Share

Arus masa lalu

"Mau sampai kapan kamu berdiri di situ? Ayo cepat naik!" Ishan memanggil Lintang melalui jendela mobil.

Bukannya langsung naik, gadis dengan rambut yang disanggul itu justru melemparkan tatapan tajam dengan aura yang seolah siap untuk membunuh. Ishan yang merasa takut pun langsung menutup kaca mobilnya dan segera menyalakan mesinnya.

Lintang berjalan tenang sambil terus menatap tajam ke arah pria dengan rambut cepak dan wajah tegas itu.

"Hii ...," gumam ishan bergidik ngeri. Walau ia tau, jika Lintang tak dapat melihatnya dari luar. "Kok ada ya gadis dengan mata iblis tapi secantik itu? Antara terpesona sama serem jadinya," gumamnya lagi yang melihat Lintang dari dalam mobil.

Setelah Lintang masuk dan duduk di kursi samping kemudi, seketika aura horor membuat bulu kuduk Ishan berdiri.

Bugh!

 Lintang menutup pintu mobilnya dan Ishan segera melajukan mobilnya dengan perasaan tegang yang tak berkesudahan sebab kediaman Lintang.

"Bisa tolong di jelaskan apa maksud ucapan anda tadi? Kenapa dengan saya yang seorang wanita?" cecar Lintang yang membuat Ishan tersentak kaget. Ekspresi wajah dinginnya membuat Ishan merasa terintimidasi.

"M ... maaf sebelumnya, aku tidak bermaksud meremehkan ataupun menganggap kamu lemah. Aku hanya khawatir, itu saja." jawab ishan terbata sangking tegang dan gugupnya.

"Baiklah, cepat jalan! Sebentar lagi waktu istirahat segera habis."

 Perintah Lintang yang kini tengah memperlakukan atasannya layaknya sopir. Sikapnya itu bukan tanpa alasan, Lintang bersikap bossy lantaran menyadari jika Ishan tengah berusaha menghindari perselisihan dengannya. Namun, sikap Lintang justru membuat Ishan melongo dan mulai meragukan apa itu Lintang yang ia kenal dulu?

"Kenapa aku merasa sekarang aku jadi seperti kacungnya?" batin Ishan.

Sesampainya di sebuah restoran, seperti pada umumnya Ishan menanyai makanan apa yang ingin Lintang pesan. "Tang! Kamu mau pesan apa?" tanya Ishan sambil membaca buku menu.

"Pesan saja untuk dirimu sendiri! Aku bawa bekalku sendiri."

Ishan mengerutkan alisnya saat melihat Lintang mengeluarkan kotak bekal makanan dari tasnya.

"Hey! Apa-apaan ini? Apa kamu sedang irit?" tanyanya yang sedikit terkejut serta heran dengan perilaku Lintang.

"Tidak! Aku tidak terbiasa dengan makanan di luar! Aku lebih suka dengan masakanaku sendiri!"

"Sejak kapan kamu jadi sok higienis? Yang ku tau selama pacaran denganmu, kamu bahkan malas untuk belajar memasak. Apakah sekarang memasak adalah hobimu?"

"Hey! Itu sudah berlalu! Aku bahkan sudah lupa!"

"Bagiku, saat ini kamu tetap pacarku. Karena saat itu kamu menghilang dariku tanpa ada kata 'putus' diantara kita."

"Kamu benar-benar belum move on? Menyedihkan sekali! Hmh!" ledek Lintang di barengi senyuman sarkas.

"Jangan keterlaluan! Itu karena kamu yang tiba-tiba ngilang! Kamu pikir kamu siapa?! Datang dan pergi seenak jidatmu! Kali ini jangan harap kamu bisa lepas!"

"Peringatan ataupun ancamanmu tak berlaku untukku. Jangan terus mengingat yang telah berlalu, itu sudah tak berguna. Cepat pesan makananmu, dan kita harus segera kembali ke kantor!"

Ishan melambaikan tangannya untuk memanggil waitress

"Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?"

"Saya pesan fried rice tanpa cabe dan orange juice."

"Cih! Makan di restoran mewah cuma pesan nasi goreng sama jus jeruk?" ejek Lintang.

"Menurutmu aku harus pesan apa?"

Lintang hanya mengedikkan bahunya sembari memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Ia nampak khusyuk menikmati makan siangnya.

Melihat cara Lintang menyantap makanan yang nampak seolah ia sedang menyantap hidangan terlezat Ishan tergoda untuk mencobanya.

"Tang ...." Lintang mengabaikan Ishan, seolah tau apa yang akan ia ucapkan berikutnya.

"Lintang! Apa sih menu makan siangmu?"

"Rica-rica ayam sama nasi aja." jawab Lintang singkat, karena masih sibuk dengan makanannya.

"Seenak apa sih? Sini biar ku cicipi."

"Nggak! Tunggu aja pesananmu! Bentar lagi juga dateng." 

"Tapi aku pengen punya mu tang ... ya? Please ... dikiiit aja tang, rengek Ishan memelas.

"Kalau kamu ngicipin makananku meski cuma sesuap, aku tak yakin setelah mencicipinya kamu masih hidup!" jawab Lintang memberi peringatan.

"Emangnya kenapa? Jangan pelit-pelit kenapa sih tang?!"

"Makananku banyak cabenya! Bukankah kamu alergi cabe?"

"Kamu masih mengingatnya?"

"Asal ngomong aja!"

"Kenapa nggak bisa jujur sih? Apa susahnya mengatakan perasaanmu padaku? Bukankah kita masih sama-sama suka?"

"Ini pesanan anda tuan."

Waitress datang membawa pesanan Ishan.

"Ah akhirnya!" ucap Ishan dengan antusias untuk menikmati makanannya segera.

"Terus terang sekali! Kepercayaan dirimu itu membuatmu berselimut tinja!" ucap Lintang menjawab pertanyaan Ishan sebelumnya.

"Bruuaahh! Uhuk ... uhuk ...," Ishan tersedak mendengar jawaban Lintang.

"Ah! Sial! Kamu benar-benar merusak nafsu makanku! Bisa-bisanya kamu menggunakan perumpamaan dengan kotoran saat sedang makan?! Dasar geblek!" umpatnya kesal. 

Sementara Lintang justru dengan santainya menikmati makanannya.

"Cepat habiskan makanmu!" bentak Lintang.

"Jangan pura-pura bodoh! Apa kamu nggak jijik?"

"Kenapa harus jijik saat benda itu tidak berhadapan, ataupun tidak kau sentuh? Bahkan aromanya pun tak tercium."

jawaban yang keluar dari mulut Lintang dengan wajah tanpa ekspresi itu membuat Ishan geleng-geleng kepala keheranan.

"Wanita gila! Sejujurnya aku kagum dengan sifatmu yang lain dari pada yang lain ini. Yah ... walau kadang bikin gemes-gemes jengkel juga sih! Tapi itulah kenapa selama tujuh tahun ini aku ma ...."

Hap!

Lintang tiba-tiba memasukkan nasi goreng itu ke mulut Ishan, sehingga Ishan tak dapat menyelesaikan kalimatnya karena mulutnya yang penuh dengan nasi goreng.

"Berhenti mengoceh! Cepat habiskan makananmu! Kalau tidak habis, bungkus aja kasih pengemis!"

Lintang meradang karena kebawelan Ishan yang gigih untuk terus menyeretnya ke dalam arus masa lalu.

"Kamu semena-mena sekali. Bukankah lebih baik sengaja beli lagi untuk pengemis daripada makanan sisa?"

"Huh! Kamu ini pria atau wanita?! Kenapa kamu cerewet sekali sih! Kalau kamu mau beli untuk di bungkus ya beli saja! Aku hanya tidak suka dengan orang yang menyia-nyiakan makanan, mubazir!" jawab Lintang dengan meninggikan suaranya karena kesabarannya mulai menipis.

Keributan yang diciptakan Lintang dan Ishan membuat pengunjung lain merasa risih sehingga menyampaikan keluhannya pada manajer restoran. Hingga akhirnya sang manajer pun datang menghampiri keduanya untuk menegurnya.

Namun saat wanita dengan setelan blus berwarna pink di padukan Blazer dan celana putih itu berada tepat di hadapan Ishan dan Lintang, manajer itu justru tertegun melihat keduanya.

Walau sedikit syok, gadis dengan rambut panjang yang tergerai indah itu memberanikan diri untuk menyapa kedua pelanggan yang tengah ribut itu.

"Ishan? Apa yang ...," Dira bersuara di selimuti dengan keraguan. Niat hati ingin bertanya, namun apa daya lidahnya justru kelu melihat sang kekasih dengan wanita lain.

Walau samar, Lintang mendengar Dira yang memanggil Ishan. Terlebih posisi duduk Lintang yang menghadap ke arah Dira berada.

"Apakah anda barusan memanggil pak Ishan?" tanya Lintang yang membuat Ishan menoleh kebelakang.

"Apakah barusan dia bilang 'pak'?" batin Dira yang sedikit merasa lega.

"Indira?" Ishan terperanjat melihat wanita yang baru tiga hari lalu ia pacari ada di hadapannya.

Melihat reaksi keduanya, Lintang menangkap adanya suatu hubungan asmara. Hingga ia berinisiatif untuk memberi waktu bagi keduanya.

"Maaf pak Ishan, nampaknya saya harus kembali ke kantor lebih dulu. Permisi pak." Lintang langsung pergi tanpa mendengar jawaban Ishan. Meninggalkan prasangka di benak Ishan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status