Home / Romansa / Look At Me! / 7. Tidak Salah Aku Cinta Kamu

Share

7. Tidak Salah Aku Cinta Kamu

Author: Ayunina Sharlyn
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Clay ..." Suara itu, membuat Clarissa makin degdegan. Tenang, lembut, dan meneduhkan. Dulu suara seperti ini dia dengar dari papanya. 

"Semua yang kamu lewati, mengajar kamu untuk jadi gadis yang kuat. Yakinlah itu." 

Clarissa terdiam. Selama ini tidak ada yang bicara seperti ini padanya. Bahwa hal buruk yang membuat dia kecewa akan menjadikan dia orang yang kuat? 

"Tanpa papa, kamu sekarang jadi wanita dewasa. Itu hebat. Dan di depan ada masa depan menunggu. Banggalah dengan diri kamu." Diaz melanjutkan. 

Clarissa ingin menangis keras mendengar kalimat itu. Andai Diaz ada di depannya mungkin dia akan peluk kuat-kuat. Karena Clarissa merasa hatinya pilu, tapi juga ada rasa tenang menyusup di sana. Dia ingin Diaz yang di sisinya membuat dia makin tenang. 

"Aku ga mikir, Kak. Yang kujalani ya udahlah. Abis SMA, ya kuliah. Ntah nanti kayak gimana, aku ga tahu." Clarissa menjawab, seperti pasrah dengan hidup. 

Diaz bisa merasakan Clarissa hanya sekedar menjalani masa hidup, tanpa tahu apa tujuan yang ingin dia raih. Karena memang tidak ada yang membimbing dia. Diaz bisa menduga Clarissa memilih jurusan yang sekarang dia tempuh di perkuliahan hanya karena ada teman yang masuk di fakultas yang sama. Diaz bukan kali pertama menemui mahasiswa seperti ini. 

"It is okay. Mulai sekarang kamu bisa mulai, pikirkan kamu mau seperti apa setelah di wisuda nanti. Ya, meski masih dua tahun lebih." Diaz melanjutkan mengajak Clarissa melebarkan pikirannya. 

"Hmm ... Kalau kita ketemu, bisa diskusi kan, Kak?" tanya Clarissa. 

"Sure. Bisa aja," sahut Diaz. 

"I wait for the time. Makasih banyak buat hari ini." Clarissa rasanya senang sekali. Pintu makin lebar dia mendekat pada dosen ganteng itu. 

"Oke. Bye." Diaz menutup telpon. 

Clarissa tersenyum lebar. Hatinya makin berbunga. Kesempatan untuk bersama Diaz lebih sering di depan mata. Lebih dari itu, dia punya tempat mengaduh sekarang. Diaz seolah membuka diri untuk kapan saja Clarissa curhat dia akan siap. 

"Aku tidak salah cinta sama kamu, Kak Diaz. Aku ga akan sia-siakan kesempatan ini. Aku ga nyangka, aku menemukan kamu. Bukan. Kamu datang di depanku. Ahh ..." Clarissa merebahkan badan. Dia pejamkan mata dan tampak dalam pikirannya Diaz tersenyum padanya. 

*****

Clarissa sampai di perpustakaan. Adimasta sudah menunggunya. Sesuai kesepakatan mereka, saat Clarissa mengembalikan buku, maka Adimasta yang ganti meminjamnya. 

"Bentar, ya. Aku balikin dulu.' Clarissa menuju counter. Adimasta menguntitnya.

Clarissa menyerahkan buku pada penjaga perpustakaan. Lalu Adimasta langsung menyampaikan dia meminjam dua buku yang sebelumnya dipinjam Clarissa. 

"Dua buku? Bukan yang ini saja?" Clarissa menunjuk buku yang dia maksud. 

"Sekalian. Kayaknya ini juga bisa jadi referensi." Adimasta tersenyum. 

"Terserah Bapak Adi saja." Clarissa balik badan hendak keluar. 

"Clay!" Adimasta sedikit berteriak, dia agak tahan suaranya agar tidak terdengar keras. 

Clarissa balik badan. Dia memandang Adimasta. 

"Tunggu bentar." Adimasta meminta Clarissa menunggunya. 

Tiga menit berikutnya, Adimasta sudah keluar menemui Clarissa yang menunggu di depan pintu. 

"Apaan?" tanya Clarissa. Dia memandang Adimasta, ingin tahu apa yang Adimasta mau katakan. 

"Tugas. Yang ini ..." Adimasta mengeluarkan buku dari tasnya. Itu buku catatan apa saja sehubungan dengan perkuliahan, semacam agenda hal-hal yang perlu dikerjakan. 

Clarissa memperhatikan Adimasta membuka buku itu lalu menunjukkan beberapa tugas mereka yang akan dikumpulkan dalam waktu dekat. Rapi dan terperinci. Detail dan lengkap. Itu yang Clarissa lihat. Ini cowok gitu banget, niat beneran kuliah. Beda dengan Clarissa yang kalau tidak ada Yenny, bisa hancur hasil belajarnya. Yenny yang selalu mengingatkan Clarissa kapan harus mengerjakan apa. 

Adimasta bicara soal tugas yang Clarissa bahkan belum mikir. Justru Clarissa sekarang menyimpan di otaknya agar dia tidak terlewat tugas itu. 

"Di, kayaknya aku harus rajin di sekitar kamu, deh," ujar Clarissa. 

"Hah? Maksudnya?" Adimasta heran dengan perkataan itu. 

"Biar kalau tugas itu kamu kerjain, aku tinggal ngikut," tandas Clarissa. 

Adimasta nyengir. Clarissa memang, masih sama, semaunya. Dia tidak pusing kapan harus menyelesaikan tugas. 

"Boleh aja. Dengan senang hati." Adimasta tersenyum. 

Mereka berjalan meninggalkan perpustakaan, saatnya pulang. Sementara berjalan, Clarissa merasa ponselnya bergetar. Dia keluarkan ponsel yang ada di tasnya. 

"Papa?" Clarissa berhenti dan langsung menerima panggilan itu. 

Adimasta ikut berhenti dan memperhatikan wajah Clarissa yang tiba-tiba tegang, sedikit memerah. 

"Pa ..." ucap Clarissa. Hatinya berdegup bisa bicara dengan papanya lagi setelah sekian lama tidak ada kontak. 

"Apa kabar, Nak?" Suara itu, Clarissa rindu. Clarissa juga rindu bertemu papanya. 

"Aku baik." Clarissa menjawab dengan mata berkaca-kaca. "Papa gimana?"

"Baik juga. Kamu di mana?" Arlon lega putrinya mengatakan dia baik-baik saja. 

"Masih di kampus, Pa. Bentar lagi pulang." Clarissa mengusap ujung matanya yang mulai basah. 

Adimasta terus memperhatikan Clarissa. 

"Oke. Kuliah kamu baik?" Arlon kembali bertanya. 

"Ya ... gitu, deh. Kadang-kadang baik, kadang ga juga." Clarissa menarik bibirnya, tersenyum tipis. 

"Kapan libur? Bisakah kamu ke sini?" Arlon juga merindukan putrinya. Meskipun tidak mudah bisa bertemu. Karena situasi dan dia sibuk sehingga sulit mengatur waktu. 

"Papa jangan minta aku datang. Jika Papa mau ketemu aku, Papa ke sini. Papa tahu aku tidak bisa bertemu keluarga Papa. Maaf." Dan Clarissa menutup telpon. Hatinya panas. Dia masih sulit menerima kenyataan papanya milik orang lain. Kemarahan di dadanya yang belum juga dia singkirkan sebagai penyebabnya. 

Adimasta masih menatap Clarissa. Satu lagi sisi diri Clarissa yang dia lihat. Gadis periang dan sedikit angkuh ini, sedang terluka. Dan dia tidak mau mengobati lukanya. Luka itu hanya tidak dia pedulikan. 

"Kenapa lihat aku kayak gitu?" tanya Clarissa sambil memandang Adimasta. 

"Aku tahu kamu ada masalah dengan papa kamu. Boleh aku menjadi tempat curhat kamu? Biar kamu lega, Clay. Dan keceriaan kamu memang tulus. Bukan untuk menutupi hatimu yang pedih." 

"Apa kamu bilang?! Hidupku sedih? Sok tahu!!" 

"Di ..." Tangan Clarissa melambai di depan muka Adimasta. Adimasta gelagapan. Lagi-lagi dia melamun. 

"Suka banget bengong. Atau terpesona dengan kecantikanku?" Clarissa memainkan alisnya. 

Adimasta nyengir. 

"Jawab, Pak," ujar Clarissa. 

"Ayo pulang." Adimasta berjalan mendahului Clarissa. 

"Eh, ini Bapak Adi, sukanya bertingkah misterius," tutur Clarissa. Dia mengikuti Adimasta. 

"Biar klop. Kamu suka bertingkah antik." Adimasta melirik Clarissa. Dia naikkan kacamatanya. 

Clarissa tersenyum lebar. Mereka berpisah di tempat parkir. Clarissa menuju mobilnya, Adimasta melangkah ke deretan motor. Adimasta tidak segera pergi, dia tunggu hingga Clarissa lebih dulu berangkat. 

"Ga salah aku cinta kamu, Clay. Aku ingin mengobati lukamu. Aku pasti akan membuat kamu selalu senyum. Senyum yang tulus." Hati Adimasta berbisik. 

Sekarang Adimasta naik ke atas kendaraan roda duanya. Segera dia melaju di jalanan yang makin ramai. Lima belas menit Adimasta sampai di rumah. Baru dia parkir motor, kakaknya keluar dari rumah. 

"Berangkat, Kak?" Adimasta menyapa wanita berkulit sama putihnya dengan Adimasta. Rambutnya hitam legam, lurus, dan lebar. 

"Hai! Kamu baru pulang?" Wanita itu balik bertanya. 

"Ya. Kakak ngajar sore ini?" tanya Adimasta lagi. 

"Yup. Aku buru-buru. Makan malam belum sempat nyiapin. Mama dan papa malam baru sampai. Kamu masak sendiri atau pesan online food. Oke?" Kakak Adimasta bicara sambil terus menuju motornya yang ada di sebelah motor Adimasta. 

"Siipp!!" Adimasta menyahut lalu dia masuk dalam rumah. 

Sampai di kamar, Adimasta baru ingat sesuatu. Dia harus menghubungi Clarissa. Adimasta menelpon gadis itu. Beberapa kali dicoba tidak juga diangkat. Apa Clarissa masih di jalan? 

Related chapters

  • Look At Me!    8. Jangan Berharap Apapun

    Clarissa baru selesai mandi dan berganti pakaian. Dia mau charge ponselnya. Saat dia keluarkan dari tas, ada beberapa kali telpon masuk dari Adimasta. Ada apa cowok itu telpon? Apa ada yang penting? Clarissa mengirim chat, karena dia harus isi data ponselnya. Dia bertanya kenapa Adimasta sibuk mencarinya. Balasan Adimasta cepat datang. Dia menanyakan apakah buku agenda tugasnya terbawa Clarissa. Clarissa tidak merasa, tapi dia akan cek dulu. Ponsel kembali diletakkan dan Clarissa membuka tasnya. Ternyata ada. Buku itu terselip dengan buku yang Clarissa pinjam. Clarissa penasaran, apa saja isi buku Adimasta. Dia duduk di meja belajarnya dan mulai membuka lembar demi lembar di buku itu. Clarissa tersenyum. Rapi, tertata, sistematis, ya itu Adimasta. Pemuda baik, ramah, dan cerdas. Sayang, di mata Clarissa, Adimasta terlihat seperti cowok tidak tegas dan lemah. Karena itu Clarissa tidak pernah menaruh hati padanya, meskipun ada beberapa teman mereka yang naksir cowok sipit itu. Cat

  • Look At Me!    9. Mendadak Pulang

    Dengan kesal Clarissa masuk ke dalam mobilnya. Kenapa harus Adimasta?! Dia memang tidak tertarik cowok pada itu. Tapi sejauh ini, Adimasta salah satu teman cowok yang cukup menyenangkan buat Clarissa. Setelah Clarissa tahu hati Adimasta padanya, dia hanya ingin menjauh saja. Yenny yang duduk di sebelah Clarissa tahu temannya itu benar-benar kesal. Yenny pun sama, tidak menduga jika Adimasta punya rasa buat cewek yang kadang jelas kadang ngacau itu. Di mata Yenny, cowok model Adimasta akan menyukai cewek kalem, tenang, sopan, dan lembut. Tapi ternyata, dia suka Clarissa? Seperti tidak masuk di otak Yenny. "Kamu buat apa marah? Itu urusan Adi mau suka atau nggak sama kamu. Selama ini ga bikin ribet hidup kamu, biarin." Yenny menenangkan Clarissa. "Tahu, ah. Aku mau kejar Kak Diaz. Pusing amat sama yang lain." Clarissa melajukan mobilnya. Saat berada di dekat gerbang, dia lihat Adimasta di atas motornya. Dia berhenti di pinggir jalan, sedang me

  • Look At Me!    10. Tangis Clarissa

    "Sayang, maafkan Mama. Sudah sering bikin kamu kesal. Mama beneran kangen sama kamu." Dengan suara parau Rosita bicara. "Nya, saya ambilkan air hangat, ya?" Bu Tirah menyela perkataan Rosita. "Iya, Bu. Terima kasih," kata Rosita. Bu Tirah beranjak meninggalkan kamar. Dia menyuruh Yenny masuk dan duduk di kursi tak jauh dari pintu. Yenny manut. Clarissa menoleh pada Yenny. Dia melambai. Yenny mendekat, berdiri di sebelah tempat tidur, di dekat Clarissa. "Ini Yenny, Ma. Sahabat aku." Clarissa mengenalkan. "Yenny, kamu pasti gadis baik. Bisa tahan dengan anak Tante ini." Rosita memandang Yenny. "Mama, ihhh," Clarissa manyun. "Clarissa, Mama tahu kamu paling kesal kalau Mama pingin bicara. Apalagi soal jodoh." Rosita mengalihkan pandangan pada Clarissa lagi. Nah, kan, kondisi sakit juga ngomong soal jodoh. "Mama hanya mau kamu dapat pria baik, hidup kamu terjamin. Karena ..." Rosita tidak meneruskan kalimatnya. Dia menarik nafas dalam. Clarissa dan Yenny menunggu. "Dokt

  • Look At Me!    11. Aku Cinta Kakak

    Tiga hari Clarissa tinggal dengan Rosita. Setelah kondisi mamanya membaik, Clarissa kembali ke tempat kosnya. Tapi komunikasi dengan Rosita lebih intens. Clarissa mau memastikan mamanya tidak drop lagi.Yenny juga lega, Clarissa sekarang kembali ceria. Kembali jutek dan seenaknya. Memang bikin kesal kelakuan temannya itu. Tapi begitulah Clarissa."Gimana mama kamu? Masih maksa buat cari calon suami buat kamu?" Yenny bertanya. Mereka sedang menunggu kelas berikutnya. Kelas Diaz."Ya, tapi ga ngotot. Aku bilang sama Mama, aku pasti bisa cari calon suami sendiri. Aku akan segera kenalkan pada mama kalau sudah jadian sama dia." Clarissa menjawab sambil membuka botol minumnya."Ooh? Mama kamu sepakat?" tanya Yenny lagi."Hmm-mm. Aku bilang paling lama tiga bulan aku akan bawa calon mantu buatnya." Dengan santai Clarissa menjawab lagi. Lalu dia meneguk air di botolnya."What? Tiga bulan? Kamu yakin?" Yenny menga

  • Look At Me!    12. Kamu Akan Jadi Milikku

    Tubuh tinggi dan gagah itu menjauh. Diaz tidak menoleh lagi pada Clarissa. Dengan tatapan pilu dan hati kecewa, Clarissa masih berdiri di tempatnya. Diaz menolak cintanya. Hubungan dekat mereka selama ini, kepedulian Diaz padanya ternyata hanya sebatas kakak dan adik. Tidak lebih.Yenny benar. Diaz tidak jatuh hati padanya. Clarissa terlalu percaya diri. Sekarang, ketika dia sudah merencanakan semua dengan baik, hasilnya nihil. Clarissa ditinggalkan."Kak Diaz, kamu jahat. Aku sangat sayang sama kamu. Kamu juga menunjukkan jika kamu sayang sama aku selama ini. Nyatanya?" Clarissa mengepalkan tangannya geram.Dalam hati Clarissa sangat marah. Dia tidak dianggap. Lagi, penolakan dia terima. Papanya meninggalkan dia. Mama tidak peduli hatinya. Sekarang, pria yang Clarissa harap bisa membalut semua pedih yang selama ini dia rasa, juga mengecewakan dia. Kenapa hidup tidak ada di pihaknya sama sekali?"Tapi bukan Clarissa kalau begini saja mundur.

  • Look At Me!    13. Tidak Akan Berubah

    Yenny menatap Adimasta. Pemuda sipit dengan kacamata itu kembali menghadap ke arahnya. Adimasta tidak salah dengar yang Yenny tanyakan. Ya, Yenny pasti tahu soal dia cinta Clarissa. Clarissa tidak mungkin tidak menceritakan kejadian dia di taman belakang kampus, terpaksa mengakui hatinya pada gadis nyentrik itu. "Ya. Aku sayang dia, Yenny." Akhirnya Yenny mendengar sendiri dari bibir tipis Adimasta. Yenny mengembuskan nafasnya, masih tidak bisa percaya. Sampai sekarang, Yenny merasa aneh Adimasta bisa jatuh cinta pada Clarissa. Karena di pandangan Yenny, karakter mereka ke mana-mana dan sampai kapan juga tidak akan mungkin nyambung. "Aku juga ga tahu, gimana bisa kayak gini." Adimasta menaikkan kacamatanya ke posisi semula. "Kamu tahu dia cinta Pak Diaz." Yenny masih memandang Adimasta. "Aku tahu. Dan Pak Diaz ga mungkin cinta Clarissa. Aku mau dia baik-baik saja." Adimasta tersenyum tipis. "Kamu yakin sanggup tetap sayang Clarissa? Dia kelakuan kayak gitu," ucap Yenny. "Aku pin

  • Look At Me!    14. Hari yang Menyebalkan

    Meskipun sudah dua kali Diaz dengan tegas menolaknya, Clarissa tidak mau menyerah. Dia tidak akan mundur. Dia ingin membuktikan pada mamanya kalau dia bisa mendapatkan pria yang tepat buat dirinya. Dengan begitu, dia tidak akan dipaksa untuk menerima salah satu anak teman mamanya. Selain itu, Clarissa bisa membuat mamanya lebih tenang, seandainya kondisi kesehatannya memburuk. Clarissa baru saja masuk ke dalam mobil saat mamanya menelpon. Rosita ingin bertemu putrinya. Clarissa mengurungkan niat akan ke tempat kos, dia memutar haluan menuju rumah. Belakangan Rosita lebih banyak bekerja dari rumah. Perusahaan tempatnya bekerja mengerti kondisinya dan mengalihkan tugas yang harus dia selesaikan dengan lebih leluasa, yang bisa dikerjakan tanpa harus setiap hari datang ke kantor. Rosita tersenyum melihat putrinya datang. Clarissa sudah tidak enggan pulang, meski memang dia merasa lebih nyaman di tempat kos karena kesibukan gadis itu di kampus dan di sekitarnya. Clarissa berjalan mendekat

  • Look At Me!    15. Clarissa di Mana?

    Mata Clarissa masih memandang mama dan kakak Adimasta. Entah kenapa mereka tertawa. Yang Clarissa yakin mereka menertawakan Adimasta. "Maaf, Clarissa. Aku suka bercanda kayak gitu. Adimasta terlalu datar dan kaku. Makanya aku juluki dia kayu." Senyum lebar masih di bibir Anindita, dia menjelaskan apa maksud kata-katanya tadi. "Ohhh ..." Clarissa ikut tersenyum. "Tapi dia baik. Anaknya rajin dan tekun. Ga pernah bikin repot dari kecil. Tante bersyukur punya anak laki-laki tapi ga buat sakit kepala." Mama Adimasta sekarang ikut berkomentar. "Aihh, promosi. Mama ini!" Anindita melirik mamanya. "Hee hee ..." Mama Adimasta kembali tersenyum lepas. "Nggak maksud, Anin. Mama cuma bilang apa adanya." Clarissa kembali tersenyum, tipis. Dalam hatinya dia bicara sendiri. Apa reaksi ibu dan anak ini kalau tahu Adimasta cinta pada Clarissa? Kira-kira mereka akan senang atau marah-marah? "Tante, Kak, aku balik ke tempatku. Mari." Clarissa memilih minggir. "Ya, silakan. Kami juga balik ke mej

Latest chapter

  • Look At Me!    97. Yang Kedua Segera Datang

    Clarissa kembali memperhatikan Cori. Wajahnya sedikit pucat, bibirnya mulai biru. "Cori, kamu beneran ga apa-apa?" tanya Clarissa. "Ga apa-apa. Cuma geli, tadi. Ikannya pada ngerubung kakiku." Cori memeluk lengannya, mulai kedinginan. "Bawa dia mandi, Clay." Adimasta sudah di belakang Clarissa. Clarissa membawa Cori ke kamar mandi dan membersihkan diri. Sedang Adimasta, bersama Calvin, akhirnya dibantu Diaz mulai membereskan pancingan. Lalu ikan hasil Calvin dan Cori memancing mereka berikan pada pelayan untuk diolah menjadi lauk makan siang. Sambil menunggu makanan siap, Adimasta, ikut bergabung dengan keluarga yang lain. Hari yang sangat menyenangkan memang. Saat liburan sekolah, tepat hari ulang tahun pernikahan mama dan papa Adimasta, mereka pergi ke tempat pemancingan di pinggiran kota. Calvin datang liburan kenaikan kelas dan ikut bersama mereka. Yang menyenangkan, Rosita pun bisa bersama mereka. Kondisinya cukup baik

  • Look At Me!    96. Tetaplah Begini, Jangan Berubah

    Suara gemericik air mengalir terasa menenangkan jiwa. Desau tiupan angin membuat daun-daun beradu, berguguran di sekitar batang pohon yang besar. Di antara suara alam terdengar tawa dan celotehan gadis kecil di pinggir kolam yang cukup luas, bersama seorang anak yang mulai beranjak remaja. "Om, itu! Goyang! Lihat! Om, dapat lagi!!" Teriakan kegirangan terdengar memecah di antara suara alam yang sejuk. Anak lelaki di sisi gadis yang berteriak gembira itu dengan cepat menarik pancingnya dan benar, ikan mujair lumayan besar tersangkut pada mata kail. "Keren!! Om pintar juga memancing!" Gadis kecil dengan ekor kuda di belakang kepalanya itu melompat-lompat dengan senyum lebar. Dia cepat mengambil kaleng tempat menaruh hasil pancingan mereka.Lalu dengan senyum masih di bibirnya, gadis kecil itu berlari kecil menuju pondok tidak jauh dari kolam pemancingan. Di pondok bambu, duduk sepasang pasutri yang sedang menikmati indahnya alam di sekitar mereka.

  • Look At Me!    95. Hidup Itu Misteri

    Adimasta dan Clarissa kembali ke rumah sakit demi mendengar kabar kepergian Lena. Sungguh mengejutkan, ternyata Lena bahkan lebih cepat pergi dari yang dokter perkirakan. Mama Lena menangis hampir tak bisa berhenti. Begitu pula adik Lena.Lena yang ceria dan penuh semangat, tidak akan ada lagi. Senyum lebar dan tingkahnya yang lincah tidak akan terlihat lagi. Meskipun Adimasta tidak begitu dekat dengan Lena, tetap dia merasa sedih juga dengan kejadian ini. Clarissa bahkan ikut menitikkan air mata melihat ibu dan anak yang menangis karena kehilangan satu anggota keluarga mereka. Apalagi ayah Lena bekerja di luar pulau. Masih perlu menunggu sekian jam untuk bisa datang dan memeluk anak serta istrinya yang sedang berduka. Buatnya pasti juga sangat berat. Berpisah sekian lama, jarang bisa bersama, harus mendapat kabar putrinya meninggal. "Tuhan kenapa ga sembuhin kakak, Ma? Kenapa kakak diambil kayak gini?" Tangisan pilu gadis remaja itu menyayat hati.

  • Look At Me!    94. Pergi dengan Hati Bersih

    Senyum tipis muncul di bibir Lena yang sedikit kering. Dia memandang Clarissa. "Memang benar, ada sesuatu yang kita perjuangkan belum tentu juga akan kita dapatkan. Sakit, kecewa, pasti. Cuma, seperti mama bilang, aku harus punya hati bersih." Lena melanjutkan kalimatnya. Clarissa masih duduk di tempatnya, memandang pada Lena yang bicara dengan suara lebih lemah. "Hidupku akan segera berakhir. Kenapa ... aku harus meninggalkan semua ... dengan luka? Aku mau pergi dengan ... hati bersih." Makin lirih dan pelan kalimat itu keluar dari bibir Lena. "Lena?" Clarissa menyentuh lengan Lena. Kuatir karena suara gadis itu makin jauh, matanya makin redup. "Aku hanya ngantuk ..." ucap Lena. Dia pejamkan matanya. Clarissa menarik nafas lega, Lena terpengaruh obat yang dia minum. Clarissa bangun dari kursinya, berjalan perlahan meninggalkan ruangan itu. Di depan kamar, Adimasta dan mama Lena sedang berbincang. Adimasta menoleh ke arah Clari

  • Look At Me!    93. Pertemuan yang Menegangkan

    Ponsel Adimasta kembali berdering. Mama Lena terus mencoba menghubungi dia. Mata Adimasta juga masih memandang Clarissa. Dia kembali kuatir kalau Clarissa akan mengeluarkan tanduk di kepalanya. "Terima, Di. Pasti penting." Clarissa berkata, tenang, tidak ada marah di sana. "Oh, oke." Adimasta pun menerima telpon dari mama Lena. Suara wanita setengah baya itu cemas, bahkan hampir menangis. Adimasta terkejut. Lena drop, masuk ke rumah sakit. Sejak semalam terus saja minta Adimasta datang. Clarissa memperhatikan Adimasta yang wajahnya berubah tegang."Kenapa, Di?" tanya Clarissa. Dia juga penasaran apa kabar yang Adimasta dapat. Adimasta melihat ke arah Clarissa, tapi belum menjawab, masih mendengar suara dari ponselnya. Clarissa menunggu, hingga Adimasta selesai berbicara dengan mama Lena. "Lena sakit lagi?" tanya Clarissa. Adimasta mengangguk. "Iya. Dia masuk rumah sakit. Dia ingin ketemu aku." Adimasta mengatakan itu tetap

  • Look At Me!    92. Peluk Aku, Jangan Lepaskan

    Tangan Adimasta masih sedikit gemetar. Dia pegang kuat kedua tangan Clarissa seakan tidak mau ditinggal sendiri. Dia memandang Clarissa dengan wajah yang sulit digambarkan. "Adi ..." Clarissa mencoba mencari kesasadaran dari tatapan bola mata Adimasta yang campur aduk. "Aku ingat. Aku ingat semuanya ..." Tangis Adimasta mulai terdengar. Dia raih Clarissa dan memeluknya erat. Debaran jantung Clarissa melonjak. Adimasta ingat semuanya? Benarkah? Clarissa masih belum yakin. Adimasta terus saja menangis. Belum pernah Clarissa melihat seorang pria menangis sampai seperti ini. Pelan, Clarissa usap punggung Adimasta, tidak ingin mengatakan apapun. Dia akan tunggu hingga Adimasta tenang, lalu mereka bisa kembali bicara. Sementara di kepala Adimasta, semua kisah muncul dengan jelas. Runtut, semua yang berlubang mulai tertutup. Semua kembali pada tempatnya. Adimasta melepas pelukannya dan memandang Clarissa. Masih campur aduk di dalam hatinya. Seb

  • Look At Me!    91. This is Me

    Beberapa saat lamanya, Clarissa menangis di pelukan Adimasta. Dia merasakan sentuhan lembut di punggungnya. Sesekali Adimasta mengusap atau menepuk, berusaha menenangkan Clarissa. Hal yang sama yang dulu Adimasta lakukan, sama seperti yang papa Clarissa lakukan. Adimasta sedang berperan jadi Arlon dalam pikirannya. Sedang Clarissa, di tengah tangisnya, terus berdoa, Adimasta akan kembali pada dirinya. Dirinya yang saat ini bersama Clarissa. Yang menyadari kalau Clarissa sudah cinta dan jatuh cinta padanya. Clarissa yang marah dan cemburu buta karena Adimasta peduli dengan cewek lain. "Katakan semuanya. Apapun itu. Anggap aku papa kamu." Kata-kata yang sama Adimasta ucapkan lagi. Perlahan, tangis Clarissa mereda. Dia angkat wajahnya, memandang Adimasta. Rasa sayang yang besar menyelimuti hati Clarissa. Apa yang akan dia katakan agar Adimasta tahu posisi mereka sebenarnya seperti apa? "Papa dan aku sudah baikan, Adi. Kamu tidak ingat, kalau kita bahkan

  • Look At Me!    90. Apakah Kamu Baik-baik?

    Dengan kesal Clarissa meletakkan ponselnya. Dia menelpon Yenny ingin dibelikan buah, malah Yenny bicara tidak jelas. "Siapa yang mau pergi ke club? Ngaco nih orang! Lagi sakit kepala apa si Yenny?" gerutu Clarissa.Duduk di depan meja belajar. melipat kedua tangannya ngedumel sendiri. Dering suara panggikan masuk. Clarissa melirik pada ponsel yang ada di depannya. Yenny. Masih kesal, Clarissa mengangkatnya. "Kamu kenapa, sih? Aku ngomong soal buah, kamu kok ga nyambung gitu," tukas Clarissa. "Clay, kamu ke club cepetan. Aku dan Adi nyusul ke sana." Yenny bicara dengan cepat "Hah??!" Clarissa seketika melotot mendengar itu. Aneh sekali sahabatnya itu. Gimana bisa dia menyuruh Clarissa pergi ke club. Ini juga masih belum beneran sore. Yenny mengatakan apa yang dia pikirkan saat bicara dengan Adimasta. Ternyata ini seperti sebuah pintu membawa Adimasta mengingat kembali pada Clarissa dan dirinya. Clarissa masih belum begitu pah

  • Look At Me!    89. Kunjungan Seorang Teman

    Mata Clarissa nanar memandang keluar kamarnya. Bukan taman cantik di halaman yang dia perhatikan. Wajah Adimasta yang menatap dingin kepadanya yang tampak. Ucapan Adimasta yang penuh kekecewaan yang melingkupi hati Clarissa. Yenny duduk di sisinya, mengusap pundak Clarissa. Gundah juga menyapa Yenny setelah mendengar penuturan Clarissa. Adimasta menolak kekasihnya. Yang dia ingat Clarissa hanya bertingkah menyebalkan dan Adimasta tidak mau lagi diperlakukan seperti itu. Semua bayangan kisah manis dan romantis yang sudah terjadi hilang dari kepala Adimasta. Dua hari, Clarissa tidak datang ke rumah Adimasta. Gadis itu tidak mau berbuat apa-apa. Hanya rebahan, duduk, main ponsel, bahkan enggan keluar kamar sekedar mengambil makanan online yang dia pesan. "Kamu benar-benar sayang Adi. Justru sekarang Adi yang begini." Hati Yenny bicara. Dia merasa pilu juga merasakan kedua teman baiknya. Dia harus melakukan sesuatu. Yenny Yakin, Adimasta dan Clarissa pasti bisa b

DMCA.com Protection Status