Ketika mobil Harry mengiringi mobil Jimmy di belakang tiba-tiba dia kebagian kanan dan mengambil jalur yang berbeda dengan mobil Jimmy. Ia telah meminta Martin mengalihkan perhatian mereka.
Harry takut terjadi sesuatu dengan Kim, takut tidak bertemu lagi dengan Kim-nya. Rindu yang menyelimuti dirinya telah memuncak dan menggila saat mendengar voice wanitanya. Kim sedang menunggunya.
Harry tidak peduli larangan ibunya bahkan ia belum mendengar cerita ibunya tentang kehidupan mereka. Pengaruh Kim sangat besar dalam dirinya. Kim yang membuatnya bertahan hidup hingga sekarang. Kim yang menemaninya sejak kecil.
Persetan dengan masa lalu!
Saat Harry sudah sampai di apartemennya dan waktu semakin larut, ia segera mencari wanitanya. Harry tidak bisa bernafas tanpa Kim.
Juan kaget melihat kedatangan Harry tanpa memberitahu. "Apa masalahnya sudah selesai? Mana yang lain, mereka tidak ikut ke sini?"
Rachel menebak dengan candaan. "Aku rasa
"Kita tak akan berpisah.... Jangan tinggalkan aku, Kim." Harry berbisik di telinga Kim. "Tell me now, please...""Aku di sini denganmu." Kim mencium ujung hidung Harry dengan mesra lalu turun ke bawah bibir.Lengan Harry merangkul pinggang Kim dan mengangkatnya untuk bertukar posisi. Harry membungkus tubuh Kim dengan tubuhnya. Menggesekkan miliknya pada milik Kim. Jantung Kim berdebar kencang dan mungkin Harry mendengarnya. Tangan Harry mencengkeram pinggangnya dan meluncur ke atas dan ke bawah. Kim merasakan pahanya mengirim ke dalam bola ekstasi yang kabur. Sentuhannya seperti listrik. Hampir terlalu banyak.Mata Harry tidak berkedip melihat tubuh naked Kim. Dan ia sangat menyukai dua gundukan kenyal dan padat milik Kim sangat indah dengan ujung yang berwarna pink muda."Don't..." Harry menghentikan kedua tangan Kim dari menutupi dirinya dan menahan tangan Kim di atas kepalanya seperti yang pernah dia lakukan sebelumnya.Dia mer
Kim lebih dulu bangun. Dia tertidur setelah Harry membuatnya kelelahan semalam sampai subuh.Ia menundukkan kepalanya melihat wajah Harry yang terbenam di antara dua gundukan miliknya. Kim cukup risih tapi dia juga senang Harry seperti anak bayi yang terlelap di pelukannya.Miliknya tidak terlalu sakit lagi, ia bisa bergerak namun melihat Harry masih tertidur Kim tidak tega membangunkannya. Wajahnya memerah menyadari mereka berdua masih dalam keadaan bertelanjang. Ia melirik ke arah jam dinding, pukul 9 pagi.Kim melirik ke lantai, pakaian mereka berserak di sana. Underwear, kaus Harry, celana, dan sepatu Harry. Semalam adalah malam panjang dan penuh cinta bagi mereka. Kim sedikit malu mengingatnya. Menyenangkan dan luar biasa.Dan setelah ini Kim jamin dirinya akan sering bermimpi erotic karena telah melakukan hubungan badan.Perlahan Kim melepaskan tangan Harry dari pinggangnya. Pr
Kim berdiri di depan cermin panjang lantai bersandar ke dinding di kamar tidurnya. Ia menatap keseluruhan tubuhnya, menarik dengan canggung gaun katun merah berenda, rambut hitam panjangnya di tata memperlihatkan lehernya yang jenjang. Kim sangat cantik, ia terlihat gugup.Kim berjalan menyusuri lorong menuju ruang tengah. Ia mendengar suara seseorang berbicara dengan suara pelan seakan pembicaraan itu hanya untuk mereka.Harry bersandar ke dinding di ruang duduk, jaket hitamnya tergeletak di sofa kulit. Saat ia melihat Kim dengan cepat pria itu menutup sambungan teleponnya.Malam ini mereka akan keluar untuk makan malam berdua. Ya, mereka tidak pernah date spesial berdua. Kim ingin melakukan malam ini."Siapa yang kau telepon?"Harry melihat ke arah Kim. "Apa? Oh, tidak ada." jawabnya. "Kau sangat cantik, sayang." Puji Harry terpesona."Ini makan malam pertama kita
Seminggu kemudian, semua berjalan lancar. Tidak ada yang terjadi yang di takutkan Harry. Kim masih bersamanya, kegembiraan mereka tidak berakhir. Kim dan Rachel kembali ke asrama dan melakukan kegiatan seperti biasa. Kampus dan part time adalah rutinitas Kim, terkadang Harry menjemputnya pulang ke apartemen untuk menghabiskan waktu bersama.Menikmati keberadaan mereka, bercumbu, dan melakukan hal yang menyenangkan berdua. Keluarga Parker tidak terdengar lagi mencari Kim. Dan keluarga Harry tidak mencari Harry."Kim aku punya hadiah untukmu." Harry merangkul Kim setelah beberapa menit ia menunggu kelas Kim bubar."Apa? Kau sudah banyak memberiku hadiah tapi aku belum memberikan apa pun untukmu." Ucap Kim menoleh pada Harry. "Aku tidak punya apa pun untuk kuberikan padamu." Mata hijau birunya menatap mata abu-abu Harry gugup."Kim, kau lupa? Kau sudah memberikan segalanya untukku... dan sekarang dengan kau bernafas sudah lebih dari cukup."
Kim tidak bisa melawan perasaannya. Setelah memendam perasaannya itu begitu lama dan yang tersisa hanya kepedihan. Dan sekarang Kim bertahan pada perasaannya, ia jatuh begitu keras tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya pada pria lain dan Kim tahu tidak ada cara untuk keluar dari lingkaran Harry.Kim telah terperosok ke dalam gubuk Harry dengan perasaan menggebu-gebu dan dia tahu Harry merasakannya juga. Saat mereka saling memeluk lebih dekat dan membawa jantungnya dalam debaran yang hebat. Tubuh dan hatinya bergerak sinkron untuk apa yang terasa seperti selamanya. Mengingat kembali saat mereka bercinta, perasaan itu seperti barusan terjadi. Ia terengah-engah untuk bernapas."Kim?"Kim membuyarkan lamunannya, melihat pria berwajah oriental tampan berjalan ke arahnya. Dia adalah orang yang bertanggung jawab untuk setiap pentas yang dilakukan oleh mereka. Pria itu tinggi dan memiliki berowok tipis seperti Jimmy. Terlihat dew
Suasana bengkel Paman Vernon terlihat seperti biasanya. Malam itu Martin dan Juan sedang mengutak-atik mobil sports berwarna merah. Mereka melakukan itu bukan karena pekerjaan melainkan untuk bersenang-senang. Gerald sedang berdiri menghubungi kenalannya untuk meminta mesin baru yang terbaik untuk mobil itu.Suara music yang keras seakan berada di club malam memenuhi tempat itu. Kalau mereka sudah berkumpul seperti ini Paman Vernon tidak berani mengusik mereka.Selain para pria macho itu, tidak ketinggalan wanita-wanita menemani mereka begadang. Tidak jarang mereka juga ikut menginap di sana, ada yang tidur di mobil karena tidak kebagian tempat atau malah ada yang sengaja ingin mencari tempat privasi untuk berkencan.Ngomong-ngomong Kris sudah sembuh, beberapa hari yang lalu dia keluar dari rumah sakit. Tapi sepertinya dia bersyukur mendapatkan tembakan itu, karena setelah itu Kris banyak mendapatkan hadiah dari wanita-wanita yang mengaguminya.
"Dia pasti ingin pamer!"Kim tersenyum tipis mendengarnya. Ini bukan gosip. Kim berharap itu sebenarnya. Berharap yang dikatakan Rachel adalah kabar angin saja dan tidak melihat foto yang di tunjukkan Rachel sekarang. Tapi Kim akan mencari tahu langsung dari Harry."Jelena sediri yang membagikan foto ini di akun sosmednya." Rachel berkata dengan antusias. Kim benar-benar tidak ingin mendengar itu. "Aku harap kau harus tegas dengan Jelena agar dia tidak sering mencari kesempatan terhadap Harry.""Ini tadi siang dia post?" Kim melihat time di Instagram itu."Sepertinya dia masih berharap pada Harry." Komentar Rachel."Jelena tahu hubunganku dengan Harry." Yes she knows!"Seluruh gadis kampus tahu hubunganmu dengan Harry. Tapi dia Harry... semua wanita tergila-gila padanya. Dan kau pikir karena Harry memiliki kekasih lantas perasaan mereka lenyap?" Uja
Sandra terkejut melihat Kim menunggunya di depan kelasnya. Biasanya Kim tidak pernah menunggunya seperti ini. Apalagi Kim orang yang paling anti menunggu. Ia tersenyum lembut pada sahabatnya."Ada apa? Tidak biasanya." Ucap wanita Asia itu setelah berhadapan dengan Kim."Aku bosan. Kau punya tempat recommen untuk kita jalan-jalan?" Ucap Kim, Sandra tersenyum dan mengangguk."Kita bisa shoping, nonton, setelah itu makan." Ujar Sandra.Kim mengangguk. "Boleh juga." Sudah lama Kim tidak menghamburkan uang. Semenjak ia melakukan perlawanan dengan ayahnya yang milyarder itu Kim sangat merakyat dan bahkan ia berhemat.Kim langsung terdiam dengan raut wajah jijik melihat di belakang Sandra muncul Megan, Kim lupa Megan satu jurusan dengan Sandra."Oh My God. Satan muncul." Umpat Kim. Sandra menoleh ke belakang melihat Megan berjalan ke arah mereka dengan senyuman sinis. "Ayo kita pergi. Pemandangan di sini sangat menyeramkan."San
Tiga jam kemudian Kim sudah berada di depan pintu kamar 301 milik Harry. Wanita itu tampak begitu gugup, satu tangannya sudah bersedia untuk mengetuk pintu tapi selalu ia urungkan.Tiba-tiba, seseorang membuka pintu itu. Harry hanya melotot, kaget melihat wanita yang selama ini ia cari kini berada di depannya. Rasanya ingin menarik tubuh Kim ke dalam pelukannya. Namun, mata Harry teralih pada tangan Kim yang menggenggam tangan anak kecil laki-laki. Anak itu yang ia selamatkan sore tadi.Setelah hening beberapa saat Kim berkata, "Boleh aku masuk?""Untuk apa kau datang? Ohh, ayahmu itu pasti sudah memberitahu pertemuan kami, kan," Kata Harry, "Sayangnya aku ada urusan, aku harus pergi." Harry pura-pura sibuk dengan melihat jam tangannya."Sebentar saja," ujar Kim lembut.Harry menelan ludahnya, ia membuang nafasnya sebelum memiringkan tubuhnya ke samping agar Kim bisa masuk."Sam ucapkan salam." Kim menundukkan kepalanya mel
Malam harinya Kim menikmati makan malam di ruang makan bersama ayahnya. Hubungan mereka beberapa tahun belakangan ini sangat baik dan terlihat dekat. Kim selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dengan ayahnya sekedar bercerita hal yang mereka lakukan hati ini atau Kim akan meminta masukan tentang pekerjaanya."Dad, aku sudah menghubungi orang properti dan pengacara untuk menjual Skyhouse," kata Kim."Kau yang bilang kita tidak perlu menjual tempat ini," sahut Leon meliat ke arah Kim, "apa ada wartawan lagi mengawasi rumah ini?""Meskipun kita mengganti nama pemilik Skyhouse, tetap saja mereka pasti bebal. Tidak percaya Skyhouse telah di jual, apalagi dia melihat Daddy mundar-mandir di sini. "Leon menghela nafas, ia telah menghabiskan sepiring steak sapi, "Waktu cepat sekali berlalu.""Kenapa wajahmu muram seperti itu, Dad? Kita sudah berjanji untuk tidak mengenang masa lalu lagi," ucap Kim pelan.Leon mengalihkan pe
"SAM! Are you okay?" suara pria tua itu sangat kuat. Ia mengambil Sam dari gendongan pemuda itu tanpa melihat wajah orang itu, "Thank God! Kau baik-baik saja my little boy." Suara pria itu lemah."Kakek..."Harry hampir tidak percaya orang itu adalah Leon Parker. Dia memperhatikan kedua orang yang sedang berpelukan itu.Apa katanya kakek?Setelah mengamati wajah anak kecil itu, tidak salah lagi mata itu mirip Kim-nya. Mata hijau biru yang mampu membuatnya terhipnotis.Kerutan muncul di dahi Harry, "Anak siapa ini?" tanyanya. Leon menoleh dengan wajah tak kalah kaget. Ia mengeratkan pelukannya, "Mengapa kau begitu ceroboh membiarkan anak sekecil ini tanpa pengawasan? Hanya karena hobi memancingmu.""Ya. Aku minta maaf," kata Leon bingung. Begitu saja ia mengucapkan maaf. Harry menghela nafas, merasa sudah keterlaluan bicara."Dia tidak apa-apa Tubuhnya tidak ada yang lecet."Harry memusatkan perhatiannya
Pagi sebelum matahari menyapa, Kim sudah bangun dan membuat sarapan. Hari ini jadwalnya sangat penuh tapi Kim berhasil mengaturnya. Wanita berambut sebahu itu terlihat lihai membuat sarapan kesukaan anaknya."Biar aku yang memandikan si kecil. Pergilah bersiap-siap nanti kau terlambat," seorang wanita baru saja datang ke dapur."Dia ada jadwal ke dokter gigi siang ini. Aku minta tolong antarkan dia ya, hati ini aku sibuk sekali." Kata Kim yang sedang memindahkan potongan roti ke piring dan mengolesinya dengan selai coklat."Kau memberinya sarapan roti coklat padahal dia ada jadwal ke dokter gigi? Yang benar saja, Kim?" cetus Naresh heranKim menatap wanita yang sudah dia anggap seperti kakak kandungnya sendiri dan tersenyum, "Hanya periksa gigi bulanan, Naresh. Makan coklat tidak akan membuatnya sakit gigi.""Kau terlalu memanjakan jagoanmu." Ujar Naresh tersenyum, "Baiklah aku yang mengan
Harry akhirnya sampai di Singapure. Wajah tegang di sekitarnya ketika ia berjalan kaki untuk mencapai Skyhouse. Lorong telah berubah, lukisan yang dulu menghiasi di depan apartemen mewah itu telah dibersihkan. Banyak perubahan besar di sini, dia jadi bingung. Apakah mungkin dia salah tempat?Orang yang melihat Harry mengerutkan kening padanya. Harry menghela nafas. Ia tahu betapa tampan wajahnya. Tapi tentu saja bukan karena itu mereka melihat Harry."Hei, enyah dari situ!""Aku sedang mencari seseorang orang." Ucap Harry kepada pria bertampang garang itu."Aku tidak peduli, jangan berdiri di situ! Pergi sana!"Harry mengumpat pelan, dia tidak mau membuat keributan dan memilih pergi.Waktu menunjukkan pukul 1 siang, Harry belum makan apa pun setibanya dia di bandara tadi. Ia memutuskan untuk singgah makan, di sekitar tempat itu ada kedai pizza. Ia berjalan meny
Empat tahun kemudian."Polisi baru saja menggerebek bagasi kita di bengkel Vernon. Sepertinya keadaan kita tidak aman lagi." Ujar pria berkepala botak, "Mereka sedang mengincar kita, jadi kita kita harus berpencar untuk bersembunyi.""Kalau bukan karena ulah Thomas, kita tidak akan diincar polisi," ujar Juan. "Merepotkan saja." Dia mundar-mandir gelisah memikirkan perkara itu."Jika salah satu diantara kita ada yang tertangkap, maka semua harus menyerahkan diri." Ucap Harry kepada mereka. Semua mengangguk pasrah. "Seandainya Thomas tidak menusuknya. Aku sendiri yang akan mematahkan leher Jacob.""Dia pasti dendam karena kita menjebaknya waktu itu." Gerald mengingat waktu mereka memasukkan narkoba ke mobil Jacib.Tiga hari lalu mereka melakukan tindakan gila di California ketika melakukan balapan liar. Thomas menusuk Jacob dengan kaca botol minuman. Itu karena orang itu menggoda Jelena dan
Memasukkan ke penjara tidak semudah itu.Leon berkata santai, "Kita lihat saja nanti siapa yang menang." Ucapnya kepada Natalie. Lalu ia melihat Harry dengan lekat. Terlihat ekspresi sedih di wajah Leon. Entah mengapa, tiba-tiba Leon merindukan keluarganya yang dulu. Di saat Amber dan Emily masih hidup dan Harry bersama mereka. Mungkin Kim tidak akan membencinya seperti sekarang ini. Jika saja Leon tidak melakukan kesalahan fatal.Wajah Natalie tampak dingin seperti es batu, dia bicara dengan nada penuh penekanan, "Aku memberikanmu pilihan Tuan Leon Parker, pertama menyerahkan diri ke kantor polisi, akui kesalahanmu. Atau aku akan membuat keluargamu bangkrut."Leon tidak berkata apa-apa, dia hanya menatap Natalie dan bertanya-tanya kenapa wanita itu memberinya kesempatan. Apakah mungkin karena berterimakasih telah merawat Harry hingga besar?"Kurasa kau bicara seperti itu karena kau tidak punya bukti yang kuat untuk membuat suamiku di penjara.
"Harry..." gumam Kim tanpa sadar seraya mengusap sudut matanya yang basah. Ia masih shock melihat hasil test pack di tangannya.Sudah seminggu ia merasakan gejala tidak menyenangkan dan juga merasa aneh, tidak biasanya Kim telat datang bulan. Naresh orang yang terdekat dengannya di Yellowstone mengetahui hubungan Kim dan Harry sudah sejauh apa. Wanita itu berinisiatif membelikan test pack dan hasilnya."Oh My Gosh..." desis Naresh tidak kalah kaget. Ia menyentuh bahu Kim mencoba menenangkan wanita itu. "Apa yang akan kau lakukan sekarang, apa kau akan mengatakannya kepada Harry?""Kimberley?""Aku tidak tahu... aku tidak tahu, Naresh." Ucap Kim frustasi. Rasa panik mulai melanda. Bagaimana kalau ayahnya tahu? Dollores dan Megan... mereka pasti akan membuatnya dalam kesusahan."Tolong aku Naresh," Kim memegang tangan wanita berbadan tegap itu. "Jangan katakan pada siapapun tentang kehamilanku. Bersikaplah seperti biasa.""Apa rencanamu?
Jelena mundur dari pelukan Harry, membuat Harry bingung. Apakah wanita itu tidak menikmati permainannya? Ternyata wanita itu meraba resleting gaunnya ke bawah. Dan dengan lancar ia menarik gaunnya ke atas dan membuka semuanya. Harry menatapnya dengan tersenyum."Kau perlu bantuan?""Aku bisa. "Harry memandangi Jelena yang sedang berusaha melepaskan bra brendanya berwarna putih. Kemudian melonggar ikatan dan melepaskan benda itu hingga akhirnya ia mengekspos seluruh buah dadanya kepada Harry.Harry menatapnya sejenak dan menikmati pemandangan indah itu. Tapi, jujur ia lebih menyukai milik Kim yang bulat dan penuh. Harry menangkup keduanya dan meremasnya membuat Jelena tersentak oleh kenikmatan itu. Bibir Harry memasukkan ujung dada milik Jelena ke dalam mulutnya dan bermain-main di sana. Menghisap dan menggigitnya ujung yang mengeras itu.Pria itu tampan... Jelena mengakui itu. Ia sangat t