"Nikah? Kamu sedang tidak bercanda, 'kan?" pekik Jihan, kekasih Ishan yang entah nomor berapa.
"Yep! Kali ini aku serius," jawab Ishan tegas."Ta—tapi aku belum siap, Shan! Mana mungkin aku menikah secepat ini? Lagi pula aku masih ingin mengejar cita-citaku untuk menjadi model internasional," terang Jihan.Mendengar perkataan Jihan, Ishan menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Melainkan bingung, bagaimana cara memberikan penjelasan yang tidak menyakiti dan melukai harga diri wanita yang sudah terlanjur percaya diri itu.
"Begini! Aku tidak akan menghalangi karirmu. Karen ...."
"Iya! Aku tahu kamu san.nempel di perutku. Apalagi setelah punya anak. Aku akan sulit bagiku untuk keluar rumah bersama teman-temanku! Aku belum siap, 'Shan! Maaf," sahut Jihan yang tidak membiarkan Ishan menyelesaikan kalimatnya.
Mendengarnya, Ishan justru tersenyum geli. Ia merasa bahwa dirinya konyol.
"Kenapa senyummu seperti itu? Apakah
Pagi itu di kantor, para karyawan tengah sibuk berkasak-kusuk mengenai kabar pernikahan Ishan.Banyak dari karyawan wanita yang patah hati jika kabar yang berhembus itu benar. Pasalnya Ishan adalah idola bagi kaum hawa di kantornya.Sedangkan Lintang yang tengah disibukkan dengan berkas-berkas yang menumpuk di mejanya bahkan tak sempat menggubris atau menegur mereka.Sementara Ishan tengah duduk melipat kedua tangannya di dada, menyenderkan tubuhnya pada sandaran kursi yang ia duduki dan kaki panjangnya berselerak di atas meja, dengan santainya Ishan memandangi Lintang yang sudah seperti baling-baling helikopter karena sangking sibuknya."Lin! Pernikahan kita tinggal seminggu lagi, kapan kita akan merilis undangannya?" tanya Ishan menyela kesibukan Lintang."Selesaikan dulu hubunganmu dengan pacar-pacarmu! Baru setelah itu kamu rilis undangannya," jawab Lintang masih fokus dengan pekerjaannya.Kemudian Ishan berjalan mendek
Mata Lintang disambut oleh hamparan pasir putih nan memukau. Tak ingin berlama-lama lagi, Lintang pun bergegas turun dari mobil. Ia meninggalkan sepasang high heelsnya dan lari bertelanjang kaki ke arah gemuruh deburan ombak pantai.Ishan tertegun melihat sisi Lintang yang seperti anak kecil diberi permen itu. Pasalnya selama ia bersama Lintang tujuh tahun yang lalu, ia hanya melihat kesempurnaan Lintang. Lintang yang cerdas, punya pemikiran dewasa sebelum waktunya dan sedikit kelakuannya yang absurd.Namun hari ini, Lintang tersenyum lebar. Tampak seperti gadis polos sehingga mampu membuat Ishan terpesona lagi."Ini gila! Apakah aku akan mampu melihat air mata kesedihan menenggelamkan senyum bahagianya ini?" gumam Ishan yang masih terpana melihat Lintang dari dalam mobilnya.Panasnya terik matahari tak menghentikan langkah riangnya mencicipi hangatnya air laut.Lintang berlarian lincah be
Ishan melempar tatapan menusuk pada Lintang, sedangkan Lintang menanggapinya dengan menaikkan kedua alisnya seolah bertanya, "Apa?"Merasa geram Ishan pun merengkuh tubuh Lintang kedalam pelukannya."Apakah begini sudah terlihat lebih romantis seperti kisah dalam novel yang berjudul 'MENDADAK DINIKAHI CEO TAMPAN'?" tanya Ishan pada sang fotografer sebab ia tidak terima dengan ucapan fotografer tadi."Baru kali ini aku bertemu pasangan gila seperti kalian!" balas sang fotografer yang kembali bersiap mengambil gambar.Setelah tiga kali pose dan tiga kali jepretan, sang fotografer langsung merapikan peralatannya."Eh? Sudah selesai?" tanya Lintang."Iyep! Sudah banyak gambar yang saya ambil. Hasilnya akan saya kirim pada kalian, nanti malam. Jangan lupa tambahkan komisinya! Karena sepanjang pemotretan, kalian memberatkan pekerjaan saya dengan pertengkaran kalian!"&n
Ya, dialah sang bunda yang sangat berkuasa atas kehidupan Lintang.Wajah yang tadinya berseri mendadak masam saat berhadapan dengan sang bunda."Sepertinya keputusanmu untuk menikah memang serius," sapa Mayang.Meski suasana hatinya sedang bahagia, tapi hal itu tak membuat rasa kesal Lintang bersembunyi sejenak saat berhadapan dengan sang bunda."Ada keperluan apa Mama kemari?" tanya Lintang ketus."Kamu pikir dengan sikapmu itu, mampu membuat Mama pergi dari sini! Jangan harap!" ucap Mayang seraya memukul bahu Lintang."Aku tahu! Aku sangat paham tentang ibu kandungku yang selain tak punya hati, beliau juga tak punya harga diri dan rasa malu!" jawab Lintang dengan memasang wajah datar.Hal itu justru membuat Mayang tersulut emosi dan hendak melayangkan tangannya menampar Lintang, namun ia menghentikan tindakannya saat matanya menangkap sosok pemuda yang sebenta
Hari pernikahan Lintang tinggal dua hari lagi.Ia memanfaatkan wewenang sang calon suami untuk meminta libur sehari."Tidak!" Ishan menolak dengan tegas permintaan calon istrinya itu."Ayolah ... hanya sehari. Tidak akan merugikan perusahaan juga, kok! Ya? Ya? Please ...."Lintang masih memohon sambil menangkupkan kedua tangannya dan memasang wajah melas dihadapan Ishan.Melihat tingkah calon istrinya itu, Ishan menggeleng seraya menghela napas panjang."Masalahnya kamu meminta semua wanita yang ada di kantor ini untuk ikut libur! Kalo untuk dirimu sendiri, sebulan pun aku ijinkan. Tapi ini ...."Masih tidak menyerah, kali ini Lintang menggunakan cara bisnis untuk bernegosiasi dengan bosnya itu."Pernahkah kamu mengapresiasi pekerjaanku? Kalau om Bowo itu ceroboh dan merepotkan, setidaknya beliau selalu mengapresiasi setiap karya
Jika biasanya dalam adat Jawa ada ritual pingitan untuk kedua calon pengantin yang sudah mendekati hari H pernikahan, hal itu justru tak berlaku untuk pasangan calon pengantin ini.Meskipun keduanya sepakat untuk menggelar pernikahan dengan mengusung adat Jawa, tapi keduanya tidak begitu saklek dengan ritualnya.Menjelang H-1 pernikahan, tepat jam 07.00 pagi Ishan sudah berdiri dan mengetuk pintu rumah Lintang.Penampilan Ishan hari ini sangat berbeda dengan biasanya. Jika biasanya ia selalu berpakaian formal, hari ini ia tampak lebih muda dengan setelan kemeja biru muda dan Jumper warna navy serta dipadukan dengan celana jeans lengkap dengan sneakersnya.Ishan berdiri gelisah dan berulang kali mondar-mandir menunggu Lintang membukakan pintunya.Beberapa menit kemudian, terdengar suara pintu yang dibuka.Ishan segera bersiap menyambut wanitanya dengan set
"Ada apa dengan reaksi mu itu?" tanya Lintang seraya menepuk-nepuk punggung Ishan."Apakah dia Lintang asli?" batin Ishan yang masih terbatuk-batuk.Ishan menepis tangan Lintang dan beringsut menjauh dari Lintang. Ia menatap Lintang dan dahinya mengerut garis muncul antara alisnya."Kamu bukan jelmaan jin, 'kan?"Pertanyaan yang Ishan ajukan itu membuat Lintang mendengkus kesal.Tanpa diminta, Lintang langsung mengucapkan dua kalimat syahadat untuk membuktikan bahwa dirinya adalah Lintang asli alias bukan imitasi."Lalu ... kenapa sikapmu seperti ini?" tanya Ishan yang menyiratkan rasa takut serta curiga dalam tatapannya."Apa maksudmu?" balas Lintang yang mulai menyalak galak."Begini, Mbak. Sebelumnya Anda tidak pernah mengucapkan kata 'maaf dan terima kasih'. Bahkan dua kalimat itu seperti haram terucap dari mulut Anda," ter
Di saat yang bersamaan, Ishan tengah menempelkan telinganya di pintu tersebut, sehingga saat Lintang membuka pintu kamar tersebut, Ishan kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur di hadapan Lintang."Apa yang kamu lakukan?" tanya Lintang.Ishan bangkit sambil meringis kesakitan."Aku mengkhawatirkan dirimu. Maaf jika aku lancang."Kembali rasa marah dan takutnya menguar dari dalam diri Lintang."Keluar dan pergilah," ucap Lintang dingin sambil membuang muka. Rasa jijik turut kembali menguasainya hingga membuat Lintang tak sudi melihat Ishan."Tapi ...."Tak membiarkan Ishan bersuara, Lintang mencengkeram bahu Ishan dan mendorongnya secara kasar untuk keluar. Kemudian menutup pintu kamarnya dengan keras. Lintang menyandarkan punggungnya pada pintu tersebut dan perlahan terduduk pilu bersama rasa yang tiada henti menyiksa dirinya.