan?” ujar seorang lelaki yang memakai jas putih. “Apa yang terjadi? Aku tidak bisa meninggalkannya sendiri di sini,” ucap Anton tegas, sambil menatap Angel. “Ini juga untuk Angel. Ada yang ingin aku beritahu, dan aku tidak bisa mengatakannya di sini.” Kembali membujuk Anton yang terlihat kukuh dengan keinginan. “Nanti dua orang perawat ini, yang akan menggantikan kamu menjaga Angel,” lanjutnya.

DMCA.com Protection Status