Share

Dua

Penulis: Meimei
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-03 11:45:22

   Axel melangkah pasti menuju sekolah. Dibukanya kantong cokelat berisi beberapa kue berwarna cerah. Sekejap mata bocah itu berbinar. Lidah menjilat bibir dan tangan terulur untuk mengambil. Namun sesaat kemudian ia menggeleng. Segera ditutup kembali kantong itu dan melanjutkan langkah menuju sekolah.

    Setiba di sekolah, ia membuka kantong. Beberapa teman sebaya datang mengerumuni, sekejap mereka mencomot kue-kue tersebut satu per satu. 

    "Ingat, ya, kalian besok harus membayar semua itu!" seru Axel. Para bocah mengangguk sambil sibuk melahap kue.

     "Kami pasti ingat, hari ini gratis, besok baru bayar," sahut seorang bocah.

     "Pintar," puji Axel sambil mengacungkan jempol.

***

    Liz sedang menata kue-kue yang hendak dikirim ke toko. Setelah menghitung, jumlah kue tersebut ternyata memang berkurang cukup banyak. Ia kemudian kembali ke dapur untuk memeriksa.

    "Ada apa, Liz?" tegur Nyonya Emma yang membantu membereskan peralatan membuat kue.

    "Kue-kue kenapa berkurang banyak, ya?" sahut Liz sambil memeriksa sekeliling.

    "Mungkin Axel yang mengambil. Kau tahu sendiri dia sangat menyukai kue itu. Tidak mungkin tikus atau kucing yang ambil kalau banyak."

     Liz mengangguk. Ia dan nyonya Emma tadi memang lengah mengawasi Axel karena sibuk mengemas kue. Perempuan muda tersebut kemudian pamit dan segera pergi untuk mengantar kue pada beberapa toko.

***

    Axel sedang berjalan seorang diri waktu jam istirahat. Matanya berbinar saat membuka kotak makanan dan sebuah kue berada di dalam sana. Untung dia tadi sempat mencomot kue dan memasukkan dalam kotak yang telah kosong. Nasi yang disiapkan ibunya telah ia keluarkan semua dan ia taruh dalam lemari.

     Axel berniat untuk melahap kue tersebut. Mulut bocah itu telah terbuka lebar. Akan tetapi, suara tangis membuat dia berhenti. Segera ia melihat sekeliling. Seorang gadis kecil dengan pita merah muda duduk di ayunan yang tidak jauh darinya. Bocah perempuan berpipi tembem tersebut tampak tengah menangis.

     "Kamu kenapa?" tanya Axel yang ikut duduk di ayunan sebelah gadis itu.

     "Teman-teman tadi memakan kue, tapi tidak ada yang mau memberikan padaku, padahal aku juga mau makan kue," sahut gadis tersebut. Ia kemudian bahkan kembali menangis dengan suara lebih keras. Tangan Axel mengulurkan kue tersisa yang dia bawa. Mata gadis kecil tersebut berubah berbinar.

       "Buat ... aku?" tanyanya sambil menoleh pada Axel. Axel hanya mengangguk.

       "Makasih," ucap si anak perempuan sambil segera mengambil kue dari tangan Axel. Ia kemudian segera memakan.

       "Enak," puji gadis kecil tersebut sambil tersenyum manis. 

       "Iya, manis," sahut Axel sambil menatap gadis kecil itu.

       "Aku suka."

       "Aku juga."

       "Makasih, ya."

       "Sama-sama, tapi besok jangan lupa bayar, ya."

***

     Axel baru pulang sekolah sambil bersenandung riang. Wajahnya langsung berubah saat melihat Liz berdiri di ambang pintu sambil bertolak pinggang.

     "Axel, kue-kuenya kamu umpetin di mana?"

     "Nggak ada di aku."

     "Terus?"

     "Sudah kukasih teman semua, besok mereka bayar."

      "Axel!" 

      "Aku cuma mau bantu Mom, kok!" seru Axel yang berlari ke kamar sambil menangis.

***

     Liz berdiri di depan pintu kamar Axel kemudian bergegas masuk. Dilihatnya sang putra tengah tengkurap di atas tempat tidur. Dulu ia tidak tahu apa yang harus dilakukan saat sang putra seperti itu, tetapi ia dan Axel kemudian sama-sama belajar. Belajar untuk menerima dan memahami kondisi masing-masing. Ia tahu Axel ingin membantu dia. Bocah itu telah dewasa di usia mudanya dan selalu memikirkan dia.

     "Axel, lihat Mom bawa pudding vanilla kesukaanmu," ucap Liz sambil menepuk pelan pundak Axel. Namun, putranya itu tetap saja bergeming.

     "Mom tahu kamu selalu memikirkan Mom. Kamu menjual kue itu untuk membantu Mom."

     "Siapa bilang aku menjualnya?" tukas Axel sambil bangun dari tidurnya.

"Aku memberikan pada mereka dan mereka akan membayar besok."

       "Baiklah, kamu tidak menjual."

       Axel mengangguk. Matanya tertuju pada mangkok pudding yang masih dibawa Liz.

      "Axel, kamu tahu itu tidak boleh. Kamu tidak boleh membawa kue-kue itu ke sekolah."

      "Kenapa?"

      "Karena tugas Axel adalah belajar. Axel tidak bisa bekerja sambil sekolah. Axel harus belajar giat dan meraih cita-cita Axel."

     "Tapi teman-teman Axel suka. Si Manis juga suka."

     "Siapa itu si Manis? Kucing?" 

     Axel hanya menggeleng. Tangan dia terulur untuk meraih mangkok pudding. Liz segera memberikan.

     "Baiklah, Axel boleh mengambil kue, tapi untuk Axel dan si Manis saja."

     "Lalu teman-teman yang lain?"

     "Biar Mom yang memberikan kue pada mereka. Bagaimana? Mom juga bisa sering datang lihat Axel di sekolah?"

     Axel mengangguk senang dan segera memeluk Liz.

***

     Liz keluar dari kamar Axel sambil membawa mangkok pudding. Nyonya Emma segera mengikuti. 

     "Lihatlah, Axel memang semakin besar. Akan susah untuk mengurus dia sendiri. Apa kamu tetap bersikeras tidak butuh bantuan lelaki?"

     "Aku akan memikirkannya, Bi," sahut Liz sambil mencuci mangkok pudding tersebut.

     "Aku tahu kau selaly menolak karena berpikir lelaki itu tidak akan sayang dengan Axel. Bagaimana kalau kau mencoba dengan Henry?"

      Liz terdiam sejenak. Henry adalah keponakan dari Nyonya Emma. Selama ini, Henry dekat dan sering membantu dia. Pria bertubuh kurus tersebut juga sering menemani Axel bermain. Akan tetapi, apa pria itu apa memang bisa menjadi ayah bagi Axel?

      "Apa lagi yang kaupikirkan? Apa kau keberatan?" tanya Nyonya Emma yang melihat Liz hanya diam. Liz sontak menggeleng. 

      "Kalsu begitu, sudah sepakat, kau akan memberi kesempatan pada Henry. Tenanglah, aku tahu ini pasti akan berhasil."

       Liz mengangguk. Selama ini Nyonya Emma sering menyuruh dia pergi kencan buta, tetapi dia selalu menolak. Bahkan saat wanita itu telah mengatur semua, Liz memutuskan untuk tidak pergi. 

      "Aku hanya butuh Mom, aku tidak butuh Dad!" tegas Axel saat Liz bertanya tentang masalah pria yang mungkin menjadi ayah putranya itu. Axel memeluk ia sambil menangis sesenggukan. Hal itu pula yang membuat Liz selalu mengurungkan niat untuk kencan buta.

       Kali ini dengan Henry, putranya tersebut mungkin akan setuju.

***

      "Mana si Manis?" tanya Liz saat mengantar kue ke sekolah Axel. 

      "Itu di sana," jawab putranya itu sambil menunjuk gadis kecil yang duduk di ayunan. Gadis itu tengah melambaikan tangan pada mereka dan Axel balas melambaikan tangan sambil tersenyum.

       Liz tertegun melihat itu dan segera menjewer telinga Axel. Siapa sangka bocah kecilnya yang kini menangis keras tersebut telah suka pada lawan jenis?

        Nyonya Emma terbahak saat Liz menceritakan itu. 

"Anak sekarang, mereka besar terlalu cepat. Belum lagi tontonan yang dilihat, maka Axel jadi seperti itu."

        Liz hanya diam sambil menggeleng dan menghela napas panjang.

      "Kau lihat sendiri, 'kan? Karena itu, aku selalu bilang Axel butuh seorang pria untuk membimbing dia. Sekarang kau tidak perlu ragu lagi untuk pergi dengan Henry."

       

     

     

Bab terkait

  • Love at the end season   Tiga

    Liz tengah bersiap pergi ke restoran yang telah direncanakan sebagai tempat kencannya dengan Henry. Gaun putih terusan dengan pita di belakang membuat perempuan muda tersebut tampak jelita. Polesan riasan tipis dan tatanan rambut yang dibiarkan tergerai begitu saja justru menambah pesona perempuan yang terlihat seperti anak remaja tersebut. "Kau sudah siap?" tanya Nyonya Emma. Liz mengangguk. Ia kemudian mengenakan sepatu dengan hak rendah dan segera bergegas. Liz berangkat dengan taksi yang telah dipesan. Ia tidak ingin Henry datang menjemput. Siapa tahu Axel mungkin membuat ulah yang tidak-tidak? "Kau sudah datang," sambut Henry yang menanti di luar restoran. Pria itu juga terlihat rapi dengan setelan kemeja, jas, dan celana kain berwarna putih. Ia kemudian berjalan bersama Liz menuju meja. Lilin yang menyala dan buket mawar merah terdapat di atas meja. Segera H

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-03
  • Love at the end season   Empat

    Axel terisak sambil terus memanggil sang ibu. Ia juga berulangkali menggedor pintu. Liz yang berada tidak jauh segera berlari menghampiri. "Axel!" panggilnya sambil mengetuk pintu. "Mom!!!" Axel kembali berteriak dari dalam. Ia begitu ketakutan membayangkan dirinya terkurung di gudang tersebut selamanya. Ia tidak akan bisa lagi memakan kue kesukaannya yang dibuat oleh sang ibu. "Mom!" Axel kembali memanggil berulangkali. Liz mencoba memutar handel pintu. Akan tetapi, pintu tetap saja tidak bisa dibuka. Liz makin panik dan terus mencoba memutar handel tersebut. Pintu itu masih saja tertutup rapat. "Biar aku saja mencoba mendobrak pintu ini," ucap Edwar. Liz mengangguk. Edwar kemudian menyuruh Axel mundur. Bocah lelaki itu mundur dan bersembunyi di balik meja. Edwar mendobrak pintu dengan tubuhnya. Pintu tersebut tetap bergeming dan tidakau membuka. Edwar mend

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-03
  • Love at the end season   Lima

    Axel baru tiba di rumah, tetapi Liz telah menjewer dia. "Pak Edwar tadi menelepon, dia bilang kau kabur dari sekolah. Dia sempat mencari-carimu. Mom tadi juga mau ke sana, tapi dia lalu bilang kau sudah kembali," omel Liz pada anak lelakinya itu. Axel kemudian justru menangis dengan keras."Mom marah karena Pak Edwar. Mom tidak sayang lagi padaku. Mom lebih sayang sama dia.," "Kau ini, sudah, sudah, jangan menangis," bujuk Liz sambil melepas jeweran dari telinga bocah lelaki itu. "Sudah, jangan menangis lagi," ucap Liz lagi saat melihat bocah itu masih saja sesenggukan. Perempuan tersebut kemudian memberi kue pada Axel. "Mom, itu tadi bukan salahku. Pak Edwar yang salah. Dia nggak bisa nemuin aku," ucap Axel sambil mengunyah kue. Tangis bocah tersebut telah reda sepenuhnya. "Mom, jangan suka sama dia. Dia nggak bisa jaga aku. Aku cuma

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-03
  • Love at the end season   Enam

    "Teriak saja, maka aku akan bilang pada orang-orang kau yang menghentikan mobil dan menggodaku," tukas Caden. "A-pa ... apa katamu? Lihat saja mereka pasti tidak akan percaya padamu!" Caden menyeringai mendengar itu."Coba saja!" ucapnya. "A-pa?" Liz tertegun karena tidak menyangka Caden justru menantang dia. Memanfaatkan kesempatan, Caden justru kemudian membopong Liz di pundaknya. Perempuan muda itu memekik dan memukul-mukul punggung Caden. Namun Caden malah memasukkan Liz ke dalam mobil dan membawa gadis itu pergi dari sana.*** "Hentikan, hentikan mobilnya sekarang atau aku akan berteriak!" Liz yang duduk di samping Caden kembali mengancam. "Kau ini aneh sekali. Selalu mengancam akan berteriak. Kau tadi menjerit saja tidak ada yang datang menolong." "Kau ....!" Ucapan Liz terhenti saat men

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • Love at the end season   Satu

    Bocah lelaki itu berlari kecil menuju meja. Tanpa menghiraukan peluh yang bercucur, tangannya terulur untuk mengambil salah satu kue berwarna cerah yang tersaji di atas meja. Seorang perempuan muda segera menahan tangan bocah tersebut. "Cuci tanganmu dulu, Axel. Setelah pulang sekolah, langsung mau makan kue, kotor banget pasti tuh tangan," tegur perempuan berparas jelita tersebut. "Mom, kuemu pasti enak sekali. Aku ingin mencicip." "Cuci tangan dulu baru makan kue. Ganti seragammu juga!" Wajah Axel menunduk. Ia kemudian segera bergegas berdiri dari duduknya dan berlari menuju kamar.*** "Mom terlalu cerewet, padahal aku ingin cepat-cepat makan kue. Kalau begini, aku tetap saja nggak bakal kebagian," keluh Axel dalam hati. Setelah berganti pakaian, bocah lelaki berusia tujuh tahun tersebut berjalan dengan wajah cemberut. "Axel, kenapa,

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27

Bab terbaru

  • Love at the end season   Enam

    "Teriak saja, maka aku akan bilang pada orang-orang kau yang menghentikan mobil dan menggodaku," tukas Caden. "A-pa ... apa katamu? Lihat saja mereka pasti tidak akan percaya padamu!" Caden menyeringai mendengar itu."Coba saja!" ucapnya. "A-pa?" Liz tertegun karena tidak menyangka Caden justru menantang dia. Memanfaatkan kesempatan, Caden justru kemudian membopong Liz di pundaknya. Perempuan muda itu memekik dan memukul-mukul punggung Caden. Namun Caden malah memasukkan Liz ke dalam mobil dan membawa gadis itu pergi dari sana.*** "Hentikan, hentikan mobilnya sekarang atau aku akan berteriak!" Liz yang duduk di samping Caden kembali mengancam. "Kau ini aneh sekali. Selalu mengancam akan berteriak. Kau tadi menjerit saja tidak ada yang datang menolong." "Kau ....!" Ucapan Liz terhenti saat men

  • Love at the end season   Lima

    Axel baru tiba di rumah, tetapi Liz telah menjewer dia. "Pak Edwar tadi menelepon, dia bilang kau kabur dari sekolah. Dia sempat mencari-carimu. Mom tadi juga mau ke sana, tapi dia lalu bilang kau sudah kembali," omel Liz pada anak lelakinya itu. Axel kemudian justru menangis dengan keras."Mom marah karena Pak Edwar. Mom tidak sayang lagi padaku. Mom lebih sayang sama dia.," "Kau ini, sudah, sudah, jangan menangis," bujuk Liz sambil melepas jeweran dari telinga bocah lelaki itu. "Sudah, jangan menangis lagi," ucap Liz lagi saat melihat bocah itu masih saja sesenggukan. Perempuan tersebut kemudian memberi kue pada Axel. "Mom, itu tadi bukan salahku. Pak Edwar yang salah. Dia nggak bisa nemuin aku," ucap Axel sambil mengunyah kue. Tangis bocah tersebut telah reda sepenuhnya. "Mom, jangan suka sama dia. Dia nggak bisa jaga aku. Aku cuma

  • Love at the end season   Empat

    Axel terisak sambil terus memanggil sang ibu. Ia juga berulangkali menggedor pintu. Liz yang berada tidak jauh segera berlari menghampiri. "Axel!" panggilnya sambil mengetuk pintu. "Mom!!!" Axel kembali berteriak dari dalam. Ia begitu ketakutan membayangkan dirinya terkurung di gudang tersebut selamanya. Ia tidak akan bisa lagi memakan kue kesukaannya yang dibuat oleh sang ibu. "Mom!" Axel kembali memanggil berulangkali. Liz mencoba memutar handel pintu. Akan tetapi, pintu tetap saja tidak bisa dibuka. Liz makin panik dan terus mencoba memutar handel tersebut. Pintu itu masih saja tertutup rapat. "Biar aku saja mencoba mendobrak pintu ini," ucap Edwar. Liz mengangguk. Edwar kemudian menyuruh Axel mundur. Bocah lelaki itu mundur dan bersembunyi di balik meja. Edwar mendobrak pintu dengan tubuhnya. Pintu tersebut tetap bergeming dan tidakau membuka. Edwar mend

  • Love at the end season   Tiga

    Liz tengah bersiap pergi ke restoran yang telah direncanakan sebagai tempat kencannya dengan Henry. Gaun putih terusan dengan pita di belakang membuat perempuan muda tersebut tampak jelita. Polesan riasan tipis dan tatanan rambut yang dibiarkan tergerai begitu saja justru menambah pesona perempuan yang terlihat seperti anak remaja tersebut. "Kau sudah siap?" tanya Nyonya Emma. Liz mengangguk. Ia kemudian mengenakan sepatu dengan hak rendah dan segera bergegas. Liz berangkat dengan taksi yang telah dipesan. Ia tidak ingin Henry datang menjemput. Siapa tahu Axel mungkin membuat ulah yang tidak-tidak? "Kau sudah datang," sambut Henry yang menanti di luar restoran. Pria itu juga terlihat rapi dengan setelan kemeja, jas, dan celana kain berwarna putih. Ia kemudian berjalan bersama Liz menuju meja. Lilin yang menyala dan buket mawar merah terdapat di atas meja. Segera H

  • Love at the end season   Dua

    Axel melangkah pasti menuju sekolah. Dibukanya kantong cokelat berisi beberapa kue berwarna cerah. Sekejap mata bocah itu berbinar. Lidah menjilat bibir dan tangan terulur untuk mengambil. Namun sesaat kemudian ia menggeleng. Segera ditutup kembali kantong itu dan melanjutkan langkah menuju sekolah. Setiba di sekolah, ia membuka kantong. Beberapa teman sebaya datang mengerumuni, sekejap mereka mencomot kue-kue tersebut satu per satu. "Ingat, ya, kalian besok harus membayar semua itu!" seru Axel. Para bocah mengangguk sambil sibuk melahap kue. "Kami pasti ingat, hari ini gratis, besok baru bayar," sahut seorang bocah. "Pintar," puji Axel sambil mengacungkan jempol.*** Liz sedang menata kue-kue yang hendak dikirim ke toko. Setelah menghitung, jumlah kue tersebut ternyata memang berkurang cukup banyak. Ia kemudian kembali ke dapur untuk memeriksa.&nb

  • Love at the end season   Satu

    Bocah lelaki itu berlari kecil menuju meja. Tanpa menghiraukan peluh yang bercucur, tangannya terulur untuk mengambil salah satu kue berwarna cerah yang tersaji di atas meja. Seorang perempuan muda segera menahan tangan bocah tersebut. "Cuci tanganmu dulu, Axel. Setelah pulang sekolah, langsung mau makan kue, kotor banget pasti tuh tangan," tegur perempuan berparas jelita tersebut. "Mom, kuemu pasti enak sekali. Aku ingin mencicip." "Cuci tangan dulu baru makan kue. Ganti seragammu juga!" Wajah Axel menunduk. Ia kemudian segera bergegas berdiri dari duduknya dan berlari menuju kamar.*** "Mom terlalu cerewet, padahal aku ingin cepat-cepat makan kue. Kalau begini, aku tetap saja nggak bakal kebagian," keluh Axel dalam hati. Setelah berganti pakaian, bocah lelaki berusia tujuh tahun tersebut berjalan dengan wajah cemberut. "Axel, kenapa,

DMCA.com Protection Status