Ya, dialah sang bunda yang sangat berkuasa atas kehidupan Lintang.
Wajah yang tadinya berseri mendadak masam saat berhadapan dengan sang bunda.
"Sepertinya keputusanmu untuk menikah memang serius," sapa Mayang.
Meski suasana hatinya sedang bahagia, tapi hal itu tak membuat rasa kesal Lintang bersembunyi sejenak saat berhadapan dengan sang bunda.
"Ada keperluan apa Mama kemari?" tanya Lintang ketus.
"Kamu pikir dengan sikapmu itu, mampu membuat Mama pergi dari sini! Jangan harap!" ucap Mayang seraya memukul bahu Lintang.
"Aku tahu! Aku sangat paham tentang ibu kandungku yang selain tak punya hati, beliau juga tak punya harga diri dan rasa malu!" jawab Lintang dengan memasang wajah datar.
Hal itu justru membuat Mayang tersulut emosi dan hendak melayangkan tangannya menampar Lintang, namun ia menghentikan tindakannya saat matanya menangkap sosok pemuda yang sebenta
Hari pernikahan Lintang tinggal dua hari lagi.Ia memanfaatkan wewenang sang calon suami untuk meminta libur sehari."Tidak!" Ishan menolak dengan tegas permintaan calon istrinya itu."Ayolah ... hanya sehari. Tidak akan merugikan perusahaan juga, kok! Ya? Ya? Please ...."Lintang masih memohon sambil menangkupkan kedua tangannya dan memasang wajah melas dihadapan Ishan.Melihat tingkah calon istrinya itu, Ishan menggeleng seraya menghela napas panjang."Masalahnya kamu meminta semua wanita yang ada di kantor ini untuk ikut libur! Kalo untuk dirimu sendiri, sebulan pun aku ijinkan. Tapi ini ...."Masih tidak menyerah, kali ini Lintang menggunakan cara bisnis untuk bernegosiasi dengan bosnya itu."Pernahkah kamu mengapresiasi pekerjaanku? Kalau om Bowo itu ceroboh dan merepotkan, setidaknya beliau selalu mengapresiasi setiap karya
Jika biasanya dalam adat Jawa ada ritual pingitan untuk kedua calon pengantin yang sudah mendekati hari H pernikahan, hal itu justru tak berlaku untuk pasangan calon pengantin ini.Meskipun keduanya sepakat untuk menggelar pernikahan dengan mengusung adat Jawa, tapi keduanya tidak begitu saklek dengan ritualnya.Menjelang H-1 pernikahan, tepat jam 07.00 pagi Ishan sudah berdiri dan mengetuk pintu rumah Lintang.Penampilan Ishan hari ini sangat berbeda dengan biasanya. Jika biasanya ia selalu berpakaian formal, hari ini ia tampak lebih muda dengan setelan kemeja biru muda dan Jumper warna navy serta dipadukan dengan celana jeans lengkap dengan sneakersnya.Ishan berdiri gelisah dan berulang kali mondar-mandir menunggu Lintang membukakan pintunya.Beberapa menit kemudian, terdengar suara pintu yang dibuka.Ishan segera bersiap menyambut wanitanya dengan set
"Ada apa dengan reaksi mu itu?" tanya Lintang seraya menepuk-nepuk punggung Ishan."Apakah dia Lintang asli?" batin Ishan yang masih terbatuk-batuk.Ishan menepis tangan Lintang dan beringsut menjauh dari Lintang. Ia menatap Lintang dan dahinya mengerut garis muncul antara alisnya."Kamu bukan jelmaan jin, 'kan?"Pertanyaan yang Ishan ajukan itu membuat Lintang mendengkus kesal.Tanpa diminta, Lintang langsung mengucapkan dua kalimat syahadat untuk membuktikan bahwa dirinya adalah Lintang asli alias bukan imitasi."Lalu ... kenapa sikapmu seperti ini?" tanya Ishan yang menyiratkan rasa takut serta curiga dalam tatapannya."Apa maksudmu?" balas Lintang yang mulai menyalak galak."Begini, Mbak. Sebelumnya Anda tidak pernah mengucapkan kata 'maaf dan terima kasih'. Bahkan dua kalimat itu seperti haram terucap dari mulut Anda," ter
Di saat yang bersamaan, Ishan tengah menempelkan telinganya di pintu tersebut, sehingga saat Lintang membuka pintu kamar tersebut, Ishan kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur di hadapan Lintang."Apa yang kamu lakukan?" tanya Lintang.Ishan bangkit sambil meringis kesakitan."Aku mengkhawatirkan dirimu. Maaf jika aku lancang."Kembali rasa marah dan takutnya menguar dari dalam diri Lintang."Keluar dan pergilah," ucap Lintang dingin sambil membuang muka. Rasa jijik turut kembali menguasainya hingga membuat Lintang tak sudi melihat Ishan."Tapi ...."Tak membiarkan Ishan bersuara, Lintang mencengkeram bahu Ishan dan mendorongnya secara kasar untuk keluar. Kemudian menutup pintu kamarnya dengan keras. Lintang menyandarkan punggungnya pada pintu tersebut dan perlahan terduduk pilu bersama rasa yang tiada henti menyiksa dirinya. 
Sepanjang perjalanan pulang, Ishan terus saja memikirkan tentang Lintang. Bagaimana mungkin, seorang gadis yang tangguh dan cerdas bisa terjebak dalam kondisi mental yang sangat miris seperti itu? Kejadian macam apa yang telah Lintang lalui?Rasa penasarannya itu memenuhi kepala Ishan, sehingga membuatnya hilang konsentrasi mengemudi.Ckiit ... BRAK!Seorang pedagang asongan tersungkur dengan kue bolu kukus yang berhamburan ke jalanan.Ishan turun dari mobilnya dan segera menolong pedagang asongan yang ia tabrak itu."Bapak tidak apa-apa?" tanya Ishan."I—iya, Mas. Saya tidak apa-apa. Hanya saja ...."Pedagang asongan tersebut melirik sedih pada dagangannya yang sudah berceceran ke mana-mana, bahkan sebagian ada yang terlindas kendaraan lain."Saya minta maaf atas kecerobohan saya, Pak. Mari saya antar untuk ke rumah sakit,
Lintang tersedak mendengar ucapan Alex. "Kenapa? Apa candaku berhasil menyentuh hatimu?"Alex segera memberikan segelas air minum pada Lintang."Ku kira kamu serius. Padahal jika benar, aku akan memilih menikahimu saja." Alex tercekat mendengar ucapan Lintang. "Kenapa kau diam saja? Iya! Aku tahu kamu tidak pernah memandangku sebagai seorang wanita. Aku hanya merasa sudah terbiasa denganmu. Sejujurnya, aku mempercayai dirimu melebihi diriku sendiri."Alex termangu mendengar penuturan Lintang. "Jika besok pagi aku yang mengajakmu menikah, apakah kau masih bersedia?"Lintang mengangguk tanpa ragu. Alex mengusap kepala Lintang sambil berujar, "Dasar bodoh! Aku tidak akan melakukan hal gila itu. Aku senang akhirnya kau berada di tangan orang yang tepat. Pria yang benar-benar mencintaimu.""Jadi ... kau benar-benar tidak mau menikahiku, nih?" seloroh Lintang. Alex menggeleng sambil tersenyum. "Aku lebih senang menjadi pelindung rahasiamu, Lintang," ucapnya dalam hati. ***Dekorasi
Keadaan semakin kacau karena kakek dan nenek Ishan tiba-tiba datang. Na'asnya, kakek dan nenek Ishan sempat menyaksikan video tersebut pada bagian Lintang yang tengah dilecehkan. "Apakah memutar adegan menjijikkan seperti ini adalah trend dalam acara pernikahan masa kini!" bentak Bambang Prioko Kartadwinanta, kakek Ishan."Memalukan! Matikan video itu!" perintahnya dengan wajah merah padam. Para tamu undangan terkejut melihat kehadiran orang nomor 3 di negara itu. "K—kakek. Bagaimana kakek bisa ...,"Rita gelagapan mendengar Ishan memanggil 'kakek' pada pria tua yang merupakan orang nomor 1 di kota itu. "Apakah Ishan merupakan cucu dari Bambang Prioko yang merupakan orang terkaya no 3 di negara ini?" batin Rita mulai panik dan ketakutan."Bawa gadis itu!" Bambang menggunakan isyarat tangannya untuk memberikan perintah pada para pengawalnya. Bersamaan dengan itu, para tamu undangan juga langsung diarahkan untuk segera meninggalkan ruangan. Bambang berjalan mendekat ke arah Bowo d
Kini, semua orang tengah menanti jawaban Kejora. Mereka semua mengubah suasana yang tadinya gaduh menjadi tenang dan kondusif. "Aku bersedia menerima perjodohan ini!"Jawaban Kejora membuat mata Bowo dan yang lainnya terbelalak. Kecuali Bambang—sang kakek dan biang keladi dari pupusnya harapan Ishan untuk membangun rumah tangga bersama Lintang. "Ta–tapi ... bagaimana bisa kau menerimanya? Bukankah kau ....""Maaf! Tapi sejujurnya, aku juga sudah lama memendam rasa untuk Mas Ishan, jadi aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Kesempatan yang hanya datang sekali seumur hidupku." Penjelasan itu membungkam mulut-mulut yang sebenarnya sudah siap untuk membombardir Kejora dengan ribuan pertanyaan. "Tapi, jelas-jelas kau sudah tahu persis bagaimana aku mencintai Lintang, tapi ....""Stop!" Bambang menyela dengan suaranya yang lantang. "Sebaiknya kamu terima apa pun keputusan Kakek! Kau tahu pasti apa yang akan terjadi jika kau nekat menikahi gadis kotor itu, 'kan?" Peringatan yang