Tepat pukul 20.00 Lintang berada di rumah orang yang tak terduga.
'situasi macam apa ini? Sial! Bodohnya aku!' batin Lintang mengolok dirinya sendiri.
Ia baru menyadari kebodohannya saat ia sudah duduk di kursi ruang makan keluarga Bowo.
Tiga pasang mata tengah menatapnya dengan tajam. Membuat Lintang bahkan tak berani untuk sekedar melakukan gerakan kecil.
"Kenapa tegang begini? Ayo-ayo! Semuanya, dimulai makan malamnya," seru Bowo.
"Maaf Om, tapi saya kesini bukan untuk ikut makan malam," aku Lintang dengan wajah santai tanpa ada raut tegang atau grogi.
"Lalu?"
Ishan membusungkan dada, ia meletakkan sendok dan garpu yang ada di kedua tangannya.
"Sebenarnya ...."
Ishan menyela dengan menggantung kalimatnya untuk sesaat.
Setelah ia menarik napas untuk mengumpulkan nyalinya, bak menghafal sebuah text, Ishan kembali menyampaikan niatnya dengan lancar.
Sangking lancarnya sampai-sampai tak ada jeda dalam
"Apa! Mau nginep di rumahku?"Ishan mengangguk mantap. Seolah keputusannya tidak bisa diganggu gugat."Nggak! Nggak bisa!" tolak Lintang mentah-mentah."Kenapa nggak bisa? Pas awal kamu menempati rumah itu, kamu memintaku menginap. Sekarang kenapa nggak?" tanyanya."Sekarang dan kemarin itu beda! Kalau kemarin aku hanya memanfaatkanmu. Dan saat itu kita tidak dalam hubungan apapun. Tapi sekarang, semuanya berbeda," terang Lintang."Bukankah sekarang justru lebih bagus? Kita bisa latihan dulu.""Latihan apa maksudmu? Latihan bikin anak? Nggak perlu! Melakukan hal itu adalah naluri. Jadi nggak perlu di pelajari pun pasti sudah bisa!" sanggah Lintang."Itu untuk orang normal! Untukmu yang punya phobia adalah hal yang berbeda! Apalagi kamu phobia di sentuh. Gimana mau jadi anak? Kamu kira hal itu bisa ditransfer pakai bluetooth?""Pokoknya aku nggak mau kamu nginep di rumahku sekarang! Hubungan dengan para perempuanmu aja pasti bel
Suaranya bergetar mencurahkan jeritan hati yang selama ini ia tahan. Sementara Lintang yang merasa iba, kini tengah duduk di hadapan Ishan mencoba menjadi pendengar yang baik. Mengabaikan bau busuk yang menguar dari tubuh Ishan."Perbuatan orang tuaku menjadi aib tak termaafkan bagiku. Aku merasa aku pantas menerima ganjaran atas perbuatan mereka," sambungnya lagi yang kini dengan sendirinya mulai menceritakan masalahnya.Hening menyelimuti. Tak ada tanggapan dari Lintang, hingga membuat Ishan menoleh untuk melihat reaksi Lintang mengenai ceritanya."Kenapa?" tanya Lintang dengan ekspresi wajah dan nada bicara yang seolah mengajak berkelahi."Ah, tidak. A–aku hanya merasa tak enak padamu," jawab Ishan yang kini salah tingkah sebab tatapan matanya yang bertemu dengan beningnya mata Lintang."Jika kamu punya rasa tak enak padaku yang hanya mendengar ceritamu, lalu kenapa kamu bahkan tak punya rasa malu pada yang Maha memberi hidup? Kamu bahkan
Sementara itu siswa-siswi yang mengintip dan mencuri dengar tengah gaduh bergosip."Gila! Aku baru tahu kalau Lintang gadis yang menakutkan. Hanya dengan video saja, ia berani mengancam pak kepala sekolah," ujar salah satu siswa yang berhasil mencuri dengar.Ishan yang mendengar hal itu merasa kalah sekaligus kagum. Bagaimana bisa ia dilindungi dan di bela oleh adik kelas? Perempuan pula. Wajar jika ia merasa kalah. Tapi tak bisa di pungkiri bahwa keberanian dan kecerdikan Lintang yang mampu membalikkan keadaan membuatnya kagum.Sementara itu salah satu teman Erik yang juga ikut menjadi bagian perundungan Ishan bergegas lari untuk mencari Erik dan Angela."Apa mau mu? Bukankah kami semua sudah minta maaf atas video palsu yang beredar itu? Kenapa kamu berbicara seperti perampok?" tanya seorang guru wanita yang hendak membela kepala sekolah. Sementara yang lain hanya mengangguk sependapat dengan
"Nikah? Kamu sedang tidak bercanda, 'kan?" pekik Jihan, kekasih Ishan yang entah nomor berapa."Yep! Kali ini aku serius," jawab Ishan tegas."Ta—tapi aku belum siap, Shan! Mana mungkin aku menikah secepat ini? Lagi pula aku masih ingin mengejar cita-citaku untuk menjadi model internasional," terang Jihan.Mendengar perkataan Jihan, Ishan menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Melainkan bingung, bagaimana cara memberikan penjelasan yang tidak menyakiti dan melukai harga diri wanita yang sudah terlanjur percaya diri itu."Begini! Aku tidak akan menghalangi karirmu. Karen ....""Iya! Aku tahu kamu san.nempel di perutku. Apalagi setelah punya anak. Aku akan sulit bagiku untuk keluar rumah bersama teman-temanku! Aku belum siap, 'Shan! Maaf," sahut Jihan yang tidak membiarkan Ishan menyelesaikan kalimatnya.Mendengarnya, Ishan justru tersenyum geli. Ia merasa bahwa dirinya konyol."Kenapa senyummu seperti itu? Apakah
Pagi itu di kantor, para karyawan tengah sibuk berkasak-kusuk mengenai kabar pernikahan Ishan.Banyak dari karyawan wanita yang patah hati jika kabar yang berhembus itu benar. Pasalnya Ishan adalah idola bagi kaum hawa di kantornya.Sedangkan Lintang yang tengah disibukkan dengan berkas-berkas yang menumpuk di mejanya bahkan tak sempat menggubris atau menegur mereka.Sementara Ishan tengah duduk melipat kedua tangannya di dada, menyenderkan tubuhnya pada sandaran kursi yang ia duduki dan kaki panjangnya berselerak di atas meja, dengan santainya Ishan memandangi Lintang yang sudah seperti baling-baling helikopter karena sangking sibuknya."Lin! Pernikahan kita tinggal seminggu lagi, kapan kita akan merilis undangannya?" tanya Ishan menyela kesibukan Lintang."Selesaikan dulu hubunganmu dengan pacar-pacarmu! Baru setelah itu kamu rilis undangannya," jawab Lintang masih fokus dengan pekerjaannya.Kemudian Ishan berjalan mendek
Mata Lintang disambut oleh hamparan pasir putih nan memukau. Tak ingin berlama-lama lagi, Lintang pun bergegas turun dari mobil. Ia meninggalkan sepasang high heelsnya dan lari bertelanjang kaki ke arah gemuruh deburan ombak pantai.Ishan tertegun melihat sisi Lintang yang seperti anak kecil diberi permen itu. Pasalnya selama ia bersama Lintang tujuh tahun yang lalu, ia hanya melihat kesempurnaan Lintang. Lintang yang cerdas, punya pemikiran dewasa sebelum waktunya dan sedikit kelakuannya yang absurd.Namun hari ini, Lintang tersenyum lebar. Tampak seperti gadis polos sehingga mampu membuat Ishan terpesona lagi."Ini gila! Apakah aku akan mampu melihat air mata kesedihan menenggelamkan senyum bahagianya ini?" gumam Ishan yang masih terpana melihat Lintang dari dalam mobilnya.Panasnya terik matahari tak menghentikan langkah riangnya mencicipi hangatnya air laut.Lintang berlarian lincah be
Ishan melempar tatapan menusuk pada Lintang, sedangkan Lintang menanggapinya dengan menaikkan kedua alisnya seolah bertanya, "Apa?"Merasa geram Ishan pun merengkuh tubuh Lintang kedalam pelukannya."Apakah begini sudah terlihat lebih romantis seperti kisah dalam novel yang berjudul 'MENDADAK DINIKAHI CEO TAMPAN'?" tanya Ishan pada sang fotografer sebab ia tidak terima dengan ucapan fotografer tadi."Baru kali ini aku bertemu pasangan gila seperti kalian!" balas sang fotografer yang kembali bersiap mengambil gambar.Setelah tiga kali pose dan tiga kali jepretan, sang fotografer langsung merapikan peralatannya."Eh? Sudah selesai?" tanya Lintang."Iyep! Sudah banyak gambar yang saya ambil. Hasilnya akan saya kirim pada kalian, nanti malam. Jangan lupa tambahkan komisinya! Karena sepanjang pemotretan, kalian memberatkan pekerjaan saya dengan pertengkaran kalian!"&n
Ya, dialah sang bunda yang sangat berkuasa atas kehidupan Lintang.Wajah yang tadinya berseri mendadak masam saat berhadapan dengan sang bunda."Sepertinya keputusanmu untuk menikah memang serius," sapa Mayang.Meski suasana hatinya sedang bahagia, tapi hal itu tak membuat rasa kesal Lintang bersembunyi sejenak saat berhadapan dengan sang bunda."Ada keperluan apa Mama kemari?" tanya Lintang ketus."Kamu pikir dengan sikapmu itu, mampu membuat Mama pergi dari sini! Jangan harap!" ucap Mayang seraya memukul bahu Lintang."Aku tahu! Aku sangat paham tentang ibu kandungku yang selain tak punya hati, beliau juga tak punya harga diri dan rasa malu!" jawab Lintang dengan memasang wajah datar.Hal itu justru membuat Mayang tersulut emosi dan hendak melayangkan tangannya menampar Lintang, namun ia menghentikan tindakannya saat matanya menangkap sosok pemuda yang sebenta