"Mau sampai kapan kamu berdiri di situ? Ayo cepat naik!" Ishan memanggil Lintang melalui jendela mobil.
Bukannya langsung naik, gadis dengan rambut yang disanggul itu justru melemparkan tatapan tajam dengan aura yang seolah siap untuk membunuh. Ishan yang merasa takut pun langsung menutup kaca mobilnya dan segera menyalakan mesinnya.
Lintang berjalan tenang sambil terus menatap tajam ke arah pria dengan rambut cepak dan wajah tegas itu.
"Hii ...," gumam ishan bergidik ngeri. Walau ia tau, jika Lintang tak dapat melihatnya dari luar. "Kok ada ya gadis dengan mata iblis tapi secantik itu? Antara terpesona sama serem jadinya," gumamnya lagi yang melihat Lintang dari dalam mobil.
Setelah Lintang masuk dan duduk di kursi samping kemudi, seketika aura horor membuat bulu kuduk Ishan berdiri.
Bugh!
Lintang menutup pintu mobilnya dan Ishan segera melajukan mobilnya dengan perasaan tegang yang tak berkesudahan sebab kediaman Lintang.
"Bisa tolong di jelaskan apa maksud ucapan anda tadi? Kenapa dengan saya yang seorang wanita?" cecar Lintang yang membuat Ishan tersentak kaget. Ekspresi wajah dinginnya membuat Ishan merasa terintimidasi.
"M ... maaf sebelumnya, aku tidak bermaksud meremehkan ataupun menganggap kamu lemah. Aku hanya khawatir, itu saja." jawab ishan terbata sangking tegang dan gugupnya.
"Baiklah, cepat jalan! Sebentar lagi waktu istirahat segera habis."
Perintah Lintang yang kini tengah memperlakukan atasannya layaknya sopir. Sikapnya itu bukan tanpa alasan, Lintang bersikap bossy lantaran menyadari jika Ishan tengah berusaha menghindari perselisihan dengannya. Namun, sikap Lintang justru membuat Ishan melongo dan mulai meragukan apa itu Lintang yang ia kenal dulu?
"Kenapa aku merasa sekarang aku jadi seperti kacungnya?" batin Ishan.
Sesampainya di sebuah restoran, seperti pada umumnya Ishan menanyai makanan apa yang ingin Lintang pesan. "Tang! Kamu mau pesan apa?" tanya Ishan sambil membaca buku menu.
"Pesan saja untuk dirimu sendiri! Aku bawa bekalku sendiri."
Ishan mengerutkan alisnya saat melihat Lintang mengeluarkan kotak bekal makanan dari tasnya.
"Hey! Apa-apaan ini? Apa kamu sedang irit?" tanyanya yang sedikit terkejut serta heran dengan perilaku Lintang.
"Tidak! Aku tidak terbiasa dengan makanan di luar! Aku lebih suka dengan masakanaku sendiri!"
"Sejak kapan kamu jadi sok higienis? Yang ku tau selama pacaran denganmu, kamu bahkan malas untuk belajar memasak. Apakah sekarang memasak adalah hobimu?"
"Hey! Itu sudah berlalu! Aku bahkan sudah lupa!"
"Bagiku, saat ini kamu tetap pacarku. Karena saat itu kamu menghilang dariku tanpa ada kata 'putus' diantara kita."
"Kamu benar-benar belum move on? Menyedihkan sekali! Hmh!" ledek Lintang di barengi senyuman sarkas.
"Jangan keterlaluan! Itu karena kamu yang tiba-tiba ngilang! Kamu pikir kamu siapa?! Datang dan pergi seenak jidatmu! Kali ini jangan harap kamu bisa lepas!"
"Peringatan ataupun ancamanmu tak berlaku untukku. Jangan terus mengingat yang telah berlalu, itu sudah tak berguna. Cepat pesan makananmu, dan kita harus segera kembali ke kantor!"
Ishan melambaikan tangannya untuk memanggil waitress
"Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?"
"Saya pesan fried rice tanpa cabe dan orange juice."
"Cih! Makan di restoran mewah cuma pesan nasi goreng sama jus jeruk?" ejek Lintang.
"Menurutmu aku harus pesan apa?"
Lintang hanya mengedikkan bahunya sembari memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Ia nampak khusyuk menikmati makan siangnya.
Melihat cara Lintang menyantap makanan yang nampak seolah ia sedang menyantap hidangan terlezat Ishan tergoda untuk mencobanya.
"Tang ...." Lintang mengabaikan Ishan, seolah tau apa yang akan ia ucapkan berikutnya.
"Lintang! Apa sih menu makan siangmu?"
"Rica-rica ayam sama nasi aja." jawab Lintang singkat, karena masih sibuk dengan makanannya.
"Seenak apa sih? Sini biar ku cicipi."
"Nggak! Tunggu aja pesananmu! Bentar lagi juga dateng."
"Tapi aku pengen punya mu tang ... ya? Please ... dikiiit aja tang, rengek Ishan memelas.
"Kalau kamu ngicipin makananku meski cuma sesuap, aku tak yakin setelah mencicipinya kamu masih hidup!" jawab Lintang memberi peringatan.
"Emangnya kenapa? Jangan pelit-pelit kenapa sih tang?!"
"Makananku banyak cabenya! Bukankah kamu alergi cabe?"
"Kamu masih mengingatnya?"
"Asal ngomong aja!"
"Kenapa nggak bisa jujur sih? Apa susahnya mengatakan perasaanmu padaku? Bukankah kita masih sama-sama suka?"
"Ini pesanan anda tuan."
Waitress datang membawa pesanan Ishan.
"Ah akhirnya!" ucap Ishan dengan antusias untuk menikmati makanannya segera.
"Terus terang sekali! Kepercayaan dirimu itu membuatmu berselimut tinja!" ucap Lintang menjawab pertanyaan Ishan sebelumnya.
"Bruuaahh! Uhuk ... uhuk ...," Ishan tersedak mendengar jawaban Lintang.
"Ah! Sial! Kamu benar-benar merusak nafsu makanku! Bisa-bisanya kamu menggunakan perumpamaan dengan kotoran saat sedang makan?! Dasar geblek!" umpatnya kesal.
Sementara Lintang justru dengan santainya menikmati makanannya.
"Cepat habiskan makanmu!" bentak Lintang.
"Jangan pura-pura bodoh! Apa kamu nggak jijik?"
"Kenapa harus jijik saat benda itu tidak berhadapan, ataupun tidak kau sentuh? Bahkan aromanya pun tak tercium."
jawaban yang keluar dari mulut Lintang dengan wajah tanpa ekspresi itu membuat Ishan geleng-geleng kepala keheranan.
"Wanita gila! Sejujurnya aku kagum dengan sifatmu yang lain dari pada yang lain ini. Yah ... walau kadang bikin gemes-gemes jengkel juga sih! Tapi itulah kenapa selama tujuh tahun ini aku ma ...."
Hap!
Lintang tiba-tiba memasukkan nasi goreng itu ke mulut Ishan, sehingga Ishan tak dapat menyelesaikan kalimatnya karena mulutnya yang penuh dengan nasi goreng.
"Berhenti mengoceh! Cepat habiskan makananmu! Kalau tidak habis, bungkus aja kasih pengemis!"
Lintang meradang karena kebawelan Ishan yang gigih untuk terus menyeretnya ke dalam arus masa lalu.
"Kamu semena-mena sekali. Bukankah lebih baik sengaja beli lagi untuk pengemis daripada makanan sisa?"
"Huh! Kamu ini pria atau wanita?! Kenapa kamu cerewet sekali sih! Kalau kamu mau beli untuk di bungkus ya beli saja! Aku hanya tidak suka dengan orang yang menyia-nyiakan makanan, mubazir!" jawab Lintang dengan meninggikan suaranya karena kesabarannya mulai menipis.
Keributan yang diciptakan Lintang dan Ishan membuat pengunjung lain merasa risih sehingga menyampaikan keluhannya pada manajer restoran. Hingga akhirnya sang manajer pun datang menghampiri keduanya untuk menegurnya.
Namun saat wanita dengan setelan blus berwarna pink di padukan Blazer dan celana putih itu berada tepat di hadapan Ishan dan Lintang, manajer itu justru tertegun melihat keduanya.
Walau sedikit syok, gadis dengan rambut panjang yang tergerai indah itu memberanikan diri untuk menyapa kedua pelanggan yang tengah ribut itu.
"Ishan? Apa yang ...," Dira bersuara di selimuti dengan keraguan. Niat hati ingin bertanya, namun apa daya lidahnya justru kelu melihat sang kekasih dengan wanita lain.
Walau samar, Lintang mendengar Dira yang memanggil Ishan. Terlebih posisi duduk Lintang yang menghadap ke arah Dira berada.
"Apakah anda barusan memanggil pak Ishan?" tanya Lintang yang membuat Ishan menoleh kebelakang.
"Apakah barusan dia bilang 'pak'?" batin Dira yang sedikit merasa lega.
"Indira?" Ishan terperanjat melihat wanita yang baru tiga hari lalu ia pacari ada di hadapannya.
Melihat reaksi keduanya, Lintang menangkap adanya suatu hubungan asmara. Hingga ia berinisiatif untuk memberi waktu bagi keduanya.
"Maaf pak Ishan, nampaknya saya harus kembali ke kantor lebih dulu. Permisi pak." Lintang langsung pergi tanpa mendengar jawaban Ishan. Meninggalkan prasangka di benak Ishan.
Kepergian Lintang meninggalkan prasangka yang membuat ekspektasi Ishan semakin tinggi."Reaksi Lintang ... mungkinkah dia cemburu?!" batin Ishan. Terlalu hanyut dalam pikirannya, Ishan mengabaikan Dira, sang kekasih yang tengah menanti sebuah penjelasan."Dira? Apa yang kamu lakukan disini?"tanya Ishan tanpa ada rasa canggung."Akhirnya kamu menyadari keberadaanku! Siapa wanita tadi?" Dira menjawab pertanyaan Ishan dengan pertanyaan."Oh, dia Lintang sekretarisku. Kenapa?"jawab Ishan santai.Dira tertunduk dan meneteskan air mata."Hey, kenapa menangis? Apa aku menyakitimu? Aku minta maaf sayang."Sesenggukan Dira dipenuhi rasa bersalah."Maafkan aku, aku sempat meragukanmu. Ku kira wanita tadi ....""Sshh ..." Ishan memotong kalimat Dira dengan menempelkan telunjuk kanannya pada bibir merah Indira.Dengan lembut Ishan mengusap air mata Dira sambil mengelus kepala Dira."Aku meng
"Wow! Pangeran datang menyelamatkan sang putri rupanya." "Hmh! Jangan harap kali ini kamu bisa lepas. Pelanggaran kontrak, kekerasan, penggunaan obat ilegal, serta pelecehan. Ku jamin agensimu akan segera pindah tangan dan kau membusuk di penjara!" terang Ishan pada Denny yang masih bisa tersenyum sombong. Selang beberapa menit polisi tiba membekuk Denny bersama anak buahnya. Denny melemparkan tatapan tajam penuh dendam pada Ishan saat polisi memborgol kedua tangannya. Sedangkan Lintang belum juga sadarkan diri. Ishan menggendongnya ke mobil dan membawanya ke rumah sakit. Namun di tengah perjalanan, Lintang mulai sadar. "Ugh! Habis sudah ...," rancau Lintang yang masih setengah sadar. Perlahan ia membuka matanya dan tersentak ketika orang yang pertama ia lihat setelah membuka mata adalah Ishan yang sedang mengemudikan mobilnya. "Sudah sadar rupanya? Kau tau betapa bodohnya dirimu? Apa kau sanggup menanggung akibatnya jika aku terlambat sedetik
"Tang! Mama bilang lima belas menit, bukan lima belas abad!" teriak Mayang sembari menggedor pintu.Tanpa menyahut, Lintang keluar dengan tampilan memukau. Rambut hitam nan panjang tergerai indah serasi dengan gaun yang ia kenakan.Wajah ayunya mampu mengalihkan pandangan para lelaki yang memandangnya.Namun sangat di sayangkan, wajah masam diiringi langkah kaki yang menghentak jengkel, menutup pesonanya."Jangan keluar dengan wajah seperti itu! Atau calon papah barumu akan takut melihatmu," tegur Mayang yang melemparkan kunci mobil pada Lintang.Lintang menangkapnya dengan refleks yang bagus. kemudian ia membalas teguran sang bunda dengan melemparkan tatapan membunuhnya."Kamu tidak akan bisa membunuh mama hanya dengan tatapaan seperti itu! Cepat jalan, kita sudah terlambat!" buru Mayang yang berjalan di depan Lintang. Keduanya menaiki mobil mewah berwarna hitam milik Mayang.Lintang yang fokus mengemudikan mobilnya nampak jute
"Situasi macam apa ini! Nampaknya takdir sedang ingin bercanda! Oh, ayolah ... ini tidak lucu sama sekali!"Lintang hanya mampu menggerutu dalam hati. Sambil meremas gemas gaunnya sebagai pelampiasan kekesalannya. Mulutnya tak mungkin mampu untuk mengucapkan segala umpatannya.Saat ini mantan direkturnya akan menjadi ayah tirinya. Sedangkan sang mantan kekasih akan menjadi saudara tirinya meskipun statusnya dalam keluarga itu adalah anak angkat."Lalu ... siapa gadis ini? Apakah itu calon istri Ishan? Apakah ini akan menjadi double married? Hmh ... gila! Otakku mulai tidak waras! Ayolah otak ... jangan traveling dengan situasi ini!"Lagi-lagi Lintang hanya mampu bertanya dan membuat kesimpulannya sendiri dalam hati."Oke!" ucap Bowo tiba-tiba berdiri membuat semua perhatian berfokus padanya."Sebelum kita memulai acara santap lezatnya, saya ... selaku pembuat onar bagi beberapa orang yang duduk di sini, akan mel
Bintang merasa terintimidasi kala perlahan mata tajam itu beralih menatap dirinya. Sedangkan Kejora, Mayang, Bowo serta Ishan hanya melihat dan bertanya-tanya dalam hati masing-masing tentang apa yang akan dilakukan oleh Lintang.Lintang mencondongkan tubuhnya dan tangan kanannya meraih dasi Bintang hingga membuat Bintang turut mencondongkan tubuhnya ke depan. Sedang tangan kirinya ia lingkarkan pada leher Bintang.Tangan Lintang mulai gemetar samar. Namun, Bintang tak menyadari lantaran irama degup jantungnya terlalu meresahkannya.Telapak tangan Lintang mulai berkeringat dingin. Ia menahan sesak di dadanya dan nekat bergerak maju. Rambut panjangnya yang lurus tergerai indah, perlahan turun hingga kecelup sup, sambal dan beberapa menu lain yang ada di meja makan berbentuk bundar itu. Menjadi tabir dari sisi Ishan dan Kejora.Bintang menahan nafas pasrah kala bibir merah Lintang mendarat lembut mencuri ciuman pertamanya.Lain halnya den
"Anita!" teriak Ishan memanggil sekretarisnya.Pagi itu, suasana kantor begitu sibuk dan mencekam. Semua karyawan merasa tegang di tengah kesibukan masing-masing."I-iya pak?" jawab Anita gagap ketakutan."Ini sudah jam sembilan, kenapa Lintang belum juga datang? Kamu sudah hubungi dia?" tanya Ishan dengan luapan amarah yang berapi-api."S-sudah pak ...."Brak!!Gebrakan meja yang dilakukan Ishan membuat gaduh suasana kantor."Ngomong yang jelas!" bentak Ishan yang membuat Anita semakin ketakutan."Sudah pak! Saya sudah menghubungi beliau, tapi tak ada jawaban," jawab Anita lancar sebab sangking terkejut dan tertekan."Inikah yang disebut karyawan teladan?! Apakah pujian membuatnya sombong dan lalai dari tugas?!"Anita menitikkan air mata karena takut."Kenapa kamu menangis di sini?""Gimana saya nggak nangis? Wong bapak memarahi saya atas kesalahan yang bahkan saya nggak tahu! Saya ini cuma sekretar
"Lintang!" bentak Ishan yang geram dengan perlakuan yang ia terima dari Lintang."Apa? Hah! Nggak perlu teriak, kupingku masih bisa denger, sekalipun itu suara detak jantungmu yang nggak karuan," jawab Lintang sedikit menggoda Ishan."Damn! Jangan keterlaluan kenapa sih?" Kadang merayu kadang menghina, bersikaplah yang tegas! Jangan bikin orang bingung," umpat Ishan yang diiringi protes lantaran sikap Lintang yang semena-mena terhadapnya."Aku? Kapan aku merayumu? Ucapan ku, bagian mana yang merupakan rayuan? Daripada itu, sebenarnya apa tujuan mu ke sini? Hah!" tanya Lintang galak. Meskipun kondisi fisiknya nampak lemah, namun tenaganya masih tersisa untuk bersikap sarkas pada Ishan."Kampret! lagi-lagi dia membuatku mati kutu!" umpat Ishan dalam hati."Apa yang akan kamu lakukan dengan acara fashion shownya? Tak ada yang bisa menggantikan pekerjaanmu, aku sendiri kuwalahan mencari agensi model pengganti. Sementara, waktu kita hanya beberapa
"Lintang! kemana aja sih? Di mana para modelnya?" tanya Melisa panik. Melisa adalah designer yang bekerja di perusahaan Lope group, nama perusahaan yang kini di ambil alih Ishan."Mmm ... ada sedikit masalah, sepertinya kita harus mencari model baru," ungkap Lintang antara ragu dan takut."Tuh 'kan ... ku bilang juga apa? Jangan kerja sama dengan agensi Denny! Denny itu pria licik yang serakah!" teriak Melisa berkacak pinggang. "Sekarang di mana direktur tua bangka yang suka cari masalah itu? Hah!""Mmm ... pak Bowo sudah mundur dari jabatannya ....""Apa?! Bocah tua nakal pengecut! Mentang-mentang bos, terus bebas berbuat seenak jidat sendiri gitu?!""Tenang Mel, tenang dulu, kita cari jalan keluarnya dulu ....""Jalan keluar? Tuh jalan keluar!" jawab Melisa berapi-api seraya menunjuk pada tulisan exit di atas pintu."Bukan gitu ... maksudku solusi. Kita cari solusinya bersama," Lintang berusaha membujuk dan menenangkan Melisa.
42. Teman SMP Darah yang tadinya hanya merembes, kini mulai mengalir layaknya saluran air yang mulai lancar, David mulai panik dan sesak napas menyaksikan Lintang bersimbah darah.“Memuakkan!” Pria yang masih berpakaian formal lengkap itu, kini mengendurkan dasinya yang tiba-tiba terasa mencekik. Tidak hanya itu, David juga melempar jas hitamnya secara sembarangan, sehingga tampaklah darah yang merembes di lengan bajunya.Seolah tak menyadari bahwa dirinya sendiri juga terluka, David kembali nekat, mengabaikan peringatan Lintang sebelumnya, dan memantapkan langkah ke arah Lintang.“Jangan protes lagi! Aku tidak mau dituduh sebagai pembunuh!” seru David seraya kembali menggendong Lintang menuju ke ranjang pasiennya.“Dokter! Dokter!” David berteriak seperti orang kesetanan.Apakah kali ini Lintang hanya diam dan menurut, setelah David menunjukkan sikap setengah bengisnya? Tentu saja tidak. Sama seperti sebelumnya, kali ini pun Lintang meronta dan menjambak rambut David. Bahkan Lintang
"Tentu saja, karena dia wanita yang istimewa dan berbeda!" jawab Bintang spontan."Hmh! Apakah selera kalian adalah wanita rendahan yang hypersex?"Lagi-lagi Bambang merendahkan Lintang."Kakek!" teriak Bintang yang marah mendengar Lintang dihina sang kakek. Namun, sang kakek hanya mendengkus dengan seringai senyum menghina. Sebelum melanjutkan ucapannya, Bintang sempat menatap Ishan untuk melihat reaksinya. Namun, reaksi Ishan yang hanya diam saja justru semakin membuatnya geram. "Jika seandainya hal yang sama menimpa Kejora, apakah Kakek masih bisa mengatakan hal demikian?" Bintang mengepalkan tangannya gemetaran. Telinga dan lehernya merona merah, keringatnya pun bercucuran sebab menahan amarah yang sudah di ambang batas. Plak!Kini gantian tamparan sang kakek meninggalkan bekas merah di pipi Bintang."Jaga ucapanmu! Dasar bocah sialan! Kamu dilahirkan bukan untuk menjadi budak wanita rendahan!""Kakek, cukup! Cukup aku saja. Aku mohon ...."Suara Ishan bergetar pasrah memohon
Kini, semua orang tengah menanti jawaban Kejora. Mereka semua mengubah suasana yang tadinya gaduh menjadi tenang dan kondusif. "Aku bersedia menerima perjodohan ini!"Jawaban Kejora membuat mata Bowo dan yang lainnya terbelalak. Kecuali Bambang—sang kakek dan biang keladi dari pupusnya harapan Ishan untuk membangun rumah tangga bersama Lintang. "Ta–tapi ... bagaimana bisa kau menerimanya? Bukankah kau ....""Maaf! Tapi sejujurnya, aku juga sudah lama memendam rasa untuk Mas Ishan, jadi aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Kesempatan yang hanya datang sekali seumur hidupku." Penjelasan itu membungkam mulut-mulut yang sebenarnya sudah siap untuk membombardir Kejora dengan ribuan pertanyaan. "Tapi, jelas-jelas kau sudah tahu persis bagaimana aku mencintai Lintang, tapi ....""Stop!" Bambang menyela dengan suaranya yang lantang. "Sebaiknya kamu terima apa pun keputusan Kakek! Kau tahu pasti apa yang akan terjadi jika kau nekat menikahi gadis kotor itu, 'kan?" Peringatan yang
Keadaan semakin kacau karena kakek dan nenek Ishan tiba-tiba datang. Na'asnya, kakek dan nenek Ishan sempat menyaksikan video tersebut pada bagian Lintang yang tengah dilecehkan. "Apakah memutar adegan menjijikkan seperti ini adalah trend dalam acara pernikahan masa kini!" bentak Bambang Prioko Kartadwinanta, kakek Ishan."Memalukan! Matikan video itu!" perintahnya dengan wajah merah padam. Para tamu undangan terkejut melihat kehadiran orang nomor 3 di negara itu. "K—kakek. Bagaimana kakek bisa ...,"Rita gelagapan mendengar Ishan memanggil 'kakek' pada pria tua yang merupakan orang nomor 1 di kota itu. "Apakah Ishan merupakan cucu dari Bambang Prioko yang merupakan orang terkaya no 3 di negara ini?" batin Rita mulai panik dan ketakutan."Bawa gadis itu!" Bambang menggunakan isyarat tangannya untuk memberikan perintah pada para pengawalnya. Bersamaan dengan itu, para tamu undangan juga langsung diarahkan untuk segera meninggalkan ruangan. Bambang berjalan mendekat ke arah Bowo d
Lintang tersedak mendengar ucapan Alex. "Kenapa? Apa candaku berhasil menyentuh hatimu?"Alex segera memberikan segelas air minum pada Lintang."Ku kira kamu serius. Padahal jika benar, aku akan memilih menikahimu saja." Alex tercekat mendengar ucapan Lintang. "Kenapa kau diam saja? Iya! Aku tahu kamu tidak pernah memandangku sebagai seorang wanita. Aku hanya merasa sudah terbiasa denganmu. Sejujurnya, aku mempercayai dirimu melebihi diriku sendiri."Alex termangu mendengar penuturan Lintang. "Jika besok pagi aku yang mengajakmu menikah, apakah kau masih bersedia?"Lintang mengangguk tanpa ragu. Alex mengusap kepala Lintang sambil berujar, "Dasar bodoh! Aku tidak akan melakukan hal gila itu. Aku senang akhirnya kau berada di tangan orang yang tepat. Pria yang benar-benar mencintaimu.""Jadi ... kau benar-benar tidak mau menikahiku, nih?" seloroh Lintang. Alex menggeleng sambil tersenyum. "Aku lebih senang menjadi pelindung rahasiamu, Lintang," ucapnya dalam hati. ***Dekorasi
Sepanjang perjalanan pulang, Ishan terus saja memikirkan tentang Lintang. Bagaimana mungkin, seorang gadis yang tangguh dan cerdas bisa terjebak dalam kondisi mental yang sangat miris seperti itu? Kejadian macam apa yang telah Lintang lalui?Rasa penasarannya itu memenuhi kepala Ishan, sehingga membuatnya hilang konsentrasi mengemudi.Ckiit ... BRAK!Seorang pedagang asongan tersungkur dengan kue bolu kukus yang berhamburan ke jalanan.Ishan turun dari mobilnya dan segera menolong pedagang asongan yang ia tabrak itu."Bapak tidak apa-apa?" tanya Ishan."I—iya, Mas. Saya tidak apa-apa. Hanya saja ...."Pedagang asongan tersebut melirik sedih pada dagangannya yang sudah berceceran ke mana-mana, bahkan sebagian ada yang terlindas kendaraan lain."Saya minta maaf atas kecerobohan saya, Pak. Mari saya antar untuk ke rumah sakit,
Di saat yang bersamaan, Ishan tengah menempelkan telinganya di pintu tersebut, sehingga saat Lintang membuka pintu kamar tersebut, Ishan kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur di hadapan Lintang."Apa yang kamu lakukan?" tanya Lintang.Ishan bangkit sambil meringis kesakitan."Aku mengkhawatirkan dirimu. Maaf jika aku lancang."Kembali rasa marah dan takutnya menguar dari dalam diri Lintang."Keluar dan pergilah," ucap Lintang dingin sambil membuang muka. Rasa jijik turut kembali menguasainya hingga membuat Lintang tak sudi melihat Ishan."Tapi ...."Tak membiarkan Ishan bersuara, Lintang mencengkeram bahu Ishan dan mendorongnya secara kasar untuk keluar. Kemudian menutup pintu kamarnya dengan keras. Lintang menyandarkan punggungnya pada pintu tersebut dan perlahan terduduk pilu bersama rasa yang tiada henti menyiksa dirinya. 
"Ada apa dengan reaksi mu itu?" tanya Lintang seraya menepuk-nepuk punggung Ishan."Apakah dia Lintang asli?" batin Ishan yang masih terbatuk-batuk.Ishan menepis tangan Lintang dan beringsut menjauh dari Lintang. Ia menatap Lintang dan dahinya mengerut garis muncul antara alisnya."Kamu bukan jelmaan jin, 'kan?"Pertanyaan yang Ishan ajukan itu membuat Lintang mendengkus kesal.Tanpa diminta, Lintang langsung mengucapkan dua kalimat syahadat untuk membuktikan bahwa dirinya adalah Lintang asli alias bukan imitasi."Lalu ... kenapa sikapmu seperti ini?" tanya Ishan yang menyiratkan rasa takut serta curiga dalam tatapannya."Apa maksudmu?" balas Lintang yang mulai menyalak galak."Begini, Mbak. Sebelumnya Anda tidak pernah mengucapkan kata 'maaf dan terima kasih'. Bahkan dua kalimat itu seperti haram terucap dari mulut Anda," ter
Jika biasanya dalam adat Jawa ada ritual pingitan untuk kedua calon pengantin yang sudah mendekati hari H pernikahan, hal itu justru tak berlaku untuk pasangan calon pengantin ini.Meskipun keduanya sepakat untuk menggelar pernikahan dengan mengusung adat Jawa, tapi keduanya tidak begitu saklek dengan ritualnya.Menjelang H-1 pernikahan, tepat jam 07.00 pagi Ishan sudah berdiri dan mengetuk pintu rumah Lintang.Penampilan Ishan hari ini sangat berbeda dengan biasanya. Jika biasanya ia selalu berpakaian formal, hari ini ia tampak lebih muda dengan setelan kemeja biru muda dan Jumper warna navy serta dipadukan dengan celana jeans lengkap dengan sneakersnya.Ishan berdiri gelisah dan berulang kali mondar-mandir menunggu Lintang membukakan pintunya.Beberapa menit kemudian, terdengar suara pintu yang dibuka.Ishan segera bersiap menyambut wanitanya dengan set